Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianipar, Ratna Hapsari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa perdagangan Crude Palm Oil (CPO) dengan mengambil studi kasus dari PT. ABC. PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan milik negara penghasil CPO, yang dimana dalam pemasaran CPO nya PT XYZ membentuk suatu badan pemasaran dengan sistem lelang bernama PT ABC. Transaksi Perdagangan CPO PT XYZ untuk tujuan ekspor harus melalui broker lokal sebagai peserta lelang CPO di PT ABC. Selain itu ada PT BBJ sebagai alternatif penjualan CPO PT XYZ. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan berbentuk deskriptif. Dalam teknik pengumpulan data, penulis melakukan studi pustaka dan wawancara mendalam. Peneliti memperoleh hasil bahwa PT ABC, broker lokal, dan PT BBJ melakukan jasa perdagangan. Dalam hal PT XYZ mengklaim ekspor CPO yang dimana pemenang lelang adalah broker lokal sebagai perwakilan pembeli diluar negeri, tidak dapat dikatakan sebagai ekspor karena broker lokal membentuk BUT yang bersifat keagenan.

Abstract
This thesis discusses the policy of value added tax on services trade in Crude Palm Oil (CPO) by taking a case study of PT. ABC. PT. XYZ is one of the state-owned producer of CPO, which is where the marketing of its CPO PT XYZ form a marketing agency with an auction system called PT ABC. CPO Commerce Transactions PT XYZ for export purposes must go through local brokers as bidders CPO on ABC. In addition there is an alternative which is PT BBJ for PT XYZ CPO sales. The research was conducted using a qualitative approach and descriptive form. In data collection techniques, the authors conducted a study literature and depth interviews. Researchers obtained results that PT ABC, a local broker, and PT BBJ to services trade. In the case of PT XYZ claims that palm oil exports in which the winning bidder was a local broker to represent buyers in foreign countries, can not be said to be export as a local broker that is formed BUT agency."
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Saraswati
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor jasa perdagangan di Indonesia. Kebijakan tersebut secara khusus tertuang dalam Surat Edaran Jenderal Pajak No. SE-145/PJ/2010 mengenai Perlakuan PPN atas Jasa Perdagangan, khususnya pada butir 3 huruf c, d, dan e. Tujuan penelitian adalah menjelaskan mengapa Dirjen Pajak menetapkan ekspor jasa perdagangan sebagai penyerahan jasa perdagangan di dalam Daerah Pabean, bagaimana kebijakan PPN atas ekspor jasa perdagangan ditinjau dari konsep taxable supplies dan destination principle, serta bagaimana perlakuan PPN atas ekspor jasa seharusnya menurut kelaziman internasional. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekspor jasa perdagangan telah sesuai dengan konsep taxable supply dan penyerahan ekspor jasa perdagangan yang ditetapkan sebagai penyerahan jasa perdagangan di dalam Daerah Pabean tidak sesuai dengan konsep destination principle. Alasan Dirjen Pajak adalah terkait dengan masalah pengawasan yang belum cukup memadai untuk dikenakan PPN dengan tarif 0%. Kelaziman internasional atas pengenaan PPN atas ekspor di beberapa negara Asia Pasifik sebagian besar sudah menganut destination principle.

This research discusses the Value Added Taxes policy on export of trade services in Indonesia. This policy is particularly reflected in Circular Letter Director General of Taxation Number SE-145/PJ/2010 regarding the Value Added Taxes Treatment of Trade Services, especially in point 3 letter c, d, and e. The research's objectives are to explain why DG of Taxation determine export of trade services as a supply of trade services within the Customs Area, how the VAT policy on exports of trade service is seen from the concept of taxable supplies and the destination principle, as well as how the treatment of VAT on export of services suppose to be according to international practice. The type of research is descriptive using quantitative approach.
