Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Ristanatalia BR.
"Ketimpangan pendapatan menjadi masalah dalam pembangunan di Kabupaten Karo secara khusus ataupun di Indonesia secara umum. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk melakukan pemerataan pendapatan adalah melakukan redistribusi pendapatan melalui pungutan pajak. Dengan demikian diharapkan terjadi perubahan yang lebih baik atas ketimpangan pendapatan di tengah masyarakat di Kabupaten Karo.
Distribusi yang tidak merata memang bisa berakibat tidak hanya di bidang ekonomi namun dapat memicu kesenjangan sosial dan politik. Sehingga upayaupaya untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan merupakan usaha dalam membantu memperkuat stabilitas ekonomi. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah koefisien Gini, Kurva Lorenz dan sedangkan untuk mengukur redistribusi pendapatan digunakan dengan indeks Kakwani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pajak terhadap pemerataan pendapatan penduduk di Kabupaten Karo. Efek redistibusi pendapatan dicari untuk melihat bagaimana perubahan terhadap distribusi pendapatan yang ditimbulkan akibat dari pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat apakah distribusi pendapatan semakin merata atau justru distribusi pendapatan semakin tidak merata karena pengeluaran masyarakat untuk pajak.
Berdasarkan hasil analisis, efek redistribusi menghasilkan nilai bertanda positip sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi perbaikan distribusi pendapatan yang ditimbulkan karena adanya pajak yang dibayarkan oleh masyarakat Kabupaten Karo. Sehingga hipotesis ini dapat dibuktikan kebenarannya bahwa ?terdapat perbedaan yang positip terhadap distribusi pendapatan sebelum dan setelah membayar pajak?

Income inequality an issue in the development of Kabupaten Karo particularly and Indonesia generaly. One of the government's efforts to make a distribution of income is income redistribution through taxation. Thus the expected change for the better over the income inequality in a society in Kabupaten Karo.
Uneven distribution can indeed result not only in economics but can lead to social and political inequalities. So the efforts to reduce inequality of income distribution is an effort to help strengthen the economic stability. Indicators are often used to d etermine the distribution of income inequality is the Gini coefficient, Lorenz curve and as for the redistribution of income measure used by Kakwani index.
This study purposed to assess the effect of taxes to the income distribution of population in Kabupaten Karo. Effect of income redistibusi sought to see how changes to the distribution of income arising from tax paid by the public if more equitable distribution of income or even income distribution more unequal societies due to tax expenditures.
Based on the analysis, the redistribution effect produced marked positive value so that it can be said that an improved distribution of income generated by the taxes paid by the Karo people. So that this hypothesis can be verified that "there is a positive difference in the distribution of income before and after paying taxes"."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31927
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nur Fadila
"Pendahuluan. Beban TB di Indonesia masih masuk lima tertinggi di dunia. Temuan kasus dan pengobatan adalah pilar utama program penanggulangan TB. Survei nasional menunjukkan peningkatan penggunaan obat non-program TB dari 16,8% (2010) menjadi 55,6% (2013). Peningkatan penggunaan obat non-program TB diduga berpengaruh terhadap ketidakpatuhan berobat.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketidakpatuhan berobat pada orang dengan TB yang menerima obat non-program TB dan obat program TB.
Metode. Penelitian menggunakan data sekunder Riskesdas 2010. Analisis logistik multivariabel dilakukan pada sampel 971 orang dengan TB yang selesai mendapatkan pengobatan.
Hasil. Ada kecenderungan orang dengan TB yang menerima obat non-program TB ketidakpatuhan berobat lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan odds untuk tidak menyelesaikan pengobatan lebih tinggi pada orang yang menerima obat non-program TB dibandingkan orang yang menerima obat program TB, yaitu rasio odds terkontrol 2,4 (95% CI RO: 1,7-3,5).
