Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1558 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Browning, H.O
Sydney: Hale & Iremonger Pty Limited,
328.94 BRO c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Putra
"ABSTRAK
Setiap lembaga negara memiliki seorang pejabat yang bertugas memimpin lembaga tersebut. DPR selaku pemegang fungsi pengawasan terlibat didalam pengisian jabatan-jabatan publik tersebut. Skripsi ini membahas bagaimana sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan hukum positif di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan membahas keterlibatan DPR selaku lembaga parlemen di Indonesia yang memegang fungsi pengawasan terhadap sistem pengisian jabatan publik. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode deskriptif dengan menjelaskan sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan undang-undang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keterlibatan DPR dalamm pengisian jabatan publik adalah untuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Namun dibutuhkan beberapa perubahan peraturan agar tercipta sistem pengisian jabatan publik yang selaran dengan Undang-Undang Dasar yang menganut sistem pemerintahan presidensial.

ABSTRACT
Every institutions have an officials that hold leadership function for those institutions. House of Representative (DPR) which has oversight function are involved on process of public officials? appointment. This thesis discuss on the system of public officials appointment according to Indonesian law system which is based on presidential system, and discuss on DPR involvement as a parliament body in Indonesia which has hold an oversight function on public officials appointment. The method of this writings based on descriptive method which describes the system of public officials? appointment based on the acts. The results of this researches are that DPR involvements on public officials? appointment is for the oversight of executive actions based on the acts. However there are need plenty of changes on the acts in order to make consistent system based on the Constitution of Indonesia which is based on presidential system.;"
2016
S64845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryson, John
London: Longman, Green, 1959
821.8 BRY b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"The DPD does not have power to pass legislation.It can only introduce or gives advices on a certain range of bills in the DPR. With this limited power,DPD acts only as a sub-ordinate of DPR...."
JUILPEM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
San Francisco: Westview Press, 1991
352.235 BIP (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Srianto Dotomuljono
Jakarta: Erlangga , 1985
342.05 SRI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herri
"Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penerapan sistem sentralisasi pemerintahan terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan tidak berkembangnya kreativitas masyarakat lokal. Sehingga tidak tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kondisi ini diiringi oleh melemahnya kemampuan masyarakat lokal ( baik melalui lembaga perwakilan legislatif daerah ) dalam membuat pilihan - pilihan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik setempat.
Melalui kebijakan desentralisasi dengan lebih memberikan kewenanganan kepada unit pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yaitu kabupaten dan kota dengan harapan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu yang paling penting menurut Thomas Jefferson adalah pemerintah lokal akan Iebih responsif kepada kepentingan masyarakat. Pemerintah hendaknya dibentuk sedekat mungkin dengan masyarakat agar masyarakat dapat aktif berpartisipasi didalamnya.
Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada peranan Lembaga Legislatif Daerah ( DPRD ) sebagai unsur pemerintahan di daerah. Dalam pemerintahan modern yang berlandaskan demokrasi maka keberadaan lembaga legislatif termasuk di daerah menjadi mutlak. Dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi maka representasi dari DPRD dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi yang diembannya. Pentingnya peranan DPRD ini disebabkan oleh kedudukan dan fungsinya yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang cukup luas bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU No. 5 Tahun 1974.
Data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data, yaitu informan dengan penentuan bertujuan (purposive ). Tentunya didukung dengan dukumen yang sesuai dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dengan melalui prosedur pengumpulan data yang meliputi pengamatan, wawancara, dokumentasi dan visual terutama dari media lokal. Dari keseluruhan data yang terkumpul, diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi yang selanjutnya diberikan penafsiran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban DPRD Kota Pontianak belumlah menunjukkan peranan sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat. Sehingga sebagaimana maksud dari UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah belum menampakkan wajah yang sesungguhnya. Kinerja yang dihasilkan oleh DPRD Kota Pontianak, terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dari segi kualitas dan jumlah produk perundangundangan Peraturan Daerah (Perda) masih minim bila dikaitkan dengan besamya kewenangan yang dimiliki ( anggota Dewan belum pernah menggunakan hak inisiatif) ; dan fungsi kontrol, yang walaupun nuansa penguatannya telah nampak perlu untuk diimbangi dengan penguasaan data dan informasi yang cukup. Padahal dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya anggota DPRD didukung oleh fasilitas yang sangat memadai. Belum terwujudnya tujuan dimaksud, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti : kewenangan yang dimiliki oleh DPRD tidak diimbangi dengan kemampuan para wakil rakyat, serta tidak adanya mekanisme yang jelas pertanggungjawaban (accountability) DPRD.