Based on the results, the writer has found that the trade services export has been in accordance with the concept of taxable supply, and the exports of trade services that has been determined as a supply of trade services within the Customs Area is not in accordance with the concept of destination principle. Reasons from the DG of Taxation is related to supervision issues which still insufficient to be burdened by VAT at the rate of 0%. On the other hand, international practice for the imposition of VAT on exports of services in some Asia Pacific countries has been using the destination principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Bayu Pamungkas
"Berdasarkan SE-23/PJ.51/2000, setiap bagi hasil terutang PPN jasa giling tebu. Kenyataannya, sistem bagi hasil berasal dari kerjasama dengan karakteristik berbeda. Jadi, penting untuk mengkaji kebijakan PPN jasa giling tebu dengan pola bagi hasil. Penelitian menganalisis bagi hasil dari konsep taxable supply serta mengevaluasi kebijakan dengan kriteria Dunn. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bagi hasil KSU tidak dapat dikenakan PPN karena tidak memenuhi syarat kumulatif normal approach.Secara umum, kebijakan PPN jasa giling tebu belum memenuhi kriteria Dunn. Kebijakan PPN jasa giling tebu sering menimbulkan dispute sehingga menambah cost of taxation terkait pengajuan keberatan dan banding.

According to SE-23/PJ.51/2000, every profit sharing is subject to VAT of sugar cane milling services. In fact, profit sharing system comes from cooperation with different characteristics. Therefore, it's important to review policy on VAT of sugar cane milling services with profit sharing system. This research analyzes profit sharing system from taxable supply concept and evaluates policy based on the criteria of Dunn. Data is gathered through literature study and depth interview. Research shows that profit sharing of KSU can't be subjected to VAT because it doesn't fulfill cumulative requirements of normal approach. In general, VAT policy of sugar cane milling services has not fully met the requirements for criteria of Dunn. VAT policy of sugar cane milling services often makes dispute that could potentially increases cost of taxation related to submission of objection and appeal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baidowi
"Salah satu jenis pajak yang mempunyai peranan dalam penerimaan Negara adalah Pajak Pertambahan Nilai, dimana penerapannya di Indonesia untuk pertama kali yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 dan merupakan upaya reformasi perpajakan menggantikan pelaksanaan pemungutan pajak penjualan berdasarkan Undang-Undang Darurat nomor 19 tahun 1951 dan Undang-Undang nomor 35 tahun 1953.
Pajak Pertambahan Nilai memiliki legal karakter sebagai pajak objektif dimana timbulnya suatu kewajiban pajak sangat ditentukan oleh factor objektif yaitu karena adanya peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak, sedangkan kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri merupakan perluasan objek Pajak Pertambahan Nilai yang baru diatur dalam pasal 16.C Undang-Undang nomor 11 tahun 1994 dimana kebijakan tersebut masih kurang selaras dengan memori penjelasan pada pasal 4.
Disamping itu dalam memori penjelasan pasal 16.C Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah juga belum sesuai dengan implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang telah dijalankan.
Berdasarkan hal tersebut penulis mendapatkan beberapa permasalahan pokok sebagai sumber dalam penulisan tesis ini yaitu :
1. Apakah Implementasi Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri tidak dalam usaha atau pekerjaannya dapat mempengaruhi masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Bagaimana pengaruh Implementasi Kebijakan Pajak Pertambahan NiIai atas kegiatan membangun sendiri tidak dalam usaha atau pekerjaannya terhadap penerimaan Negara dari Pajak Pertambahan Nilai.
3. Apakah Implementasi Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri tidak dalam usaha atau pekerjaannya dapat dilaksanakan sesuai kondisi di Indonesia.
Hasil analisis yang menggunakan metode desk iptif analisis melalui studi kepustakaan diketahui bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam usaha atau pekerjaan oleh Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, Pengusaha Kecil, maupun membangun sendiri yang dilakukan dalam kawasan real estate tujuannya adalah untuk memajaki pengeluaran konsumsi dan adanya kecendrungan masyarakat wajib pajak untuk melaksanakan kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan jasa pemborong yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Dari kesimpulan diatas untuk mengoptimalkan Implementasi Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap kebijakan-kebijakan yang mengatur sehingga maksud dan tujuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat dioptimalkan.

Analysis On The Implementation Of Value Added Tax (VAT) Policy Toward Self Establishment Activity
One type of the tax which has an important role for State revenue is Value Added Tax (VAT), which was firstly implemented in Indonesia by UU (Code of Law) number 8, 1983 and is one of tax reform action to subsirute for the implementation of sale tax collection based on Undang-undang Dana-at Number 19,1951 and Undang-undang Number 35, 1953.
