Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109539 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marshella Laksana
"Seorang pria dan seorang wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan selanjutnya disahkan pada pegawai pencatat perkawinan. Akan tetapi dapat terjadi perjanjian perkawinan yamg dibuat oleh suami isteri tidak didaftarkan pada pegawai pencatat perkawinan. Permasalahan yang dikemukakan pada tesis ini adalah apakah dimungkinkan pengesahan perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung serta apakah konsekuensi dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan pada pencatat perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Pokok hasil dari penelitian dalam tesis ini adalah bahwa perjanjian perkawinan antara suami isteri dimaksudkan untuk menentukan bagian harta kekayaan masing-masing yang dibuat dalam klausula perjanjian dengan tujuan untuk menyelamatkan harta salah satu pihak apabila pihak yang lain dinyatakan pailit. sedangkan akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak dimintakan pengesahan pada pegawai pencatat perkawinan bagi suami isteri dan pihak ketiga, adalah perjanjian perkawinan tersebut tetap sah tetapi tidak berlaku bagi pihak ketiga, sehingga pihak ketiga dapat menganggap dalam perkawinan tersebut tidak terjadi pisah harta.

Man and a woman who wanted to establish a marriage can make a marriage aggrement. Marriage aggrement must be made in writing and subsequently passed in marriage registrar officer. But can occur marriage aggrement made by the husband and wife are not registered with the civil registrar of marriage. Issues raised in this thesis is whether the possible ratification of a treaty of marriage after the marriage took place and whether the consequences of the marriage aggrement is not registered with the registrar of marriage. Research used in this thesis are the type of normative research, namely a study of primary legal materials and secondary legal materials.
Principal results of the research in this thesis is that the marriage aggrement between husband and wife are meant to determine the assets of each clause in the agreement made with the goal to save one party property if the other party is declared bankrupt. while the legal consequences of marriage aggrement don't have approval from the marriage registrar officer the marriage aggrement is still valid but it does not apply to any third party, that third parties can assume the marriage aggrement is doesn't exist.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31594
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juang Gibran
"Sebuah perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat oleh beberapa sebelum menikah untuk mengatur konsekuensi dari pernikahan ke properti. Berdasarkan pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Perkawinan Indonesia, agar perjanjian pranikah dapat mengikat pihak ketiga, harus didaftarkan oleh catatan sipil pernikahan. Di sebuah Kasus pihak telah lalai untuk mendaftarkan perjanjian pranikah mereka, kata perjanjian tidak memiliki kekuatan mengikat lebih pihak ketiga. Metode analisis adalah pendekatan yuridis normatif. Data dan bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian sastra dan wawancara dengan Notaris dan Ex Notaris. Itu Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dasar hukum dari pendaftaran pranikah perjanjian setelah menikah dan untuk mengetahui hukum mengikat perjanjian yang ke Pihak ketiga. Berdasarkan penelitian, ada peraturan mengenai pendaftaran perjanjian pranikah setelah menikah dalam hukum yang ada dan peraturan. Namun, ada kemungkinan bahwa Hakim berbasis keputusannya pada analogi hukum untuk mendaftar bahwa perjanjian pranikah sesuai dengan Peraturan di Perdata Indonesia tentang kelalaian mendaftarkan acara hukum (pernikahan, kematian) dalam pencatatan sipil dapat dilakukan melalui pengadilan. Untuk mendaftar (setelah itu) oleh kantor catatan sipil. pranikah yang Perjanjian yang telah terdaftar setelah menikah tidak memiliki kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga yang memiliki hubungan hukum sebelum pendaftaran itu.

