Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Umi Yanti Febriana
"ABSTRAK
Skripsi ini didasarkan atas hasil penelitian turun lapangan selama satu minggu
(11-18 Juni 2012) mengenai Pakta Integritas di Kabupaten Solok ?Sumatera
Barat. Pakta Integritas adalah sebuah program anti-korupsi global yang pertama
kali diperkenalkan oleh Transparency International pada tahun 1990an yang
sekarang sudah dipakai sebagai alat pencegahan korupsi di lebih dari 100 negara
di dunia. Penelitian difokuskan pada pencarian faktor-faktor yang membuat Pakta
Integritas gagal berjalan secara utuh dengan cara mewawancarai langsung
narasumber dari Transparency International Indonesia dan para pemangku
kebijakan di Solok. Selain itu, skripsi ini juga merujuk pada beberapa literatur dan
penelitian mengenai gerakan anti-korupsi global dan juga budaya, politik, dan
demokratisasi di Indonesia. Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah proses
internalisasi nilai-nilai anti-korupsi global yang baik mampu mendorong
terciptanya penegakan hukum yang kuat sehingga pengaruh negatif dari situasi
politik lokal dan persepsi pesimistis masyarakat terhadap budaya korupsi dapat
diminimalisasi.

Abstract
This thesis is based on a one-week field research (June 11-18, 2012) on Pakta
Integritas in Solok District, West Sumatra Province, Indonesia. Pakta Integritas is
a global anti-corruption program that was firstly introduced by Transparency
International in the 1990s that now has been used to prevent corruption in more
than 100 countries in the world. This research is focused on finding the factors
that make Pakta Integritas failed to be implemented fully and done, through
interviews with source persons from Transparency International Indonesia and
policymakers in Solok District. Aside than that, this thesis also refers to several
literature sources and researches on global anti-corruption movements as well as
culture, politics, and democratization in Indonesia. The research finding in the
thesis shows the internalization process of good anti-corruption values that can
help create good law enforcement so that negative influences from local political
situation and public perception on corruption culture can be minimized."
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosa Yuliarsa
"Studi ini menggambarkan program antikompsi Bank Dunia dalam proyek pembangunan di Indonesia periode 1998-2006 melalui tiga aspek power konstruktivisme, yaitu klasifikasi, penetapan makna, dan penyebaran norma. Data sekunder berupa dokumen Bank Dunia (rilis pers, pidato, dan transkrip mengenai Indonesia periode Januari 1998--September 2006), sementara data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan sejumlah narasumber yang mewakili pemegang andil progran ini, yaitu Bank Dunia, Pemerintah Indonesia, lembaga swadaya masyarakat, dan media massa. Hasil penelitian ini mendukung pendekatan teoritis konstruktivisme. Bank Dunia melalui program antikorupsi berhasil memberdayakan dan melibatkan masyarakat di lokasi proyek, LSM dan media lokal sebagai pemegang andil proyek pembangunan. Melalui pelibatan tersebut, Bank Dunia menggerakkan kekuatan-kekuatan nasional yang secara langsung mempengaruhi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam proyek pembangunan. Salah satu hasil program ini adalah Indonesia kini menjadi model penerapan program antikorupsi dalam proyek pembangunan Bank Dunia di negara-negara lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Noviyanto
"Reformasi birokrasi adalah suatu keniscayaan dalam proses reformasi yang telah bergulir saat Penelitian ditngukan untuk menjawab permasalahan. Apakah gaya kepemimpinan yang mendorong teljadinya perilaku koruptif setelah program refonnasi birokrasi dilalmanakan. Mengingat program telah dirancang sedemikian rupa dengan tunjangan bagi pegawai yang dibuat sedemikian rupa tingginya. Dalam kesempatan ini penulis mengambil kasus pada Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjlmg Priok.
Penelitian ini menggunakau dua teori sebagai pisau analisis. Pertama, teori korupsi untuk menganalisis perilaku koruptif di kalangan pegawai Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok. Dan kedua, teori kepemimpinan dan teori motivasi untuk menganalisis jenis kepemimpinan yang dipraktikkan di Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Peneliti menyimpulkan dua hal pada penelitian ini. Pertama, upaya telah dilakukan untuk mencegah perilaku koruptif pada Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok. Dau kedua, masih adanya perilaku koruptif di lingkungan Kanter Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok, dari faktor kepemimpinan disebabkan karena adanya praktik kepemimpinan yang kurang sesuai diterapkan pada lingkungan Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok, yakni kepemimpinan yang permisif terhadap perilaku koruptif kecil yang dijakukan, sehingga menyebabkan perilaku koruptif yang lébih besar.