Value Added Tax has legal characteristics as an objective tax in which the obligation to pay the tax is fully determined by objective factors, i.e. due to a legal event or action from which the tax can be collected, where as the subjective condition of the tax payer does not determine. VAT toward self establishment activity is the extension of VAT object which is regulated an article 16C UU (Code of Law) number 11,1994, of which policy is not in accordance with the explanation of article 4.
Besides, on the explanation of article 16C of VAT Code of Law, that is to stop the avoidance of VAT collection, as well as to protect low-income society which is not in accordance with the implementation of VAT policy toward self establishment activity. Based on those explanations the writer formulizes several research problems as the sources in writing this thesis, i.e.
1. Whether the implementation of VAT policy toward self establishment activity outside the job can stimulate tax payers to fulfill the duty in accordance with the tax regulation.
2. How the implementation of VAT policy toward self establishment activity outside the job can affect state revenue from VAT.
3. Whether the implementation of VAT policy toward self establishment activity outside the job can be implemented in Indonesian setting.
From the result of the analysis utilizing Descriptive method through library study, it is found that VAT policy implemented toward self establishment activity which is done outside the work by individuals, Institutions, Soft Office, as self establishment done by real estate in order to collect the tax from consumption and the tendency of tax payers to do self establishment activity by using the construction company which is not legalized as Tax Payer.
It can be concluded that the effort to increase the implementation of VAT Policy toward self establishment activity should be improved especially toward the regulating policies so that the purpose of VAT collection can be optimalized."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumangger, Lewi Evander Christ
"Batubara adalah komoditas yang krusial dalam pemenuhan kebutuhan energi Indonesia. Statusnya sebagai Barang Tidak Kena Pajak berubah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sehingga menghapus batubara dari daftar barang tidak kena PPN. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan ini yang sudah berlangsung 2 tahun. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Fokus penelitian ini adalah mengevaluasi Kebijakan PPN atas penyerahan batubara berdasarkan teori evaluasi kebijakan Dunn. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga dimensi yang terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu perataan, responsivitas, dan ketepatan. Dimensi yang tidak terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu efektivitas dan efisiensi. Kebijakan PPN atas penyerahan batubara perlu diperbaiki agar bisa mencapai tujuan awal kebijakan ini bisa tercapai. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan negosiasi antara pemerintah dengan perusahaan batubara untuk mengamandemen kontrak yang berlaku agar otomatis mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu dilakukan perencanaan matang untuk mempersiapkan potensi restitusi di masa depan.

Coal is a crucial commodity in meeting Indonesia's energy needs. Its status as Non-Taxable Goods has changed since the promulgation of Law Number 11 Year 2020 of Cipta Kerja, thereby removing coal from the list of non-VAT subject goods. The purpose of this study is to evaluate the implementation of this policy which has been going on for 2 years. The research was carried out using a qualitative approach with a descriptive research type where data collection was carried out by in-depth interviews and literature studies. The focus of this research is to evaluate the VAT policy on coal delivery based on Dunn's policy evaluation theory. The results of the study show that there are three dimensions that are fulfilled in the VAT policy on coal delivery, namely equity, responsiveness, and accuracy. The dimensions that are not fulfilled in the VAT policy on the delivery of coal are effectiveness and efficiency. The VAT policy on the delivery of coal needs to be improved in order to achieve the initial objectives of this policy. The way that can be done is by negotiating between the government and coal companies to amend the applicable contract so that it automatically complies with statutory provisions. In addition, careful planning is necessary to prepare for potential restitution in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tunas Hariyulianto
"Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip tujuan (Destination Principle) yaitu suatu prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan jasa oleh negara tempat pemanfaatan atau konsumsi barang dan jasa tersebut. Berdasarkan prinsip ini, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi di dalam Daerah Pabean, sedangkan atas konsumsi barang dan jasa yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas dasar prinsip tujuan (Destination Principle) ini, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak. Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ini dilakukan melalui metode Zero Rate, yaitu atas ekspor Barang Kena Pajak ditentukan sebagai penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% ini telah membuat ekspor Barang Kena Pajak menjadi bebas dad pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax), karena atas Barang Kena Pajak yang diekspor tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha ekspor tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang dan jasa yang berhubungan dengan Barang Kena Pajak yang diekspor tersebut.
