Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ririt Damayanti
"Penggunaan model studi digital di Indonesia saat ini belum populer, akan tetapi adanya permasalahan kebutuhan penyimpanan ruangan, kebutuhan penyajian rencana perawatan yang akurat dan belum adanya teknologi model studi tiga dimensi digital di Indonesia menjadi alasan dilakukan penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan merakit pemindai laser dan ?benchmark? software tiga dimensi untuk kemudian membandingkan pengukuran pada model studi secara manual dengan digital.
Material dan metode : Sampel yang digunakan sebanyak 12 pasang model gigi paska perawatan ortodonti yang memiliki hubungan molar kelas I. Setiap model studi dipindai menggunakan pemindai laser tiga dimensi. Hasil pemindaian kemudian dilakukan pengukuran jarak mesiodistal, interkaninus, dan intermolar. Pengukuran pada model studi konvensional menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0,01mm dan menggunakan software pada model digital. Masing-masing nilai pengukuran dilakukan pengujian realibilitas (uji intraeksaminer) dengan uji T-test berpasangan, kemudian nilai pengukuran secara digital dibandingkan dengan pengukuran secara manual untuk dilakukan uji validitas menggunakan uji T-test tidak berpasangan.
Hasil : Hasil uji intraeksaminer menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara penghitungan pertama dan kedua dengan nilai p antara 0,07-0,701. Hasil T-test tidak berpasangan menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara pengukuran model studi digital dengan pengukuran model studi konvensional dengan nilai selisih rata-rata lebar mesiodistal sebesar 0,09mm (SD=0,07), nilai rata-rata selisih pengukuran jarak interkaninus 0,10 mm (SD=0,03) dan nilai rata-rata selisih pengukuran jarak intermolar 0,08 mm (SD=0,03) dengan nilai p untuk semua jenis pengukuran antara 0,62-0,99.
Kesimpulan : Perbandingan pengukuran secara manual dengan pengukuran pada model studi digital hasil pemindaian laser 3D menunjukan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik.

The use of digital study models in Indonesia is not popular, but problem such as space required for study models storage, the needs of accurate treatment planning and the absence of 3D digital study model technology in Indonesia is the reason to do this research. This study is an experimental study by assembling a 3D laser scanner with a 3D software "benchmark" and comparing the manual and digital study models measurements.
Material and methods: The amount of samples used in this research was 12 pairs of post-orthodontic treatment study models with class I molar relationship. Each of the conventional study model was scanned and the mesiodistal, intercanine, and intermolar width was measured. Measurement were made with a digital calliper to the nearest 0.01 mm from conventional study models and with the software from the digital model. Each measurement value was tested to know the realibilility (intraexaminer test) using paired T-test, then the measurements of digital were compared with measurements performed manually using unpaired t-tests to kwow the validity.
Results: The intraexaminer test showed no significant difference between the first and second measurements with p values between 0.07 to 0.701. The unpaired T-test showed no significant difference between measurements of digital study models with measurements of conventional models with the mean difference in mesiodistal width 0.09 mm (SD = 0.07), the mean difference of intercanine distance 0.10 mm (SD = 0.03) and the mean difference of intermolar distance 0.08 mm (SD = 0.03) with p values for all types of measurement between 0.62 to 0.99.
Conclusion: Comparison of measurements between conventional study models with digital study models from 3D laser scanning showed no significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31954
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Nugrahani
"Pendahuluan: Bidang ortodonti selalu mengalami kemajuan, termasuk di bidang teknologi. Salah satunya adalah berkembangnya model studi digital tiga dimensi yang menggantikan peran model studi konvensional yang terbuat dari stone.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil pengukuran lebar mesio-distal, jarak interkaninus, dan jarak intermolar gigi pada model studi digital 3D dengan model studi konvensional.
Material dan Metode: Dua belas subyek dengan geligi tidak berjejal dicetak hanya pada rahang atas sebanyak dua kali, dengan menggunakan bahan cetak alginat dan polivinylsiloxane. Cetakan alginat dicor dengan stone untuk memperoleh model studi konvensional, sedangkan cetakan polivinylsiloxane dipindai untuk memperoleh model studi digital 3D. Pemindaian dilakukan menggunakan piranti pemindai laser triangulasi yang dirakit oleh Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB dan perangkat lunak David Laser Scan. Pengukuran lebar mesio-distal gigi, jarak interkaninus, dan jarak intermolar pada model studi konvensional diukur menggunakan kaliper digital, sedangkan pada model studi digital 3D menggunakan software pengukur.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran lebar mesio-distal, jarak interkaninus, dan jarak intermolar pada model studi konvensional dengan model studi digital 3D (p>0.05).
Kesimpulan: Pengukuran pada model studi digital 3D sama akurat dengan model studi konvensional.

Introduction: Orthodontics always develop, including in the field of technology. One of the orthodontic technologies is the development of 3D digital study models that replaces the conventional study models made by stone.
Objective: The aim of this study is to compare the measurements of mesio-distal teeth width, intercanine width, and intermolar width between the 3D digital study models and the conventional study models.
Materials and Methods: Twelve sets of upper arch dental impressions were taken from subjects with non-crowding teeth. The impressions were taken twice, one with alginate and the other with polivinylsiloxane. The alginate impressions were made into conventional study models, whereas polivinylsiloxane impressions scanned to obtain 3D digital study models. Scanning was performed using laser triangulation scanner device assembled by the School of Electrical Engineering and Informatics ITB and David Laser Scan software. Measurements of mesio-distal width, intercanine width, and intermolar width measured on conventional study models using digital calipers, while the 3D digital study models using the measurement software.
