Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169747 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahma Utami
"Penelitian ini membahas tentang partisipasi masyarakat Kelurahan Pondok Ranggon pada tahapan forum Rembug RW untuk menyusun perencanaan pembangunan tahunan. Rangkai Rembug RW ini dimulai dari tingkat RT untuk membuat alternatif kebijakan yang diajukan pada forum Rembug RW. Pada Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam rangkai Rembug RW yang di mulai dari tingkat RT. Kemudian dilihatnya hubungan karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskrtiptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi yang dimulai dari tingkat RT yang kemudian dilanjutkan pada tingkatan RW dalam forum Rembug RW , yang dikaitkan dengan Teori Arnstein dimana adanya 8 tingkat partisipasi yaitu pada tingkatan sedang dan berada dalam tingkat 5 yaitu Placation. Pada tingkat partisipasi ini dapat dijelaskan bahwa sudah adanya partisipasi masyarakat dimana masyarakat sudah dilibatkan dalam tahapan penyusunan perencanaan pembangunan, hanya saja semua keputusan tetap berada pada keputusan pemerintah. Karakteristik individu dihubungkan terhadap tingkat partisipasi, dilihat tidak adanya hubungan yang signifikan.

This research discusses the participation of Kelurahan Pondok Ranggon on stage Rembug RW forum for annual development planning. RW Rembug starts from level RT to make the proposed policy alternatives on the forum Rembug RW. In the formulation of the problem in this study was to determine the level of community participation in the chain RW Rembug that at the start of the RT. Then he saw the relationship of individual characteristics with the level of community participation.
This research uses quantitative methods to the design deskrtiptif. The study concluded that the level of participation starting from the level RT and then proceed to the level RW ,which was associated with Theory Arnstein where there are eight levels of participation in moderate levels in the Placation level 5. At the level of participation can be explained that it was the participation of society in which people have been involved in the development planning stage, it's just that all decisions remain on the government's decision. Individual characteristics linked to the level of participation, not seen a significant relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djaka Badranaya
"Sejak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 lalu, wacana dan praktik demokrasi dan demokratisasi dalam konteks kehidupan sosial politik di Indonesia nampaknya menjadi paradigma mainstream. Realitas inl pada akhirnya mendorong munculnya gagasan otonomi daerah dan good governance dalam ranah tata pemerintahan. Baik otonomi daerah--sebagai bentuk faktual dari konsep desentraliasi--maupun wacana good governance, keduanya memiliki penekanan (aksentuasi) yang cukup kuat terhadap konsep partisipasi masyarakat atau publik (public participation) Dalam logika kedua wacana tersebut, partisipasi masyarakat merupakan prasyarat terbangunnya sistem pemerintahan yang demokratis dan keseimbangan relasi tiga pilar (state, market dan society). Partisipasi masyarakat tidak saja dimaknai dalam bentuk keterlibatan semu dalam proses pembangunan yang bersifat mobilisasi, namun keterlibatan daiam proses kebijakan publik secara integral, balk daiam perencanaan, implementasi maupun evaluasi kebijakan.
Hampir dipastikan, semua pemerintah daerah secara normatif telah mengakomodasi semangat yang terkandung dalam konsep otonomi daerah dan good governance. Namun seringkali, praktik partisipasi di lapangan oieh pemerintah daerah lebih bersifat artifisial--seremonial dan cenderung mengarah pada mobilisasi dukungan. Sementara kalangan LSM berupaya untuk mendorong munculnya partisipasi publik melalui dua pendekatan, edukasi publik serta membentuk perda partisipatif dan transparansi. Pertanyaannya kemudian, jika semua kalangan telah sepakat untuk mendorong munculnya partisipasi publik, maka alternatif kebijakan apakah yang dapat dijadikan instrumen daiam mencapai tujuan tersebut.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji sejauhmana peran aktor-aktor kebijakan dalam mendorong munculnya partisipasi publik di Kota Bandung. Kendala apakah yang terdapat daiam domain setiap aktor daiam mewujudkan partisipasi tersebut serta alternatif kebijakan apakah yang paling relevan dan layak untuk direkomendasikan sebagai instrumen dalam implementasi peningkatan partisipasi publik di Kota Bandung?
