Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yeanita Lestarina
"Komunikasi pada jejaring sosial Facebook telah kian berkembang dari sekedar membina pertemanan biasa hingga mampu memasuki ruang komunikasi pribadi sekalipun seperti kencan online. Pada aktivitas kencan online, individu menjalani penetrasi pada hubungan yang akan dibangun dengan melakukan pengungkapan diri sehingga mampu memberi kesan untuk menarik perhatian, membangun bahkan mengembangkan suatu hubungan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengungkapan diri pada individu ketika mereka melakukan kencan online di Facebook. Studi ini menggunakan penelitian kualitatif, paradigma konstruktivis, strategi fenomenologi dan wawancara mendalam dengan 3 informan terpilih (purposeful).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa individu merasa lebih aman dan nyaman saat berkomunikasi online dibandingkn offline, adanya perbedaan keluasan dan kedalaman topik pembahasan pada pria dan wanita pada awal hubungan maupun saat hubungan telah berkembang lebih jauh, dan self-disclosure merupakan sumber peningkatan suatu hubungan.

The way people communicate on Facebook as a social media has improved from impersonal communication to become an intimate relationship, such as dating online. In online dating, people penetrate their relationship by doing selfdisclosure to attract others, building even developing relationship.
The aim of this research is to explain how people doing self-disclosure to others when they are doing online dating on Facebook. These research use a qualitative method, constructivism paradigm, fenomenology strategy and in depth interview with 3 persons (purposeful).
This research shows by doing online dating through Facebook, people feel more comfortable and secure when they communicate in online than offline. There are a number of differences of the depth and breadth of topic of discussion within man and woman and the self-disclosure is the source to improvement the relationship itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Hanif Maulida
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran disclosure sebagai mediator dalam hubungan antara status hubungan dan subjective well-being, dengan menggunakan metode kuantitatif. Partisipan yang mengikuti penelitian ini terdiri dari 314 individu yang berusia 18- 25 tahun, menggunakan aplikasi kencan daring dalam enam bulan terakhir, atau bertemu dengan teman atau pasangan melalui aplikasi kencan daring atau jaringan sosial, dengan partisipan perempuan berjumlah 189 (60,2%). Pengukurun self-disclosure dilakukan dengan menggunakan Self-Disclosure Index (SDI), sementara subjective well-being diukur berdasarkan skor. The Satisfaction With Life Scale Positive and Negative Affect Schedule(PANAS) yang dijumlahkan menjadi satu skor subjective well-being yang sudah terstandarisasi. Hasil analisis dengan teknik regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat peran mediasi self-disclosure dalam hubungan antara status hubungan dan subjective well-being. Perbedaan tingkat subjective well-being yang ditemukan antara kelompok status lajang dan berkencan signifikan dimediasi dengan self-disclosure indirect effect  = [0,914, - 5,005]). Perbedaan tingkat subjective well-being yang ditemukan antara kelompok status lajang dan berpasangan juga signifikan demediasi dengan  self- disclosure  CI = [1,833, - 8,056]).