Results: There were no significant differences between the measurements of mesio-distal width, intercanine width, and intermolar width between the conventional and 3D digital study models (p> 0.05).
Conclusion: The measurements on 3D digital study models are as accurate as conventional study models.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Kurnia
"Model studi digital 3D diperkenalkan seiring dengan perkembangan teknologi digital. Penelitian ini dilakukan untuk menilai keandalan model studi digital yang dipindai dengan menggunakan perangkat pemindai laser yang dikembangkan oleh STEI ITB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan model studi digital 3D dengan model studi konvensional. Dua belas subyek dengan geligi berjejal ringan sampai sedang dicetak sebanyak dua kali dengan menggunakan alginat dan polyvinylsiloxane. Cetakan alginat dicor untuk menghasilkan model studi konvensional dan cetakan polyvinylsiloxane dipindai untuk menghasilkan model studi digital. Kemudian dilakukan pengukuran lebar mesiodistal gigi dan indeks ketidakteraturan Little (LII) pada model studi konvensional secara manual dengan kaliper digital dan pada model studi digital secara digital. Lalu analisa Bolton dilakukan pada masing-masing studi model menggunakan data pengukuran lebar gigi. Setiap pengukuran dilakukan dua kali untuk menguji variasi antar pengukuran (uji intra-observer). Pengukuran pada model studi konvensional dan digital dibandingkan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan. Ditemukan tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran lebar mesiodistal gigi pada model studi konvensional dengan model studi digital (p>0.05). Uji t tidak berpasangan juga tidak menemukan perbedaan bermakna antara model studi konvensional dan digital pada analisa Bolton (p=0.603) dan LII (p=0.894). Dapat disimpulkan bahwa pengukuran pada model studi digital sama akurat dengan model studi konvensional.

Three-dimensional digital study models were introduced following advances in digital technology. This study was carried out to assess the reliability of digital study models scanned by laser scanning device assembled by STEI ITB. The aim of this study was to compare digital study models and conventional models. Twelve sets of dental impressions were taken from patients with mild to moderate crowding. The impressions were taken twice, one with alginate and the other with polyvinylsiloxane. The alginate impressions were made into conventional models and the polyvinylsiloxane impressions were scanned to produce digital models. Mesiodistal tooth width and Little?s irregularity index (LII) were measured manually with digital callipers on the conventional models and digitally on digital study models. The Bolton analysis was performed on each study models. Each method was carried out twice in order to check for intra-observer variability. The reproducibility (comparison of the methods) was assessed by using independent samples t test. Mesiodistal tooth width between conventional and digital models were not significantly different (p>0.05). Independent samples t test did not identify statistically significant differences for Bolton analysis and LII (p=0.603 for Bolton and p=0.894 for LII). The measurements on digital study models are as accurate as the measurements on conventional study models.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana
"Pendahuluan: Kemajuan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi saat ini tidak terelakkan, termasuk di bidang ortodontik. Selain foto rontgen, model studi merupakan alat diagnostik yang diubah menjadi bentuk digital. Digitasi model studi dilakukan supaya pengukuran benda tiga dimensi dapat diukur dalam bentuk tiga dimensi. Walaupun demikian, ketidakakuratan bisa saja terjadi pada pengukuran dengan model studi digital tiga dimensi. Ketiadaan perangkat digitasi di Indonesia menyebabkan proses digitasi menjadi mahal dan sukar. Oleh karena itu, alat pemindai laser yang diciptakan oleh Institut Teknologi Bandung bekerjasama dengan Bagian Ortodonti Universitas Indonesia pada tahun 2011 diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menguji akurasi analisis ortodontik dengan menggunakan alat pemindai laser yang baru dibuat ini.
Bahan dan Cara: Duabelas pasang model studi sebelum perawatan ortodontik disertai anterior crowding dengan skor indeks Little 1-6 digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing model studi dipindai, dan dilakukan digitasi dan analisis Bolton dan indeks ketidakteraturan Little (LII) diukur pada model studi konvensional dan digital dengan kaliper yang memiliki ketelitian 0.01 mm. Pengukuran intraobserver dilakukan pada 20% total sampel yang dipilih secara acak (3 sampel) dan diuji secara statistik dengan uji-t berpasangan dan Wilcoxon untuk uji nonparametrik. Plot Bland-Altman digunakan untuk menguji level of agreement kedua metode pengukuran. Uji-t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney digunakan untuk uji statistik pada penelitian inti dengan 12 pasang model studi.
Hasil: Uji intraobserver untuk analisis Bolton tidak memperlihatkan perbedaan bermakna (p = 0.859) sementara untuk pengukuran indeks ketidakteraturan Little, terlihat perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0.008). Plot Bland-Altman untuk indeks Little memperlihatkan tercapainya level of agreement kedua metode pengukuran. Pada pengukuran 12 pasang model studi, uji statistik untuk analisis Bolton dan indeks Little tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna (p > 0.05), dengan nilai p berturut-turut adalah p = 0.509 and p = 0.101.
Kesimpulan: Nilai pengukuran pada model studi digital disertai anterior crowding tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai pengukuran yang dilakukan pada model studi konvensional dengan anterior crowding.

