Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Gunarto Suhardi
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2006
342 GUN n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002
320.8 SUA o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, 2002
320.8 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zen Zanibar M.Z.
"Desentralisasi telah berlangsung sejak zaman Hindia Belanda (1903). Pengejawantannya di tingkat desa dimulai sejak diterbitkannya IGO 1906. Pengaturan periode tersebut bersifat pengakuan. Dalaml masa RI otonomi desa diakui secara konsitusional dalam Pasal 18. Dalam pekembangannya otonomi desa mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan oleh berbagai pertimbangan, mulai dari desa sebagai titik berat otonomi dengan mengatur desa sebagai daerah otonom, Dati III, sampai akhirnya sebagai kesatuan masyarakat hukum di bawah kahupaten. Pengaturan desa periodef RI dengan peraturan baru sehingga desa lebih sebagai bentukan baru. Persoalan utama dalam disertasi ini: bagaiména perbedaan pengaturan desa diakui dan desa dibentuk: ii. Apakah kedua desa tersebut memiliki kewenangan yang sama dalam pengeloaan SDA. Desa yang diakui atau marga di Sumatera Selatan diatur dengan IGOB. Upaya perubahan dengan UU baru selama periode RI tidak banyak merubah penyelenggaraan marga karena sebagai besar qagal, kecuali UU No. tahun 1979. Marga memiliki kewenangan mengelola SDA seperti pada masa berlakunya IGOB. IGOB terakhir dicabut oleh UU Desapraja tahun 1965. Tetapi karena UU ini ditunda pemberlakunnya, maka pengaturan marga kembali diselenggarakan menurut hukum adat yang sesungguhnya sama dengan IGOB. Karena itu sejak ditundanya pemberlakuan UU Desapraja pengaturan marga diatur dengan peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Mendagri, Perda, dan Keputusan Gubernur. Kewenangan dalam bidang SDA antara kedua desa tersebut sangat berbeda. Perbedaan dimaksud tercermin dari pengaturan otonomi desa yang diatur oleh IGOB, hukum adat dan UU bail: dalam UU Pemerintahan (di) Daerah maupun UU tetang pemerintahan Desa. Perbedaan pengaturan dan kewenangan tersebut ternyata dipengaruhi oleh konstelasi politik nasional. Upaya Pemerintah Pusat menerapkan desentralisasi ternyata mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut mengarahkan Pemerintah Pusat untuk menata penyelenggaraan negara lebih sentralistik. Pengaturan desentralisasi dan otonomi desa dalam berbagai UU dalam periode RI secara teoritis sejalan dengan teori desentralisasi statis, tetapi tidak sesuai dengan teori desentralisasi dinamis. Karena itu pengaturan tersebut sebagian besar relevan dengan teori desentralisasi statis Hans Kelsen tetapi tidak relevan dengan teori desentralisasi dinamis. Dari sisi kebijakan bentuk peraturan perundang-undangan desetralisasi relevan dengan teori kebijakan (policy process) tetapi dari tata cara pembentukannya tidak sejalan dengan teori hirarki perundang-undangan (stuféntheorie). Penggunaan istilah daerah otonom telah mengaburkan pengertian desentralisasi dan otonami secara teoritis . Konsep desentralisasi dinamis patut diterapkan dengan cara mengatur kewenangan propinsi, kabupaten/kota dan desa dalam satu undang-undang secara tegas sekaligus untuk menetralisir otonomi luas dalam rangka demokratisasi di tingkat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
D1061
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muntoha
"Lahirnya dua undang-undang di bidang pemerintahan daerah yailu UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004, merupakan respons pemerintah terhadap tuntutan demokratisasi pada era reformasi, dengan memberikan kebijakan desentralisasi yang Iebih luas kepada daerah Implikasi dari kebijakan desentralisasi itu telah berdampak pada beberapa daerah di Indonesia yang berbasis Islam lcuat, mulai menuntut diberlakukannya syari?at Islam secara formal untuk diimplementasikan di masing-masing daerah itu. Lahirlah kemudian beberapa peraturan daerah (Perda) yang mengatur beberapa aspek dari ajaran Islam sehingga perda-perda tersebut lazim dipersepsikan sebagai ?Perda-perda Bernuansa Syari?ah?.
Perda-perda bernuansa syari?ah? itu, telah menimbulkan pro clan kontra di kalangan umat Islam sendiri sehingga dalam penelitian ini diaiukan satu rnasalah pokok: Bagaimana merespons aspirasi masyarakat terhadap tuntutan pemberlakuan syari?at Islam scara formal ? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif sedangkan kerangka teoritis yang dibangun untuk pemecahan masalah pokok tersebut adalah mengacu pada teori reoeptio a contrario, teori hirarki nonna hukum, dan teori desentralisasi pemerintahan dalam negara kesatuan: Perrama, teori recepixb a contrario harus dipahami bahwa berlakunya syari?at Islam adalah sebuah keniscayaan; Kedua, teori hirarki norma hukum dimaksudkan untuk mengkaji aspek kepastian hukum dalam kaitannya dengan keberlakuan hukum secara yuridis, yang ditentukan oleh validitas atau kesesuaian hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan; dan Ketiga, teori desentralisasi pemerintahan dalam negara kesatuan harus diposisikan dalam konteks pelimpahan kewenangan penmdangan dari pemerintah kepada daerah-daerah otonom.
