Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196332 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogie Permana
"Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif evaluatif. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat efektifikatas pemberian bantuan terhadap pemenuhan hak dasar anak jalanan dengan mengevaluasi capaian program. Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi Sumatif, dimana capaian-capaian yang telah dicapai selama berjalannya program di sesuaikan dengan indikator-indikator capaian program. Populasi yang di pilih adalah penerima manfaat PKS-Anjal di Yayasan Uswatun Hasanah pada term 2010/2011 dengan sampel sebanyak 48 responden. Dari empat dimensi capaian, yang berhasil diberikan dalam memenuhi hak dasar anak jalanan adalah dimensi peningkatan potensi diri dan kreativitas anak dan aksesibilitas pelayanan sosial dasar.

This research is to evaluate quantitatively the effects of a social welfare program. It focuses on the effectiveness of services delivery upon the fulfillment of the rights of street children by evaluating the achievement of the program. Evaluation focuses on the resulted from the achievements during the implementation of the program which referred to its expected result indicators. The population of the research is final beneficiaries of "Social Welfare Program for Street Children" at Yayasan Uswatun Hasanah period 2010/2011 involving 48 respondents. There are four expected result indicators. Two out of four dimension, the basic social service access and increase of child self-potency and creativity, have been successfully delivered while the two others have not been accommodated optimally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Maulana
"Penelitian ini membahas tahap proses pelaksanaan rehabilitasi sosial terhadap anak jalanan di Social Development Center for Street Children (SDC) Bambu Apus dan juga faktor penghambat pelaksanaan rehabilitasi sosial di Social Development Center for Street Children (SDC) Bambu Apus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif.
Hasil penelitian menggambarkan proses rehabilitasi sosial, meliputi tahapan pendekatan awal, assessment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, pemulangan (reintegrasi), terminasi, dan juga monitoring, serta faktor penghambat pelaksanaan rehabilitasi sosial.

This research discusses the stages of the social rehabilitation process in Social Development Center for Street Children (SDC) Bambu Apus and also factors inhibiting during the implementation of social rehabilitation at the Social Development Center for Street Children (SDC) Bambu Apus. This study used a qualitative approach with descriptive research method.
The research results illustrate the social rehabilitation process, covering the early stages of the approach, assessment, intervention plan, the implementation of the intervention, repatriation (reintegration), termination, and also monitoring, as well as factors inhibiting the implementation of social rehabilitation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Marni
"Tesis ini membahas outcomes dari program pelayanan anak jalanan yang diadakan oleh P3SA. Tujuannya untuk mengetahui efek yang terjadi pada klien setelah selesai dari program. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi outcomes berbasis individu dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa program cukup berhasil dalam meningkatkan motivasi informan supaya tidak lagi bekerja di jalanan namun program gagal dalam mengubah perilaku negatif informan. Peneliti menyarankan perlunya diadakan bimbingan lanjut secara rutin kepada klien dengan riwayat permasalahan keluarga dan tekanan psikologis karena rentan kembali ke jalanan dan meningkatkan kegiatan pendampingan sebagai salah satu cara mengungkap perilaku negative klien yang akan menjadi dasar dalam melakukan intervensi yang diberikan.