Introduction: The vastly growth of advanced technology to meet efficiency is currently inevitable, including in orthodontics. Radiographs and study models are diagnostic tools that often digitized and measured three-dimensionally. However, inacurracy might still be found in the three-dimension measurements. The customized laser scanner was then built in 2011 by Bandung Institute of Technology in conjunction with Department of Orthodontic University of Indonesia. The primary aims were to overcome the study models storing problems and the scanning cost, if the study models have to be digitized overseas. In this research, the study models digitizing were performed using the newly built laser scanner and the accuracy of the measurements were analyzed.
Material and Methods: Twelve pairs of pre-orthodontic treatment study models were used in this research with mild to moderate anterior crowding (Little Irregularity Index score 1-6). Each models were scanned and the mesiodistal width was measured before Bolton analysis was determined. For Little Irregularity Index, each measurements were done in the anterior of lower study models. The measurement of conventional study models were then compared with the digital study models measurement. Each measurement were made with digital calliper to the nearest of 0.01 mm. Intraobserver test was done by taking 20% from the total amount of the samples (3 samples) randomly and were tested by paired t-test and Wilcoxon for nonparametric test. The level of agreement were done with Bland- Altman plot. After getting valid intraobserver test value and good level of agreement, the main test was done by paired t-test and Mann-Whitney test.
Results: Intraobserver test for Bolton analysis showed no significant difference (p = 0.859) while significant difference (p = 0.008) was detected between measurement method for Little Irregularity Index. Bland-Altman plot for Little Irregularity Index intraobserver test showed good level of agreement. The Bolton analysis and Little Irregularity Index statistic test for twelve pairs of study models showed no significant difference (p > 0.05), respectively p = 0.509 and p = 0.101.
Conclusion: The measurements made in digital study models with anterior crowding were as accurate as the measurements made in conventional study models with anterior crowding, and therefore, the study models measurement can be done in the digital form.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Wahyu Indrayani
"Untuk menilai kekuatan basis gigi tiruan akrilik dari segi mekanik maupun fisik perlu dilakukan uji kekuatan untuk akrilik resin. Cara uji yang sering digunakan dalam bidang Kedokteran Gigi untuk mengetahui transverse strength ini biasanya dengan menggunakan mesin uji Instron.
Tulisan ini melaporkan hasil penelitian tentang perbandingan transverse, strength hasil reparasi dengan tiga macam bahan resin, yaitu light-cured resin, cold-cured resin dan heat-cured resin. Biasanya untuk memperbaiki gigi tiruan sering digunakan heat-cured resin atau cold-cured resin. Kedua macam bahan reparasi ini dirasa masih kurang memuaskan untuk memperbaiki gigi tiruan yang akan digunakan dalam jangka waktu panjang.
Baru-baru ini ditemukan light-cured resin yang dapat berpolimerisasi dalam waktu singkat dengan bantuan.penyinaran Halogen biru 400 - 500 nm. Bahan ini mudah dan dapat digunakan untuk memperbaiki gigi drum yang patah. Dengan diketahuinya kekuatan mekanik transverse strength hasil reparasi dengan ketiga macam bahan dalam penelitian ini, maka dapat dibandingkan kekuatan mekanis dari masing-masing bahan tersebut.
Pada penelitian ini, bentuk preparasi bagian yang akan direparasi dibuat membulat dengan jarak 3 mm untuk menambah kekuatan mekanik setelah reparasi. Pematahan spesimen dilakukan dengan alat Instron dicatat sebelum dan sesudah reparasi. Pengukuran transverse strength bahan resin yang telah direparasi dengan light-cured resin ternyata menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan yang telah direparasi dengan bahan heat-cured resin dan cold-cured resin. Nilai transverse strength setelah direparasi dengan ketiga macam bahan terlihat menurun dibandingkan dengan sebelum direparasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Astiningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamu kunyit asam terhadap kekasaran permukaan semen ionomer kaca konvensional. Pada penelitian ini digunakan 20 spesimen yang direndam dalam jamu kunyit asam kemasan dan bukan kemasan (masing-masing n=10) selama 1, 3, 5, dan 7 hari. Hasil uji statistik Two-way ANOVA menunjukkan antara jamu kunyit asam kemasan dan bukan kemasan menunjukkan terdapat perbedaan tidak bermakna (p>0,05), namun terdapat perbedaan bermakna pada lama waktu perendaman dalam kedua kelompok (p<0,05). Semakin lama waktu perendaman dalam jamu kunyit asam berpengaruh terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan semen ionomer kaca konvensional.

