Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shella Dwiastu Hasnawati
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas kajian arsitektur Pura Beji Sangsit dan pengaruh akulturasi
terhadap pura tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui arsitektur Pura
Beji Sangsit secara keseluruhan dan mengungkapkan pengaruh akulturasi yang
ada di Pura Beji Sangsit. Penelitian ini menjelaskan tentang arsitektur Pura Beji
Sangsit yang meliputi penataan halaman dan bangunan, bentuk dan struktur
bangunan, fungsi bangunan, ragam hias dan kepurbakalaan di dalam pura
termasuk arca. Melalui arsitektur bangunan dapat diketahui kebudayaan yang
mempengaruhi suatu daerah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
perbandingan dengan bangunan suci lain yang berkaitan. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa Pura Beji Sangsit mempertegas adanya
kesinambungan budaya Hindu-Buddha dari Jawa (Majapahit) ke Bali dan bentuk
akulturasi kebudayaan di Bali, seperti kebudayaan Cina dan Eropa (Belanda).

Abstract
This undergraduate thesis discusses about the architecture of Pura Beji Sangsit
studies and the influence of acculturation of the temple. The purpose of study is to
determine the architecture of Pura Beji Sangsit overall and reveals the influence
of acculturation that exist in the Pura Beji Sangsit. This study describes the
architecture of Pura Beji Sangsit includes structuring yard of the temple and
buildings, form and structure, building functions and archaeological ornaments
including statues in the temple. Through this architecture can be known culture
that affects an area. This research uses descriptive method and comparison with
other sacred buildings related. Based on the research results can be seen that Pura
Beji Sangsit reinforce the continuity of the Hindu-Buddha culture of Java
(Majapahit) to Bali and the Balinese cultural forms of acculturation, such as China
and Europe culture (the Netherlands)."
2012
S42426
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Ayu Arainikasih
"Masyarakat Hindu Bali memiliki bangunan suci yang disebut dengan pura. Bangunan tersebut tersebar di seluruh wilayah Bali. Walaupun pura memiliki ciri-ciri umum, namun tidak ada satu pura pun yang persis sama dengan pura lainnya, setiap pura memiliki keunikannya tersendiri. Salah satu pura yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah Pura Meduwe Karang yang terletak di Desa Kubutambahan, Buleleng, Bali. Pura ini merupakan pura ladang yang memiliki 3 halaman berundak (semakin ke dalam semakin tinggi) padahal lahan di sekitarnya datar. Pura Meduwe Karang juga dihiasi oleh relief-relief yang raya, baik berupa relief naratif maupun non-naratif, dan dipahatkan seperti karikatur. Pura ini juga dihiasi dengan puluhan arca. Umur Pura Meduwe Karang tidak dapat diketahui dengan pasti, karena tidak adanya sumber tertulis yang menyinggung mengenai pura ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya arsitektur Pura Meduwe Karang yang meliputi penataan bangunan, struktur bangunan, gaya bangunan dan gaya ragam hias pura. Juga mengetahui fungsi setiap bangunan yang terdapat pada kompleks pura, serta mengetahui fungsi dipahatkan atau diletakkannya ornamen ragam hias pada pura seperti relief dan area, dikaitkan dengan fungsi pura secara umum. Metode penelitian yang digunakan meliputi kegiatan pengurnpulan data, yaitu pendeskripsian tertulis, gambar, foto, dan tinjauan pustaka. Setelah itu data dialah dan diperbandingkan dengan pura pura lain di Bali dan bangunan suci di Jawa (terutama Candi Induk Panataran dan punden berundak di Gunung Penanggungan).
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa Pura Meduwe Karang dibangun menggunakan batu paras dan halaman pura sengaja dibuat berundak, berkaitan dengan konsepsi gunung suci. Kemungkinan Pura Meduwe Karang dibangun pada masa kerajaan Buleleng, namun mendapatkan pengaruh dari bangunan suci masa Majapahit akhir, dan pada ornamen ragam hiasnya (relief) mendapatkan pengaruh dari masa kolonial Belanda. Ragam hias pura (relief) dapat digolongkan menjadi gaya relief Jawa Timur yang berlanggam wayang. Baik relief maupun area yang dipahatkan dan ditempatkan pada pura memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai simbol kesuburan, sesuai dengan fungsi pura sebagai pura ladang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktorina Adhisti
"Skripsi ini membahas Pura Maospait Gerenceng yang termasuk di dalamnya mengenai arsitektur bangunan, penataan halaman dan kronologi pendirian pura dengan keunikannya yang juga menjadi permasalahan penelitian. Di antaranya adalah jumlah halaman yang berbeda dengan pura lain. Penelitian ini adalah penelitian komparasi dengan membandingkan Pura Maospait Gerenceng dengan pura-pura kuna yang ada di Bali.