This thesis discusses the outcomes of street children service program that held by SDC. The purpose of this study is to determine its effect on the client after the program. This research is individual outcomes evaluation research using qualitative descriptive methods. Research results revealed that the program is quite successful in increasing the motivation of informants to not return to work on the street, but the program failed in changes negative behavior informant. The researcher suggests the need for further guidance is routinely held to clients with a history of family problems and psychological because they vulnerable to back on the street and increase mentoring activities as a way to uncover the client?s negative behavior which then becomes the basis for intervention is given."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T36075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Alaydrus
"Anak jalanan merupakan sebuah fenomena yang sering muncul di area perkotaan serta membawa dampak buruk bagi ketertiban lingkungan. Permasalahan ini tidak bisa hanya dipandang sebelah mata, melainkan harus dilihat dari berbagai sudut pandang serta berbagai faktor seperti keluarga, sosial, psikologi, hingga ekonomi. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) klaster anak jalanan untuk menyediakan kesempatan bagi anak jalanan supaya mereka mendapatkan akses terhadap rehabilitasi sosial, jaminan sosial, hingga pemberdayaan sosial. Kota Depok merupakan salah satu kota yang gencar menyelenggarakan kebijakan penanganan anak jalanan yang diangkat juga sebagai program unggulan oleh Dinas Sosial. Hal ini dibuktikan dengan prestasi penurunan jumlah anak jalanan tertinggi dibandingkan kota-kota lain di wilayah Jabodetabek serta gelar Kota Layak Anak yang didapatkan. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu kunci keberhasilan dari strategi penanganan anak jalan yang Pemerintah Kota Depok laksanakan. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses dan alur kolaboratif serta faktor yang memengaruhinya dengan konsep collaborative governance yang dikemukakan oleh Ansell & Gash (2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengambilan data lewat wawancara mendalam sebagai sumber primer dan studi kepustakaan hingga studi media sebagai sumber sekunder. Hasil dari penelitian ini melukiskan kolaborasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok dalam menjalankan turunan Program Kesejahteraan Sosial Anak klaster anak jalanan telah memenuhi semua dimensi dari teori milik Ansell & Gash (2008). Pemerintah Kota Depok memberikan alur yang jelas untuk menangani anak jalanan serta membuka kesempatan bagi kolaborator untuk membangun kebijakan bersama sesuai kebutuhan. Kolaborator Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) juga diberikan pelatihan dan akreditasi demi meningkatkan pelayanan yang diberikan. Namun, masih didapati beberapa temuan yang menjadi hambatan serta harus dievaluasi yang berhubungan dengan miskomunikasi, pembaharuan kebijakan, optimalisasi perjanjian kerja, hingga penyebaran informasi yang belum baik.

Street children are a phenomenon that often appears in urban areas and brings negative impacts to environmental order. This issue cannot be overlooked, but must be viewed from various perspectives and factors such as family, social, psychological, and economic. The Government of the Republic of Indonesia has issued the Child Social Welfare Program (CSWP) for street children cluster to provide opportunities for street children so that they can access social rehabilitation, social security, and social empowerment. Depok City is one of the cities that actively carries out street children handling policies which are also raised as a flagship program by the Social Service. This is evidenced by the achievement of the highest reduction in the number of street children compared to other cities in the Jabodetabek region and the Child-Friendly City title obtained. Cross-sector collaboration is one of the keys to the success of the street children handling strategy carried out by the Depok City Government. This research aims to analyze the process and flow of collaboration and the factors that influence it with the concept of collaborative governance proposed by Ansell & Gash (2008). This research uses a post-positivist approach with data collection methods through in-depth interviews as primary sources and literature studies to media studies as secondary sources. The results of this study illustrate the collaboration carried out by the Depok City Government in running the derivative of the Child Social Welfare Program for the street children cluster has fulfilled all dimensions of the theory of Ansell & Gash (2008). The Depok City Government provides a clear flow to handle street children and opens opportunities for collaborators to build joint policies according to needs. Social Welfare Institution (SWI) collaborators are also given training and accreditation to improve the services provided. However, there are still some findings that become obstacles and must be evaluated related to miscommunication, policy renewal, optimization of work agreements, to the dissemination of information that is not yet good."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Yuhasril Efendi
"Anak jalanan adalah salah satu masalah sosial yang rumit di banyak negara, termasuk Indonesia. Fenomena ini tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi, tetapi juga menyangkut kesehatan, pendidikan, dan hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak untuk anak jalanan, memberikan mereka akses ke rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan pemberdayaan sosial. Kota Depok menjadi salah satu kota yang aktif menjalankan kebijakan ini sebagai program unggulan oleh Dinas Sosial. Keberhasilan ini tercermin dari penurunan jumlah anak jalanan yang signifikan dibandingkan dengan kota-kota lain di wilayah Jabodetabek, serta penghargaan sebagai Kota Layak Anak yang diterima. Penelitian ini mengadopsi konsep implementasi kebijakan co-production, yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1980-an.  Teori ini diperkuat oleh Ostrom (2001) di mana ia mengusulkan co-production sebagai strategi untuk meningkatkan penyediaan layanan publik melalui kerjasama aktif antara pemerintah dan masyarakat. Co-production mengkonseptualisasikan pemberian layanan sebagai suatu proses di mana pemerintah dan masyarakat berbagi tanggung jawab dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program atau kebijakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan fokus pada observasi dan pengujian teori yang ada, serta menerapkan konsep governance dalam konteks co-production sebagai landasan konseptual. Data dikumpulkan melalui observasi non-partisipan, wawancara semi-terstruktur dengan berbagai pihak terkait, dan studi dokumen dari arsip internal Dinas Sosial Kota Depok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi program pemberdayaan anak jalanan oleh Dinas Sosial Kota Depok telah menerapkan konsep co-production dengan empat tahapan utama: perencanaan bersama, implementasi, keterlibatan masyarakat, dan penilaian bersama. Partisipasi aktif dari anak jalanan, keluarga mereka, dan masyarakat merupakan kunci keberhasilan program ini. Program berhasil menurunkan jumlah anak jalanan di Kota Depok meskipun beberapa titik masih ditemukan anak jalanan. Meskipun menghadapi tantangan seperti keterbatasan sumber daya dan stigma sosial, kerjasama yang baik antara semua pihak terlibat telah membantu mengatasi hambatan tersebut. Evaluasi bersama menunjukkan bahwa program ini efektif dan relevan, meskipun perlu perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan dampak jangka panjangnya.