Berbeda halnya dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai hanya mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dengan tarif 10%, tanpa adanya ketentuan iebih lanjut yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai da!am hal Jasa Kena Pajak tersebut dimanfaatkan di luar Daerah Pabean (Ekspor Jasa). Dengan demikian, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mengenakan tarif yang sama sebesar 10% atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean baik untuk dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean maupun di luar Daerah Pabean.
Analisis yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, penelaahan dokumen dan hasil wawancara diperoleh kesimpulan bahwa Ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% atas ekspor Jasa Kena Pajak tidak sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai antara lain prinsip tujuan (Destination Principle) yang dianut oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Teori Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dan Teori Bukan Faktor Harga (VAT is not a cost price factor). Berdasarkan prinsip tujuan, atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean untuk dikonsumsi atau dimanfaatkan di luar Daerah Pabean seharusnya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Teori Netralitas Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai seharusnya tidak dikenakan atas ekspor. Sedangkan teori yang ketiga menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai bukanlah faktor penentu harga atau tidak masuk ke dalam harga barang atau jasa yang diserahkan.
Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak, dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua metode yaitu Exemption dan Zero Rate. Berdasarkan konsep teori dan metode yang digunakan oleh negara-negara yang menerapkan sistem Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax), metode yang sebaiknya digunakan adalah Zero Rate, yaitu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak dengan tarif 0%.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Zero Rate (tarif 0%) ini, akan membuat ekspor Jasa Kena Pajak menjadi bebas dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax), karena atas Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha ekspor tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang dan jasa yang berhubungan dengan Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut. Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax) diharapkan akan dapat meningkatkan daya saing harga dari produk-produk jasa yang diekspor oleh Pengusaha Indonesia. Hal ini tentunya akan Iebih menciptakan iklim dunia usaha jasa di Indonesia yang lebih kondusil. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Zero Rate juga dilakukan dalam rangka harmonisasi perpajakan demi terciptanya perdagangan internasional yang fair dan netral.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis permasalahan dalam tesis ini adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak dalam peraturan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia belum sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya, disarankan agar dilakukan perubahan ketentuan dalam Undangundang Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur mengenai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean untuk dimanfaatkan di luar daerah pabean (ekspor Jasa Kena Pajak) sehingga sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai.

The Indonesian VAT Prevailing Law follows a Destination Principle in imposing Value Added Tax. Under this Destination Principle, VAT is imposed on goods and services consumed in the taxing jurisdiction, regardless of where they are produce. VAT is imposed on imports for consumption in the state, and VAT is rebated on exports to be consumed elsewhere. Fiscal frontiers must be maintained to ensure that exports are fully rebated for the VAT paid in the exporter's domestic market and where the VAT rates appropriate to the importer's home market can be applied.
Based on The Destination Principle, VAT is not imposed on goods consumed outside the taxing jurisdiction (Exports of goods). This Exception of VAT Levy, done with Zero Rate Method. Zero Rate means that the trader is fully compensated for any VAT he pays on inputs and, therefore, genuinely is exempt from VAT, On the other hand, a trader liable to the zero rate is liable to an actual rate of VAT, with just happens to be zero; therefore, such a zero-rated trader is wholly a part of the VAT system and makes a full return for VAT in the normal way. However, when this trader applies the tax rate to his sales, it ends up as a zero VAT liability but from this he can deduct the entire VAT liability on his inputs, generating a repayment of tax from the government. In this way, the zero-rated trader reclaims all the VAT on his inputs and bears no tax on his outputs, and the purchaser of such a trader's sales buys the good free of VAT. Different matter with VAT levy on exports of services. Indonesian VAT Laws imposed on every transfer of taxable services in taxing jurisdiction with rate of 10%, regardless of where they are consumes. Therefore, 10% VAT is imposed on export of taxable services.
Analysis that has been done based on study of literature books and interview, conclude that 10% VAT levy on export of taxable services is not appropriate with Theory of VAT, among other things, Destination Principle, Neutrality Theory and VAT is not a cost-price factor Theory. According to this principle and the theory, VAT should not impose on services that consumed outside the taxing jurisdiction (Export of services).
