Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Sulistiyono
"Telah dilakukan kegiatan penelitian pembuatan magnesium karbonat dengan ukuran butiran nanometer dari dolomit dengan proses ekstraksi hidrasikarbonisasi dibantu dengan radiasi gelombang ultrasonik. Pada dasarnya kegiatan penelitian ini terdiri dari dua metode yaitu proses kalsinasi pembentukan MgO dan proses pemberian radiasi gelombang ultrasonik pada serbuk magnesium karbonat yang dilarutkan dalam media. Magnesium karbonat pada penelitian ini diperoleh dari serangkaian proses kalsinasi sebagian, slaking, pemberian gas karbon dioksida dan pengendapan hydromagnesite. Dari tahapan proses pembuatan MgCO3 diperoleh tingkat kemurnian 41,80 % dan yield 63,06 %.
Hasil dari analisis dari peralatan pengukuran partikel diperoleh ukuran partikel MgCO3 yang berhasil dicapai 23 ? 95 nm dan pengukuran kristal dengan menghitung puncak difraksi Sinar ? X ( XRD ) diperoleh ukuran kristal 11 nm. Hal ini menujukkan bahwa partikel tersebut terdiri dari 20 nanokristal. Dengan menggunakan media pelarut aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol dan diradiasi dengan gelombang ultrasonik menunjukkan terjadi pengurangan ukuran partikel rata-rata. Namun demikian, dengan menggunakan tiga macam pelarut tersebut tujuan percobaan yaitu menghasilkan nano partikel ( yaitu satu butiran untuk satu nano kristal ) belum tercapai.
Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan MgCO3 dari mineral dolomit yang terbaik sebagai berikut : kalsinasi parsial 725OC selama 4 jam, proses slaking, karbonatasi, pengendapan pembentukan hydromagnesit. Proses radiasi ultrasonik yang mampu menghasilkan ukuran partikel terbaik adalah 16 menit dalam media ethylene glycol.

Study on the production of magnesium carbonate with nanometer grain size from dolomite was conducted by means of hydration-carbonization extraction process assisted with ultrasonic irradiation. Basically, the method comprises of calcination of dolomite leads to a phase decomposition in which the MgO is one of the decomposed phase, and then continued with ultrasonic irradiation in the magnesium carbonate disperse media. The magnesium carbonate was obtained after series of processing steps consisted of partial calcination, slaking, carbonatation and hydromagnesite precipitation.
This processing step has resulted in MgCO3 with a purity level of 41,80 % and a yield of 63.06 %. Refering to evaluation by particle size analyzer and subsequenly by a x-ray diffracted lines broadenning analysis, the particle sizes of MgCO3 were found in the range 23 to 95 nm and the mean crystallite size was 11 nm. It means that a particle is consisted of 20 nanocrystals. When the particles were dispersed in aquabidest, absolute ethanol and ethylene glycol media and irradiated by ultrasonic waves under a high power sonicator, further reduction of mean particle size was achived. However, the mean particle size was still larger than the mean crystallite size. Thus, the objective to produce nanoparticles is not yet achieved.
