Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ndaru Mukti Lestari
"Pemekaran wilayah merupakan suatu fenomena baru yang sedang marak terjadi di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir. Fenomena ini lahir sebagai akibat dari diberlakukannya kembali sistem desentralisasi di Indonesia. Pemekaran wilayah tersebut kemudian menghasilkan sejumlah daerah otonom baru yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerahnya sesuai dengan prakarsanya sendiri, kecuali lima kepentingan yang berdasarkan undang-undang tersebut tetap dipegang oleh pemerintah pusat, termasuk didalamnya adalah wewenang dalam hal perencanaan pembangunan. Bagi daerah otonom baru, sebelum ia dapat menyusun rencana pembangunannya sendiri, dalam pelaksanaan pembangunan daerahnya dilakukan dengan mengacu pada Rencana pembangunan daerah induknya, setelah kepala daerah definitif terpilih maka ia wajib menyusun rencana pembangunan daerahnya sendiri.

Regional growth is a new phenomenon emerging in Indonesia in the past decade. This phenomenon was a result of the reintroduction of a decentralized system in Indonesia. Regional divisions are then produced a number of new autonomous regions that have the authority to regulate and manage the interests of their regions in accordance with his own initiative, but five of interests under law is still held by the central government, including the authority in terms of development planning. For new autonomous regions, before he could arrange its own development plan, the implementation of development plans in accordance to the regional development plan of its main region, after definitive local chief elected and he shall prepare its own development plans. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safrudin
"Hakikat tujuan pembangunan pedesaan adalah mengubah secara sadar dan bertahap tatanan kehidupan warga masyarakat desa dari sistem nilai tradisional ke arah sistem nilai modern. Atau dengan kata lain, pembangunan pedesaan adalah suatu proses modernitas kehidupan masyarakat desa yang dilakukan secara terpola dan terarah untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan warga masyarakat desa, dimana arti dan fungsi nilai-nilai teori (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan nilai-nilai ekonomi (kesejahteraan masyarakat) menjadi lebih dominan dari nilai-nilal lainnya.
Dalam pelaksanaannya, tujuan pembangunan desa ternyata masih jauh dari kenyataan yang diinginkan. Hasil pembangunan pedesaan tampaknya belum merata, dan bahkan terdapat indikator yang menunjukan bahwa gerak pembangunan pedesaan terkesan lamban bila dibandingkan dengan gerak pembangunan perkotaan. Berangkat dari pemikiran inilah, penulis mencoba mengkaji kebijakan dan strategi pembangunan desa dengan mengambil studi kasus di Desa Kota Baru Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Secara umum, dari hasil observasi dan studi pustaka yang dilakukan selama penelitian berlangsung, menunjukkan adanya distorsi pembangunan yang disebabkan oleh kemandegan fungsi kelembagaan masyarakat desa khususnya di Kota Baru. Persoalan ini muncul berawal dari penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang kemudian disusul dengan kepmendagri No.27 Tahun 1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Keberadaan undang-undang tersebut ternyata telah mendisfungsikan kelembagaan masyarakat yang semestinya demokratis, aspiratif dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Akibatnya kemudian adalah berhentinya fungsi LMD dan LKMD sebagai lembaga pengambilan keputusan dan perencana pembangunan di desa sebagai representasi kebutuhan masyarakat.
Dari hasil observasi di desa Kota Baru menunjukkan bahwa, pola perencanaan top-down dalam pembangunan pedesaan yang dipraktekkan sejak orde baru ternyata kurang efektif dalam upaya membangun dan memberdayakan masyarakat desa sebagai obyek sekaiigus subyek pembangunan.
Dari hasil penemuan tersebut, maka penulis mencoba menyarankan untuk dilakukannya reformasi kelembagaan masyarakat di desa Kota Baru, agar lebih demokratis, aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat, serta berkualitas dalam pengertian bahwa aparatur yang duduk di kelembagaan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam merencanakan dan mengambil kebijakan dalam rangka mensukseskan pembangunan desa di Kota Baru Kabupaten Lahat Sumatera Selatan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rill masyarakat desa Kota Baru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triarko Nurlambang
"Pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Barat menunjukan pola semakin ke bagian wilayah utara tingkat pertumbuhannya semakin baik. Demikian pula dengan pola tingkat konektifitas jaringan jalan yang terjadi di tingkat kabupaten/kotamadya yaitu wilayah bagian utara memiliki tingkat konektifitas yang lebih tinggi dibandingkan di bagian selatan bahkan rata-rata mendekati angka (100%). Pola tersebut dapat menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dengan tingkat konektifitas jaringan jalan."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Chambers, Robert, 1932-
Jakarta: LP3ES, 1988
307.72 CHA rt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Paris: UNESCO, 1963
307.72 SOC (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ende Abraham Badu
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan proses perencanaan pembangunan di tingkat akar rumput (grass roof), dimana lokasi yang dipilih adalah di Desa Kekasewa Kecamatan Ndona Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur.
Secara spesifik, penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan proses perencanaan program pembangunan di lokasi penelitian dan mengidentifikasi serta menjelaskan faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.
