Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140812 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grace Fan
"Skripsi ini membahas keberlakuan putusan provisi arbitrase internasional SIAC mengenai penghentian gugatan (Anti-Suit Injunction) yang diajukan permohonan pelaksanaannya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif dengan metode analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa hakim perlu memberi perhatian lebih pada Konvensi New York terkait permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia.

The focus of the study is the enforceability of SIAC international arbitration award on the issue of provisional anti-suit injunction filed for application of enforcement in Indonesia. This study uses a normative approach with descriptive qualitative data analysis method. The results suggest that judge should give more consideration to New York Convention regarding enforcement of international arbitration award in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42440
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurahman Adhiyamtomo
"Penelitian ini dibuat untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, untuk memahami pengaturan penolakan permohonan eksekuatur Arbitrase Internasional di Indonesia, kedua, untuk mengetahui penafsiran asas ketertiban umum di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan arbitrase dan ketiga, untuk mengetahui apakah Penolakan Permohonan Eksekuatur Putusan Arbitrase SIAC No. ARB062/08/JL oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung dengan menggunakan asas Ketertiban Umum sudah tepat atau tidak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dimana hal ini dilakukan dengan cara mengkaji putusan-putusan pengadilan dan Arbitrase, peraturan perundang-undangan serta buku-buku dan dokumen lain untuk dianalisis. Tipologi penelitian adalah yuridis normatif, yaitu dengan melakukan analisis terhadap peraturan perundangundangan di bidang arbitrase serta aturan prosedural (rules) yang berlaku dalam pengakuan putusan arbitrase internasional di Indonesia.
Penelitian ini menemukan bahwa Penggunaan asas ketertiban umum oleh PN Pusat di dalam Penetapan No.05/Pdt/ARBINT/2009 dan Mahkamah Agung dalam Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010 tidak tepat dalam kasus ini karena hanya menggunakan interpretasinya sendiri yang tidak didasarkan kepada arti dari ketertiban umum itu sendiri.
Penulis juga berkesimpulan bahwa pada saat Putusan Arbitrase SIAC ini tidak mendapat eksekuatur, maka asas ketertiban umum itu sendiri yang akan terlanggar dengan pemahaman bahwa tidak adanya kepastian hukum untuk menjalankan Perjanjian yang sesuai dengan kontrak (tidak ditaatinya Pacta Sunt Servanda sesuai pasal 1338 KUH Perdata) dan juga terlanggarnya kebijakan publik yaitu Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

The research is made to achieve three objectives. First, to understand the rule in refusing international arbitration award in Indonesia. Second, to understand the interpretation of public order in Indonesia?s arbitration laws, and third to know whether the use of public order in the refusal of Arbitration Award No. ARB062/08/JL by Jakarta Pusat District Court and Republic of Indonesia Supreme Court is already proper.
The research is using literature research methodology, which is done by studying court verdicts, arbitration awards, rules and legislations, books and other documents in making the analysis. The research typology is normative, which is done by doing analysis to legislations in arbitration field and other arbitration rules and procedures applied applied in Indonesia.
The research found that the use of public order in refusing arbitration award by Jakarta Pusat District Court in Penetapan No.05/Pdt/ARBINT/2009 and Republic of Indonesia Supreme Court in Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010 is not proper. They used their own interpretation of public order without considering the essential meaning of the public order itself.
The writer concluded that, at the time SIAC Arbitration Awards didn?t get the exequatur, the public order itself was violated, with the justification that there?s no law certainty to execute agreeement (violation against Pacta Sunt Servanda as in Article 1338 KUH Perdata) and there is also a violation to Indonesia?s public order, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardiono Iskandar Setiawan
"Skripsi ini membahas analisis mengenai kewenangan mengadili (kompetensi absolut) pengadilan di Indonesia dalam hal adanya sengketa dalam perjanjian dengan klausul arbitrase. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif dengan metode analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa pengadilan melalui hakim perlu lebih memahami Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa terkait adanya klausula pilihan penyelesaian sengketa.