It is concluded that the best condition to produced particles of nanocrystals was the following: the effective partial calcination of dolomite to produce the MgCO3 is at temperature 725 °C for 4 hours, and followed by the production of hydromagnesite through slaking, carbonatation and precipitation. The ethylene glycol solvent and ultrasonic time of 16 minutes produces the best particle size.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31543
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Ikhwanuddin
"[PCC (Precipitated Calcium Carbonate) adalah serbuk kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian tinggi. PCC banyak digunakan dalam industri farmasi dan makanan. Saat ini, Indonesia masih mengimpor PCC. Padahal, Indonesia memiliki potensi bahan baku PCC yaitu dolomit. Asam format mampu bereaksi secara selektif dengan kalsium karbonat sebagai komponen dominan (77%) dalam dolomit. Kemurnian kalsium hasil selektif leaching mencapai 98%. Kondisi optimum untuk selektif leaching adalah konsentrasi asam 0,05M; rasio solid/liquid (10g/50ml); waktu leaching selama 60 menit dan tanpa pengadukan. Larutan hasil leaching ditambahkan amonium hidroksida hingga pH 12. Selanjutnya, mengalirkan gas CO2 untuk menghasilkan endapan CaCO3 (PCC)., PCC (Precipitated Calcium Carbonate ) is a high purity of calcium carbonate (CaCO3) powder. PCC is widely used in the pharmaceutical and food industries. Now, Indonesia still imports for PCC. Indonesia has raw material for PCC that is dolomite. Formic acid can react selectively with calcium carbonate that is a dominant component (77%) in dolomite. The purity of calcium from selective leaching reach 98%. The optimum conditions for selective leaching is acid concentration (0,05M); the solid / liquid (10g /50ml); leaching time (60 minutes) and without stirring. The solution from leaching is added ammonium hydroxide to pH 12. Then , CO2 is added to produce a precipitate CaCO3 ( PCC ) .]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qotrun Nada Salsabila
"Kejibeling (Strobilanthes crispus) merupakan salah satu tanaman obat karena mengandung senyawa aktif, seperti senyawa fenolat, sehingga perlu dilakukan ekstraksi untuk mendapatkannya. Salah satu metode ekstraksi hijau yang memiliki banyak kelebihan dan dipilih untuk diterapkan pada penelitian ini adalah Ultrasound Assisted Enzymatic-Aqueous Two-Phase Extraction (UAE-ATPE). Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan dua parameter penting yang mampu menghasilkan nilai Total Phenolic Content (TPC) tertinggi pada ekstraksi daun kejibeling dengan metode UAE-ATPE. Parameter tersebut, yaitu suhu dengan variasi 30oC, 40oC, 50oC, dan 60oC serta konsentrasi enzim dengan variasi 3%-m/m, 5%-m/m, dan 7%-m/m. Metode analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis dipilih untuk menguji nilai TPC secara kuantitatif dengan asam galat sebagai larutan standarnya. Penelitian ini menghasilkan konsentrasi enzim terbaik, yaitu 7%-m/m, dan suhu terbaik, yaitu 60oC, dengan nilai TPC sebesar 8,03 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g sampel.

Kejibeling (Strobilanthes crispus) is one of the medicinal plants because it contains active compounds, such as phenolic compounds, then it needs to be extracted so that it can be utilized. One of green extraction method that has many advantages and was chosen to be applied to this study is Ultrasound Assisted Enzymatic-Aqueous Two-Phase Extraction (UAE-ATPE). This research was carried out to obtain two important parameters that were able to produce the highest Total Phenolic Content (TPC) values in kejibeling leaf extraction using the UAE-ATPE method. These parameters are temperature with variations of 30oC, 40oC, 50oC, and 60oC and enzyme concentrations with variations of 3%-m/m, 5%-m/m, and 7%-m/m. An analytical method using spectrophotometry UV-Vis was selected to quantitatively test TPC values with gallic acid as the standard solution. This study produced the best enzyme concentration, which is 7%-m/m, and the best temperature, which is 60oC, with a TPC value of 8.03 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g sample."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gibranadhi
"Prospek industri pertanian di Indonesia sangatlah besar dengan melimpahnya jenis buah-buahan dan sayur-mayur yang dapat diproduksi. Namun, seringkali terdapat gangguan hama, khususnya ulat grayak, yang menyebabkan menurunnya kualitas produk atau mengakibatkan gagal panen. Oleh karena itu, dibutuhkan pengendalian terhadap hama tersebut dengan menggunakan bioinsektisida yang diperoleh dari ekstrak biji buah bintaro. Diketahui bahwa biji tersebut memiliki beberapa zat aktif dari golongan alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid yang dapat mematikan ulat tersebut. Biji akan dihaluskan dan kemudian dibuat campuran biji bintaro dan pelarut NADES, yang berupa campuran dari kolin klorida (ChCl) dan asam laktat dengan rasio mol 1:1, dengan variasi konsentrasi 20 mg/mL, 40 mg/mL, dan 60 mg/mL. Campuran diekstraksi dengan gelombang ultrasonik 53 kHz dan waktu sonikasi 20 menit. Setelahnya, hasil ekstrak melalui uji kualitatif Liebermann-Burchard dan FTIR untuk identifikasi gugus, serta uji efikasi untuk membuktikan keefektifan ekstrak dalam mematikan hama. Setelah didapat konsentrasi ekstrak yang paling efektif, ekstraksi diulang dengan konsentrasi yang dimaksud dan waktu sonikasi yang berbeda, yaitu 40 menit dan 60 menit. Hasil ekstrak kemudian akan melalui uji efikasi kembali untuk mencari waktu sonikasi paling efektif dan kemudian diuji LCMS untuk mendeteksi kandungan ekstrak. Hasil yang didapat adalah ekstrak pada konsentrasi 40 mg/mL dan 60 menit paling efektif dan hasil uji LCMS mengidentifikasi beberapa senyawa dalam golongan steroid dan alkaloid yang berpotensi menjadi penyebab kematian ulat.