Hal yang paling mendasar dalam otonomi daerah yang seharusnya menjadi milik masyarakat setempat bukan pada elite lokal ( pemerintah daerah dan DPRD ) belumlah terwujud sehingga peran serta masyarakat belumlah optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aos Kuswandi
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan fungsi legislatif dalam proses perumusan Peraturan Daerah Tentang APBD Tahun 2000 yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi. Pertanyaan tesis adalah: Bagaimanakah DPRD Kota Bekasi melaksanakan fungsi legislatif dalam perumusan peraturan daerah tentang APBD tahun 2000?
Variabel dalam penelitian ini adalah: variabel pengaruh, yaitu: faktor internal DPRD, afiliasi anggota DPRD, pola hubungan anggota DPRD dengan konstituen, dan pola hubungan DPRD dengan eksekutif; sedangkan variabel terpengaruh adalah pelaksanaan fungsi legislatif DPRD Kota Bekasi dalam perumusan peraturan daerah tentang APBD tahun 2000.
Teori yang digunakan adalah teori perumusan kebijakan dan perwakilan politik. Sudut pandang studi ini, adalah: perspektif yang melibatkan proses perumusan peraturan daerah tentang APBD sebagai aktivitas politik yang dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai rangkaian tahapan yang saling bergantung. Jenis penelitian ini bersifat kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari anggota DPRD Kota Bekasi, Aparat Pemerintah Kota Bekasi, LSM dan Akademisi di lingkungan Kota Bekasi. Informasi diperoleh dari informan melalui prosedur wawancara tidak berstruktur. Sedangkan studi kepustakaan dari sumber-sumber berupa buku-buku, surat kabar, maupun dokumen-dokumen tertulis lainnya.
Kesimpulan yang diperoleh: Perumusan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2000 di Kota Bekasi sebagai suatu tindakan politik ternyata didalamnya cenderung tidak terjadi proses komunikasi yang optimal antara DPRD, eksekutif dan masyarakat. Keadaan ini memposisikan DPRD sebagai mitra kerja (co-equal partner) eksekutif menjadi lemah. Tidak dimilikinya pengetahuan dan pengalaman yang cukup mengakibatkan terbatasnya kemampuan dan menimbulkan rasa tidak percaya diri anggota DPRD dalam merumuskan kebijakan. Pola hubungan DPRD dengan konstituennya lemah sementara komunikasi dengan eksekutif dilakukan secara formal. Keadaan tersebut mengakibatkan belum terlaksananya fungsi legislatif oleh DPRD Kota Bekasi secara optimal karena APBD yang ditetapkan cenderung lebih berorientasi kepada eksekutif dibandingkan dengan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musni Umar
"Teknik penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kendari mengenai Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, yang utama adalah menggunakan kualitatif, didukung dengan teknik kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 11 informan utama. Cara mendapatkan informasi/data yaitu melalui wawancara mendalam terhadap 11 informan utama, Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Kendari, Peraturan Daerah produk DPRD, UU Otonomi Daerah, dan observasi lapangan. Teori yang dipakai ialah pembagian kekuasaan, dan fungsi-fungsi Badan Legislatif, dengan konsep DPRD sebagai penyeimbang eksekutif.
Penelitian ini telah membuat indikator untuk mengukur kinerja DPRD dan menemukan data yang amat penting tentang peran DPRD di era reformasi, di mana institusi itu ternyata tidak efektif, sehingga harapan terwujudnya perimbangan kekuasaan (balance of power) antara legislatif (DPRD) dengan eksekutif (Bupati) masih jauh dari kenyataan. Akibatnya, pelaksanaan otonomi yang dititik-beratkan pada daerah kabupaten dan kota, telah memindahkan sentralisasi kekuasaan ke tangan Bupati, sehingga terjadi monopoli kekuasaan, dan muncul kecenderungan semakin meluas dan bertambah merajalela praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di era otonomi daerah.