A prenuptial agreement is an agreement made by a couple before marriage to arrange the consequences of a marriage to the property. Based on article 29 Paragraph 1 of the Indonesian Marriage Act, in order that a prenuptial agreement can bind the third parties, it must be registered by a civil registrar of marriage. In a case the parties have been negligent to register their prenuptial agreement, said agreement does not have binding power over third parties. The analytical method is a normative juridical approach. The legal data and materials are obtained through literary research and interviews with a Notary and Ex Notary. The purpose of this research is to find the legal basis of the registration of a prenuptial agreement after marriage and to know the legal binding of that agreement to the third parties. Based on the research, there is no regulation concerning the registration of a prenuptial agreement after marriage in the existing laws and regulation. However, there is a possibility that a Judge based his decision on a legal analogy to register that prenuptial agreement in accordance with the regulation in the Indonesian Civil Code concerning the negligence to register a legal event (marriage, death) in the civil registration can be done through a court order to register (afterwards) by the civil registration office. That prenuptial agreement that has been registered after marriage does not have binding power towards the third parties who have a legal relation before that registration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karsina Lopinta Dimaya Rumengan
"Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada para pihak yang mengikatkan diri ke dalam perjanjian perkawinan yang berkenaan dengan gugatan hak bersama yang dilayangkan oleh satu pihak. serta penafsiran ketentuan pasal dalam Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta peraturan perundangan lainnya yang berkenaan dengan perjanjian perkawinan. Permasalahan yang diangkat adalah menganalisis pengaturan tentang keabsahan Akta Autentik Perjanjian Perkawinan dan menelaah pelaksanaan hukum nasional terkait perjanjian perkawinan.

Untuk menjawab permasalahan tersebut metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif serta penelitian data yang digunakan adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data studi dokumen dan pustaka . Hasil analisa dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian perkawinan mulai dipilih oleh calon pasangan suami istri di Indonesia demi melindungi aset dan kepentingan lainnya, namun masih juga menimbulkan masalah terkait harta bersama. Maka dari itu, perlunya notaris turut giat mensosialisasikan manfaat dan akibat hukum serta bersikap tegas akan pembuatan perjanjian perkawinan yang harus dibuat dengan akta notarial. Hal ini semata demi melindungi kepentingan klien.


This research discusses the legal protection provided to parties who bind themselves to the Prenuptial Agreement in connection with a claim for collective rights filed by one party. As well as the interpretation of the provisions of the Article in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage along with other laws and regulations regarding the prenuptial agreement. The problem raised is analyzing the arrangements regarding the validity of the Authentic Prenuptial Agreement and examining the implementation of national laws related to the marriage agreement.

To answer this problems, the method used in this research is normative juridical research. The data used are secondary data with documents and literatures study data collection tools. The result of the analysis is that the marriage agreement has begun to be selected by the prospective husband and wife in Indonesia in order to protect their assets and other interests, but still raises problems related to joint assets. Therefore, it it necessary for notaries to actively socialize the benefits and consequences of the law and to be firm in the making of a marriage agreement that must be made with a notarial deed. This is solely for the sake of protecting the client's assets."

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Lenggo Sari
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kawin yang dibuat sepasang suami istri sepanjang perkawinan saat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015 (Putusan MK) belum diputuskan. Perjanjian kawin yang tujuan utamanya untuk mengatur harta benda perkawinan wajib dibuat secara tertulis oleh suami istri sebelum atau saat dilangsungkannya perkawinan serta disahkan ke Pegawai Pencatat Perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 1/1974). Perihal inilah yang dibahas dalam penelitian ini, dengan berdasarkan pada kasus dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 534/PDT/2019/PT SMG, dengan permasalahan yang ditemukan yaitu keabsahan dan pertanggungjawaban Notaris terkait dengan legalisasi perjanjian kawin bawah tangan, keabsahan perjanjian kawin yang dibuat sepanjang masa perkawinan dan tidak disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, dan keabsahan pembagian hutang bersama dan harta bersama oleh Majelis Hakim dengan berdasarkan pada perjanjian kawin yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, Penulis melakukan penelitian dengan bahan pustaka berupa peraturan dan literatur terkait. Dan setelah dilakukan penelitian tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa perjanjian kawin dapat berupa akta bawah tangan yang dilegalisasi Notaris, karena Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 hanya mensyaratkan perjanjian kawin dibuat secara tertulis. Penulis menyimpulkan bahwa membuat perjanjian kawin sepanjang masa perkawinan bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 dan mengakibatkan perjanjian kawin menjadi batal demi hukum, sedangkan ketidakpatuhan untuk mengesahkannya ke Pegawai Pencatat Perkawinan mengakibatkan perjanjian kawin hanya mengikat diantara para pihak dan tidak kepada pihak ketiga. Lebih lanjut, penggunaan perjanjian kawin yang bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 sebagai dasar membagi harta dan hutang bersama dirasa kurang tepat, sekalipun perjanjian kawin tersebut dapat dibuat pada masa perkawinan sebagaimana tafsir Putusan MK, suatu perjanjian kawin tidaklah diperbolehkan untuk merugikan pihak ketiga. 