The prospect of the agricultural industry in Indonesia is very large with the abundance of fruits and vegetables that can be produced. However, there are often pest disorders, especially from tobacco cutworms, which cause a decrease in product quality or may result in crop failure. Therefore, control of these pests is needed by using bioinsecticides obtained from Pong-Pong seed extract. It is known that these seeds have an active ingredient from alkaloid and steroid groups that can kill the worms. The seeds will be mashed and then a mixture prepared by mixing the seeds and NADES solvent, which is a mixture of choline chloride (ChCl) and lactic acid of molar ratio 1:1, with different concentrations of 20 mg/mL, 40 mg/mL, and 60 mg/mL. The mixture will be extracted with 53 kHz ultrasonic waves and sonication time of 20 minutes. Afterwards, the extract will go through Liebermann-Burchard and FTIR tests to identify the groups present and efficacy tests to prove the effectiveness of the extracts in killing worms. After obtaining the most effective concentration, extraction will be repeated with the intended concentration, but with different sonication times, which is 40 minutes and 60 minutes. The results of the extract will go through efficacy tests again and then the extract will undergo LCMS test to obtain the exact content of the seed extract. It is obtained that the extract with concentration 40 mg/mL and sonication time of 60 minutes is the most effective in killing the worms. The LCMS tests also shows several molecules from alkaloid and steroid groups being responsible in killing the worms.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Meizka
"ABSTRAK
Pertanian merupakan roda penggerak ekonomi nasional. Umumnya salah satu indikator atau parameter yang biasa digunakan untuk menunjukan kualitas pertanian adalah jumlah hama yang merusak tanaman di daerah tertentu. Pengendalian organisme pengganggu pada tanaman tersebut dapat diminimalisir dengan produksi bio-insektisida. Bio-insektisida berbasis buah bintaro yang diekstraksi dengan gelombang ultrasonik munggunakan pelarut NADES (kolin klorida-asam laktat) dapat digunakan untuk membasmi hama. Bio-insektisida diproduksi dengan dilakukan dengan variasi rasio mol pelarut dan waktu sonikasi. Selain itu dilakukan juga uji fitokimia sebagai uji kualitatif untuk menentukan kandungan ekstrak, uji efikasi sebagai uji kuantitatif untuk menentukan keefektifitasan ekstrak, dan uji LC-MS untuk mengetahui kandungan senyawa yang terekstrak. Rasio mol pelarut terbaik didapatkan oleh rasio 1:2 untuk campuran kolin klorida dan asam laktat. Waktu sonikasi terbaik didapatkan selama 60 menit.
ABSTRACT
Agriculture is the driving force of the national economy. Generally, one of the indicator or parameter commonly used to show the quality of agriculture is the number of pests that damage plants in certain areas. Control of disturbing organisms in these plants can be minimized by the production of bintaro fruit-based bio- insecticides. Bintaro-based bio-insecticides extracted by ultrasonic waves using NADES solvents (choline chloride-lactic acid) can be used to eradicate pests. Bio- insecticides are produced by varying the solvent mole ratio and sonication time. In addition, phytochemical test as a qualitative test to determine extract content, efficacy test as a quantitative test to determine the effectiveness of extracts, and LC-MS test to determine the content of extracted compounds were also carried out. The best mole solvent ratio is obtained by a ratio of 1: 2 for a mixture of choline chloride and lactic acid. The best sonication time is obtained at 60 minutes.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surachman
"Mineral dolomit mcnlpakan salah satu sumber magnesium yang banyak digunakan untuk menghasilkan magnesium ataupun magnesium oksida. Dolomit menipakan ikatan rangkap magnesium karbonat dan kalsium karbonat, sebzigai senyawa campuran kalsit (CaCO;) dan magnesit (MgCO;). Dolomit mempunyai rumus kimia CaMg(C0;);, berat molekul 184,4 dan specific grafity 2,84 g/cm). dengan kandungan rata-rata logam magnesium dalam mineral dolomit I3 wt%.