DPRD sebagai simbol demokrasi dan representasi dari rakyat yang berdaulat, tidak berdaya menghadapi Bupati, karena masih tetap dijalankan paradigma lama pemerintahan yaitu Bupati adalah sebagai penguasa tunggal di daerahnya, Penyebab lainnya ialah terbatasnya kualitas anggota DPRD, dominannya kepentingan pribadi anggota Dewan, lemahnya masyarakat madani (civil society) di kabupaten Kendari, masih kuatnya pengaruh feodalisme dan terus dibatasinya kewenangan anggota Dewan untuk menjalankan fungsi dan menggunakan hak Dalam Tata Tertib DPRD Kabupaten Kendari secara jelas dapat ditemukan pasal-pasal yang mempersulit serta menghambat pelaksanaan fungsi dan hak anggota DPRD seperti fungsi pengawasan yang diatur dalam paragraf 4 yaitu hak mengadakan penyelidikan (pasal 14), paragraf 6 hak mengajukan pernyataan-pendapat (pasal 18), dan paragraf 9 hak mengajukan pertanyaan (pasal 22); serta paragraf 7 hak prakarsa untuk mengajukan rancangan peraturan daerah (pasal 19). Pasal-pasal tersebut sebaiknya dalam rangka reformasi dan upaya meningkatkan kinerja DPRD direvisi. Temuan lainya bahwa pelaksanaan peran DPRD dilihat dari jumlah produk peraturan Daerah, ternyata DPRD di masa Orde Baru lebih tinggi produktivitasnya dibanding DPRD di era reformasi. Begitu juga dalam penggunaan hak-hak Dewan, serta pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD secara keseluruhan tetap memprihatinkan. Kendati begitu, dari sisi penggunaan hak Dewan terutarna keberanian para anggota mengadakan perubahan terhadap rancangan peraturan daerah, dan pelaksanaan pengawasan langsung terdapat peningkatan yang cukup menggembirakan. Dalam hal pembentukan Peraturan Daerah, tidak ada bedanya DPRD di era Orde Baru dengan DPRD di era reformasi, karena semua rancangan peraturan daerah bersurnber dari inisiatif eksekutif, tidak ada yang dilahirkan dari hasil inisiatif atau prakarsa DPRD. Akibatnya, produk peraturan daerah umumnya kurang bernuansa pemberdayaan masyarakat baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Hampir semua produk peraturan daerah, bersifat membebani rakyat, dan untuk kepentingan kekuasaan_ Itulah sebabnya, masyarakat menilai bahwa DPRD belum berperan secara optimal dalam mendorong perbaikan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Mereka lebih sibuk mengurus kepentingan diri sendiri.
Mengenai keterwakilan rakyat di DPRD, sudah mulai ada kemauan politik yang ditunjukkaan dalam proses pencalonan anggota DPRD dengan dipilihnya para calon anggota DPRD dari Kecamatan atau Desa. Hanya proses menuju keterwakilan rakyat terhenti setelah pemilu, tidak berlanjut dan berkesinambungan di DPRD melalui perjuangan untuk memajukan kesejahteraan rakyat yang dicerminkan dalam pembuatan berbagai peraturan daerah, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pengawasan yang efektif, dan penyaluran aspirasi serta kepentingan rakyat. Dalam praktek, kita menyaksikan terjadinya interaksi yang baik antara DPRD dengan eksekutif, tetapi belum menghasilkan manfaat nyata bagi perbaikan nasib rakyat. Demikian juga, interaksi antara DPRD dengan rakyat mulai berjalan dinamis, hanya tingkat ketidakpuasan rakyat terhadap DPRD masih tinggi. Indikatornya dapat ditunjukkan antara lain tetap banyaknya rakyat yang berdemonstrasi di DPRD, walaupun menurut penilaian Pimpinan DPRD dan Ketua-Ketua Fraksi di DPRD bahwa hal tersebut justru merupakan bukti bahwa rakyat percaya kepada DPRD. Kalau tidak percaya, tidak mungkin rakyat datang mengadukan nasibnya ke DPRD. Sedang peran DPRD di masa lalu, mengalami pasang surut karena mengikuti dinamika dan kebijakan politik yang dijalankan ditingkat nasional. Jika pemerintah pusat menjalankan pemerintahan secara demokratis, maka imbasnya merembet ke seluruh daerah dalam wujud desentralisasi dan otonomi luas, sehingga memberi dampak positif kepada rakyat dan DPRD karena dapat berpartisipasi dan berperan aktif menjalankan fungsinya. Demikian pula sebaliknya, jika pemerintah pusat menjalankan kebijakan pemerintahan secara otoriter, maka imbasnya ke berbagai daerah akan termanifestasi dalam wujud sentralisasi dan dekonsentrasi pemerintahan, yang dampaknya negatif bagi rakyat dan DPRD karena demokrasi dipasung. Akan tetapi, pengalaman menunjukkan bahwa politik desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, tidak selamanya berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh elit penguasa dan politik baik eksekutif maupun DPRD untuk membangun masyarakat madani. Disinilah urgensinya membangun kesadaran masyarakat (common consciousness) agar sadar bahwa kedaulatannya yang telah diserahkan kepada wakil mereka di DPRD melalui pemilu, harus selalu dikontrol, supaya mereka menjalankan fungsinya secara optimal dan baik.