ABSTRACT
This study aims to determine the role of self-disclosure as a mediator in the relationship between relationship status and subjective well-being, using quantitative methods. Participants who participated in the study consisted of 314 individuals aged 18-25 years, has used an online dating application in the last six months or had met a friend or partner through an online dating or social networking application, with a total of 189 (60.2%) female participants. Self-disclosure was measured by using the Self-Disclosure Index (SDI), while subjective well-being was measured based on the scores of The Satisfaction With Life Scale (SWLS) and Positive and Negative Affect Schedule (PANAS), which were then summed up to create standardized subjective well-being scores (t-score). Results using linear multiple regression statistical analysis indicated that there is a mediating role of self-disclosure in the relationship between relationship status and subjective well-being. Differences in the levels of subjective well-being found between single and mingle individuals were significantly mediated by self- disclosure (indirect effect = 2.68, SE = 1.041, CI = [0.914, - 5.005]). Differences in the levels of subjective well-being found between single and partnered individuals were also significantly mediated by self-disclosure (indirect effect = 4.75, SE = 1.598, CI = [1,833, - 8,056])."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Maria Alga Palla
"Munculnya influencer media sosial yang membagikan berbagai aspek kehidupan pribadi mereka menunjukkan perubahan dalam mekanisme influencer endorsement di platform media sosial. Influencer memberikan pengikutnya banyak informasi tentang kehidupan pribadi mereka. Biasanya mereka merekomendasikan produk yang mereka pakai sehari-hari. Pola seperti ini digunakan influencer secara strategis agar bisa menyajikan realita pada pengikut mereka. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana online self-disclosure dalam konteks influencer endorsement berdasarkan lima dimensi self-disclosure, yaitu amount, valence, honesty, intent, dan depth. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus kualitatif dengan single case design atau studi kasus tunggal dengan menggunakan dokumen dan observasi konten influencer yang melakukan endorsement secara online atau non participant observation. Self-disclosure seorang influencer di Instagram memiliki peran penting dalam membangun intimasi dengan audiens dan menarik perhatian mereka terhadap pesan endorsement produk. Penting bagi para influencer dan pemasar untuk memperhatikan dimensi self-disclosure seperti amount, depth, honesty, intent, dan valence dalam strategi pemasaran mereka untuk mencapai hasil yang lebih efektif.

The emergence of social media influencers who share various aspects of their personal lives demonstrates a shift in the mechanism of influencer endorsement on social media platforms. Influencers provide their followers with a lot of information about their personal lives, often recommending products they use in their daily lives. This pattern is strategically used by influencers to present a sense of reality to their followers. The purpose of this study is to analyze online self-disclosure in the context of influencer endorsement based on five dimensions of self-disclosure: amount, valence, honesty, intent, and depth. The method employed in this study is a qualitative single case design approach, utilizing literature review and non-participant observation of influencer content endorsing products online. The self-disclosure of an influencer on Instagram plays a crucial role in building intimacy with the audience and capturing their attention towards product endorsement messages. It is important for influencers and marketers to consider dimensions of self-disclosure such as amount, depth, honesty, intent, and valence in their marketing strategies to achieve more effective results."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Fitri Nugraheni
"[ABSTRAK
Hubungan antara self-disclosure di Facebook dengan kepribadian narcissistic sudah pernah diteliti, namun belum ada penelitian mengenai hubungan antara self-disclosure berdasarkan topik dengan kepribadian narcissistic. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah terdapat hubungan antara self-disclosure dalam topik beliefs, relationships, personal matters, interests, dan intimate feelings dengan kecenderungan kepribadian narcissistic. Penelitian dilakukan terhadap 126 partisipan berusia 18-22 tahun yang menggunakan Facebook. Alat ukur yang digunakan adalah Self-Disclosure Scale (SDS) dan Narcissistic Personality Inventory 16 item (NPI-16). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tiap topik self-disclosure dengan kepribadian narcissistic.

ABSTRACT
The relationship between self-disclosure on Facebook with narcissistic personality has already empirically supported. However, there’s no research about the relationship between topic-based self-disclosure with narcissistic personality yet. This present research purpose was to find whether each self-disclosure topic (beliefs, relationships, personal matters, interests, and intimate feelings) correlated with narcissistic personality. Participants were 126 late adolescents ages 18-22 using Facebook. The instruments used were Self-disclosure Scale (SDS) and Narcissistic Personality Inventory 16 items (NPI-16). Result showed that there was relationship between each self-disclosure topic with narcissistic personality., The relationship between self-disclosure on Facebook with narcissistic personality has already empirically supported. However, there’s no research about the relationship between topic-based self-disclosure with narcissistic personality yet. This present research purpose was to find whether each self-disclosure topic (beliefs, relationships, personal matters, interests, and intimate feelings) correlated with narcissistic personality. Participants were 126 late adolescents ages 18-22 using Facebook. The instruments used were Self-disclosure Scale (SDS) and Narcissistic Personality Inventory 16 items (NPI-16). Result showed that there was relationship between each self-disclosure topic with narcissistic personality.