Penelitian inl menggunakan metode AHP dalam memetakan pandangan responden serta mencari bobot prioritas daiam memilih aiternatif kebijakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam rangka meningkatkan partisipasi publik di Kota Bandung, menurut responden-yang terdiri unsur pemerintah, LSM, akademisi dan Anggota Dewan-prioritas kebijakan yang perlu dilakukan adalah penguatan civil society. Diikuti kemudian oieh penguatan legislatif sebagai alternatif kedua. Pembuatan perda partisipatif justru menjadi alternatif ketiga. Dalam pandangan responden, perda tidak menjamin dengan serta merta peningkatan partisipasi publik. Justru proses edukasi publik yang dilakukan oleh kalangan civil society perlu mendapat dukungan berbagal pihak termasuk pemerintah daerah. Partisipasi publik yang ideal mencerminkan kesadaran warga negara untuk secara aktif berperan dalam proses pengaturan (governance) kehidupan bermasyarakat (civic engagement). Faktor pendidikan dalam arti yang luas merupakan salah satu media untuk menumbuhkan kesadaran publik terhadap hak dan kewajibannya. Dalam konteks tersebut, peran dan posisi civil society sangat strategis dan perlu mendapat dukungan dalam mempercepat munculnya partisipasi publik di Kota Bandung. Civil society memiliki daya gerak dan daya dorong yang cukup untuk menciptakan partisipasi publik yang diharapkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achyar
"Pembahasan terhadap topik yang melihat adanya korelasi antara tingkat status sosial ekonomi dengan partisipasi politik ini, sesungguhnya diilhami oleh suatu obsesi pada gagasan yang agafc besar, yaitu demokrat isas i. Adapun yang penulis maksud dengan demokratisasi adalah proses pengambilan dan pengaplikasian nilai-nilai demokrasi secara utuh dalam setiap kegiatan politik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, satu hal yang tak bisa ditawar-tawar adalah perlu adanya perluasan partisipasi politik rakyat aecara mandiri (autonomous}, Namun di dalam fcenyataannya, perluasan partisipasi politik rakyat tersebut, tidak hanya terkait dengan sistem politik secara makro, tetapi juga berkelindan dengan segi-segi kehidupan sosial dari rakyat itu sendiri. Dalam hal ini faktor-faktor seperti pendidikan, pekerjaan dan penghasilan memainkan peranan penting dalam mempengaruhi tingkat partisipasi politik rakyat.
Dari beberapa studi yang dilakukan oleh para ilmuwan politik seperti Almond, Infceles, Verba dan Nie, menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dengan sikap kewarganegaraan yang aktif. Variabel-variabel seperti jenis kelamin, tempat tinggal, pefcerjaan, penghasilan, dan usia dapat disejajarkan dengan variabel pendidikan dalam menentukan tindakan-tindakan politik.
Temuan yang diperoleh oleh para sar.jana tersebut, nienibukt ikan bahwa tingkat status sosia! ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat partisipasi politik. Dari pernyataan tersebut, lahirlah rumusan "semakin tinggi ti ngkat status sosial ekonomi seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasi politikoya".
Dalam kaitannya dengan masyarakat pekerja sektor informal, penulis ingin melihat, apflkah rumusan tersebut di atas tetap terjaga keberlakuannya terhadap suatu lapisan masyarakat kota yang berdasarkan tingkat status sosial ekonomi bcrada pada posisi yang rendah. Atau apakah akan ditemukan hal-hal baru yang khusus berkenaan denoan kehidupan mereka yang unik.
Singkatnya penelitian ini dapat dikatakan suatu usaha verifikasi terhadap teori yang melihat adanya hubungan antara tingkat status sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi politik dengan mencoba menerapkannya pada masyarakat peker.ja sektor informal.