Bureaucracy reformation is a possibility in the process of reformation today. This research is purposed to answer the problem whether the leadership that leads a corruptive behavior after the implementation of the bureaucracy reformation. Since the program, has been designed comprehensively by giving a high compensation for the employee. For this reason, the researcher makes a case study in the Type A Main Service Office of the Cost and Tax in Tanjung Priok.
This research uses two theories as the tools of analyses. First, the corruption theory to analyses the corruptive behavior among the employee in the Type A li/Iain Service Office of the Cost and Tax of Tanjung Priok. Second, the leadership and motivation theory for analyzing the leadership style practiced in the organization.
The researcher concludes two things from this research. First, there is an eHort to avoid the corruptive behavior in the Type A Main Service Office of the Cost and Tax of Tanjung Priok environment Second, there is still a corruptive behavior in the office caused by the inappropriateness of leadership practice in the institution, which is the permissiveness of the leader toward a small scale corruption that leads to a bigger scale of coruptive behavior.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32858
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Saat ini kebebasan pers menjadi sebuah alasan
pemenuhan kebutuhan dahaga informasi masyarakat yang
seringkali dilakukan dengan cara melanggar norma yang telah
ada. Hal ini juga merambah dunia peradilan Indonesia dimana
demi kebebasan pers dan rasa ingin tahu masyarakat,
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyediakan televisi di
luar ruang persidangan untuk menyiarkan proses yang sedang
terjadi di dalam ruang sidang ke luar ruang persidangan.
Hal demikian (baik disadari atau tidak disadari) telah
mengakibatkan terlanggarnya asas peradilan yang akhirnya
dapat menghalangi terungkapnya kebenaran materiil. Tujuan
dari pasal 159 ayat (1) KUHAP adalah untuk mencegah para
saksi saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Hal ini untuk menjaga agar keterangan saksi tetap obyektif.
Pelaksanaan dari pasal ini di pengadilan adalah
memerintahkan saksi yang belum mendapat giliran memberi
keterangan untuk ke luar ruang persidangan guna menghindari
saksi tersebut untuk mendengar keterangan saksi yang sedang
diberikan di depan persidangan demi menjaga obyektifitas
kesaksian. Adanya penayangan proses persidangan ke luar
ruang persidangan telah melanggar prinsip peradilan yang
melarang saksi untuk saling berhubungan demi menjaga
obyektifitas menjadi terancam. Pada kasus tindak pidana
korupsi Akbar Tandjung, merupakan salah satu contoh kasus
yang proses persidangannya disiarkan ke luar ruang
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat serta
diliput seluruh proses persidangannya oleh salah satu
stasiun. Hal ini semata-mata tidak lain karena kasus tindak
pidana korupsi dengan terdakwa Akbar Tandjung pada saat itu
memang sangat menarik perhatian masyarakat Indonesia.
Dengan disiarkan proses persidangan kasus Akbar Tandjung,
maka saksi-saksi dalam kasus tersebut dapat saling
mengetahui keterangan saksi melalui siaran langsung ke luar
sidang pengadilan dan bahkan siaran langsung melalui
stasiun televisi. Keberadaan siaran langsung proses
persidangan melalui televisi berseberangan dengan aturan
hukum acara pidana sebagaimana diatur dalam pasal 159 ayat
(1) KUHAP. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif dan
pendekatan yuridis empiris, tipologi penelitiannya
deskriptif."