The focus of the study is the analysis on absolute competence of Indonesian District Court in a condition where there is an arbitration clause within the agreement from which the disputes arises. This study uses a normative approach with descriptive qualitative data analysis method. The results suggest that the court through the judges should give more consideration to Law No. 30 year 1999 concerrning Arbitration and Alternative Dispute Resolutions, related to the existence of alternative dispute resolutions clause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Adhitya Akbar
"Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang sangat popular digunakan oleh kalangan pelaku bisnis. Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa suatu putusan dapat dilaksanakan pada suatu negara, karena terhalang oleh suatu ketertiban umum negara tersebut. Kemajuan pesat di bidang bisnis baik nasional maupun internasional seperti penanaman modal (investment), kontrak kerjasama investasi asing (joint venture agreement), maupun alih teknologi (transfer of technology), dll. Memerlukan mekanisme penyelesaian sengketa hukum yang cepat dan tepat manakala terjadi perselisihan (misunderstanding) bahkan sengketa hukum (dispute). Permasalahan timbul ketika terjadi persengketaan dan memakai forum Arbitrase untuk penyelesaian sengketa tersebut. Persengketaan tersebut berkaitan dengan suatu putusan arbitrase yang akan dilaksanakan di Indonesia tidak dilakukan dengan itikad baik oleh pihak yang kalah. Hal ini tentu saja berkaitan langsung dengan apakah pengadilan negeri memiliki kewenangan terhadap suatu putusan arbitrase atau tidak. Kondisi dimana pihak yang bersengketa tentu menginginkan kepastian hukum, jika putusan tersebut ingin dilaksanakan namun terhalang oleh ketertiban umum dan hukum custom yang dimiliki oleh suatu negara.
Maka dari itu terbentuklah 3 rumusan masalah yaitu: (1)Apakah Pengadilan Negeri memiliki kewenangan menolak dan melaksanakan putusan Arbitrase Internasional?; (2)Bagaimana kepastian hukum yang akan didapat oleh suatu pihak yang mempunyai sengketa di Indonesia dimana sengketa tersebut bersinggungan dengan  ketertiban umum?; (3) Haruskah ketertiban umum dirumuskan secara terperinci ?. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Hasil dari penelitan ini yakni kewenangan pengadilan ada pada sebelum dan sesudah proses arbitrase tersebut, namun dalam prosesnya, peran pengadilan mempunyai peran yang sangat penting. Kepastian hukum dalam hal-hal yang bersinggungan dengan ketertiban umum di Indonesia tidak dapat dipastikan karena ketertiban umum dinilai berubah-ubah. perumusan ketertiban umum secara terperinci dianggap penting, sehingga para investor yang akan berinvestasi mempunyai guide line dalam keuntungan dan kerugian yang akan didapat.

Arbitration is a very popular dispute resolution institution used by business people. However, this does not guarantee that a decision can be implemented in a country, because it is obstructed by a country's public order. Rapid progress in the field of business both nationally and internationally such as investment foreign investment cooperation contracts, and transfer of technology, etc. Requires a mechanism for resolving legal disputes quickly and precisely when disputes occur (misunderstanding) and even legal disputes. Problems arise when disputes occur and use the Arbitration forum to resolve the dispute. The dispute is related to an arbitration award that will be carried out in Indonesia not carried out in good faith by the losing party. This is of course directly related to whether the district court has authority over an arbitration award or not. Conditions where the parties to the dispute certainly want legal certainty, if the decision is to be implemented but is hindered by public order and custom law owned by a country.
Based on the description, 3 problem formulations are determined namely: (1) What is the authority of the court of an international arbitration award ?; (2) How will legal certainty be obtained by a party that has a dispute in Indonesia where the dispute is related to Public Policy ?; (3) Should the Public Policy be formulated in detail? The type of research used is normative legal research.
The result of this research is that the authority of the court is before and after the arbitration process, but in the process, the role of the court has a very important role. Legal certainty in matters pertaining to Public Policy in Indonesia cannot be ascertained because Public Policy is judged to be changing. The formulation of a detailed Public Policy is considered important, so that investors who will invest have a guide line in the profits and losses that will be obtained.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriel
"Penelitian ini membahas mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional berdasarkan alasan perjanjian tidak menggunakan Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Bahwasanya, perjanjian yang melibatkan pihak asing dan pihak Indonesia harus dibuat dalam Bahasa Indonesia juga. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 31 UU 24/2009. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan lebih rinci terkait dengan keabsahan perjanjian asing yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia di dalamnya dan juga pengaruh penggunaan Bahasa Indonesia dalam perjanjian terhadap pembatalan putusan arbitrase internasional. Dengan tidak digunakannya Bahasa Indonesia dalam perjanjian yang mengikat para pihak, terdapat perdebatan apakah perjanjian tersebut sah atau tidak. Perdebatan yang dimaksud adalah apakah perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 UU 24/2009 dan syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer atau perjanjian tersebut tetap menjadi sah dikarenakan Bahasa Indonesia tidak termasuk ke dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPer, sehingga menyebabkan perjanjian batal demi hukum. Lalu, terdapat perjanjian arbitrase yang mengikuti perjanjian pokoknya, menjadi sebuah pertanyaan apakah perjanjian arbitrase tersebut juga menjadi batal demi hukum dan forum arbitrase yang telah disepakati tidak menjadi tempat penyelesaian sengketa. Seharusnya, perjanjian arbitrase tersebut tidak menjadi batal demi hukum karena perjanjiannya juga batal. Hal tersebut karena perjanjian arbitrase memiliki sifat yang independen sehingga merupakan klausla arbitrase yang terpisah dengan perjanjian pokoknya. Contoh perkara yang digunakan dalam penelitian ini adalah perkara No. 590/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst dan perkara No. 328/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst. Kedua perkara tersebut adalah perkara yang berjalan bersamaan. Pada perkara No. 590 mengenai perbuatan melawan hukum pihak asing kepada pihak Indonesia dalam perjanjian, sedangkan dalam perkara No. 328 mengenai permohonan pembatalan putusan arbirase internasional