Simpulan. Dalam upaya menjamin kepatuhan berobat TB perlu didukung dengan mutu program pengobatan, diantaranya adalah ketersediaan obat program TB, penyetaraan standar pengobatan antara fasyankes swasta dan publik, dan sistem pemantauan minum obat.

Background. TB in Indonesia is one of five highest burden countries. Case finding and treatment are the main pillars of TB control program. National survey reports the increase in the use of non-TB program’s drugs from 16,8% (2010) to 55,6% (2013). Increased use of non-TB program’s drugs associate with non-compliance TB treatment.
Objective. The study purposed to compare the non-compliance of TB treatment among people who received TB program’s drugs and people who received non-TB program’s drugs.
Methods. The study used secondary data of National Health Survey 2010. Analysis used multivariable logistic through 971 people who completed TB treatment.
Result. The findings were people who received non-TB program’s drugs had higher non-compliance TB treatment than people who received TB program’s drugs. The result also showed that the odds of people not to complete the treatment was higher in people who received non-TB program’s drugs than who received TB program’s drugs, adjusted OR was 2,4 (95% CI OR: 1,7-3,5).
Conclusion. To assure the compliance to TB treatment is strengthening TB treatment program; such as the availability of TB program’s drugs, the equality of standard TB treatment among public and private health services, and the system of observed treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Kurniawati
"Salah satu faktor risiko terjadinya berbagai penyakit tidak menular adalah perilaku merokok. Penyebab seseorang merokok antara lain kurangnya pengetahuan, pengaruh orangtua, teman dan juga iklan.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya gambaran dan hubungan antara pengetahuan, sikap, keluarga, teman dekat dan keterpaparan iklan rokok terhadap perilaku merokok pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun 2010.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan menggunakan data sekunder survei perilaku sehat 2010.
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang mewakili 12 fakultas, sedangkan sampel yang digunakan adalah mahasiswa yang termasuk kedalam rentang umur remaja akhir (18-21 tahun) yang berjumlah 2.108 responden.
Penelitian menunjukkan bahwa ada 263 (12.5%) responden adalah merokok. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan antara jenis kelamin, rumpun, pengetahuan, sikap dan pengaruh keluarga terhadap perilaku merokok.

Smoking behavior is one of the factors that risk the infections diseases. The reason why someone smokes can be because of lacking of knowledge, family influence, friends and advertisement.
The objectives of this research are to know the description and connections among knowledge, attitude, family, close friends and exposition of cigarette advertisement toward smoking behavior of the students university of Indonesia year 2010.
Research design that is used is cutting across using secondary data survey of healthy behavior 2010.
Population of this research is from all student represent 12 faculties, while the sample that is used is from students within range of late teenages (18-21 years old) consist of 2108 respondents. The research shows that 263 (12.5%) respondents are smokers.
Result test statistically shows the connections among gender, faculty asociation, knowledge, attitude and family influence to wand smoking behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Najib
"Penelitian tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Wilayah Kalimantan ini pada umumnya bertujuan untuk menentukan kualitas SDM daerah-daerah tingkat II di Wilayah Kalimantan dan sekaligus melihat perbedaan antar daerah dengan menggunakan metode Analisis Faktor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SUSENAS 2000 Wilayah Kalimantan. Dari data ini kemudian dipilih variabel-variabel yang didefinisikan dapat mengukur konsep kualitas sumber daya manusia daerah-daerah di Wilayah Kalimantan. Variabel-variabel yang dipilih tersebut merupakan gabungan dari berbagai sumber seperti Fadjri (2001), Agung dkk 1999, Rusli dkk (1995), LIPI (1992), serta Ananta dan Hatmadji (1985). Variabel-variabel yang terpilih ada 14, kemudian dikelompokkan secara substansi menjadi empat kelompok variabel tunggal yaitu kelompok pendidikan, kelompok kesehatan, kelompok keluarga berencana, dan kelompok aktivitas ekonomi.