Universitas Indonesia, 2007
S22464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andreas Wibisono
"Korupsi tergolong ke dalam kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat akut dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas ke dalam seluruh aspek masyarakat. Setiap kali ada putusan bebas bagi terdakwa kasus korupsi apalagi yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah masyarakat langsung bereaksi. Hati nurani mereka seperti terusik mendengar ada terdakwa kasus tindak pidana korupsi ratusan miliar bebas melenggang. Terhadap putusan bebas ini, Jaksa/Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung karena Jaksa/Penuntut Umum berpendapat bahwa Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum karena putusan bebas tersebut adalah bukan pembebasan yang murni. Hal ini bertentangan dengan Pasal 244 KUHAP yang menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Namun demikian sesuai yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, Mahkamah Agung selaku Judex Jurist atas dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut. Untuk menentukan apakah putusan Judex Facti itu merupakan putusan bebas murni atau bebas tidak murni, Judex Jurist memberikan batasan penilaian sepanjang hal-hal sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 30 ayat (1) huruf a dan b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Penilaian Judex Jurist terhadap putusan Judex Facti yang membebaskan terdakwa didasarkan pada alasan-alasan yang diuraikan Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya yang menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tingkat Pertama/Judex Facti tersebut adalah bukan putusan bebas murni dan Pemohon Kasasi juga harus dapat memperlihatkan dan membuktikan dimana letak tidak murninya putusan pembebasan tersebut. "
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;Universitas Indonesia;Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2009
S22488
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Rahmadini
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S22170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Teguh Kurniawan
"Penelitian ini mempelajari apakah terdapat diskresi dalam berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK pada periode 2004-2010 dan diindikasikan memiliki keterkaitan dengan diskresi. Penelitian ini juga ingin mengetahui apa yang menjadi penyebab tindak pidana korupsi oleh Kepala Daerah serta upaya atau solusi yang dapat dilakukan agar Kepala Daerah tidak terjerat tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan studi kasus terhadap 5 lima kasus tindak pidana korupsi oleh Kepala Daerah yang ditangani oleh KPK dan merupakan kasus yang telah memiliki kekuatan hukum tetap inkracht.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat diskresi dalam berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh para Kepala Daerah yang menjadi studi kasus. Para Kepala Daerah tersebut terbukti melakukan tindakan yang melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, yang dilakukan secara bersama-sama ataupun dibantu oleh pihak lain, serta dilakukan untuk memberikan keuntungan pribadi dan bukan untuk kepentingan umum. Apa yang dilakukan oleh Kepala Daerah merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang karena melampaui kewenangan yang diberikan. Tindakan korupsi yang dilakukan berupa tindakan yang merugikan keuangan negara ataupun tindakan suap menyuap. Terdapat sejumlah hal yang menyebabkan seorang Kepala Daerah melakukan korupsi, yaitu: 1 ketidaktahuan dari Kepala Daerah mengenai berbagai peraturan; 2 permasalahan pengawasan atau pengendalian baik internal maupun eksternal; 3 mahalnya biaya politik untuk menduduki jabatan Kepala Daerah; 4 permasalahan rendahnya integritas; serta 5 gaya hidup dari Kepala Daerah.
Penelitian ini menyarankan sejumlah upaya atau solusi untuk mencegah agar Kepala Daerah di Indonesia tidak terjerat tindak pidana korupsi, yaitu: 1 Peningkatan kapasitas dari Kepala Daerah; 2 Perbaikan terhadap sistem pengawasan; 3 Upaya untuk mengurangi biaya politik; 4 Membangun budaya integritas Kepala Daerah; 5 Membangun akuntabilitas kebijakan; serta 6 Membangun budaya anti korupsi di masyarakat.

This study examines whether there is discretion in various corruption cases committed by the Head of Regions that handled by the Corruption Eradication Commission CEC in the period 2004 2010 and is indicated to be related to discretion. This study also wanted to know what the cause of corruption by the Head of Regions and efforts or solutions that can be done so that the Head of Regions is not entangled in corruption. This study uses a case study of five 5 cases of corruption by the Head of Regions handled by the CEC and that have permanent legal force inkracht.
The results showed that there was no discretion in various cases of corruption committed by the Head of Regions who became the case study. The Head of Regionals are proven to have acted in violation of various laws and regulations, jointly or assisted by other parties, and carried out to provide personal benefit and not for the public interest. What is done by the Head of Region is an act of abuse of authority because it exceeds the authority granted. Acts of corruption committed in the form of actions that harm the state finances or bribery action. There are a number of things that cause corruption by the Head of Regions, namely 1 ignorance of the regulations 2 problems of supervision or control both internal and external 3 the high political cost for the post of the Head of Regions 4 The problem of lack of integrity and 5 the lifestyle of the Head of Regions.
This study suggests a number of efforts or solutions to prevent the Head of Regions in Indonesia is not entangled in corruption, namely 1 Increasing the capacity of the Head of Regions 2 Improvements to the monitoring system 3 Measures to reduce the political costs 4 Building a culture of integrity of the Head of Regions 5 Building policy accountability and 6 Building a culture of anti corruption in society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
D2301
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>