This research discusses the annulment of international arbitration decisions based on the reason that the agreement does not use Indonesian. This research was conducted using normative juridical methods. In fact, agreements involving foreign parties and Indonesian parties must be made in Indonesian as well. These provisions are regulated in Article 31 of Law 24/2009. In this research, we will explain in more detail the validity of foreign agreements that do not use Indonesian in them and also the effect of using Indonesian in agreements on the annulment of international arbitration awards. By not using Indonesian in agreements that bind the parties, there is debate as to whether the agreement is valid or not. The debate in question is whether the agreement is null and void because it violates the provisions of Article 31 of Law 24/2009 and the legal conditions for an agreement in Article 1320 of the Civil Code or whether the agreement remains valid because Indonesian is not included in the provisions of Article 1320 of the Civil Code, thus causing the agreement to be void. by law. Then, there is an arbitration agreement that follows the main agreement, the question is whether the arbitration agreement is also null and void and the agreed arbitration forum is not a place for dispute resolution. The arbitration agreement should not be null and void because the agreement is also void. This is because the arbitration agreement has an independent nature so that it is a separate arbitration clause from the main agreement. The example of the case used in this research is case No. 590/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst and case no. 328/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst. These two things are things that run simultaneously. In case no. 590 regarding unlawful acts by foreign parties against Indonesian parties in agreements, while in case no. 328 regarding requests for annulment of international arbitration decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Kurnia Arsyad
"Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution terdiri dari berbagai macam pilihan, salah satunya adalah arbitrase, yang dapat dilakukan dengan arbitrase nasional maupun arbitrase internasional. Putusan yang dibuat melalui arbitrase bersifat final dan binding, sehingga menutup kemungkinan bagi pihak yang bersengketa untuk memohonkan upaya hukum lainnya atas putusan arbitrase, baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Namun, pada kenyataannya masih ditemui banyak upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan arbitrase seperti pembatalan. Putusan arbitrase internasional yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diharuskan mendapat eksekuator dari lembaga peradilan Indonesia terlebih dahulu, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu syarat agar suatu putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan adalah tidak melanggar ketertiban umum. Tidak adanya pembatasan maupun definisi yang kongkret atas ketertiban umum, menjadikan celah hukum bagi pihak yang merasa tidak puas dengan suatu putusan arbitrase internasional mengajukan upaya pembatalan putusan arbitrase tersebut. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia saat ini sedang melakukan upaya baik secara perdata maupun pidana atas pembatalan putusan arbitrase internasional dengan alasan melanggar ketertiban umum atas kasusnya dengan Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD yang mana telah diputus dengan Putusan International Chamber of Commerce Nomor 20472/HTG tertanggal 22 April 2021. Hal ini didasari karena adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam perjanjian kerjasama pengadaan satelit komunikasi pertahanan. Guna menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak diperlukannya penegasan terkait definisi kongkret dari pelanggaran ketertiban umum serta batasan-batasan yang menjadikan terkategori melanggar ketertiban umum.