Dalam penelitian ini Analisis Faktor dilakukan dalam dua tahap. Analisis Faktor tahap pertama dilakukan berdasarkan setiap kelompok variabel tunggal untuk membentuk nilai faktor. Dari hasil analisis ini diperoleh nilai faktor pendidikan, nilai faktor kesehatan, nilai faktor keluarga berencana, dan nilai faktor aktivitas ekonomi. Kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor tahap kedua yaitu membentuk nilai faktor baru dari hasil analisis faktor tahap pertama, menghasilkan sebuah nilai faktor total/gabungan yang disebut dengan nilai faktor kualitas sumber daya manusia. Dari nilai faktor total ini kemudian ditransformasi ke dalam Indeks Agung untuk mendapatkan Indeks Komposit Kualitas Sumber Daya Manusia (IKSDM). Dan nilai faktor total ini sekaligus juga dapat disajikan urutan ranking dan klasifikasi daerah.
Hasil analisis menunjukkan ada 11 daerah tingkat II yang memiliki IKSDM terendah dan masuk dalam klasifikasi "Kurang". Lima daerah di Propinsi Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Pontianak, Sanggau, Ketapang, Sintang, dan Kapuas Hulu. Lima daerah di Propinsi Kalimantan Selatan yaitu Kabupaten Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara. Satu daerah Propinsi Kalimatan Tengah yaitu Kabupaten Barito Selatan. Daaerah-daerah tingkat II yang masuk dalam klasifikasi "Kurang" ini perlu mendapatkan perhatian dan prioritas intervensi kebijakan pemerintah. Karena nilai IKSDM merupakan indeks komposit yang dibentuk dari 4 faktor yaitu Pendidikan, Kesehatan, Keluarga Berencana, dan Aktivitas Ekonomi, maka untuk membuat suatu kebijakan atau program perlakuan haruslah dilihat nilai yang terendah dari keempat faktor tersebut. Selanjutnya berkaitan dengan faktor terendah tersebut dilihat lagi nilai yang terendah untuk variabel tunggal yang bersangkutan. Jadi saran perbaikan untuk pemerintah adalah agar kebijakan atau program perlakuan yang akan dibuat mempunyai tujuan untuk meningkatkan nilai variabel tunggal terendah tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T5235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoerunissa Immaratul Bilad
"Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, diketahui bahwa dari tahun ke tahun diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Prevalensi diare pada balita di Provinsi Papua berada di atas rata-rata nasional, yakni sebesar 19,0%. Prevalensi diare pada balita yang tinggi tersebut tidak diimbangi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang baik, cakupan penemuan penderita diare di Provinsi Papua tahun 2010 masih di bawah Standar Pelayanan Minimum (SPM), yaitu sebesar 48,15%. Tujuan Penelitaian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan balita diare di Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Survey Rumah Tangga “Baseline Coverage Survey" Tahun 2010, dengan menggunakan desain studi cross sectional (potong lintang). Perilaku ibu dalam mencari pengobatan untuk anak balitanya yang mengalami diare di Kabupaten Jayawijaya tahun 2010 menunjukkan, 52,5% ibu mencari pengobatan ke Fasilitas Kesehatan, 30,2% ibu mencari pengobatan ke pelayanan non kesehatan dan 17,3% ke UKBM. Persepsi bahaya dan pengetahuan ibu secara statistik memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian pengobatan balita diare, biaya oralit memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian pengobatan balita diare ke Fasilitas Kesehatan, sedangkan jarak dan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian pengobatan balita diare ke UKBM. Adanya darah dalam tinja secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku pencarian pengobatan balita diare. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) mengenai penyakit diare khususnya penanganan balita diare di rumah perlu dilakukan kepada masyarakat, khususnya para ibu.