Exception of VAT levy on export of services can use exemption or zero rate. According to VAT Theory and method used in countries that used VAT System, the method should be used is zero rate. Using Zero Rate means that the exporter of services is fully compensated for any VAT he pays on inputs and, therefore, genuinely is exempt from VAT. The exporter of services can reclaims all the VAT on his inputs and bears no tax on his outputs, and the purchaser of such a trader's sales buys services free of VAT. Using zero rate in export of services will increase price competitiveness of service products that exported by Indonesian producer. Further, this matter will create the conducive condition for business of services in Indonesia.
Based on analysis of the case in this examination, conclude that imposing Value Added Tax on export of services according to the prevailing law is not appropriate with theory of VAT. Further, suggested that the government should amendment prevailing law in particular that regulate about imposing Value Added Tax on export of services.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Yunita
"Laporan ini bertujuan untuk membahas mengenai proses penyelesaian dan analisis terhadap pokok sengketa Pajak Pertambahan Nilai yang berhubungan dengan penyerahan yang dipungut sendiri pada PT. XYZ, sebuah perusahaan kelapa sawit terintegrasi. Sengketa pajak dimulai dari adanya selisih perhitungan antara pihak PT. XYZ dengan Direktorat Jenderal Pajak terkait Lebih Bayar yang diajukan oleh PT. XYZ atas PPN Masa Desember 2013. Direktorat Jenderal Pajak menganggap bahwa status PPN atas PT. XYZ adalah Kurang Bayar karena dianggap peningkatan kuantitas dalam kurun waktu satu tahun tidak wajar sehingga perlu dilakukan koreksi atas penyerahan sepanjang tahun dengan menggunakan Analisis Kewajaran Produksi Kelapa Sawit. Atas perbedaan perhitungan PPN ini, PT. XYZ telah memberikan penjelasan kepada Direktorat Jenderal Pajak, sejak Januari 2015 hingga mengajukan proses keberatan pada April 2015 dan banding pada Juli 2016. Hasil banding menetapkan bahwa koreksi dari pihak Direktorat Jenderal Pajak tidak tepat sehingga Pengadilan Pajak memutuskan untuk tetap mempertahakan pendapat PT. XYZ atas PPN Lebih Bayar. Dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa PT. XYZ telah melakukan prosedur penyelesaian sengketa pajak sesuai dengan SE-10/PJ.7/2008, 202/PMK.03/2015, dan UU Nomor 14 Tahun 2002. Hasil analisis juga menyimpulkan bahwa perhitungan pajak yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak maupun Peneliti Keberatan harus didasarkan pada dokumen dan data penyerahan yang secara aktual terjadi di lapangan. Perhitungan pajak tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan analisis kewajaran berdasarkan standard perkebunan kelapa sawit sebagaimana diterbitkan dalam buku Teknologi Budidaya Kelapa Sawit tanpa mempertimbangkan kondisi perusahaan. Maka dari itu, diharapkan kedepannya pihak Direktorat Jenderal Pajak, khususnya pengawas dan peneliti pajak, dapat menghitung penyerahan dengan menggunakan bukti yang valid dan menghindari pendapat yang bersifat asumtif.