The aim of this study was to know the effect of turmeric tamarind solution on surface roughness of conventional glass ionomer cement. This study used 20 specimens were immersed in a turmeric tamarind solution of packaging and not the packaging (each n=10) for 1, 3, 5, and 7 days. Results analyzed by Two-way ANOVA showed between turmeric tamarind solution of packaging and not the packaging had no significant difference (p>0,05), but a significant difference on immersion duration in two groups (p<0,05). The longer of immersion duration in a trumeric tamarind solution affect to increase surface roughness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albar Abshar Muhamad
"Latar Belakang: Model cetakan gigi memiliki peranan penting dalam bidang prostodonsia untuk menentukan diagnosis dan rencana perawatan. Model yang saat ini sering digunakan adalah model konvensional. Model tersebut mempunyai beberapa kekurangan yaitu kemungkinan hilang dan rusak, membutuhkan tempat penyimpanan dan menyulitkan komunikasi dengan laboratorium. Perkembangan teknologi khususnya CAD/CAM diharapkan mampu mengatasi kekurangan tersebut dengan penggunaan intraoral scanner (IOS). IOS mampu menghasilkan model digital dengan cara pemindaian secara langsung di dalam mulut dan menghasilkan file dengan format standard tesselation language (STL). File ini kemudian dapat dicetak menggunakan 3D printer dengan teknik stereolithography (STL) menjadi model 3D printing. Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan akurasi antara pengukuran langsung pada pasien, model konvensional, digital, dan 3D printing kasus kelas III Kennedy. Metode: Penelitian observasi analitik dengan desain studi potong lintang. Total sampel sebanyak 9. Dilakukan pengukuran masing-masing variabel sebanyak 3 kali kemudian diambil nilai reratanya. Pengukuran langsung pada pasien dijadikan kontrol dan dibandingkan dengan pengukuran pada model konvensional yang dicetak dengan PVS, model digital, dan 3D printing. Pengukuran dilakukan pada lebar mesiodistal, tinggi servikooklusal/insisal gigi dan lebar span edentulus. Dilakukan pengukuran langsung pada pasien, model konvensional dan 3D printing dengan digital calliper sedangkan model digital menggunakan piranti lunak Trios. Analisis data dilakukan dengan uji statistik Saphiro Wilk dan uji Kruskal Wallis. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0.05) pada seluruh pengukuran dibandingkan dengan kontrol dan juga antara variabel yang berbeda. Kesimpulan: Penggunaan IOS dalam menghasilkan model digital yang kemudian dicetak menggunakan 3D printer dapat menjadi alternatif pembuatan model kerja dalam menentukan diagnosis dan perawatan pasien dalam bidang prostodonsia.

Background: Models play a crucial role in the field of prosthodontics for determining diagnosis and treatment plans. The conventional model is frequently used, but it has some drawbacks, such as the possibility of loss and damage, the need for storage space, and difficulties in communication with laboratories. Technological advancements, especially in CAD CAM, aim to address these limitations by utilizing intraoral scanners (IOS). IOS can produce digital models by scanning directly inside the mouth and generating files in standard tessellation language (STL) format. These files can then be printed with a 3D printer using stereolithography (STL) techniques to create a 3D printed model. Objective: To determine the accuracy differences between direct measurements on patients, conventional models, digital models, and 3D printed models in Class III Kennedy cases. Method: An analytical observational study with a cross-sectional design was conducted. A total of 9 samples were measured three times each and the mean value will be anyalzed. Direct measurements on patients were used as controls and compared with conventional models printed with PVS, digital models, and 3D printing. Measurements included mesiodistal width, cervico-occlusal/ incisal height of teeth, and edentulous span width. Direct measurements on patients, conventional models, and 3D printing used digital calipers, while digital models used Trios software. Statistical tests, including the Shapiro-Wilk test for data normality and the Kruskal-Wallis test for data analysis, were performed in this study. Results: There were no significant differences (p > 0.05) in all measurements compared to the control and among different variables. Conclusion: The use of IOS to produce digital models, subsequently printed with a 3D printer, can be an alternative for model fabrication in determining diagnosis and patient treatment in prosthodontics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fatma Suniarti
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Lidokain adalah anestetik lokal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, karena mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja lama dan jarang menimbulkan alergi. Anestetik lokal lidokain yang biasa digunakan adalah lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 80.000. LC adalah lidokain Inpres yang dikeluhkan oleh dokter gigi Puskesmas mempunyai mula kerja lama dan masa kerja singkat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mula kerja dan masa kerja LC dan PC (obat anestetik lokal standar) pada kasus pencabutan gigi molar satu atau molar dua rahang bawah.
Penelitian dilakukan terhadap 60 orang pasien, yaitu 30 orang mendapat LC dan 30 orang mendapat PC dengan Cara anestesi infiltrasi dan anestesi blok rahang hawah. Observasi mula kerja dilakukan dengan penusukan sonde lurus pada daerah separuh bibir, 2/3 anterior lidah ipsilateral dan mukosa pipi dan luksasi ringan gigi yang akan dicabut dengan interval 1 menit. Observasi masa kerja dilakukan dengan penusukan sonde pada daerah observasi dan soket bekas pencabutan gigi setelah 1 jam dan kemudian setiap 15 menit.
Hasil dan Kesimpulan: Mula kerja rata-rata LC 560,7 detik dan PC 254,8 detik. Masa kerja rata-rata LC 124,5 menit dan PC 170 menit. Mula kerja dan masa kerja LC dan PC berbeda bermakna dengan p <0,01. Perbedaan mula kerja dan masa kerja LC dan PC mungkin disebabkan perbedaan formulasi, yaitu perbedaan bahan baku dan zat penambah lain seperti vasokonstriktor, zat pengawet dan lain-lain.

Scope and Method of Study: Lidocain is currently a local anesthetic agent most widely used in dentistry, be-cause of its rapid onset, long duration of action and
safety. It is commonly used as a 2% solution containing 1: 80.000 adrenalin. Lidocain (LC) is a trade name for lidocain that is routinely used in Puskesmas (Inpres drug). Complaints about the insufficiency of LC are frequently reported by dentists who work at these local health centers. On the other hand, a large body of information revealed that dentists prefer to use another trade name of lidocain, namely "Pehacain" (PC) to LC.