The result of today's Basic Health Research (Riskesdas) shows that diarrhea has become a leading cause of under five years old children death in Indonesia. The prevalence of diarrhea tends to vary among under five years old children in Papua. It even exceeds the national average level of 19%. Moreover, the high prevalence of diarrhea in Papua is not followed by good health facilities utilization like it supposed to be. In addition, the 2010 coverage of diarrhea patient in Papua still stayed on the level of 48,15% which is under the Minimum Standard of Treatment (SPM). The purpose of this research is to examine the related factors of health care seeking behavior toward diarrhea children under five at Kabupaten Jayawijaya, Papua in 2010. This research use a secondary data from result of analysis of household survey data "Baseline Coverage Survey" in 2010 by cross sectional study method. Based on mother's behavior in finding the treatment when they had diarrhea children, shows that 52,5 % of mother will looking for treatment to healthcare facilities, 30,2% mother go to non-health services facility, and the rest 17,3% go to Community Oriented Primary Care (UKBM). The result of this study clearly indicates that the mother's perception and acknowledgement toward diarrhea statistically has significant relation with their behavior in finding the right treatment for their diarrhea children. In the other hand, the cost of oralit significantly related to mother's behavior to bring their diarrhea children to the healthcare facilities. Time and distance to the healthcare facilities significantly related with mother's behavior to bring their diarrhea children to the UKBM. Otherwise, the existence of blood in feces statistically has no significant relation with the mother's behavior in treat diarrhea children. Indeed communication, information, and education (KIE) towards diarrhea especially in house diarrhea treatment still has to be applied to society especially mother."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnadi
"Air Susu lbu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. yang sanggup untuk mernenuhi kebutuhan gizi seorang bayi untuk masa hidup enam bulan pertama kehidupannya. Survei Demogmfi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 rnenunjukkan bahwa bayi Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI Eksklusif sampai usia 1,6 bulan saja., sedangkan bayi yang rnendapatkan ASI Eksklusif sampai umur 4 - 5 bulan hanya 14 %. Berdasarkan laporan WHO (2000) bayi-bayi di Indonesia yang menyusu secara cksklusif kurang dari I5 %. Di Kabupaten Tangerang pemberian ASI eksklusif masih relatif rendah yaitu ibu yang melakukan inisiasi awal sebesar 9,8 % dan ibu yang memberikan ASI eks\006)_ Dcngan dfhmikian masalah meny\.1s\.ni ASI Eksklusif di Kabupaten Tangerang masihjauh di bawah target cakupan kabupaten atau nasional sebesar 80 %.
Penelitian ini menganalisis data sekunder dari " Sur'/ei Kinerja Berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010 ?. Tujuan penelitian untuk rnengetahui gambaran dan faktor-faktor apa. saja yang berhubungan dengan pemberian ASI ekskluisf di Kabupaten Tangerang _ Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (Cross Sectional ) dan sebagai responden adalah ibu rumah tangga yang mempunyai balita Iebih 6 - I2 bulan dengan jumlah sampel. seo, yang dimbil dengan cara memilih sampel secara selektif berdasarkan kriteria inklusi dan cksklusi dari ibu rumah tangga yang mempunyai balita.