]"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57832
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiya Solihat Eka Riani
"Pacaran dan ta’aruf dikenal sebagai tren pemilihan pasangan di Indonesia (Madya, 2017). Dalam pacaran dan ta’aruf, terdapat beberapa perbedaan mekanisme dalam proses perkenalan menuju pernikahan dalam hal waktu perkenalan, ada atau tidaknya perantara dalam proses perkenalan, kontak fisik, dan pengalaman mengembangkan rasa cinta sejak sebelum pernikahan (Wuryandari, 2010; Sakinah & Kinanthi, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dan hubungan antara self-disclosure dengan kepuasan pernikahan yang signifikan pada dua kelompok individu yang menikah melalui proses pacaran dan ta’aruf. Sebanyak 133 partisipan yang terdiri dari 71 individu yang menikah melalui proses pacaran dan 62 individu yang menikah melalui proses ta’aruf, dengan rentang usia 19-40 tahun dalam masa 5 tahun pertama pernikahan berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian komparasi dengan metode pengujian statistik independent sample t-test dan strategi penelitian korelasional dengan metode pengujian statistik pearson moment correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self-disclosure yang signifikan antara pernikahan yang melalui proses pacaran dan ta’aruf (t(131) = 3,087, p < 0,05, d = 0,517, two-tailed), namun tidak ditemukan adanya perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara pernikahan yang melalui proses pacaran dan ta’aruf. Self-disclosure berhubungan secara positif dan signifikan dengan kepuasan pernikahan, baik pada pernikahan yang melalui proses pacaran (r = 0,405, p < 0,01, r2 = 0,164) maupun pernikahan yang melalui proses ta’aruf (r = 0,457, p < 0,01, r2 = 0,209). Dengan demikian, semakin tinggi self-disclosure individu atau semakin terbuka individu dalam pengungkapan diri terhadap pasangannya, semakin tinggi kepuasan pernikahannya.

Dating and ta’aruf are known as the trend of partner selection in Indonesia (Madya, 2017). There are several different mechanisms in the process of introduction to marriage between dating and ta’aruf in terms of time, the presence or absence of intermediaries, physical contact, and the experience to develop love since before marriage (Wuryandari, 2010; Sakinah & Kinanthi, 2018). This study aimed to investigate whether there is a significant difference and relationship between self-disclosure and marital satisfaction in two groups. A total of 133 participants consisting of 71 individuals who married through the dating process and 62 individuals who married through the ta'aruf process, with an age range of 19-40 years in the first 5 years of marriage participated in this study. This study used a comparative research strategy with the independent sample t-test statistical testing method and a correlational research strategy with the Pearson’s moment correlation statistical testing method. The results show that there is significant difference in self-disclosure between marriages through the dating process and ta'aruf (t(131) = 2.974, p < 0.05, d = 0.517, two-tailed), but there is no significant difference in marital satisfaction between marriages through the dating process and ta'aruf. Self-disclosure has a positive and significant relationship with marital satisfaction, both in marriages through the dating process (r = 0.405, p < 0.01, r2 = 0.164) and marriages through the ta'aruf process (r = 0.457, p < 0,01, r2 = 0.209). Thus, the higher the self-disclosure towards the partner, the higher the satisfaction of the marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawestri Bayu Utari Krisnamurthi
"Dalam hubungan romantis berpacaran, individu menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani hubungannya tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan individu dalam hubungan romantis, diantaranya tekanan dari luar yang menimbulkan stres sehingga berdampak negatif terhadap kepuasan hubungan. Sikap yang ditunjukan antar pasangan dalam menghadapi stres menjadi salah satu faktor yang mendorong kelanggengan hubungan romantis, dimana kedua pasangan terlibat dalam proses self-disclosure dan adanya respon yang sesuai diberikan oleh lawan bicara, disebut juga perceived partner responsiveness (PPR). Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menguji efek PPR sebagai moderator antara self-disclosure dan kepuasan hubungan romantis. Sebanyak 441 dewasa muda (18-30 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Self-disclosure diukur menggunakan Self-disclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR diukur dengan Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aspek amount factor dan honesty-accuracy factor pada proses self-disclosure dapat memprediksi kepuasan hubungan secara signifikan; (2) aspek understanding dan validating pada PPR tidak signifikan memoderatori hubungan antara honesty-accuracy factor dalam proses selfdisclosure; dan (3) aspek understanding dalam PPR signifikan memoderatori hubungan antara amount factor pada proses self-disclosure dan kepuasan hubungan. Dapat disimpulakan dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa yang memandang pasangannya secara akurat menangkap kebutuhan (understanding) dari informasi yang diungkapkan cukup banyak dan mendalam (amount factor), maka akan memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih tinggi.