Melalui penelitian deskriptif kualitatif, digambarkan secara lebih akurat dari pengamatan yang dilakukan secara lengkap tentang suatu gejala atau situasi sosial diantaranya melalui pengamatan dan wawancara. Beberapa informan yang dipilih adalah aparat pemerintah, lembaga masyarakat, dan warga masyarakat. Analisis dilakukan dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber dan informan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa:
1) penerapan prinsip-prinsip partisipatoris dalam proses perencanaan program pembangunan di Desa Kekasewa dapat dikatakan berjalan meskipun tidak mengikuti sepenuhnya prinsip-prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat,
2) proses perencanaan program pembangunan di Desa Kekasewa telah dilakukan proses perencanaan program pembangunan yang partisipatoris, yang langkah-langkahnya meliputi: tinjauan keadaan atau review situasi, identifikasi kebutuhan ke depan, identifikasi ketersediaan sumberdaya, dan penyepakatan rencana.
Disamping itu, hasil yang dapat dicatat dari lapangan menunjukkan bahwa dari empat faktor pokok yang mempengaruhi proses perencanaan partisipatoris di lokasi penelitian, dua faktor diantaranya (adanya rasa saling percaya dan kesepakatan yang demokratis) terbukti merupakan faktor pendukung dalam proses perencanaan program/kegiatan pembangunan. Sedangkan untuk dua faktor lainnya (profesionalisme sumberdaya manusia dan pemahaman terhadap persoalan pembangunan sendiri) secara umum belum memperlihatkan perannya dalam mendukung kelancaran proses perencanaan program pembangunan, dan justru (saat ini) menjadi penghambat proses perencanaan.
Terhadap hasil penelitian di atas beberapa hal panting yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah:
1) mempertahankan proses perencanaan yang ada karena secara esensial sudah memenuhi prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Kalaupun harus ada langkah perbaikan, disarankan untuk mempertajam dan mempertegas fungsi dan peran forum Musbangdus dan Musbangdes sebagai wahana penyaringan/seleksi dengan menerapkan skala prioritas,
2) mempertimbangkan fungsi Musbangdus dan Musbangdes sebagai sarana atau media sosialisasi bagi usulan rencana yang ada baik yang diusulkan oleh warga maupun usulan rencana yang sektoral,
3) memanfaatkan lembaga adat melalui kesepakatan bersama dengan pemerintah desa untuk menanamkan nilai yang relevan kepada seluruh warga masyarakat untuk lebih perhatan terhadap masalah waktu, misalnya melalui wora nau yang disampaikan oleh para mosafaki sehari sebelum hari pertemuan, dan
4) peningkatan kesadaran melalui pelatihan in situ berkenaan dengan survei swadaya pengenalan potensi atau bentuk-bentuk participatory rural appraisal (PRA) lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chambers, Robert, 1932-
Jakarta: LP3ES, 1987
307.72 CHA rt (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Tulus Pangidoan
"Tesis ini mengangkat permasalahan lemahnya koordinasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara menyeluruh yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Adapun mengenai pelaksanaan koordinasi penyuluhan pertanian tersebut agar dapat berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh faktor kepastian hukum terhadap kedudukan dan tanggungjawab pelaksanaan kegiatan serta pedoman penyelenggaraan pelaksanaan penyuluhan pertanian secara umum, keterpaduan perencanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara umum, susunan birokrasi penyuluhan pertanian yang proporsional, profesionalisme SDM penyuluh pertanian, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan adanya perubahan yang dilakukan terhadap penyuluhan pertanian secara menyeluruh, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan, dan peternakan, menuntut para penyuluh pertanian dapat menyelaraskan keadaan tersebut terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, kegiatan penyuluhan pertanian perlu mengadakan koordinasi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap penyuluhan pertanian secara umum. Namun, adanya kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan koordinasi berupa belum adanya pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan koordinasi, perencanaan penyuluhan pertanian yang belum terpadu dan terarah, struktur birokrasi yang tidak proporsional, profesionalisme dan jumlah SDM yang belum memadai, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang tidak mendukung, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan, menyebabkan lemahnya pelaksanaan koordinasi tersebut dan belum dapat dilakukan secara efektif. Untuk itu, perlu ada pembenahan dari faktor-faktor tersebut agar kelancaran dan keefekfifan dari pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Sangat diharapkan agar kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana dengan baik melalui koordinasi pelaksanaan penyuluhan pertanian. Untuk itu, perlu kiranya Pemerintah Daerah sesegera mungkin membuat suatu pengaturan terhadap kegiatan koordinasi penyuluhan pertanian melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan agar koordinasi kegiatan penyuluhan pertanian dapat berjalan lancar. Selain itu, perlu adanya pengkajian kembali dari pihak Dinas terhadap keberadaan dan Kantor Cabang Dinas dan Balai Penyuluhan Pertanian yang sama-sama mempunyai kewenangan dalam pengaturan penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan. Dan penyuluh sendiri juga harus mempunyai kesadaran dan pengabdian yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaannya agar pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hoggart, Keith