Hasil Studi analisis didapat bahwa ASI ekskiusif sebesar 18,5 %, Pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga/ tidak bekemja sebesar 74.4 %. Pendidikan adalah tamat sekolah dasar sebesar 30,2 %. Tempat persalinan lebih banyak memilih praktek bidan/klinik sebesar 37,2 % dan rumah sendiri 42,1 %. Penolong persalinan sebagian besar ditoiong oleh bidan scbesar 55,9 % dan dukun 32,3 %. Ikut Keluarga Berencana scbesar 79,5 % dan alat kontrasepsi yang paling sering digunakan adalah suntjkan sebesar 80 %. Variabel pendidikan mcrupakan variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
Untuk meningkatkan pcmberian ASI eksklusif perlu dilakukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi Izmgsung petugas kesehatan di desa dengan kader, tim penggerak PKK dan ibu-ibu dalam bcntuk pertemuan instmmen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusifdan ibu harus menezima banyak informasi secara benar mengenai ASI untuk mencapai kcbcrhasilan menyusui. Pelatihan pada tenaga kesehatan terutama tentang ASI Eksklusif dan hal-hal yang terkait dengan ASI cksklusif seperti pcrsoalan yang terjadi selama menyusui yang dimulai scbelum masa pcrsalinan, sarnpai sesudah persalinan. Meningkatkan promosi ASI eksklusif melalui media elektronik seperti radio dan media cetak yang lebih menekankan keuntlmgan ASI ekskluisf dibandingkan susu fonnula merupakan kunci penting penyebaran praklck tentang pemberian ASI Pemberdayaan petugas kesehatan (dokter, bidan dan paramedis lainnya) untuk menmgkaucan pengetanuan dan keu°a.mpuan pelugas daiam rangka peningkatan pemberian ASI.

Breast milk is a fat emulsion in protein, lactose, and organic mineral salts excreted by mother?s breast glands as main food for baby which sufficient to fulfill the baby nutrition needs for the first 6 months. Indonesian Demography and Health Survey (SDKJ: Survei Demograli dan Kesehatan Indonesia) in 2002-2003 showed that, in average, Indonesian babies have exclusive breastfeeding only until the age of 1.6 month, and babies who have exclusive breastfeeding until the age of 4 -5 months are only 14%. Based on WHO report in 2000, there are only 15% of Indonesian babies which are breastfed exclusively.
In Tangerang district, the numbers of exclusive breastfeeding are still relatively low: mothers who have done early initiation are 9.8%, and mothers who have done exclusive breastfeeding are 27.8% (Care, 2006). This is, by far, still under rhe district or national target which is 80%.
This research analyzed secondary data of the ?Survei Kinerja Berdasarkan indikator Kabupaten Tangerang Sehat 20l0? (performance survey based on Kabupaten Tangerang Sehat 2010 indicators). The objective of this research is to obtain description and factors which are related with exclusive breastfeeding in 'Tangerang district. Design model used in this research is cross sectional, and the respondents are housewives who have 6 - 12 months old baby with total sample of 660, taken selectively based on inclusion and exclusion criteria of housewives having infant.
Analysis study results showed that the number of exclusive breastfeeding is l8.5%, 74.4% of the respondents are non-working housewives. 30.2% of the respondents are elementary school graduates. For baby delivery place, 37.2% chose clinics / midwife place and 42.1% chose their own places. The delivery process is mostly helped by midwife (55.9%) and by ?dulcun? (32.3%). 79.5% of the respondents follow Keluarga Berencana (family planning program) and most used contraceptive method is injection (8O%). Education level variable is the most dominant variable related with exclusive breastfeeding.
In order to improve the number of exclusive breastfeeding it is necessary to conduct intensive guidance /teaching through direct communication between health officers in the villages / rural areas and group leaders, PKK response team, and mothers in mothers community forum about exclusive breastfeeding. Mothers / housewives must have sufficient and correct information about breastfeeding in order to breastfeed successfully. Training of the health officers is needed especially about exclusive breastfeeding and its related matters, such as the problems during breastfeeding started before delivery (prenatal) until alter delivery (postnatal).
Promoting exclusive breastfeeding through electronic media such as radio and press which point the advantages of exclusive breastfeeding compared to fomiula milk is a key point in spreading the practice of breastfeeding. It is also important to intensify the role of health officers (doctors, midwives, paramedics) to improve the knowledge and skill of the officers in order to increase the practice of breastfeeding.