Street children are a complex social issue in many countries, including Indonesia. This phenomenon encompasses not only economic aspects but also health, education, and human rights concerns. The Indonesian government has implemented the Child Social Welfare Program for street children, providing them access to social rehabilitation, social security, and empowerment. Depok City is actively implementing this policy as a flagship program through its Social Welfare Office. Success is evident in the significant reduction in the number of street children compared to other cities in the Jabodetabek region, along with recognition as a Child-Friendly City. This research adopts the concept of co-production in policy implementation, first developed in the 1980s. The theory, reinforced by Ostrom (2001), proposes co-production as a strategy to enhance public service provision through active collaboration between government and the community. Co-production conceptualizes service delivery as a process where government and the public share responsibility in designing, implementing, and evaluating programs or policies. The study employs a post-positivist approach focusing on observation, theory testing, and applies governance concepts within the context of co-production as a conceptual foundation. Data collection utilized non-participant observation, semi-structured interviews with various stakeholders, and document studies from Depok City Social Welfare Office's internal archives. Findings indicate that the implementation of the street children empowerment program by Depok City's Social Welfare Office follows four main stages of co-production: joint planning, implementation, community engagement, and joint evaluation. Active participation from street children, their families, and the community is crucial to the program's success. Despite challenges such as resource limitations and social stigma, effective collaboration among stakeholders has helped overcome these barriers. Joint evaluations show the program's effectiveness and relevance, though continuous improvement is necessary to enhance its long-term impact."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Askcar Icuk Ramadhan
"Di Indonesia, anak dikategorikan sebagai seseorang berusia kurang dari 18 tahun dengan kondisi yang masih bergantung pada orang di sekitarnya untuk membantu terhindar dari kesulitan hidup, salah satunya keterlantaran. Pada tahun 2020, anak terlantar di Indonesia mencapai angka 924.520 jiwa. Melihat kondisi keterlantaran anak di Indonesia yang belum mencapai target pengentasan anak terlantar dengan angka 0%, pemerintah menjamin perlindungan anak dari keterlantaran melalui lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) yang juga dibantu oleh peran serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan anak. Adapun pemenuhan kebutuhan oleh LKSA pemerintah dan nonpemerintah bertujuan membuat anak berfungsi sosial dan dapat mengatasi masalahnya. Dalam prakteknya, terlihat perbedaan dalam upaya pemenuhan kebutuhan anak yang dilakukan oleh LKSA pemerintah dan nonpemerintah di Jakarta, seperti perbedaan sumber dana yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan anak pada aspek biologis, kognitif, dan psikososial. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran upaya pemenuhan kebutuhan anak pada LKSA pemerintah dan nonpemerintah di Jakarta. Berangkat dari tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian literatur berjenis context review dengan sumber datanya berupa penelitian terdahulu yang juga membahas topik pemenuhan kebutuhan anak di LKSA. Sumber data yang diperoleh kemudian dikaji oleh peneliti dan dianalisis dengan mengaitkan pada teori hak-hak anak, pemenuhan kebutuhan anak, serta konsep kesejahteraan dan perlindungan anak. Melihat dari hasil kajian literatur dan analisis, diketahui bahwa LKSA pemerintah dan nonpemerintah di Jakarta telah melakukan upaya pemenuhan kebutuhan anak dengan keunikan dan keterbatasannya masing-masing. Pemenuhan kebutuhan anak pada LKSA pemerintah di Jakarta memiliki tantangan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seperti pada pengelolaan jam tidur anak asuh yang sejatinya membutuhkan kesadaran dan tanggung jawab dari masing-masing pihak, yaitu anak asuh dan pengasuh. Pada LKSA nonpemerintah di Jakarta, tantangan yang muncul dalam proses pemenuhan kebutuhan anak asuh juga terdapat pada aspek kebutuhan biologis, seperti keterbatasan dana yang mempengaruhi proses pemenuhan kebutuhan pangan dan papan dari anak asuh. Selain itu, pada LKSA pemerintah di Jakarta, pemenuhan kebutuhan anak didasarkan pada prinsip klien institusional, sehingga kebutuhan yang disediakan oleh LKSA harus diterima oleh anak asuh berdasarkan keputusan institusional. Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan anak pada LKSA nonpemerintah di Jakarta didasarkan pada keinginan dan kemauan anak asuh, sehingga anak asuh dapat berpartisipasi dalam menentukan pemenuhan kebutuhannya. Walaupun dari LKSA pemerintah dan nonpemerintah di Jakarta memiliki keunikan dan keterbatasannya masing-masing dalam upaya pemenuhan kebutuhan anak, upaya yang dilakukan oleh LKSA pemerintah dan nonpemerintah di Jakarta merupakan bentuk dari peran serta negara dan masyarakat untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan anak. Maka dari itu, pemenuhan kebutuhan anak penting untuk dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dengan tetap berpegang pada pedoman yang berlaku terkait dengan standar pemenuhan kebutuhan anak di Indonesia.