Alternative Dispute Resolution consists of various options, one of which is arbitration, which can be carried out by national arbitration or international arbitration. Decisions made through arbitration are final and binding, thus closing the possibility for disputing parties to apply for other legal remedies for arbitration awards, whether appeal, cassation or review. However, in reality there are still many legal efforts made against arbitral awards such as annulment. International arbitral awards mandated by Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution are required to get an executor from an Indonesian judicial institution first, namely the Central Jakarta District Court. One of the conditions for an international arbitral award to be enforceable is not to violate public order and/or public policy. The absence of concrete limitations or definitions of public order creates a legal loophole for a party who is dissatisfied with an international arbitral award submitting an effort to annul the arbitral award. The Ministry of Defense of the Republic of Indonesia is currently making efforts both civilly and criminally to annul the international arbitration award on the grounds of violating public order in its case with Navayo International AG and Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD which has been decided by International Chamber of Commerce Decision Number 20472/ HTG dated April 22, 2021. This was based on allegations of corruption in the cooperation agreement for the procurement of defense communication satellites. In order to create legal certainty for all parties, it is necessary to affirm the concrete definition of a violation of public order and the limitations that make it categorized as a violation of public order."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaning Wulandari
"Tesis ini membahas perbandingan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dan Singapura. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah normatif dengan pendekatan komparatif (comparative approach). Tesis ini juga menganalisa beberapa kasus pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dan Singapura yang menjadi pembahasan dalam tesis serta menganalisa upaya hukum terhadap putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Saran Penulis dalam tesis ini adalah UU No. 30 Tahun 1999 perlu mengatur secara tegas mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, termasuk di dalamnya mengenai syarat-syarat pembatalan. Salah satu cara yang dapat ditempuh Indonesia untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelesaian sengketa melalui arbitrase serta melengkapi UU No. 30 Tahun 1999 perlu dibuatkan suatu revisi terhadap UU No. 30 Tahun 1999, mengenai pasal yang mengatur tentang syarat pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dengan mengadopsi ketentuan yang diatur dalam UNCITRAL Model law on International Commercial Arbitration secara komprehensif khususnya dalam konteks pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia. Pengadilan Indonesia dan Singapura diharapkan tetap bersikap tegas dalam memeriksa dan menangani permohonan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai arbitrase internasional. Putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia tidak dapat upaya hukum menurut UU No. 30 Tahun 1999 dan upaya hukum di Singapura terhadap putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dapat diajukan kasasi dengan syarat ketat terkait dengan adanya pelanggaran terhadap prinsip Natural Justice.

This thesis discusses the comparison of the setting aside of International Arbitration Awards in Indonesia and Singapore. The method used in writing for thesis is normative with comparative approach. This thesis analyzes several cases of setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia and Singapore which are discussed and analyzed the legal remedy against the decision to annul the International Arbitration Awards. The author's suggestion on the problem is Law No. 30 of 1999 need to strictly regulate for the setting aside of the International Arbitration Awards, including the terms of the setting aside. Indonesia can take to provide legal certainty to the settlement of disputes through arbitration and also complent for Law No. 30 of 1999 should be made a revision of Law No. 30 of 1999 regarding the provisions of the setting aside of the International Arbitration Awards by adopting the provisions set forth in the UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration comprehensively in particular in the context of the setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia. Indonesian and Singapore Courts are expected to remain firm in examining and handling requests for the setting aside of the International Arbitration Awards in accordance with the applicable provisions of international arbitration. The verdict of the setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia shall not be a legal remedy under Law No. 30 of 1999 and legal remedy in Singapore against the setting aside of verdict of the International Arbitration Awards may be filed with a strict covenant relating to breach of the principle of Natural Justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Karina Subroto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan konsep pembatalan putusan arbitrase internasional di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Penelitian ini juga menganalisis praktek yang dilakukan oleh lembaga peradilan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia melalui putusan Pengadilan setempat. Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan walaupun Malaysia dan Singapura merupakan negara yang mengadopsi UNCITRAL Model Law namum terdapat perbedaan dalam hal pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional di kedua negara tersebut. Perbedaan pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional juga akan terlihat kontras jika konsep pembatalan dikedua negara tersebut dibandingkan dengan Indonesia.
Praktek di lembaga peradilan sudah tepat dalam menerapkan peraturan arbitrase di negara setempat. Hal tersebut tercermin dalam putusan Court of Appeal Malaysia antara TLL HLL melawan Laos, High Court Singapore JVL melawan Agritrade, dan putusan MA PT.Indiratex melawan Everseason.