"
Depok: Universitas Indonesia, 20007
T32047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonya Whisty Yogyandaru
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah faktor-faktor ekonomi memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak reklame di DKI Jakarta selama tahun 2006-2010. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan, baik simultan (bersama-sama) maupun parsial (sendiri-sendiri) terhadap penerimaan pajak reklame. Peneliti menyarankan agar Dispenda mengunakan sistem online. Dimana, penggunaan sistem online ini bertujuan untuk menghindari kebocoran-kebocoran penerimaan pajak reklame. serta meningkatkan pembinaan Wajib pajak seperti melalui kegiatan sosialisasi pajak. Karena, peningkatan pelayanan dan pembinaan pajak dianggap lebih efektif daripada pemeriksaan pajak.

This study aimed to analyze whether economic factors have an influence on the acceptance of advertisement tax in Jakarta during 2006-2010. This research is quantitative. The results of this study indicate that economic factors did not influence significantly, either simultaneously (together) or partially (on their own) to the advertisement tax revenue. Researchers suggested that Dispenda using the online system. Wherein, use online system aims to avoid leaks advertisement tax revenues. and increasing development such taxpayer through tax socialization. Because, enhanced customer service and building taxes are considered more effective than tax audit."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44434
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agus Supriadi
"Penelitian ini difokuskan kepada faktor-faktor apa yang menyebabkan di laksanakannya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan, dan melihat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten dan setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten. Untuk mencoba menjawab pertanyaan tentang penyebab di laksanakannya pemekaran kabupaten, serta membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran dan setelah pemekaran dan kabupaten Mandailing Natal serta kaitannya dengan ketahanan wilayah di kedua daerah kabupaten.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian analisa data sekunder. Data sekunder yang di peroleh merupakan jenis data time series, data yang dikumpulkan dari beberapa kantor atau pelaku ekonomi di daerah lokasi penelitian ini, terutama data-data kegiatan ekonomi yang telah dilakukan di Tapanuli selatan sebelum dimekarkan dan data-data ekonomi setelah dimekarkan sebagai pembanding dari waktu sebelum dimekarkan setelah dimekarkan menjadi dua kabupaten.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan di sebabkan oleh faktor-faktor seperti pertama faktor latar belakang sejarah, dalam hal ini sejarah di kabupaten Tapanuli Selatan mencatat bahwa perbedaan pandangan yang tajam dari beberapa kuria yaitu : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing dan Kuria Natal tentang terminologi suku Batak. Faktor Politik etnis, dengan perbedaan pandangan terminologi batak,dengan demikian keempat kuria menganggap sudah berbeda dari segi etnik. Faktor luas wilayah, dalam hal ini kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di mekarkan merupakan kabupaten terluas di Propinsi Sumatera Utara (seperempat dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara). Ketiga faktor tersebut yang mendorong lahirnya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan.Namun sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten kinerja ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan yang di lihat dari pertumbuhan ekonomi semakin turun dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan semakin senjang. Setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan tidak menunjukkan hasil yang baik di mana pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan sangat lambat perkembangannya namun yang lebih parah lagi adalah pemerataan pendapatan kabupaten Tapanuli Selatan semakin buruk atau semakin senjang. Kondisi perekonomi kabupaten Tapanuli Selatan setelah pemekaran kabupaten berbeda dengan kabupaten Mandailing Natal (pecahan kabupaten Tapanuli Selatan). Pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal bergerak naik cukup cepat dan pemerataan pendapatan di kabupaten Mandailing Natal menunjukkan semakin baik. Dengan perbedaan ini maka hasil pembinaan wilayah dalam mewujudkan ketahanan wilayah di kedua kabupaten sangat berbeda.
Kesimpulan, bahwa kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan tidak di manfaatkan sunguh-sungguh oleh pimpinan pemerintahan di kabupaten Tapanuli Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah. Namun pimpinan pemerintah kabupaten Mandaling Natal benar-benar memanfaatkan peluang pemekaran kabupaten ini untuk mempercepat pembangunan di kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian kedua daerah memiliki strategi pembangunan yang berbeda dan dukungan masyarakat dalam mendukung pembangunan daerah juga berbeda. Walaupun kedua kabupaten ini pemah menjadi satu wilayah dalam administrasi pemerintahan.