The purpose of the present study is to compare the efficacy of LC vs PC in clinical use, i.e. in the extraction of the first or second molar of the mandible. A total of 60 patients is divided into two groups, consisting of 30 patients each. The first group was treated with LC and the second group with PC, each was locally injected as infiltration and block anesthesia. The onset of action of the drugs was determined by prickling of the lip, tongue and buccal mucosa with a sonde and by a slight luxation of the affected tooth, at an interval of 1 minute. The duration of action of the drugs was determined 1 hour after the onset of anesthesia, by prickling the anesthetized socket every 15 minutes.
Findings and Conclusions: The onset of action of LC was 566.7 ± 82.8 (mean ± SD) seconds, and that of PC was 259.8 ± 32.0 seconds. The duration of action of LC was 124.5 ± 13.5 minutes, while that of PC was 170 ± 9.1 minutes. The onset and duration of action of these two drugs differed significantly (p <0.01). The cause of the differences might lie in the differences in the constituents of the drugs, such as the reducing agents, type of preservation, the amount of vasoconstrictor added, etc.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayuk Supatmi Rahayu
"Latar Belakang: Kemampuan mastikasi merupakan salah satu indikator keberhasilan gigi tiruan. Kemampuan mastikasi mempengaruhi persepsi dan tingkat kepuasan pasien sehingga dapat mempengaruhi nilai kualitas hidup seseorang. Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14) merupakan salah satu alat ukur kualitas hidup yang terdiri dari 14 pertanyaan yang mencakup dampak yang berhubungan dengan fungsi dan aspek psikologi dari permasalahan gigi, mulut, dan gigi tiruan. Salah satu metode pengukuran kemampuan mastikasi secara objektif adalah dengan menggunakan color-changeable chewing gum. Sedangkan secara subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi yang dinilai secara objektif dan subjektif dengan kualitas hidup pasien dengan restorasi mahkota tiruan penuh posterior dukungan implan.
Metode: Mengevaluasi kemampuan mastikasi secara objektif yang dinilai menggunakan color changeable chewing gum dan secara subjektif yang dinilai menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi pada 60 pasien dengan restorasi mahkota tiruan penuh posterior dukungan implan. Dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara kemampuan mastikasi dengan kualitas hidup yang dinilai menggunakan OHIP-14 serta untuk mengetahui hubungan faktor-faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah implan dan lama pemasangan dengan kemampuan mastikasi dan kualitas hidup.
Hasil: Terdapat hubungan signifikan antara kualitas hidup responden dengan mahkota tiruan penuh dukungan implan posterior dengan kemampuan mastikasi secara subjektif (p=0,000) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara kualitas hidup dengan kemampuan mastikasi secara objektif (p=0,864). Tidak ada hubungan signifikan antara kemampuan mastikasi secara objektif dan subjektif (p=0,818). Kualitas hidup hanya berhubungan signifikan dengan umur (p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kemampuan mastikasi subjektif yang dinilai menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi dengan kualitas hidup yang dinilai menggunakan OHIP-14 pada responden yang direhabilitasi dengan mahkota tiruan penuh posterior dukungan implan posterior. Usia juga menunjukan hubungan dengan kualitas hidup pada penelitian ini.

Background: Mastication performance is one indicator of the success of denture treatment. Mastication performance may affect the perception and level of patient satisfaction so that affect the value of a person’s quality of life. In dentistry, the quality of life related to oral health is also known as Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL). Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14) is one of quality of lifes measurements that consist of 14 questionnaires which include impacts related to function and psychology aspect that include dental, oral, and denture problems. One method that objectively measuring mastication is by using color-changeable chewing gum where as subjective methode is by using masticatory questionnaire.
Objectives: To analyze the relationship between mastication performance (subjectively and objectively) with the quality of life of patients with posterior implant supported single crown.
Methode: Masticatory performance evaluation conducted on 60 patients with posterior implant supported single crown. Analysis was conducted to determine the relationship between mastication performance assessed objectively (using color changeable chewing gum) and assessed subjectively (using masticatory performance questionnaire) with quality of life assessed using OHIP-14 and its relationship with age, sex, level of education, number of implants and how long since implant was placed.
Result: There was a significant correlation between quality of life with mastication performance assessed subjectively (p=0,000) and there was no significant correlation between quality of life and mastication performance assessed objectively (p=0,864). There was no significant correlation between mastication performance objectively and mastication performance subjectively (p=0,818). Quality of life has a significant correlation only with age (p=0,002).
Conclusion: There was a correlation between mastication performance subjectively with quality of life of patients with posterior implant supported single crown. Age also showed a correlation with quality of life in this study.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fazwishni
"Tujuan umum: Mengetahui profil keamanan dan efek getah J. curcas terhadap jaringan gigi dan periapeks dalam persiapan untuk memanfaatkan pemakaian bahan alami getah J. curcas pada radang pulpa.
Tujuan khusus (1) Mengetahui kandungan golongan senyawa getah J. curcas. (2) Mengetahui sitotoksisitas getah J. curcas. (3) Mengetahui toksisitas akut pemberian secara oral dosis tunggal getah J. curcas pada hewan percobaan. (4) Mengetahui aktivitas hemolisis getah J. curcas pada darah manusia secara in vitro. (5) Mengetahui sifat mutagenisitas getah J. curcas. (6) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap pembebasan interleukin-1β oleh sel makrofag. (7) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap pembebasan kolagenase pada set fibroblast. (8) Mengetahui efek histopatologik getah J. curcas terhadap pulpa dan jaringan periapeks gigi pada hewan percobaan. (9) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap kekerasan macro jaringan keras gigi manusia secara in vitro. (10) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi manusia dalam hal kelarutan unsur kalsium dan fosfat secara in vitro.