Dipilihnya masyarakat sektor informsi sebagai objek kejadian , mengingat kelompok ini keberadaannya merupakan suatu fenomena yang menarik di wilayah perkotaan. Hal itu disebabkan oleh jumlah mereka yang dari masa ke raasa terus bertambah secara meyakinkan, sehingga secara fcuantitatif merupakan sumber daya politik yang cukup potensial untuk diberdayakan. Selain itu, persoalam umum di negara Dunia Ketiga sampai saat ini adalah bagaimana meningkat kan partisipasi politik masyarakatnya yang cenderung apatis.
Penelitian ini di lakukan di Kelurahan Manggarai Selatan Kecamatan Tebet , Kotamadya Jakarta Selatan.Dipilihnya kelurahan tersebut sebagai lokasi penelitian, berdasarkan beberapa pert imbangan, antara lain merupakan salah satu sentra dari para pefcerja sektor informal, sebab jaraknya yang relatif dekat dengan pusat pemerintahan dan perdagangan. Selain itu, kedudukannya juga berada dalam satu wilayah di mana penulis melangsungkan pendidikan.
Hasil yang ditemukan melalui penelitian ini, menunjukkan bahwa para pekerja sektor informal memi 1 iki latar belakang status sosial yang rendah, tetapi tidak dengan status ekonominya. Demikian juga, untuk bentuk partisipasi politik yang melibatkan banyak waktu, biaya, tenaga dan pikiran, serta yang berupa aksi protes, partisipasi mereka cenderung rendah. Tetapi untuk bentuk partisipasi politik yang tidak bersifat intensif dan menyita waktu seperti penggunaan suara dalam pemilu , keikutsertaan mereka cenderung tinggi.
Hasil uji hipotesis melalui analisa tabel silang, menunjukkan bahwa untuk partispasi politik yang tidak bersifat intensif dan berupa aksi protes, seperti pada penggunaan suara dalam pemilu dan melakukan aksi demontrasi atau mogak, variabel pendidikan dan penghasilan tidak berpengaruh , Sementara untuk partisipasi politik yang bersifat intensif seperti ikut organisasi , mencari koneksi dan melakukan lobi variable pendidikan dan penghasilan memiliki pengaruh yang signifikan. Sedangkan sifat pekerjaan yang dimiliki oleh para pekerja sector informal apakah yang menetap atau tidak menetap, tidak memiliki berpengaruh terhadap semua bentuk partisipasi politik yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Firdaus
"Penelitian ini berkisar tentang aktifitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) dalam melakukan pendidikan politik kepada kelompok perempuan yang ada di masyarakat. Aktiftas PPSW ini dalam perjalanannya menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi partsipasi politik perempuan di masyarakat yaitu di kelurahan Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Penelitian ini dilatarbelangi dengan kondisi makro Indonesia setelah kejatuhan rejim Orde Baru dimana terjadi partisipasi politik masyarakat. Kondisi seperti itu juga membuat kelompok-kelompok perempuan, yang selama ini termarginalkan dalam politik, ikut berpartisipasi dalam berbagai hal. Tak terkecuali anggota kelompok perempuan yang berada di lapis bawah dan menamakan dirinya kelompok "Melati" yang selama ini didampingi PPSW di daerah Pondok Rangon, juga ikut berpartisipasi politik dalam lingkup komunitasnya.