In Indonesia, a child is categorized as someone under the age of 18 who is still dependent on the people around them to help them avoid difficulties in life, including abandonment. In 2020, the number of abandoned children in Indonesia reached 924,520. Considering the condition of abandoned children in Indonesia, which has not yet reached the target of eradicating abandoned children to 0%, the government ensures the protection of children from abandonment through child welfare institutions (LKSA), which are also assisted by community participation in meeting children’s needs. The fulfillment of needs by government and non-government LKSAs aims to make children function socially and overcome their problems. In practice, there are differences in the efforts to meet children's needs between government and non-government LKSAs in Jakarta, such as differences in funding sources that can affect the fulfillment of children's biological, cognitive, and psychosocial needs. Therefore, this study aims to provide an overview of the efforts to meet children's needs in government and non-government LKSAs in Jakarta. Based on the research objective, the method used in this study is a context review method, with data sources consisting of previous research that also discusses the topic of meeting children needs in LKSAs. The data obtained were then examined and analyzed by the researchers by relating them to the theory of children's rights, meeting children's needs, and the concepts of well-being and child protection. Based on the literature review and analysis, it is known that government and non-government LKSAs in Jakarta have made efforts to meet children’s needs with their respective uniqueness and limitations. Meeting children needs in government LKSAs in Jakarta poses challenges in meeting biological needs, such as managing the sleep schedules of foster children, which requires awareness and responsibility from both the foster children and the caregivers. In non-government LKSAs in Jakarta, challenges arise in meeting the needs of foster children in the biological aspect as well, such as limited funding, which affects the provision of food and shelter for foster children. Additionally, in government LKSAs in Jakarta, meeting children's needs is based on the principle of institutional clients, so the needs provided by the LKSAs must be accepted by the foster children based on institutional decisions. On the other hand, meeting children's needs in non-government LKSAs in Jakarta is based on the desires and preferences of the foster children, allowing them to participate in determining their own needs. Although government and non-government LKSAs in Jakarta have their own uniqueness and limitations in their efforts to meet children’s needs, the efforts made by government and non-government LKSAs in Jakarta represent the involvement of the state and society in protecting and meeting children needs. Therefore, meeting children needs is important to be carried out by the government and society while adhering to applicable guidelines regarding the standards for meeting children’s needs in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Putu Agung
"Anak, dalam instrumen internasional maupun peraturan perundang-undangan nasional dimasukkan dalam kelompok yang perlu mendapat perhatian berbeda di samping para penyandang cacat dan para lanjut usia.
Indikator anak yang dieksploitasi secara ekonomi khususnya bagi anak yang dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga antara lain: jam kerja yang panjang, upah yang tidak terstandarisasi, beban kerja yang berat, tidak ada kesempatan bersekolah, tinggal terpisah dengan keluarga dan lain-lain.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum pekerja rumah tangga anak dan mengetahui implementasi pemenuhan hak pekerja rumah tangga anak untuk memperoleh perlindungan dari eksploitasi ekonomi. Teori yang digunakan adalah teori perkembangan anak dan kemiskinan.
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pekerja rumah tangga anak dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia serta pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan.
Hasil yang didapat adalah sebagian anak rentan mengalami eksploitasi secara ekonomi, serta ada kecenderungan anak yang dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga terganggu pertumbuhan dan perkembangannya.