In a romantic relationship, individuals want happiness and satisfaction in their relationship. There are several factors that affect the level of individual satisfaction in relationships, such as external pressure that cause stress which negatively impacts relationship satisfaction. The attitude that is shown between partners in dealing with stress is one of the factors that encourages the romantic relationships satisfaction, where both couples are involved in self-disclosure process and they receive responses given by their partner are in accordance with their expectations, also called perceived partner responsiveness (PPR). This quantitative study aims to examine the effect of PPR as a moderator between self-disclosure and romantic relationship satisfaction. A total of 441 young people (18-30 years) in this study. Self-disclosure is measured using the Selfdisclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR is measured by the Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) and relationship satisfaction is measured by the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The results showed that (1) amount factor and honesty-accuracy factor of self-disclosure significantly predicted relationship satisfaction; (2) the understanding and validation aspects of PPR do not significantly moderate the relationship between honesty-accuracy factor of self-disclosure; and (3) the understanding aspect in PPR significantly moderates the relationship between amount factor of self-disclosure process and relationship satisfaction. This study shows that individuals who perceive their partners as accurately capture their needs (understanding) of the deep and private information about themselves (the number factor), will have a higher level of relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dwi Putri
"ABSTRAK
Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang memiliki kaitan dengan diri individu. Fungsi dalam keluarga menjadi faktor pembentuk karakteristik diri individu, termasuk pada keterbukaan diri atau self-disclosure individu. Self-disclosure dibutuhkan individu untuk dapat menjalin hubungan sosial dengan lingkungan di luar dirinya. Pada dewasa muda, self-disclosure dibutuhkan untuk menjalin hubungan dengan pasangan sehingga dapat memenuhi tugas perkembangannya secara baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsian keluarga dan self-disclosure. Partisipan penelitian berjumlah 795 yang terdiri dari perempuan 75.8 dan laki ndash; laki 24,1 yang berusia 21-40 tahun. Keberfungsian keluarga diukur dengan Family Assessment Device, sedangkan self-disclosure diukur menggunakan Self-Disclosure Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dengan self-disclosure R = 0.371.

ABSTRACT
Family is the closest social environment that can affect individual self. Family function is one of many factors for shaping individual self, including self disclosure. Self disclosure is needed for everyone to be able to establish social relationship. In young adult, self disclosure is needed to establish relationship with their partner, so they can fulfill their developmental task. This study aims to determine the correlation of family functioning and self disclosure. Participants of this study is amounted to 795, consisting of women 75.8 and men 21.4 aged 21 40 years. Family functioning is measured by Family Assessment Device and self disclosure is measured using Self Disclosure Scale. The result showed a significant correlation between family functioning and self disclosure R 0.371."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disa Nisrina Listiani
"ABSTRACT
Penggunaan situs jejaring sosial SJS kini semakin marak di dunia dan bahkan sudah menjadi bagian integral dari kehidupan kita. Instagram merupakan salah satu SJS yang paling banyak digunakan saat ini sehingga terbentuklah urgensi untuk meneliti mengenai Instagram. Penelitian terdahulu mengenai Instagram menghasilkan bahwa Instagram memberikan efek negatif terutama terhadap subjective well-being seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa Instagram tidak hanya memberikan dampak negatif bagi penggunanya melainkan juga dampak positif, tergantung pada cara penggunaannya. Penulis menguji sebuah model yang mencakup self-disclosure, social support, online social well-being, dan continuance intention pada Instagram, mereplikasi penelitian Huang 2016 yang dilakukan pada konteks Facebook. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 429 orang. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa model yang diajukan berhasil teruji kualitasnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada Instagram, self-disclosure yang dilakukan oleh individu memberikan dampak positif terhadap online social well-being -nya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui social support, yang kemudian memberikan dampak positif pula terhadap continuance intention-nya untuk menggunakan SJS tersebut.