Dalam penlitian yang dilakukan terhadap beberapa produk ?Perda dan Qanun bernuansa Syari?ah?, baik pada daerah otonomi khusus maupun daerah lain yang berstatus ownomi biasa ditemukan adanya berbagai hal sebagai berikut: Perramag formalisasi pemberlakuan syari?at Islam di Indonesia memiliki landasan historis-yuridis yang sangat kuat sesuai dengan Pasal 29 ayat (2) UU`D 1945; Kedua, kebijakan otonomi daerah di Indonesia pasoa reformasi berimplikasi pada adanya peluang bagi daerah-daerah untuk memberlakukan corak hukumnya masing-masing, termasuk pemberlakuan syari?at Islam; Ketiga, jenis-jenis ?Perda dan Qanun bemuansa syari?ah? yang telah diproduk beberapa pemerintahan daerah di Indonesia terdiri dari empat klasifikasi: (1) jenis perda yang terkait dengan isu moralitas masyarakat secara umum (Perda anti pelacuran dan perzinaan), (2) jenis perda yang terkait dengan fashion (keharusan mernakai jilbab dan jenis pakaian laixmya di tempat-tempat tertentu), (3) jenis perda yang terkait dengan ?keterampilan beragama (keharusan pandai baca-tulis A1-Qur?an), dan (4) jenis perda yang terkait dengan pemungutan dana sosial dari masyarakat (zakat, infaq, dan shadaqah). Hal ini pada dasarnya tidak ada yang perlu dipersoalkan karena merupakan produk bersama antara eksekutif dan legislatif, tetapi dari aspek materi-muatan yang diatur di dalamnya banyak yang overlap dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada tingkat atasnya.
Atas dasar uraian di atas, maka perlu ditinjau kembali atas beberapa produk perda dan qanun tersebut, baik melalui judicial review maupun executive review.
The establishment of two legislations on local government, namely Act No. 22 Year 1999 and Act No. 32 Year 2004, highlights government?s response toward demand of democratization during Reformation era by issuing more decentralization policy for local govemment. The policy of decentralization has also shown robust implication particularly on several regions which possess strong Islamic character. They inquired to enforce legal Islamic syari?ah formally to be implemented locally. Accordingly, local regulation or laws were issued to lay down some aspects of Islamic teaching which is otten labeled as ?syari?ah based local laws".
The ?syari?ah based local laws? has attracted public attention specially among Muslim communities which is focused on this research by presenting a basic question; I-low to respond communities aspiration toward formally Shari 'a-isation of PERDA (Process of Making Regional Regulations based on Islamic Syari ?ah) ? This research adopts a normative judicial approach, while theoretical framework is based on the theory of reception a contrario, theory of hierarchy of legislation, and theory of decentralization in the context of unitary state system. First, theory of reception a contrario must be tmderstood in the context of basic value which obviously requires the formalization of syari?ah Secondly, that of hierarchy of legislation aims to examine aspect of rule of law in terms of legal enforcement which is determined by validity of legislation hierarchy. Finally, that of decentralization in the context of unitary state system must be positioned in the context of distribution of authority from central to local governments.
Based on this research, either in selected local governments with normal autonomy or in special autonomy, some basic Endings that can he described are as follow; first, forrnalization of syari?ah law enforcement in Indonesia has got it strong historical-judicial principle according to Article 29 (2) of the 1945 Constitution; Secondly, decentralization or autonomy policy in Indonesia after the Reformation era has brought to condition where some local government might produce their local laws in accordance with their characteristics including Islamic syari?ah. Thirdly, types of Perda and Qonun with Syari?ah basis issued by local govemments in Indonesia could be classified into four segments; (1) Type of Perda which deals with morality of communities in general (Perda of Anti-Prostitution and Adultery), (2) that of Perda which deals modesty and fashion (obligation to wear scarf or modesty in public places), (3) that of Perda which deals with religious skills (ability to read and write Al-Qur?an), and (4) that of Perda which deals with social charity funds raising (zakat, infaq and shadaqah). Those Perda must not be seen as problematic matters since those are joint products between local legislative and executive bodies. However, the matters stipulated in those Perda have overlapped with other higher legislations.
Based on that proposition, it needs to be considered that all Perda and Qonun should be reviewed, either through judicial review or executive review.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1062
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dharma Setyawan Salam
Jakarta: Djambatan, 2001
352.14 DHA o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wajong, J.
Jakarta: Djambatan, 1975
352 Waj a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Nasroen
Groningen: J.B. Wolters, 1951
352 NAS m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>