Dari latar belakang persoalan seperti disebut di atas, pertanyaan penelitin diajukan seputar; pertama, bagaimana gambaran partisipasi politik di kalangan anggota kelompok perempuan lapis bawah (kelompok Melati) yang ada di Pondok Rangon, Jakarta Timur. Kedua, bagaimana gambaran pendidikan politik sebagai bentuk sosialisasi politik yang dilakukan PPSW terhadap anggota kelompok perempuan lapis bawah. Ketiga, bagaimana dampak pendidikan yang dilakukan PPSW dengan partisipasi politk perempuan lapis bawah yang selama ini terjadi di Pondok Rangon.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati Hal ini dilakukan untuk bisa menggambarkan partisipasi politik anggota kelompok perempuan Melati, dan pendidikan politik yang dilakukan PPSW selama ini di Pondok Rangon, dan bagaimana dampak pendidikan politik itu secara mendetail.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendidikan politik yang dilakukan PPSW selama ini mempunyai pengaruh pada tingkatan anggota kelompok yang menjadi kader lokal. Sedangkan pada tingkatan anggota kelompok Melati lainnya, dampak pendidikan tersebut kurang banyak manfaatnya, bahkan bagian kelompok ini hanya memanfaatkan kelompok Melati sebagai sarana untuk simpan pinjam semata. Atau dengan meminjam analisa Caroline Q.N. Moser, seorang analisis gender, bahwa bagian kelompok perempuan ini hanya menggunakan kelompok sebagai wahana untuk pemenuhan kebutuhan "praktis" semata.
Rekomendasi dari hasil peneletian ini, PPSW selaku LSM pendamping harus melakukan refleksi terhadap pendidikan politik yang selama ini dilakukan terhadap kelompok perempuan dampingannya. Dalam konteks itu, pendidikan "community organazing" yang menjadi "awal (inti)" dalam strategi pendidikan politik yang digagas PPSW, harus dicermati ulang dalam implementasinya dilapangan. Sementara itu, pada tingkat kelompok Melati, anggota yang menjadi kader harus terus melakukan tugas-tugas "pengorganisasiannya" secara kontinue, terkhusus di lingkup komunitas Pondok Rangon."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bashori
"Penelitian ini dilakkan di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Madura.
Sikap dan prilaku politik kiyai NU baik secara institusi maupun individu dalam berpolitik praktis tidak dapat dipisahkan dari pengaruh ajaran agama yang mereka anut. Kiyai pondok pesantren Annuqayah yang mengikuti faham ahlu sunnah wal jama'ah. Paham yang bersumber dari ajaran agama tersebut akan mempengaruhi sikap dan prilaku kiyai dalam kehidupan sehari-hari termasuk berpolitik. Politik kiyai NU sangat dipengaruhi oleh politik kaum Sunni, dimana sebagai ciri khas politik kaum Sunni adalah selalu mencari jalan tengah dan menghindar dari konflik.
Budaya politik kiyai Annuqayah, dalam melihat politik berdasarkan sudut kacamata mereka masing-masing. Sehingga timbul keragaman dalam berpartai. Begitu pula, motivasi mereka. Salah satu motivasi masuk politik, adalah karena kewajiban agama dan sebagai sarana berda'wah. Mereka beranggapan bahwa sarana yang paling efektif untuk memperjuangkan hak-hak rakyat adalah lewat politik, misalnya untuk memperbaiki nasib rakyat melalui perbaikan aturan-aturan atau Undang-Undang atau alokasi anggaran. Sangat sulit kalau ingin ada perubahan memperbaiki nasib masyarakat tanpa melalui jalur politik. Dengan kata lain bahwa politik kiyai NU adalah ingin merubah masyarakat bukan merubah sistem pemerintahan.
Sudah selayaknyalah jika ingin menang dalam pemilihan anggota legislatif kiyai berusaha dan berjuang untuk memenangkan partainya, tapi di Annuqayah, dalam meraih kemenangan, mereka masih memegang nilai-nilai yang mereka yakini, misalnya bagi orang yang sudah meyakini satu partai, maka yang lain tidak mempengaruhi orang yang sudah berpartai.