Rekomendasi yang disampaikan, yakni diperlukan adanya kerjasama dan komitmen semua pihak untuk memperhatikan perlindungan pekerja rumah tangga anak. Di samping itu pemerintah perlu menyusun peraturan-perundang-undangan nasional yang secara langsung ditujukan bagi perlindungan pekerja rumah tangga khususnya pekerja rumah tangga anak.

Children become the main focus of discussion for their rights protection in the international instruments and national law and regulation. The protection for them is differed from other disabled people.
The indication of children being economically exploited is seen by their over working hour, insufficient wages, too heavy working burden, loosing education chance, separated from family life.
The aims of the research is to find out the description and implementation of children rights while they become housemaid and to get the protection from economical exploitation_ Theories used in this research are the theories which are connected with children development theories, poverty theories. The research used qualitative method. Data is gained by interviews.
The result that of the research discover that children tend to get economical exploitation during working time, besides they also have the tendency to be mentally abused, disturb physical growth as children and the low minim::, a standard of wages. The exploitation of children can be done by families, employers, distributor, and state.
The recommendation which can be suggested the parties who have the working agreement should follow the regulation properly. Besides, it is also necessary to arrange law and regulation for domestic workers particularly children.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Ananda Wahyu Utamie
"Kelekatan merupakan salah satu kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi pada anak di samping pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya seperti kebutuhan fisik dan aktualisasi diri. Anak-anak yang terlahir dari keluarga atau kondisi yang kurang betuntung membuat kebutuhan-kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi sehingga mereka memerlukan pengasuhan alternatif dari lembaga pengasuhan. Pengasuhan alternatif merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak bagi anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar. Penelitian terdahulu menemukan bahwa anak yang mendapatkan pengasuhan alternatif berisiko memiliki masalah pada kelekatan, masalah kepribadian, kriminalitas, kesehatan mental, hingga rendahnya kompetensi pendidikan. Oleh karena itu, pengasuh sebagai pengganti orang tua kandung bertugas untuk untuk memberikan akses kepada anak untuk mengurangi masalah mental, mengubah outcome negatif menjadi positif, dan meningkatkan kesejahteraan mereka bagi masa depan anak melalui pembentukan kelekatan yang aman. Anak yang memiliki kelekatan aman akan memiliki kepercayaan dan perilaku positif serta meningkatnya kemampuan interpersonal dan emosonal yang efektif sehingga penting bagi anak untuk memiliki kelekatan aman dengan pengasuhnya. Penelitian ini membahas tentang proses pembentukan kelekatan yang dilakukan oleh pengasuh dalam membangun kelekatan dengan anak asuh di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama (PSAA PU) 3 Tebet. Anak asuh di PSAA PU 3 Tebet merupakan anak yang memiliki latar belakang keluarga tidak mampu, korban perceraian orang tua, dan anak yatim/piatu. Pengasuh berperan untuk memenuhi kebutuhan emosional anak dengan menciptakan hubungan yang dekat dan berkualitas antara orang tua dan anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi literatur, serta observasi lapangan. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan sejak Juli – Desember 2023. Terdapat delapan informan dalam penelitian ini yang terdiri dari seorang Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan, satu orang Pekerja Sosial, dua orang pengasuh, serta empat orang anak asuh. Penelitian ini menemukan bahwa pengasuh melakukan berbagai upaya untuk membangun kelekatan dengan anak asuh sejak anak baru masuk ke panti. Bentuk upaya tersebut dimulai dengan melakukan pendekatan pada anak asuh baru, yaitu merangkul anak yang kesepian, membuat suasana panti yang nyaman bagi anak, dan membantu membuat anak menjadi mandiri. Kemudian, dalam melakukan interaksi dalam keseharian pengasuh dan anak asuh, yaitu menanyakan kabar dan kondisi anak, mendampingi kegiatan anak, membantu anak dalam menyelesaikan masalah, serta memberikan nasihat dan motivasi. Selanjutnya, pengasuh juga membantu anak untuk menaati aturan yang ada di panti. Upaya membangun kelekatan yang dilakukan oleh pengasuh menghasilkan kelekatan yang aman (secure attachment) dan kelekatan tidak aman (avoidant attachment) pada anak asuh. Anak dengan kelekatan aman memiliki ix Universitas Indonesia hubungan yang dekat, saling terbuka, dan percaya. Anak dengan kelekatan aman memiliki inisiatif tinggi untuk bercerita dan tidak ragu untuk menceritakan masalah pribadinya kepada pengasuh. Anak dengan kelekatan aman juga menganggap bahwa pengasuh merupakan orang tua mereka yang dapat dipercaya dan diandalkan. Sebaliknya, anak dengan kelekatan tidak aman sering menghindar dari pengasuh, tidak memiliki keterbukaan, dan tidak memiliki kepercayaan. Anak juga senang menyendiri di panti serta menganggap pengasuh sebagai orang asing yang mengganggu mereka. Di PSAA PU 3 Tebet, sebagian