This report explains the Value-Added Tax dispute resolution related to self-collected VAT of PT. XYZ, an integrated palm oil company. Tax dispute starts from the different argument between the PT. XYZ and the Directorate General of Taxation due to tax overpayment status on PT. XYZ rsquo;s VAT return period December 2013. However, the Directorate General of Taxation considers the status of VAT over PT. XYZ is underpaid because they thought significant increase within one year is suspicious, so it is necessary to make correction towards sales throughout the year by using Fairness Analysis on Palm Oil Production. The result of the analysis in this report show that sales should not calculated using fairness analysis, but using the actual data occurs in field, especially in the palm oil industry such as daily data production and sales of Fresh Fruit Bunches and sales of processed product of Fresh Fruit Brunches, which are Crude Palm Oil and Palm Kernel, each day because the price may vary every day so it can not be calculated using the annualized approach. Therefore, it is expected that in the future, the Directorate General of Taxation can calculate the whole sales by using valid evidence and avoid the unreliable assumption."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Noviawan Putri
"Adanya dua Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas Pajak Pertambahan Nilai pada penyerahan jasa outsourcing memberikan peluang bagi pengusaha untuk melakukan perencanaan pajaknya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perencanaan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh PT CJ pada tahun 2018 dalam penentuan DPP, meninjaunya dari asas netralitas serta efisiensi, dan kendala yang dihadapi oleh perusahaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penentuan DPP dilakukan pada proses negosiasi dan diperkenankan memilih antara kedua DPP tersebut. Seluruh PPN dihitung dari DPP berupa penggantian, dikarenakan adanya kebiasaan pengadministrasian atas transaksi tersebut serta Pajak Masukan yang lebih besar bagi klien. PT CJ menjalankan empat tahapan dalam merencanakan perencanaan PPN, memenuhi ketiga syarat perencanaan pajak yang baik, serta mengarahkan strategi pajaknya kearah penghindaran pemeriksaan pajak. Selanjutnya, perencanaan Pajak Pertambahan Nilai tersebut tidak memenuhi asas efisiensi dan memenuhi asas netralitas. Kendala yang dihadapi PT CJ disebabkan karena adanya keterlambatan pembayaran jasa dari klien yang menyebabkan PT CJ harus menalangi pembayaran PPN. Peneliti menyarankan agar PT CJ mempertegas klausul mengenai pembayaran dalam kontrak dan penagihannya guna memperlancar arus kas perusahaan.

The presence of two tax basis for Value Added Tax on transfer of outsourcing services allow Taxable Entrepreneur for VAT Purposes to plan their tax planning. This study aims to analyzes CJ enterprises 2018 Value Added Tax planning on the determination of tax basis, reviews it from neutrality and efficiency principles, and cognize the obstacles they are facing. This study used a qualitative approach with in-depth interview data collection techniques and literature study. The result of this study show that the determination of tax basis started at negotiation process, and clients are allowed to choose between the two tax basis. VAT calculated from tax basis of penggantian because of the familiarity tax administration it has and bigger input tax for the clients. CJ enterprise perform four steps of VAT planning, comply the three terms of good tax planning, and directing their VAT strategy to avoids tax audit. In different circumstances, CJ enterprises VAT planning on the determination of tax basis comply neutrality principle, and is not conform with efficiency principle. The obstacle CJ enterprise faces is the delay of services payment, also cause CJ enterprise to bail out payments of VAT. Researcher suggest CJ enterprise to emphasizes contract clauses about the payment of services and billing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Caroline
"Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak adalah jumlah biaya ? biaya yang harus dikeluarkan oeh wajib pajak. Idealnya, biaya ? biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak tersebut tidak memberatkan wajib pajak dan tidak menghambat wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya. Biaya kepatuhan pajak timbul sebagai akibat kompleksitasnya peraturan dan prosedur pajak serta sistem pemungutan pajak. Salah satu tujuan dari reformasi perpajakan adalah meningkatkan efisiensi administrasi pajak. Penelitian ini membahas kebijakan PPN atas Jasa Pengangkutan dengan menggunakan Angkutan Laut di Indonesia dan implikasinya pada perusahaan pelayaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan compliance cost pada PT. XYZ sebagai pengaruh dari kebijakan setelah berlakunya PMK Nomor 80/PMK.03/2012. Saran dari penelitian ini adalah agar pembuatan kebijakan yang dilakukan sebaiknya memperhatikan faktor ? faktor yang ada di lapangan agar tepat sasaran dan benar - benar bermanfaat bagi industri pelayaran maupun ketika dilihat dari aspek penerimaan negara.

One of the factors that determine the level of tax compliance in order to make the fulfillment of tax obligations is the total cost to be incurred by the taxpayer. Ideally, the costs incurred by the taxpayer shall not burden the taxpayer and don?t inhibit the taxpayer in doing his tax obligation fulfillment. Tax compliance cost incurred as a result of the complexity of tax regulation, procedures and the tax collection system. One of the goal of the tax reform is to increase the efficiency of tax administration. This research discusses the policy of Value Added Tax on transportation services using sea transportation in Indonesia and its implication on shipping companies. This is a descriptive research using quantitative approach. The result shows that there is an increase in the cost of tax compliance as an impact of the implementation of PMK Nomor 80/PMK.03/2012. Furthermore, this research suggests that the policy making should consider several aspects in the area of work and the policy will be right on target and useful for the shipping industry and also from the aspect of state revenues."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Jayaprana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>