Kepemimpinan kiyai di pondok pesantren Annuqayah tidak lagi bersifat sentralistik, tapi sudah ada pendelegasian wewenang kepada kiyai lain, meskipun tidak semuanya wewenang tersebut bisa dilimpahkan pada generasi (kiyai) mudanya. Dalam menjalankan pondok pesantren kiyai dibantu oleh pengurus yang terdiri dari santri senior. Kepada pengurus inilah kiyai memberi, kebebasan untuk membuat aturan-aturan atau tata tertib di pondok. Pengurus dipilih secara langsung oleh santri memalui perwakilan santri-santri yang ada di setiap pondok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtar Hadi Saputra
"ABSTRAK
Upaya dalam mewujudkan suatu UUD 1945 yang demokratis dapat
terlihat dari proses pembuatannya yang dilakukan melalui mekanisme yang
demokratis dimana mekanisme yang demokratis adalah dengan melibatkan peran
serta masyarakat dalam prosedur perubahannya. Dalam penelitian ini diajukan dua
masalah pokok yaitu bagaimana pengaturan peran serta masyarakat dalam
perubahan UUD yang pernah terjadi di Indonesia dan bagaimana peran serta
masyarakat dalam mekanisme perubahan UUD 1945 guna mewujudkan suatu
konstitusi yang demokratis. Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal yang
bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan sejarah dan perbandingan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perubahan UUD yang pernah
terjadi di Indonesia, tidak disebutkan secara eksplisit pengaturan peran serta
masyarakat di dalamnya. Adapun peran serta masyarakat dalam mekanisme
perubahan UUD 1945 baik perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat
guna mewujudkan suatu konstitusi yang demokratis, hanya diikutsertakan dalam
dua tahapan dari tiga tahapan yang tersedia yaitu tahap sebelum perancangan
UUD 1945 dan tahap pada saat perancangan UUD 1945. Adapun peran serta
masyarakat dalam tahap setelah perancangan UUD 1945 tidak dikutsertakan
kembali. Atas dasar uraian tersebut, maka perlu dicantumkan secara eksplisit
peran serta masyarakat dalam perubahan UUD RI yang akan datang. Dengan
demikian, akan terlaksananya jaminan pelaksanaan perubahan UUD RI dengan
melibatkan peran serta masyarakat secara maksimal.

ABSTRACT
How amendment process of UUD 1945 is made as well as what it says as
the democratic constitution of UUD 1945 is which that process was needed public
participation in the amendment procedure. I will examine two main problems,
how is public participation regulated in constitution amendment process in
Indonesia and how is public participation in constitution amendment process of
UUD 1945 to create a democratic constitution. This research is a kind of doctrinal
legal research with qualitative design, using several approaches including
hystorical and comparative approach. The result of this research showed that in
regulations of constitution amendment of UUD , they were not explicit norm of
public participation. Public participation in constitution amendment procedure of
UUD 1945 in first until fourth amendment process, public participation
participated in two phases only, they were prae constitution amendment phase of
UUD 1945 and constitution amendment phase of UUD 1945. Post constitution
amendment phase of UUD 1945 was not participatin public participation in that
constitution amendment process. Hences, it is so important to put eksplisit public
participation article in the next constitution amendment of UUD RI. This way is
expected to guarantee participating public participation in that constitution
amendment process of UUD."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T36773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Jatnika
"Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu negara dengan memberikan suara secara langsung dalam bilik suara. Dari seluruh warga negara yang memiliki hak pilih, terdapat warga negara yang pertama kali ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu pemilih pemula (17-21 tahun). Mereka tidak memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik. Mereka tetap melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula di DKI Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya kepada satu partai politik tertentu dalam suatu sistem multipartai pada Pemilu 2004? Studi ini menggunakan uraian teori partisipasi, budaya politik dan perilaku pemilih. Kemudian menentukan variabel berdasarkan teori tersebut yaitu afiliasi politik orang tua, identifikasi kepartaian, figur, agama, dan isu-isu politik.
Lokasi penelitian tersebar di kelima wilayah kota DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara dengan digunakan cluster dan simple random sampling. Pengumpulan data di lapangan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden ditentukan secara purposive. Responden yang diperoleh sebanyak 198 dari 200 responden. Studi ini mengungkapkan secara umum pendapat responden terhadap afiliasi politik orang tua menyatakan mempunyai pengaruh yang semakin kuat apabila orang tua aktif dalam partai politik, terutama sebagai pengurus partai. Begitu juga terhadap figur tokoh dan identifikasi politik menurut mereka mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat, sedangkan variabel agama dan isu-isu politik/program partai tidak begitu besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan politiknya.