This research aimed to identify the difference of the concept of international arbitral award annulment in Malaysia, Singapore, and Indonesia. This research also analyze the practice of the national courts in Malaysia, Singapore, and Indonesia through the court judgment. Author use juridical normative research method with literature studies.
The research shows although Singapore and Malaysia are the Model Law Countries, they still have differences on the regulation of international arbitral award annulment. The differences contrastingly will be shown if we compare those regulations with Indonesia regulation in the international arbitral award annulment.
The practice of the courts have been appropriate in applying the rules of arbitration of the country concerned. It was proved on the Malaysia Court of Appeal award between TLL HLL vs. Laos Government, Singapore High Court award JVL vs. Agritrade, and Indonesia Supreme Court PT. Indiratex vs. Everseason.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Rizqiyatul Himmah
"Kondisi Indonesia yang saat ini telah menjadi salah satu negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) membuka peluang bagi putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam hal ini klasifikasi suatu putusan arbitrase, apakah merupakan putusan arbitrase internasional atau putusan arbitrase nasional, menjadi penting karena berpengaruh terhadap kewenangan pengadilan terhadap perkara arbitrase internasional. Namun pada praktiknya dijumpai adanya perbedaan persepsi mengenai putusan arbitrase internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase) dan konvensi internasional.
Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif skripsi ini akan memberikan analisis mengenai aspek-aspek Hukum Perdata Internasional serta analisis mengenai pertimbangan hukum para hakim di Indonesia dalam pengklasifikasian putusan arbitrase internasional pada perkara Nomor 144/K/Pdt/2012 dan perkara Nomor 175/PDT/2018/PT.DKI. Selain itu juga ditemukan keperluan atas keselarasan pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional dalam Undang-Undang Arbitrase dan konvensi-konvensi internasional demi mencapai kepastian hukum.

The condition of Indonesia which is one of the member country of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) give an opportunity to the recognition and enforcement of foreign arbitral awards in the jurisdiction of Indonesia. According to this condition the classification of arbitral awards, whether international arbitral award or national arbitral award, is important because it could affects the authority of the national court against international arbitration cases. In fact, there is a different perspective about international arbitral awards under the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law) and international convention.
By using juridical normative approach, this thesis would give an analysis about the Private International Aspects and law considerations of Indonesian judges in the classification of international arbitral awards on case No. 144/K/Pdt/2012 and case No. 175/PDT/2018/PT.DKI. In addition, it is also requiring the regulation conformity of international arbitral awards under Arbitration Law and international conventions in order to attain the legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Umar Faaris Permadi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis peraturan
pembatalan putusan arbitrase internasional disertai praktek yang dilakukan
lembaga peradilan di Indonesia berdasarkan teori-teori HPI. Penulis
mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai pembatalan putusan
arbitrase internasional dalam UU Arbitrase belum jelas dan lengkap. Hal tersebut
dapat dilihat dalam perdebatan mengenai pengaturan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional dan alasan pembatalan putusan arbitrase. Lembaga
peradilan di Indonesia pun pada prakteknya masih inkonsisten dalam menerapkan
aturan-aturan tersebut. Sebagai contoh ialah kasus antara Yemen Airways
melawan PT Comarindo Tama Tour&Travel dan kasus antara PT
Pertamina(Persero) dan PT Pertamina EP melawan PT Lirik Petroleum

ABSTRACT
This research aimed to describe and analyze the regulation about annulment of
international arbitral award with the practice of Indonesian Court in accordance
with International Private Law. Author use juridical-normative research method
with literature studies. The research shows that the regulation about annulment of
international arbitral award in Law of Arbitration has not been clear and
sufficient. It can bee seen from the articles about the enforcement of international
arbitral award and the ground for annulment of arbitral award. In accordance
with that, Indonesian Court has been inconsistent to implement those regulations.
For examples is case between PT Comarindo Tama Tour&Travel v. Yemen
Airways and case between PT Pertamina (Persero) and PT Pertamina EP v. PT
Lirik Petroleum.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43881
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>