This study focus on factors that cause the implementation of rising policy of South Tapanuli regency, and to see the economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before the implementation of rising regency and after the rising regency has been done. Trying to answer the question about why the rising regency is being implemented. And comparing the regional economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before rising and after rising, to the Mandailing Natal regency and its relationship with the regional endurance within those two regencies.
This study was using descriptive method with the type of study on secondary data analysis. The obtained secondary data were data time series type; the data that has been collected from some office or economic agent in this study location region, especially about the data of economic activity that has been done in South Tapanuli before rising and after rising as a comparison at the time before being rise and after being rise into two regencies.
The result of this study is about the rising of South Tapanuli regency that are caused by several factors such as first, the factor of historical background, in this context the history in South Tapanuli regency note very different point of view from some Kuria that are : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing and Kuria Natal about the term of Batak ethnic. The factor of ethnical politic, with different point of view in batak term, hence those four kurias are regarded as different in ethnical view. The factor of territorial capacity, in this context, the South Tapanuli regency before rising was the widest regency in North Sumatera Province (a quarter of the territorial capacity in North Sumatera Province). Those three factors enhance the emerging of rising policy of South Tapanuli regency. But before it has being implemented, the economic performance of South Tapanuli regency - that being viewed from the economic growth, was declining and the even income distribution of the people in South Tapanuli regency was getting imbalance. After the regency rising has been done, the economic growth in South Tapanuli regency has not showed good result, where the economic growth of South Tapanuli regency is very slow in its development, but the worse is that the even income distribution of South Tapanuli regency is getting worse and far more imbalance.
The economic condition in South Tapanuli regency after rising was different from the Manadiling Natal regency (the split part of South Tapanuli regency). The economic growth of Mandailing Natal is rising quite fast and the even income distribution in this regency is getting better. With these differences, then the territorial establishment results in realizing the endurance at the two regencies were very different.
In conclusion, that the rising policy of South Tapanuli regency was not sincerely used by the chief government in the south Tapanuli regency in accelerating the regional development. But the chief government in Mandailing Natal regency was truly benefit the opportunity of this rising regency to accelerate the development in Mandailing Natal regency. Consequently, those two regions have a different development strategy and different society support in supporting the different regional development. Even when these two regencies have been being one territory of government administration.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrohoning Gusmastuti
"Populasi global akan segera berada dalam fase penduduk tua karena pertumbuhan penduduk lanjut usia dengan umur 60 tahun ke atas yang sangat cepat. Permasalahan terbesar yang dialami kelompok lansia adalah permasalahan kesehatan dan permasalahan ekonomi. Sehingga lansia khususnya lansia miskin membutuhkan tidak hanya jaminan kesehatan, tapi juga bantuan sosial tunai maupun non tunai untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi kesehatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek dari bantuan sosial yang diterima rumah tangga terhadap kondisi kesehatan lansia di dalam rumah tangga tersebut. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan model Bivariate Probit. Data yang digunakan adalah data cross sectional dari Survei Sosial dan Ekonomi Nasional Bulan Maret 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bantuan sosial PKH secara signifikan memiliki pengaruh negatif terhadap gangguan kesehtan lansia. Variabel independen yang lain juga memiliki pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan lansia, seperti pendidikan, kondisi kelayakan tempat tinggal, rasio rumah sakit dan puskesmas, dan karakteristik kepala rumah tangga.