anak mengalami perubahan kelekatan dari tidak aman menjadi aman pada pengasuhnya setelah melalui proses interaksi yang dibangun pengasuh selama bertahuntahun. Pemenuhan hak dan kebutuhan anak asuh akan membuat anak mencapai kondisi well-being atau sejahtera di mana anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Attachment is one of the psychological needs that must be fulfilled in children, alongside the fulfillment of other basic needs such as physical needs and self-actualization. Children born into less fortunate families or conditions may have unmet basic needs, necessitating alternative caregiving from childcare institutions. Alternative caregiving is one of the government's efforts to realize the well-being and protection of children from economically disadvantaged families and those left without proper care. Previous research has found that children receiving alternative caregiving are at risk of issues related to attachment, personality, criminality, mental health, and low educational competence. Therefore, caregivers serving as substitutes for biological parents are tasked with providing access to children to reduce mental problems, transform negative outcomes into positive ones, and enhance their well-being for the future through the formation of secure attachments. Children with secure attachments tend to have trust, positive behavior, increased interpersonal and emotional effectiveness, making it crucial for children to have secure attachments with their caregivers. This study discusses the process of attachment formation carried out by caregivers in building attachments with foster children at the Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama (PSAA PU) 3 Tebet. Foster children at PSAA PU 3 Tebet come from low-income families, victims of parental divorce, and orphans. Caregivers play a role in fulfilling the emotional needs of children by creating close and quality relationships between parents and children. This research employs a qualitative approach with descriptive research. Data collection includes in-depth interviews, literature reviews, and field observations, conducted over six months from July to December 2023. The study involves eight informants, including the Head of the Implementation Unit for Development, a Social Worker, two caregivers, and four foster children. The findings reveal that caregivers make various efforts to build attachments with foster children from their initial entry into the shelter. These efforts include approaching new foster children, comforting lonely children, creating a comfortable environment, and assisting children in becoming more independent. Additionally, daily interactions involve checking on the child's well-being, accompanying them in activities, helping them solve problems, providing advice, and motivation. Caregivers also aid children in adhering to the institution's rules. The attachment-building efforts result in both secure attachment and avoidant attachment in foster children. Children with secure attachments have close, open, and trusting relationships. They show a high initiative in sharing and have no hesitation in discussing personal problems with caregivers, considering them trustworthy and reliable parental figures. Conversely, children with avoidant attachment often avoid caregivers, lack openness, and trust. They prefer solitude in the shelter and view caregivers as interfering strangers. In PSAA PU 3 Tebet, some children undergo a shift from insecure to secure attachment with their caregivers after years of interaction. Fulfilling the rights and needs of foster children xi Universitas Indonesia contributes to their well-being, allowing them to grow and develop optimally while maximizing their potential."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Puspita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S26325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. S. Benyamin
"Penelitian ini membahas tentang pemenuhan hak identitas anak melalui pelibatan masyarakat untuk mengembangkan model perlindungan anak berbasis komunitas. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan penelitian aksi sebagai strategi penelitiannya. Hasil penelitian menunjukan adanya kesenjangan antara kebijakan pemerintah dengan realitas di masyarakat dalam pemenuhan hak identitas anak. Peran pekerja masyarakat diperlukan untuk memberdayakan masyarakat khususnya orang tua agar mampu melakukan perannya. Pemerintah, pekerja masyarakat dan tokoh masyarakat perlu bersinergi membuat strategi agar partisipasi masyarakat berjalan secara efektif dalam mengembangkan model perlindungan anak berbasis komunitas.

This research is about fulfillment of the child’s rights identity through community involvement to develop a child protection model with community-based approach. This research used a qualitative approach with descriptive type and action research as the strategy. The result shows the gap between government policy and the reality in community in fulfilling the child's rights of identity. The community workers is needed to empower people, especially the parents to be able to perform their roles. Goverment, community workers and community leader have to work together in making a strategy so the community have a child protection model with community-based approach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>