Metode penelitian: Disain penelitian eksperimental dan eksplorasi. Penelitian dibagi atas (1) skrining fitokimia, (2) tahap 1 dan (3) tahap 2 evaluasi biologik getah J. curcas. Untuk standardisasi getah J. curcas diambil dari satu petak tanaman dalam satu musim, kemudian diukur pH, volume basah, diliofilisasi, diukur berat kering, dan disimpan pada -20°C sebagai sampel.
(1). Skrining fitokimia getah J. curcas. Analisis kualitatif golongan senyawa diidentifikasi dari ekstrak eter, etil asetat, dan air.
(2). Uji toksisitas
1. Uji sitotoksisitas. (1) Metoga agar overlay. Getah J. curcas dan kontrol diserap oleh cakram selulosa, kemudian diletakkan di atas permukaan agar yang menutupi selapis sel Fib L929 yang telah diwarna neutral red. Evaluasi berdasar luas zona dekolorisasi dan zona lisis yang terbentuk setelah 24 jam. (2) Assay MTT. Getah J. curcas dalam medium diberikan pada kultur set Fib L929 cell line dan sel primer fibroblast gingiva manusia yang tumbuh dalam mikroplat 96-sumur. Setelah 1-4 hari, dilakukan assay MTT. Evaluasi berdasar perbandingan nilai OD kontrol dan perlakuan.
2. Uji toksisitas akut. Mencit diberi getah J. curcas secara intragastrik sebanyak 1 kali. Dihitung LD5O berdasar jumlah mencit yang mati. Dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol dalam hal tanda toksisitas, berat badan selama 2 minggu, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik organ tubuh.
3. Uji hemolisis. Darah dicampur dengan berbagai konsentrasi getah J. curcas. Evaluasi berdasar pembebasan hemoglobin, dibandingkan OD kelompok perlakuan dengan kontrol positif air, dan kontrol negatif salin.
4. Uji mutagenisitas. Getah J. curcas dikultur dengan bakteri S. typhi dan E. coil mutan. Evaluasi berdasar penghitungan koloni reversi bakteri, dibandingkan kelompok perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif.
(3) Efek getah J. curcas terhadap makrofag dan fibroblast
1. Efek getah J. curcas terhadap pembebasan IL-1β. Lima dosis getah J. curcas dimasukkan ke dalam kultur makrofag peritoneum mencit BALB/c, secara bersamaan, sebelum, atau sesudah pemberian LPS. Setelah 1 dan 2 hari, IL-1β dalam supernatan diukur secara ELISA dengan Quantikine IL-1β for mouse kit.
2. Efek getah J. curcas terhadap pembebasan kolagenase oleh fibroblast. Empat dosis getah J. curcas dan IL-1β dimasukkan dalam kultur sel primer fibroblast gingiva manusia. Setelah 1-4 hari kolagenase dalam supematan diukur dengan assay kolagenase. Hasil degradasi kolagen dipisahkan dengan SDS-PAGE. Pita 3/4 αA diukur dengan program komputer Adobe Photo.
(4) Efek histopatologik getah J. curcas pada jaringan pulpa dan periapeks. Getah J. curcas dimasukkan ke dalam kavitas gigi monyet. Setelah 3 hari, gigi diproses untuk pembuatan sediaan histologik. Evaluasi berdasar perbandingan pemeriksaan keadaan mikroskopik jaringan pulpa dan peripeks dalam hal inflamasi dan nekrosis, antara kelompok kontrol dan perlakuan.
(5) Efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi.
1. Efek getah J. curcas terhadap kekerasan mikro dentin dan email. Mahkota gigi premolar dibelah 4 longitudinal, lalu ditanam di dalam akrilik dengan 1 permukan tidak tertutup akrilik. Setelah direndam dalam 3 konsentrasi getah J. curcas, permukaan dentin dan email diberi indentasi oleh intan Knoop. Evaluasi berdasar perbandingan KHN kelompok kontrol dan perlakuan.
2. Efek getah J. curcas terhadap kelarutan kalsium dan fosfat. Mahkota gigi premolar utuh dibelah 4 secara longitudinal, lalu direndam dalam 3 konsentrasi getah J. curcas. Setelah 1-3 hari, kalsium dan fosfat yang larut dalam rendaman diukur berturut-turut dengan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS) dan spektrofotometer (metoda asam askorbat).
Hasil penelitian pH getah J. curcas rata-rata 3,49 ± 0,09 dan perbandingan berat kering/volume basah 15,12 ± 0,31%.
(1) Skrining fitokimia: getah J. curcas mengandung golongan senyawa sterol, aglikon flavon, tanin, senyawa pereduksi, glikosida steroid, poliose, dan saponin.
(2) Uji toksisitas
1.(1) Sitotoksisitas getah J. curcas pada metoda agar overlay ditemukan zona dekolorisasi indeks 2 dari 5 indeks zona. Tak ada lisis sel, bentuk sel masih jelas.
(2) Assay MTT: pads getah J. curcas kadar 0,25% terhadap Fib L929 dan kadar 0,12% terhadap fibroblast gingiva, sel nekrosis.