Hasil penelitian pada Pura Maospait Gerenceng bahwa kemungkinan pendirian Pura Kompleks Pura Maospait didirikan pada abad ke-13 M dan dilanjutkan kembali pada abad ke-14-15 M dan memiliki hubungan serta pengaruh dari Majapahit jika dilihat dari bangunan dan peninggalannya. Hingga saat ini Pura Maospait Gerenceng masih digunakan oleh penyungsungnya dan terdapat bangunan baru pada kompleks Pura

This thesis discus about Pura Maospait Gerenceng that include architectural and the chronology of pura is the research problem. That include the different of pura with the other. This research is the comparation that compare Pura Maospait Gerenceng and ancient pura in Bali.
The result of Pura Maospait Gerenceng was build for 13 M and continue for 14-15 M that has relation and Influence from Kingdom of Majapahit and it looks from the artifac."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11600
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stuart-Fox, David J.
Jakarta: KITLV; Pustaka Larasan, 2010
306 598 6 STU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaesih Maulana
"ABSTRAK
Permasalahan yang menjadi pokok bahasan timbul dengan ditemukannya data lapangan yang menunjukkan bahwa, 1. arca- arca kuna di Bali masih dianggap suci dan keramat, namun tidak lagi dijadikan sarana pemujaan meskipun masyarakat Bali adalah penganut agama Hindu. 2. Di Bali, area-area kuna yang kita temukan, penempatannya di dalam candi atau pura tidak seperti yang kita temukan di Jawa atau India, yaitu di tempatkan di dalam relung-relung candi.3. Adanya penggolongan pura menurut fungsinya. Kenyataan tersebut menimbulkan suatu pertanyaan "adakah kaitan antara area-area dan penggolongan pura di Bali".
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian yang bertujuan mewujudkan gagasan guna menyusun buku Ikonografi Hindu Indonesia. Ikonografi, merupakan suatu bidang penelitian ilmu arkeologi yang erat kaitannya dengan ciri-ciri dan pembuatan arca pada hakekatnya merupakan telaah mengenai pandangan suatu masyarakat terhadap pembuatan dan fungsi area dewa pujaannya, dapat memberi gambaran tentang kehidupan masyarakat bersangkutan.Pene1itian mengenai fungsi area, cara-cara penyembahan terhadap kedewaan kiranya dapat membantu memperjelas pemahaman tentang berkembang dan timbulnya filsafat yang terkait, yang umumnya berpengaruh terhadap cara berfikir masyarakat bersangkutan.
Salah satu cara yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini, adalah melalui tahapan-tahapan penelitian yang terdiri dari 1.pengumpulan data, baik data lapangan maupun data tertulis, 2. membuat klasifikasi, 3. menganalisa, baik data arkeologi maupun data penunjang, dan 4. tahap interpretasi, yaitu berusaha menarik kasimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi orang Bali yang beragama Hindu dimana ajaran yajna memegang peranan yang amat panting dan menjadi sendi kehidupan, maka pemujaan dewa dengan cara yajna merupakan oara terbaik, Untuk sampai pada tingkat sebuah aroa diterima sebagai unsur pendekat atau sarana para pemuja kepada Tuhan (= Istadewata) atau prinsip tertinggi terlebih dahulu harus melalui proses tersandiri, melalui pemujaan dan rituil tertentu sesuai peraturan. Kedudukan,sebuah area dalam upacara yajna erat kaitannya dengan keletakkan area itu sendiri di dalam sebuah pura."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bali Basworo Pramudito
"Desa Adat Julah termasuk desa Bali Aga yang terletak di Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali. Pemilihan Desa Adat Julah sebagai lokasi penelitian berkaitan erat dengan adanya kenyataan bahwa desa tersebut memiliki masalah pertanahan yang terkait dengan konversi atas tanah adat. Desa Adat Julah memiliki sistem pemerintahan berbentuk demokrasi desa yang berlandaskan pada adat istiadat yang bersifat lisan maupun tertulis yang disebut awig-awig desa adat, dan kaidah-kaidah lain yang bersumberkan pada agama Hindu. Desa Adat Julah mengenai pemilikan tanah secara komunal yang disebut tanah adat atau tanah paruman desa. Tanah adat diyakini pula sebagai milik dewa, yakni Ratu Puseh Maduwe Karang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana bentuk pengelolaan tanah adat pada masa prakonversi1 mengetahui hal hal tanah adat, seperti Jatar belakang konversi baik yang bersifat internal maupun eksternal, mengetahui druupak atau implikasi dari konversi tanah adat terhadap kehidupan keluarga maupun persekutuan desa. Metode penelitian yang digunakan adaiah metode Deskriptif-Analitis, dengan teknik penelitian meliputi pengamatan langsung, kajian kepustakaan, wawancara dengan pakar-pakar, nara sumber dan tokoh mazyarakat setempat, penyimpulan data primer dan sekunder yang telah diperoleh.
Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan berbagai produk perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup. Berdasarkan pengamatan dan analisis mal"
2000
T32456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This artwork is revealing about the existence of Legong Tombol in Banyuatis village, Buleleng which has stagnated regeneration. Through this work, the steps taken to resolve the impasse is by reconstructing the shape of the dance, then rechoreographing the missing parts and subsequently teaching the dance form to the local young generation dancers. Related to the issues raised on the existence Legong Tombol in Banyuatis village, then this work present about : (1) Creation Method of dance that starts from the reconstruction effort of the dances that is almost extinct, (2). Reconstructing and re-packing the form of Legong Tombol dance and then returning to the community, (3). Resenting the training methods of Legong dabce which is contained in the creativity of the figure of the artist (late.) I Wayan Rindi which has been successfully re-lifted up."
MUDRA 31:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
""Karya seni ini mengungkapkan tentang keberadaan Tari Legong Tombol di Desa Banyuatis, Buleleng,"
"Bali yang mengalami kemandegan regenerasi. Melalui karya ini, langkah yang ditempuh untuk menga­ tasi kemandegan tersebut adalah dengan merekonstruksi bentuk tari tersebut, kemudian mengkore­ ografi ulang bagian yang hilang serta selanjutnya mengajarkan bentuk tarian tersebut kepada para penari generasi muda setempat. Terkait dengan permasalahan yang terjadi atas keberadaan tari Legong Tombol di Desa Banyuatis, maka dalam karya ini disampaikan tentang: (1) Metode Penciptaan karya tari yang bertitik tolak dari usaha rekonstruksi bentuk tari yang hampir mengalami kepunahan, (2). Merekonstruksi dan mengkemas ulang bentuk tari Legong Tombol untuk kemudian dikembalikan kepada masyarakat, (3). Menyajikan metode pelatihan tari Legong yang terkadung dari kreativitas sosok seniman (alm.) I Wayan Rindi yang berhasil digali kembali.""
780 MUDRA 31:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Rai Sawitri
"Pola pekarangan masyarakat desa Pakraman di Bali, didasari atas konsep Tri Hita Karana. Konsep tersebut mengatur ruang pekarangan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan sang pencipta (Parahyangan), manusia (Pawongan) dan lingkungan (Palemahan). Penelitian ekologi pekarangan dilakukan di desa Pakraman, Buleleng Bali bertujuan untuk mengetahui kekayaan dan keanekaragaman serta menggali informasi mengenai potensi pemanfaatan spesies tanaman pekarangan.
Penelitian ini mencakup keanekaragaman, persepsi dan pengetahuan pemanfaatan spesies tanaman pekarangan pada tiga lokasi altitude (h) yaitu daerah altitude rendah (h≤500 m dpl), altitude menengah (500
Hasil penelitian menunjukkan jumlah spesies yang ditemukan sebanyak 304 spesies dari 229 genus dan termasuk dalam 95 famili. Kekayaan spesies di daerah rendah sebanyak 227 spesies, menengah 202 spesies dan tinggi 156 spesies. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman spesies (H?) Shannon-Wiener pada 3 kategori altitude menunjukkan penurunan keanekaragaman seriring dengan peningkatan ketinggian. Hasil analisis dengan Local User's Value Index (LUVI) diperoleh 9 kategori guna dari keseluruhan lokasi penelitian yaitu bahan makanan, hiasan atau ornamen, ritual, peneduh atau perindang, obat-obatan, penulak bala (mitos), sumber penghasilan, menyama braya (sosial) dan pewarna, namun ditemukan perbedaan persepsi fungsi pekarangan bagi masyarakat pada tiap daerah ketinggian. Spesies tanaman dengan nilai kepentingan budaya (ICS-Index of Cultural Significance tertinggi adalah nyuh biasa (Cocos nucifera) sebesar 156 dengan 14 jumlah pemanfaatan.

Balinese homegarden at Pakraman villagers in Bali, is based on the concept of Tri Hita Karana (THK). The concept of managing the yard space to create a harmonious relationship with the creator (Parahyangan), human (Pawongan) and the environment (Palemahan). Ecological research conducted in the village Pakraman homegarden, Buleleng Bali aims to find and explore the richness and diversity of plants spescies and also to get information about the potential use of plants species.
This study includes diversity, perceptions and knowledge utilization homegarden plant species in three locations height (h) that is a low area (h ≤500 m asl), medium (500 < h <1000 m above sea level) and high (h ≥1000 m asl) to further grouped by extents (a) is a small yard (a ≤300 m2), medium (300
The results showed the number of species found as many as 304 species from 229 genera and included in 95 families. Lower species richness in the area as much as 227 species, 202 species of medium height and 156 species. Results of calculation of the index of species diversity (H ') Shannon-Wiener at 3 height categories showed a decline diversity with increased height. Results of the analysis by the Local User's Value Index (LUVI) gained 9 categories in order of overall research sites are foodstuffs, ornaments, ritual, shade, drugs, penulak bala (myth), source of income, menyama braya (social) and dyes, but found differences in the perception of the homegarden functions for society at every altitude. Plant species named nyuh biasa (Cocos nucifera) has highest Index of Cultural Significance (ICS) value of 156 in 14 types of utilization."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T43640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Oktavia Almalisa
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>