The global population will soon be in the aging phase due to the rapid growth of the elderly population aged 60 years and over. The biggest problems experienced by the elderly group are health problems and economic problems. So that the elderly, especially the poor, need not only health insurance, but also cash and non-cash social assistance to maintain and improve their health conditions. This study aims to determine how the effect of social assistance received by the household on the health condition of the elderly in the household. The method used in this research is descriptive analysis and quantitative analysis with bivariate probit model. The data used is cross sectional data from the March 2021 National Social and Economic Survey. The results show that social assistance PKH has negative effect on the health problem condition of the elderly. Meanwhile, the other independent variables showed that they also has negative effect on the health problem condition of the elderly, such as housing conditions, education, the ratio of hospital beds to the population, and the characteristics of the head of the household."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissatul Fathimah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan kualitas hidup anak (usia 7-12 tahun) serta pemetaan permasalahannya di Indonesia. Desain studi penelitian cross-sectional, data yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2012. Sampel penelitian adalah seluruh anak (usia7-12 tahun) yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, yaitu sebesar 30.690 responden. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Polychoric PCA (Principal Component Analysis), cluster analysis, serta analisis korelasi dan regresi linier.
Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa; (1). Keadaan kualitas hidup anak di Indonesia dapat diketahui melalui pembentukkan skor kualitas hidup anak (dibentuk dari tiga dimensi; fisik, kompetensi dan materi), skor kualitas hidup anak dapat menjelaskan menjelaskan sebesar 41% variasi dari ketiga dimensi tersebut. (2). Dengan pembentukaan sebanyak 4 cluster provinsi dapat diketahui peta permasalahan keadaan kualitas hidup anak di Indonesia. (3). Korelasi antara nilai IPM dengan skor kualitas hidup anak adalah sedang (r=0,728), berpola positif dengan nilai p-value yang signifikan (p=0,000). (4). Korelasi antara nilai Total Fertility Rate (TFR) dengan skor kualitas hidup anak sangat kuat (r=0,8) berpola negatif dengan nilai p-value signifikan (p=0,000).
Kesimpulan dan saran, bahwa wilayah provinsi di Indonesia yang memerlukan fokus perhatian dalam hal kualitas hidup anak (usia 7-12 tahun) adalah provinsi-provinsi yang berada pada cluster-3 dan cluster-4. Nilai IPM secara statistik memperlihatkan adanya kesamaan dengan skor kualitas hidup anak. Setiap pertambahan nilai Total Fertility Rate (TFR) akan menurunkan skor kualitas hidup anak. Usaha perbaikan kualitas hidup anak bagi masing-masing provinsi di Indoensia disesuaikan dengan kondisi dan potensi provinsi setempat serta turut mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan budaya yang berlaku pada provinsi tersebut.

The purpose of this study is to evaluate quality of life for children (aged 7-12 years) and the mapping problem in Indonesia. Study design is cross-sectional, using National Socio-Economic Survey data, in 2012. Samples are all children (aged 7-12 years) who met the inclusion criteria of research, that is equal to 30.690 respondents. The analysis used are; Polychoric PCA (Principal Component Analysis), cluster analysis, correlation and linear regression analysis.
The results of the study are that; (1). The state of the quality of life of children in Indonesia can be seen through the creation of child's quality of life scores (three-dimensional; physical, competence and material), child?s quality of life scores can explain 41% of the variation in the third dimension. (2). With the formation of 4 clusters provinces, can be seen the map of the quality of life issues in Indonesian children. (3). Correlation degree between the value of HDI with child?s quality of life scores are moderate (r= 0,728), positive pattern with a significant p-value (p= 0,000). (4). Correlation degree between the value of TFR with child?s quality of life scores are very strong (r = 0,8), negative pattern with a significant p-value (p= 0,000).
Conclusions and suggestions, the province in Indonesia that require focused attention in terms of quality of life of children (aged 7-12 years) are provinces that are in the cluster-3 and cluster-4. HDI values ​​showed statistically significant similarity with child?s quality of life scores. Every increase in the value of Total Fertility Rate (TFR) will decrease the value of child's quality of life scores. Efforts to improve the quality of life of children for each province adapted to local conditions and the potential provinces, and take into account the social dan cultural values prevailing in the province.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>