2.(1) LD50 > 5 g/kg BB, sehingga getah J. curcas dapat diklasifikasi dalam toksik ringan. (2) Tidak ada perbedaan berat badan. (3) Tidak ada perbedaan makroskopik dan mikroskopik organ tubuh yang diperiksa. (4) Terjadi inaktivitas pada hari 1 pada kelompok perlakuan, selanjutnya tidak ada perbedaan.
3. Aktivitas hemolisis getah J. curcas 15% adalah 6,5% dibanding air. Tidak ada hemolisis pada konsentrasi getah J. curcas yang lebih rendah.
4. Tidak ada aktivitas mutagenisitas getah J. curcas.
(3) Efek getah J. curcas terhadap makrofag dan fibroblast
1. (1) LPS meningkatkan pembebasan 1L-1β oleh makrofag. (2) Pemberian getah J. curcas menghambat pembebasan 1L-1β oleh makrofag.
2. (1) Makin lama waktu kultur, produksi kolagenase makin banyak. (2) Getah J. curcas menurunkan pembebasan kolagenase oleh fibroblast.
(4) Efek histopatologik getah J. curcas terhadap jaringan pulpa dan periapeks
(1) Inflamasi dan nekrosis terj adi pads daerah yang terbatas dekat dengan daerah yang kontak dengan getah J. curcas. Di bawahnya terdapat jaringan pulpa normal. (2) Tingkat inflamasi pulpa kelompok perlakuan tidak lebih parah dari kelompok kontrol. (3) Tidak ada radang periapeks pads kelompok kontrol dan perlakuan.
(5) Efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi.
1. Efek getah J. curcas terhadap kekerasan mikro dentin dan email. (1) Kekerasan mikro dentin tidak berbeda bermakna pada 1 dan 2 hari perendaman getah J. curcas antara kelompok kontrol dan perlakuan. Namur lebih kecil setelah 3 hari pada konsentrasi getah 15%. (2) Kekerasan mikro email tidak berbeda antara kelompok kontrol dan perlakuan pada 1 dan 3 hari, Namun lebih kecil setelah 2 hari pada konsentrasi getah J. curcas 15%.
2. Kadar kalsium dan fosfat yang larut meningkat sesuai dengan kenaikan konsentrasi getah J. curcas. Namun lama perendaman tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kelarutan kalsium.
Kesimpulan (1) Getah J. curcas mengandung sterol, aglikon flavon, tanin, senyawa pereduksi, glikosida steroid, poliose, dan saponin. (2) Tahap 1 evaluasi biologik: getah J. curcas relatif aman pada hewan percobaan berdasar LD50>5 g/kg BB sehingga termasuk dalam klasifkasi toksik ringan; hemolisis 6,5% dibanding air; tidak mutagen; dan sitotoksik dengan nekrosis koagulasi. (3) Uji tahap 2: getah J. curcas cukup efektif dalam menanggulangi pulpalgia, berdasar nekrosis pulpa terbatas, tidak ada kelainan periapeks; kekerasan mikro email dan dentin tidak turun pada 1 hari; menghambat pembebasan IL-1β dan kolagenase. Namun getah melarutkan kalsium dan fosfat.
Kesimpulan penelitian: penelitian dapat dilanjutkan ke tahap uji klinik atau tahap 3.

Biological Study on the Effects of Jatropha Curcas (Euphorbiaceae) Latex on Dental and Periapical TissuesObjective: The objective of this study was to evaluate the safety level and the effects of J. curcas latex on dental and periapical tissues. The aims in details were (1) to identify the main classes of chemical constituent in J. curcas latex; (2) to evaluate the cytotoxicity of J. curcas latex; (3) to determine the acute toxicity of J. curcas latex after single oral administration on mice; (4) to assess hemolytic activity of J. curcas latex; (5) to evaluate mutagenic activity of J. curcas latex; (6) to evaluate the effect on J. curcas latex of IL-1 il release from macrophages; (7) to evaluate the effect of J. curcas latex on collagenase release from fibroblasts; (8) to assess the histopathological effects of J. curcas latex on monkey dental pulp and periapical tissues; (9) to determine the effects of J. curcas latex to dentin and enamel micro-hardness; (10) to assess the effects of J. curcas latex on dissolving calcium and phosphate.
Methods: Research design was experimental and explorative. To standardize the sample, J. curcas latex was collected from Balittro, Bogor in 1997, then the pH and wet volume were measured, the latex was lyophilized, dry weight was measured, and latex was stored at-20°C as sample. Biological evaluation was grouped into (1) phytochemical sreening, (2) toxicity test, (3) effects of J.curcas latex on cell, (4) effects of J.curcas latex on dental pulp and periapical tissues, and (5) effects of J.curcas latex on dental hard tissues,
(1). Phytochemical screening: the main classes of chemical constituents of J. curcas latex were analyzed qualitatively from ether, ethyl acetate, and water extracts.
(2). Toxicity test
1. Cytotoxicity test. (1) Agar overlay technique. J. curcas latex was imbibed in cellulose discs and put on the surface of agar overlaying a neutral red stained Fib L929 cell monolayer. Evaluation was judged on zone index and lysis index after 24 hours incubation. (2) MT assay. J. curcas latex was added to human gingival fibroblasts and Fib L929 cell culture in 96-well micro-plates. After 1-4 days of incubation, MTT assay was performed. Evaluation was based on comparing the OD values of control and test groups.