ABSTRACT
The usage of social network sites SNSs increased in the past few years and it is now an integral part of our lives. There is an urgency to do a research on Instagram, because it is one of the most used SNSs. Past researches on Instagram found that Instagram has a negative effect on an individual rsquo s subjective well being. The aim of this research is to prove that Instagram doesn rsquo t only affect its users negatively but also positively, depending on how it rsquo s being used. This research tested a model with self disclosure, social support, online social well being, and continuance intention as the variables on an Instagram context, replicating Huangs 2016 research on a Facebook context. There are 429 participants in this research. The result of this research is that the model is qualified and this indicates that on Instagram, an individuals self disclosure has a positive effect on their online social well being both directly and nondirectly through social support, where then the individuals online social well being will also have a positive effect on their continuance intention to use the SNS. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Khadiza
"Fenomena kencan online merupakan fenomena yang populer di kalangan masyarakat saat ini. Dengan kemajuan teknologi seperti internet,aktivitas kencan berubah dari bertemu secara langsung hingga menjadi secara virtual.Tidak hanya di negara barat, kencan online mulai berkembang di dalam masyarakat muslim yang memiliki tradisi perjodohan. Salah satu pengguna dari kencan online ini adalah wanita muslim. Berbagai aplikasi kencan oline mulai berkembang dari yang bersifat umum hingga spesifik berbasis agama. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna dari pengalaman wanita muslim di Jabodetabek dalam menggunakan aplikasi kencan online. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hasil dari penelitian ini adalah informan memaknai kencan online sebagai medium untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Selain itu self-disclosure pada perkembangan hubungan melalui aplikasi kencan online berbeda dengan tahapan kencan secara tradisional.

The online dating phenomenon is a popular phenomenon among people today. With advances in technology such as the internet, dating activities have changed from direct to virtual. Not only in western countries, online dating is starting to develop in Muslim societies which have a tradition of matchmaking. One of the users of this online dating is a Muslim woman. Various online dating applications start to develop from general to specific religion-based ones. This research was conducted to see the meaning of the experiences of Muslim women in Jabodetabek in using online dating applications. This study uses a qualitative approach with in-depth interviews with informants. The result of this research is that the informants interpret online dating as a medium to fulfill their social needs. Moreover, self-disclosure on the development of online dating relationships is different from the stages of traditional dating."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakia Virgine Balqis
"Remaja merupakan masa dimana individu mulai mengalami emosi yang intens dan fluktuatif serta meningkatnya kebutuhan akan otonomi dan privasi. Hal ini membuat remaja cenderung memberikan sedikit informasi kepada orang tua atau lebih sedikit melakukan disclosure kepada orang tua. Padahal, proses disclosure tersebut dapat membantu orang tua untuk memonitor aktivitas anak remajanya. Oleh karena itu diperlukan peran orang tua untuk menciptakan lingkungan yang positif seperti melakukan penerimaan, regulasi emosi, dan menyadari kondisi emosi remaja sehingga proses komunikasi dengan remaja dapat tetap berjalan dengan baik. Perilaku orang tua tersebut terangkum dalam konsep mindfulness yang diterapkan dalam pengasuhan atau mindful parenting. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara perceived mindful parenting dengan self disclosure pada remaja. Instrumen yang digunakan untuk mengukur perceived mindful parenting adalah Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale (IMP-31) dari De Bruin (2014) sedangkan self disclosure diukur dengan Jourard Self Disclosure Questionnaire dari Jourard dan Lasakow (1958). Sampel penelitian berjumlah 241 remaja dengan rentang usia 15 hingga 18 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perceived mindful parenting dan self disclosure pada remaja (r=0.442, p< 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>