Berkaitan dengan upaya memperkuat peran masyarakat di DPRD, maka dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, semakin dirasakan pentingnya membangun kekuatan masyarakat madani yang terdidik, dan demokratis. Untuk itu, nilai-nilai budaya lokal yang mengandung unsur-unsur demokrasi yang berakar kuat di masyarakat sudah saatnya dikembangkan dan dibudayakan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widarsono
"Perubahan UUD 1945 telah memberikan pada DPR kekuasaan legislasi yang lebih tegas dan bukan sekedar hak. Secara kelembagaan kekuasaan legislatif ada pada 2 (dua) lembaga yaitu Presiden dan DPR, sebelum perubahan UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Setelah Perubahan UUD 1945 dinyatakan bahwa DPR membentuk Undang-Undang. Selanjutnya ditentukan secara terbalik bahwa Presiden diberikan hak untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR. Dengan demikian pemegang utama (primer) kekuasaan legislatif untuk membentuk undang-undang adalah DPR, sedangkan Presiden hanyalah pemegang kekuasaan sekunder. Disamping itu Pergeseran kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR, berarti telah mengubah dari prinsip pembagian kekuasaan (distribution of powers) kepada prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers) antara lembaga legislatif (DPR) dan eksekutif (Pemerintah).
Dengan adanya Perubahan UUD 1945 dibidang legislasi atau pembuatan undang-undang, dari sisi mekanisme (proses) tidak ada perubahan yang berarti hanya dipersingkatnya tahapan pembicaraan dari 4 tahap menjadi 2 tahap. Persoalan yang lebih ditonjolkan adalah penekanan terhadap kekuasaan legislatif DPR sehingga lembaga tersebut dapat bekerja secara optimal, khususnya dalam bidang Usul Inisiatif guna pembentukan Undang-Undang.
Dalam rangka mewujudkan optimalisasi kinerja DPR seperti yang diamanatkan konstitusi, kemudian memberdayakan lembaga Badan Legislasi DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap, disamping itu staf Ahli DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap, disamping itu staf Ahli DPR juga diperkuat. Persoalan selanjutnya yang dicermati adalah faktor pendukung dan penghambat pergeseran kekuasaan legislatif di DPR, ada beberapa faktor yang sebelumnya merupakan penghambat saat ini menjadi faktor pendukung, yaitu peraturan tata tertib DPR, dengan memberikan kelonggaran jumlah inisiator, jumlah fraksi dari usul inisiatif Rancangan Undang-Undang dan juga dipersingkatnya tahapan pembicaraan (UU No. 03ADPR-R /112001-2002). Hal ini tentu menjadi faktor pendukung, iklim politik juga mendukung untuk mendorong penggunaan usul inisiatif.
Persoalan yang masih menjadi penghambat adalah masalah anggaran untuk pembentukan Rancangan Undang-Undang. Hal ini karena minimnya sehingga menghambat ruang gerak dan optimalisasi kinerja DPR dalam bidang legislasi. Idealnya agar kekuasaan legislatif DPR lebih bermakna maka perlu sarana pendukung dan anggaran yang memadai, sehingga DPR dapat melaksanakan semua fungsi yang dimilikinya. Apalagi setelah lembaga perwakilan menganut sistem bikameral (adanya DPR dan DPD) persoalan pembentukan Undang-Undang tentu menjadi lebih rumit."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T9748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>