2. Acute toxicity. A single dose of J. curcas latex was given to male and female mice, intragastrically. LD50 was determined based on mortality rate. Assessment was also performed on 2 weeks observations of body weight, macroscopic and microscopic examinations of several organs.
3. Hemolysis test. Blood was mixed with several concentrations of J. curcas latex. The result was the extent of hemolysis expressed based on the absorbance of the test samples, negative and positive controls.
4. Mutagenicity test. L curcas latex was added to the S. ryphi and E. coil mutans culture. Assessment was based on bacterial revertant colonies, compare to positive and negative controls.
(3) Effects of J.curcas latex on macrophages and fibroblasts
1. Effects of .T. curcas latex on the release of IL-1 β from macrophages. Five doses of J. curcas latex from 75-1200 μg/ml were added into the culture of BALB/c mice peritoneal macrophages, along with, after, or before addition of LPS. Following 1-3 days of incubation, IL-1P presence in supernatant was measured by ELISA using Quantikine ]L-1P for mouse kit.
2. Effects of J. curcas latex on the release of collagenase. Four doses of J. curcas latex from 37.5-300 µg/ml were added to human gingival fibroblasts cell culture. After 1-4 days of incubation, collagenase in the supernatant was assayed with collagen. The degradation products were then separated by SDS-PAGE and the density of 3/4 αA bands was measured semi quantitatively by Adobe Photo computer program.
(4) Effects of J.curcas latex on dental pulp and periapical tissues. The latex of J. curcas was brought in contact with dental pulp and sealed. Assessment was based on the presence of inflammation and necrosis in dental pulp and periapical tissues, histopathologically.
(5) Effects of J.curcas latex on dental hard tissues
1. Effects of J. curcas latex on dentin and enamel micro-hardness. Intact premolar crowns were cut longitudinally into 4 fragments, followed by embedding of each fragment in acrylats leaving 1 free surface. The fragments were then soaked in 3 concentrations of J. curcas latex from 3.7-15% for 1-3 days. The dentin and enamel micro-hardness were assessed by Knoop hardness measurement.
2. Effects of J. curcas latex on dissolved calcium and phosphate. Intact premolar crowns were cut longitudinally into 4 fragments, followed by soaking the fragments in 3 concentration of J. curcas latex from 3.7-15% for 1-3 days. The dissolved calcium and phosphate were measured according to atomic absorption spectrophotometer and spectrophotometer (ascorbic acid method), respectively.
Results: The mean ± SD of J. curcas latex pH was 3.49 ± 0.09. The dry weight/wet volume was 15.12 ± 0.31%.
(1). Phytochemical screening: sterols, flavone aglycones, tannins, reducing compounds, sterol glycosides, poliose, and saponins were identified in J. curcas latex.
(2) Toxicity test
1. (1) Agar overlay technique. 2-5 mm decoloration zones were observed, indicating that J. curcas latex was cytotoxic. No lysis of cells was observed within the decolorized zone. (2) MTT assay. At 2.5 mg/ml J. curcas latex no living Fib L929 cells were observed, while the same result was shown at 1.2 mg/ml J. curcas latex on human gingival fibroblasts.
2. LD50 was more than 5 g/kg BW, hence dry J. curcas latex may be classified into mildly toxic substance. No significant body weight difference was observed. Macroscopic and microscopic examination on several organs showed no differences between test and control groups.
3. 6,5% hemolytic activity of 15% J. curcas latex compared to water was observed, while no hemolisis was observed with lower concentrations of latex.
4. No mutagenic ativity was observed with J. curcas latex.
(3) Effects of J.curcas latex on macrophages and fibroblasts
1. (1) LPS increased the release of IL-1β. (2) J. curcas latex inhibited the release of IL-lβ from macrophages.
2. (1) The longer the duration of incubation, the more collagenase was released. (2)
J. curcas latex decreased collagenase release by human gingival fibroblast.
(4) Effects of I. curcas latex on dental pulp and periapical tissues. Inflammation and necrosis were observed in a limited area, which was in direct contat with J. curcas latex, underneath was normal pulp. Inflammation in the pulp of test group was not greater than in the control group. No inflammation or necrosis in periapical tissues was observed in all groups.
(5) Effects of J. curcas latex on dental hard tissues
1. (1) The micro-hardness of dentin was not lowered after 1 and 2 days treatment, but lower after 3 days at 15% J. curcas latex. (2) The enamel microhardness was not decreased after 1 and 3 days immersion in J. curcas latex, but decreased after 2 days at 15% J. curcas latex.
2. The calcium and phosphate release were increased in accordance to the concentration of J. curcas latex. The duration of treatment did not influence the release of calcium, while it influenced the release of phosphate.
Conclusions (1) J. curcas latex contains sterols, flavone aglycones, tannins, reducing compounds, sterol glycosides, poliose, and saponins. (2) Level 1 biological evaluation: J. curcas latex is relatively safe in animals based on LD50>5 g/kg BW, 6,5% hemolysis compared to water, not mutagenic, but cytotoxic with coagulative necrosis. (3) Level 2 biological evaluation: J. curcas latex seems to be effective in relieving pulpal pain. It caused coagulative necrosis in pulp, which was in direct contact with J. curcas latex while the tissue underneath was normal. It did not cause inflammation of periapical tissues, and did not lower the dentin and enamel micro-hardness after 1 day of exposure, but it lowered the microhardness after 3 days. It inhibited IL-1β and collagenase release. It dissolved dental calcium and phosphate."
2000
D373
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>