London: Routledge, 2016
307.14 HOG r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Aulia
"Kecamatan Tapaktuan yang juga merupakan ibukota Kabupaten Aceh Selatan, ternyata tidak menunjukkan perkembangan sebagaimana layaknya sebuah ibukota kabupaten dalam 20 tahun terakhir ini. Terdapat beberapa hal yang diduga/diasumsikan sebagai penghambat pengembangan kota Tapaktuan, yaitu : Keadaan geografis Tapaktuan yang merupakan pegunungan terjal dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia; Tidak berfungsinya Tapaktuan sebagai pusat pertumbuhan dan akumulasi perekonomian; Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota; Perbedaan visi dan misi dari masing-masing periode kepemimpinan kepala daerah; dan Pelaksanaan RUTRK yang tidak sesuai dengan dokumen RUTRK yang telah ditetapkan.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, dalam studi dilakukan kajian terhadap berbagai konsep dan teori yang relevan dengan masalah pengembangan kota. Dimana konsep dan teori tersebut lebih berorientasi pada aspek sosial tentang Kota dan Perkotaan (Budiardjo, Kartasasmita, Rodinelli); Sosial Budaya Dalam Perkotaan (Suryasumantri); Aspek-Aspek Dalam Perkembangan Kota (Branch, Northam, ChristalIer, Rapoport); dan Kriteria untuk sebuah ibukota kabupaten (UN dan Dep. PU). Sehingga dari berbagai konsep dan teori tersebut, diperoleh kerangka pemikiran studi/penelitian untuk mengkaji faktor-faktor penyebab tidak berkembangnya Kecamatan Tapaktuan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan, yang mencakup aspek geografi, ekonomi, demografi, birokrasi dan RUTRK.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder juga melalui pengkajian literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan lingkup informan mencakup unsur pemerintahan/4 (empat) orang dan unsur masyarakat yang merupakan tokoh masyarakat dan tokoh adat yang sangat berpengaruh dan dihormati oleh masyarakat kecamatan Tapaktuan/4 (empat) orang. Dengan demikian dari keseluruhan studi ini, didapat suatu data deskriptif yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya Kecamatan Tapaktuan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya kota Tapaktuan sebagai suatu ibukota kabupaten adalah :
1. Kondisi geografis kota Tapaktuan yang terdiri dari pegunungan yang curam dan terjal (kemiringan 400). Serta berbatasan langsung lautan Samudera Hindia, temyata mengakibatkan ketersediaan lahan untuk membangun menjadi terbatas. Sehingga konsentrasi kegiatan penduduk lebih terkonsentrasi pada BWK A dan B. Walaupun pada dasamya, BWK C dan D lebih memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas untuk penyediaan berbagai sarana dan prasarana. Namun BWK A dan B merupakan wilayah yang paling potensial untuk dikembangkan karena letaknya yang berada di pusat perkotaan dibandingkan dengan BWK C dan D yang letaknya jauh dare pusat kota.
2. Permasalahan dibidang ekonomi, muncul akibat dari jalur perdagangan yang menyebabkan Tapaktuan tidak dapat menjadi pusat akumulasi perdagangan dan jasa. Sehingga Tapaktuan bukan merupakan pusat ekonomi regional.
3. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang juga dipengaruhi oleh pendapatan perkapita masyarakat Tapaktuan yang masih sangat rendah.
4. Pergantian kepemimpinan daerah mengakibatkan kebijakan pengembangan kota menjadi sesuatu yang unsustainable. Sebab masing-masing kepada daerah memiliki visi yang berbeda-beda. Kerjasama lintas instansi yang kurang terkoordinasi dengan baik, menyebabkan pelaksanaan berbagai proyek pembangunan menjadi tumpang tindih antar instansi. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan dalam penempatan dan mutasi pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang kurang mengacu pada profesionalisme bidang kerja masing-masing. Sehingga akhimya mengakibatkan suatu pekerjaan menjadi tidak terlaksana dengan baik.
5. RUTRK Tapaktuan yang pelaksanaannya telah bergeser dan tidak berpedoman pada RUTRK yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan (1989/1999).
Dalam usaha untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, maka ditempuh usaha-usaha sebagai berikut :
1. Pengembangan ekonomi daerah; Membuka beberapa daerah yang dijadikan pusat-pusat perdagangan/pertokoan sehingga dapat lebih menggairahkan perdagangan regional di Tapaktuan.
2. Peningkatan fungsi transportasi pelabuhan laut Tapaktuan yang dapat menjangkau daerah Sibolga, Padang dan Aceh Barat.
3. Mendatangkan investor luar daerah yang akan membangun pasar dan pertokoan, sehingga akan meningkatkan kompetisi dalam penyediaan barang-barang kebutuhan masyarakat.
4. Rencana reklamasi pantai sebelah timur; sepanjang 2 Km yang akan diperuntukkan bagi pengembangan kawasan perdagangan.
5. Pendekatan kepada masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Sehingga sosialisasi program pengembangan kota Tapaktuan didukung oleh partisipasi masyarakat
6. Revisi ulang RUTRK 198911999; Dalam RUTRK yang barer ini nantinya pengembangan wilayah kota Tapaktuan akan lebih berpusat di kota Tapaktuan itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>