Penggunaan dolomit utamanya adalah unruk bahan refraktori, indusrri perta.nian, industri semen, fluks untuk paduan besi dan sebagai sumber magnesium. Proses plindian dalarn el-zstraksi magnesium oksida dari mineral dolomit ini adalah salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah dolomit yang tersedia dalam jumlah besar (satu setengah milyar ton) di Indonesia, karena nilai jual dalam bentuk magnesium oksida mencapai ratusan ribu kali lipat dari nilai jual dolomit mentah.
Ekstraksi magnesium ol-csida dari mineral dolomit umumnya dilakukan dengan proses pirometalurgi, yang membutuhkan biaya tinggi karena proses berlangsung pada tcmperatur tinggi. Telmik produksi tanpa proses lcmpcratur tinggi tentunya akan jauh lebih ekonomis dan lebih mudah penanganannya. Untulc itulah. diuji cobakan proses pelindian sebagai altematif dalam menghasilkan magnesium oksida dari mineral dolomit.
Penelitian ini menggunakan 10 gram scrbuk mineral dolomit, mencapai hasil magnesium oksida optimal pacla penggunaan pelarut asam klorida teknis (konsentxasi 8 M) sebanyak 27 ml dan pereaktan pengcndap NaOH 7M scbanyak 24 ml. Proses pencucian sangat berpengaruh dalam mcnghilangkan dan mcmisahkan ga.ra.m-garam anhidrat (NaCl dan CaCl¢) dari magnesium hidroksida. Pemanasan dan pengadukan meningkatkan kelamtan garam-garam anhidrat dalam air pada proses pencucian hingga sam setengah kali lipat proses pencucian tanpa pemanasan dan pengadukan, dan meningkatkan kadar magnesium olcicla hingga clelapan kali lipat. Proses kalsinasi diperlukan untuk merubah magnesium hidroksida menjadi magnesium oksida, dengan tempcratur kalsinasi 400° C.
Dalam uji struktur fasa hasil ekslraksi proses pelindian, melalui perbandingan hasil XRD terhadap data standar PDF (kartu JCPDS, Powder Dwracrion File) clidapatkan baliwa fasa yang terbentuk adalah fasa magnesium oksida.
Magnesium oksida yang dihasilkan dari proses pelindian ini, memiliki tingkat kemurnian yang tinggi (91 wt%). Dengan demikian, proses pelindian ini dirasakan layak dijadikan sebagai metode alternatif untuk mengliasilkan magnesium oksida dari mineral dolomit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S41543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haura Alifia Pramesti
"Durian (Durio zibethinus) merupakan salah satu komoditas buah di pasar Indonesia yang terus mengalami peningkatan produksinya dalam lima tahun terakhir. Buah durian terdiri dari daging buah dengan porsi 21% dan sisanya berupa kulit dan biji sebesar 79%. Merujuk pada jumlah produksi durian pada tahun 2020 sebesar 1.133.195 ton, maka jumlah limbah yang dihasilkan oleh buah durian dapat mencapai 896.130 ton. Limbah kulit durian sejauh ini belum dimanfaatkan dengan optimal dan hanya menjadi sampah yang mencemari lingkungan. Di sisi lain, kulit durian mengandung beberapa senyawa, seperti pektin, lignin, selulosa, senyawa antioksidan seperti flavonoid, minyak atsiri, fenolik, saponin, tanin, dan kuinon. Senyawa flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai zat bioinsektisida yang bersifat ramah lingkungan. Flavonoid dapat diperoleh dari tanaman dengan menggunakan metode ekstraksi. Ekstraksi flavonoid dengan metode gelombang ultrasonik dilakukan dengan memvariasikan bahan terhadap pelarut 1:10, 1:15, 1:20, 1:25, dan 1:30 (b/v). Pengujian menggunakan uji Total Flavonoid Content (TFC) dengan kuersetin sebagai larutan standar. Nilai TFC paling tinggi diperoleh dari variasi terendah 1:10 sebesar 0,639 ± 0,002 mg QE/g kulit durian kering. Selain flavonoid, ekstrak kulit durian mengandung senyawa bioaktif lain seperti alkaloid, fenol, dan terpenoid.