Berdasarkan pilihan politiknya, terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih partai politik. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut (1) Pemilih Partai Golkar menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan pilihan politik responden; (2) Pemilih PDIP memiliki hubungan emosional kuat dengan partai nasionalis yang menjadi identifikasi partai mereka. Pilihan politik mereka juga dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (3) Pemilih PPP dipengaruhi oleh orang tua dan agama yang dianut responden sehingga membentuk identifikasi politik; (4) Pemilih Partai Demokrat, ternyata perilaku politiknya hanya dipengaruhi secara kuat oleh citra figur tokoh idola yang menjadi calon presiden dari partainya; (5) Pemilih PAN dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (6) Pemilih PKS dipengaruhi oleh faktor agama yang membentuk identifikasi partai berasas Islam, dan diperkuat dengan pemahaman berdasarkan program dan komitmen/janji partai; (7) Pemilih PDS mendapat pengaruh kuat dari orang tua dan agama yang dianut.

General election is one form of political participation as a realization of democracy. During the election, people become the most determining party on political process in a country that voted directly inside the polling booths. From overall voters with voting rights there were voters who cast their votes for the first time in general election, those are young voters (17-21 years of age) or often called beginner voters. They do not have voting experience of previous elections. However, without voting experience does not mean lack opportunity to channel their political aspiration. They still fulfill their voting rights at the voting polls (TPS).
The research question is what factor(s) influencing beginner voters in DKI Jakarta in making their political decision on particular political party in a multiparty system on 2004 General Election? This study used the analysis of participation theory, political culture and voter behavior. Next, determining the variables based on those theories namely parents' political affiliation, party's identification, figure, religion, and political issues.
The research location spread over five regions of DKI Jakarta that is West Jakarta, Central Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and North Jakarta with cluster and simple random sampling. Field data collections were using questionnaires. Respondents were chosen purposively. There were 198 counted respondents out of 200 respondents.
The study generally shows that the parents' political affiliation variable has a stronger influence especially when the parents are active in political parties as party's official members. Figure symbol and political identification variables also have a significant influences, while religion and political issues/party's program variables do not have a significant influence toward beginner voter's behavior in deciding their political choice. Although for certain party voters, religion factors have a strong influence.
Based on political choice, there were distinguish factors influencing beginner voters' behavior. This matter can be seen as follows (I) Golkar Party voters expressed that parents have strong influence on changing respondents political choice; (2) PDIP voters had strong emotional relations with nationalist party which became their party's identification. Their political choice was also influenced by parents and model figure who became a candidate for president; (3) PPP voters were influenced by parents and respondents' religions for their political identification; (4) Democrat Party voters, it turns out that their political behavior only influenced by a strong image figure of idol of their candidate for president; (5) PAN voters were influenced by parents and model of president figure of their party; (6) PKS voters were influenced by religion factor which identified this Islamic party, and strengthened by an understanding of program and commitment/promises of he party; (7) PDS voters got strong influence from parents and their religions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Rahayu
"Tasawuf dan politik cenderung dianggap sebagai konsep yang saling bertolak belakang. Tasawuf politik merupakan istilah yang menunjukkan sinergitas antara tasawuf dan politik, dimana politik dapat mencapai tujuan idealnya dengan menerapkan nilai-nilai tasawuf. Dalam karya ilmiah ini, hubungan antara tasawuf dan politik diteliti pada komunitas tasawuf perkotaan, yaitu komunitas Kenduri Cinta dan hubungannya dengan partisipasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi politik dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner dengan teknik purposive sampling. Selain kategori demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap partisipasi politik, terdapat variabel bebas yang diuji antara lain Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Situasi dan Lingkungan Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hubungan antar variabel dan metode inferensial untuk mengetahui pengaruh variabel, baik secara parsial maupun global. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta cenderung rendah. Berdasarkan hasil uji global, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Sementara pada hasil uji regresi, variabel Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik berpengaruh secara positif terhadap tingkat partisipasi politik. Namun, variabel Motivasi Politik berpengaruh secara negatif, sehingga semakin meningkat motivasi politik, maka semakin menurun tingkat partisipasi politiknya. Penelitian ini dapat disempurnakan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan mendalam terkait kecenderungan tingkat partisipasi politik yang rendah pada jamaah Kenduri Cinta.