Durian (Durio zibethinus) is one of the fruit commodities in the Indonesian market whose production has continued to increase in the last five years. Durian fruit consists of fruit flesh with a portion of 21% and the rest in the form of skin and seeds by 79%. Regarding to the amount of durian production in 2020 which is 1.133.195 tons, the amount of waste produced by durian fruit can reach 896.130 tons. So far, durian skin waste has not been used optimally and only becomes garbage that pollutes the environment. On the other hand, durian skin contains several compounds, such as pectin, lignin, cellulose, antioxidant compounds such as flavonoids, essential oils, phenolics, saponins, tannins, and quinones. Flavonoid compounds can be used as bioinsecticide substances that are environmentally friendly. Flavonoids can be obtained from plants using the extraction method. The extraction method commonly used is ultrasonic wave extraction. One of the parameters that affect the extraction yield is the ratio of the biomass to the solvent. Extraction of flavonoids by ultrasonic wave method was carried out by varying the biomass to solvents ratio 1:10, 1:15, 1:20, 1:25, and 1:30 (b/v). The highest TFC value was obtained from the lowest variation of 1:10, 0,639 ± 0,002 mg QE/g dried durian skin. In addition to flavonoids, durian peel extract contains alkaloids, phenols, and terpenoids based on LCMS test."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afriandi Eka Prasetya
"Melimpahnya sumber daya alam mineral di Indonesia belum banyak dimanfaatkan di industri. Pengolahannya masih terbatas pada pengolahan bahan mentah tanpa upaya lebih lanjut untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Hal ini membuat Indonesia harus mengimpor produk turunan mineral yang bahan bakunya diambil dan Indonesia sendiri. Salah satu dari kekayaan mineral itu adalah dolomit, dengan rumus kimia CaMg(CO3)2 yang merupakan salah satu sumber magnesium yang banyak digunakan untuk menghasilkan magnesium ataupun magnesium oksida.
Pemanfaatan magnesium oksida adalah untuk pupuk, refraktori, peleburan baja, pabrik kaca dan keramik. Pada skripsi ini akan dirancang pabrik Magnesium Oksida dari ekstraksi mineral dolomit. Proses yang digunakan adalah proses hidrometalurgi yaitu dengan pelarutan minaral dalam sejumlah besar pelarut kemudian dinetralisasi dan diendapkan untuk dapat diambil produknya. Proses utama terdiri atas 4 unit yaitu, unit pelarutan, unit pengendapan, unit penyaringan dan unit kalsinasi. Efisiensi energi dan proses ini adalah 96%.
Berdasarkan perhitungan perkiraan ekonomi, pabrik yang dirancang berkapasitas 14.400 ton per tahun dengan modal investasi sebesar US$48.803.979,85 dan biaya produksi per tahun sebesar US$271.065.743,32. Pabrik ini juga memiliki nilai NPV sebesar US$599.383.530,00 dengan waktu kembali modal sekitar 12 bulan setelah beroperasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S49361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afip Jaya Saputra
"ABSTRAK
Penggunaan ligan dalam ekstraksi logam dari mineral laterit jauh lebih murah dibandingkan mengekstrak logam dengan cara pirometalurgi. Penggunaan bahan kimia termasuk metode mengekstrak logam secara hidrometalurgi. Pada penelitian ini metode untuk melarutkan logam dari mineralnya adalah heap leaching dengan target logamnya adalah nikel. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu melarutkan logam dari mineral, metode job untuk mengetahui bilangan kordinasi dari logam dengan salisilaldoksim, dan pengaruh pektin dalam mengekstraksi logam nikel dari pengotor logam lain. Karakterisasi kadar Ni menggunakan instrumen AAS, mengetahui bilangan kordinasinya menggunakan instrumen Uv-vis, mengetahui kadar dalam laterit sebelum dan sesudah heap leaching menggunakan XRD. FTIR untuk mengetahui gugus pada salisilaldoksim serta untuk menegetahui atom yang mengikat logam Ni. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui karakteristik mineral laterit sebelum dan sesudah treatment, logam nikel dapat dipisahkan dari mineral laterit, mengetahui Konsentrasi optimum asam untuk memisahkan logam nikel dari mineral laterit, mengetahui konsentrasi optimum ligan dalam memisahkan logam nikel, dan konsntrasi optimum dari pektin dalam mengekstrak logam Ni. Variasi konsentrasi asam dalam melarutkan logam dari mineral adalah 1M, 2M, 3M, 4M, 5M. Dimana dari hasil karakterisasi dengan AAS didapatkan konsentrasi Ni maksimum adalah pada saat penggunaan HCl 5M. Untuk metode job dilakukan dengan mengkomplekskan variasi jumlah mol logam standar dengan ligan, dimana didapatkan bilangan kordinasinya adalah 1:2. Kemudian dilakukan ekstraksi 30 mL sampel yang di netralkan dengan 61 mL NH4OH dengan salisilaldoksim sesuai perbandingan yang didapat dari metode job serta penambahan 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000, ppm. Dimana konsentrasi maksimum pektin adalah 500 ppm.

ABSTRACT
Use of ligan in metal extraction from laterite mineral is cheaper than extracting metal by pyrometallurgy. Using chemicals count as extracting metal by hydrometallurgy. This research use the method of metal solving from its mineral with heap leaching, with nickel as its target. This research is done in three steps, which is solving the metal from the mineral, job method to know a coordination number from metal complex with salicylaldoxime, and to know an effect of pectin addition in nickel extraction from other metals. Characterization of nickel content is with AAS instrumentation, using Uv vis to know a coordination number , using XRD to know nickel content in laterit mineral before and after heap leaching. Using FTIR to know functional group in salicylaldoxime and to know what atom bound to Nickel. The purpose of this research is to know the characteristic of laterite mineral before and after treatment, Nickel can be separated from laterite mineral, to know an optimum concentration of acid to separating nickel from laterite mineral, to know an optimum concentration of pectin in nickel extraction. Variation of acid concentration in solving metal from mineral is 1M, 2M, 3M, 4M, 5M. the optimum nickel concentration when using HCl 5M. For the job method it was done by complexing variation of mol metal standard with ligand and the coordination number is two where the metal comparison with ligan is 1 2. Then neutralized 30 mL sample with 61 mL NH4OH 4M and then separating precipited. Then extracting the solution with ligand in toluene corresponding to job method, and then addition of 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm pectin."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S66413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Mery Devianto
"Aspal alam dari Pulau Buton (asbuton) belum dimanfaatkan secara maksimal hingga saat ini. Salah satu cara pemanfaatannya adalah proses ekstraksi untuk melarutkan padatan karbonat dari asbuton menggunakan larutan asam lemah. Larutan yang digunakan adalah larutan acidic brine water yang dibuat dengan injeksi gas CO2 dalam larutan NaCl. Ekstraksi tersonikasi dilakukan pada berbagai kondisi operasi, yaitu suhu (25 hingga 110oC), tekanan (atmosfer hingga 3 bar), konsentrasi NaCl (0,1 hingga 2 M), laju alir gas CO2 (0,2 hingga 1 liter/menit), dan rasio asbuton-pelarut (0,02 hingga 0,1 g/ml). Seluruh variabel tersebut mempengaruhi jumlah padatan karbonat yang terlarut. Jumlah padatan terlarut yang maksimal diperoleh pada kondisi 90oC, 3 bar, larutan 0,5 M NaCl, laju alir CO2 0,6 l/menit, dan rasio 0,02 g/ml. Produk aspal yang dihasilkan mengandung 50,47% aspal, 24,47% padatan karbonat, dan 25,06% mineral lainnya.

Natural asphalt from Buton Island (asbuton) has not been fully utilized up to now. One way of its utilization was extraction process to dissolve carbonate solids in asbuton using weak acid solution. The solution was acidic brine water solution that made by CO2 injection in NaCl solution. Sonicated extraction was performed at various operating conditions, namely temperature (25 to 110oC), pressure (1 to 3 bar), NaCl concentration (0.1 to 2 M), flow rate of CO2 (0.2 to 1 liter/minute), and asbuton-solvent ratio (0.02 to 0.1 g/ml). All variables affect the amount of dissolved carbonate solids. Maximum of dissolved solids reached at temperature of 90oC, pressure of 3 bar, NaCl concentration of 0.5 M, CO2 flow rate of 0.6 liter/minute, and ratio of 0.02 g/ml. Asphalt product contained 50.47% asphalt, 24.47% carbonate solids, and 25.06% other minerals."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>