Sufism and politics tend to be considered as contradictory concepts. Political Sufism is a term that shows the synergy between Sufism and politics, where politics can achieve its ideal goals by applying the values of Sufism. In this study, the relationship between Sufism and politics is examined in an urban Sufism community, namely the Kenduri Cinta community and its relationship with political participation. The aim of this research is to determine the level of political participation and analyze the factors that influence the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. The method used in this research is a quantitative method by distributing questionnaires with a purposive sampling technique. Apart from the demographic categories which include age, gender, education level, and economic level which will be analyzed how the impact toward political participation, other independent variables also had been tested including Political Concern, Political Motivation, Political Situation and Environment, Political Education and Political Orientation. Data analysis was carried out using descriptive methods to determine the relationship between variables and inferential methods to determine the influence of variables, both partially and globally. The results show that the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation tends to be low. Based on the results of the global test, all independent variables together have an impact toward the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. Meanwhile, in the regression test results, Political Concern, Political Motivation, Political Education and Political Orientation have a positive effect on the level of political participation. However, the Political Motivation variable has a negative impact, so that the more political motivation increases, the lower the level of political participation. This research can be refined by using qualitative methods to obtain more detailed and in-depth information regarding the tendency for low levels of political participation among the Kenduri Cinta congregation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jepri Buleh
"Pada masa reformasi dengan adanya pemilihan umum secara langsung, kekuatan eksternal, seperti sepak bola sangat diandalkan untuk mampu melakukan suatu mobilisasi massa untuk mendukung suatu pasangan calon. Salah satu contohnya adalah Bobotoh yang diperebutkan suaranya oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Umum Presiden Indonesia Tahun 2019. Dengan memiliki basis massa yang cukup besar membuat Bobotoh sebagai suporter sepak bola menjadi objek politik yang menarik dan memiliki nilai tinggi sehingga diperebutkan oleh para pasangan calon untuk memperoleh dukungan suara dari massa yang dimilikinya. Karya ini berusaha menganalisis faktor yang mempengaruhi dan kondisi internal dari tiga kelompok Bobotoh, yaitu Viking Persib Club, The Bombers, dan The Bomb dalam mengambil sikap politik untuk mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data. Dalam partisipasi politik tiga kelompok Bobotoh tersebut, ada peran besar dari para ketua dari kelompok Bobotoh, yaitu Hero Joko selaku Ketua Viking Persib Club dan Nevi Efendi selaku Ketua The Bombs.

During the reform era with direct general elections, external forces, such as football, were relied on to be able to carry out a mass mobilization to support a candidate pair. For example is Bobotoh, whose votes were contested by the two pairs of presidential and vice presidential candidates in the 2019 Indonesian Presidential General Election. By having a large enough mass base, Bobotoh as a football supporter becomes an interesting political object and has a high value so that it is contested by the fans. candidate pairs to gain the support of the votes of the masses they have. This work attempts to analyze the influencing factors and internal conditions of the three Bobotoh groups, namely the Viking Persib Club, The Bombers, and The Bomb in taking a political stance to support the Jokowi-Ma'ruf Amin candidate pair in the 2019 General Election. This research is a qualitative method with in-depth interview techniques to collect data. In the political participation of the three Bobotoh groups, there was a big role from the leaders of the Bobotoh group, namely Hero Joko as Chairman of the Viking Persib Club and Nevi Efendi as Chairman of The Bombs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>