This thesis analyzes marriage agreement between husband and wife during the marriage in times where the Verdict of the Constitutional Court of Republic of Indonesia Number 69/PUU-XIII/2015 have not been sentenced yet. Objective of marriage agreement is to regulate wealth and property between husband and wife during their marriage. Marriage agreement can only be made before or while marriage and must be registered to Marriage Registrar Official as regulated by Article 29 Law Number 1 Year 1974 regarding to Marriage (UU 1/1974). In a case in Central Java as documented in Central Java’s High Court Verdict Number 534/PDT/2019/PT SMG, several issues were found which are the validity of the notary regarding authorization of marriage agreement, validity of marriage agreement which did not authorized by Marriage Registrar Official and validity of  joint wealth and debt sharing which did not comply with Article 29  paragraph (1) Law 1/1974. Using normative juridical method, the writer did this research using reference to related regulations and literature. After conducting the research, the writer concluded that a marriage agreement can be authorized through legalization in front of a notary because Article 29 paragraph (1) Law 1/1974 only requires a marriage agreement to be made in written form. The writer also concluded that a marriage agreement which was made during the times of marriage did not comply with Article 29 paragraph (1) UU 1/1974 hence null and void in front of the law. Meanwhile, marriage agreement that had not been authorized by Marriage Registrar Official will only binding between the parties, not binding the third party.  Lastly, the use of unlawful agreement as the base of wealth and debt sharing between husband and wife is not rightly did by Council of the Judges, because although the marriage agreement can be made during the marriage as interpreted in the Verdict of the Constitutional Court of Republic of Indonesia Number 69/PUUXIII/2015, a marriage agreement made is not allowed to harm the third party. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ikhlas Husein
"Perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai harta benda perkawinan suami isteri tidak begitu dikenal oleh masyarakat muslim di Indonesia sebagai subyek hukum yang tunduk pada hukum Islam, sehingga jarang dilakukan karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai hal tersebut. Dalam penelitian tesis ini, dibahas mengenai bagaimana kedudukan hukum perjanjian perkawinan antara subyek hukum beragama Islam menurut hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta bagaimana akibat hukum dari perjanjian perkawinan antara subyek hukum beragama Islam yang tidak didaftarkan terhadap pembagian harta bersama dalam perceraian, dengan menganalisis kasus Putusan Nomor 0502/Pdt.G/2013/PA JS dan kesesuaian putusan tersebut dengan hukum Islam, UU Perkawinan, dan KHI. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Pada prinsipnya, hukum dasar dari membuat perjanjian perkawinan dalam Islam adalah mu?bah (boleh) sepanjang perjanjian tersebut tidak berisi hal-hal yang dilarang atau diharamkan syariat Islam (Surat Al-Maidah ayat 1). UU Perkawinan mengaturnya dalam Pasal 29 dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 45 -52 KHI khusus bagi orang-orang yang beragama Islam (subyek hukum beragama Islam). Pasal 29 UU Perkawinan mengatur bahwa perjanjian perkawinan harus didaftarkan/disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Akibat hukum dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan adalah tetap mengikat kedua belah pihak, namun tidak mengikat pihak ketiga. Perjanjian perkawinan tersebut dapat disahkan oleh hakim sepanjang isi perjanjiannya memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan bagi kedua belah pihak perjanjian perkawinan tersebut tetap berlaku sebagai undang-undang (Pasal 1338 KUHPerdata).

The prenuptial agreement governing the property of conjugal marriage is not so well known by the moslems community in Indonesia as subjects of law subject to Islamic law, so it is rarely done due to lack of awareness and understanding on the matter. In the thesis, explained about how the legal position of the prenuptial agreement between the moslems legal subjects according to Islamic law, the law of marriage no. 1/1974 and compilation of Islamic law, as well as how the legal consequences of the prenuptial agreement between the moslems legal subjects which is not registered to the division of joint property in divorce, by analysing the verdict no. 0502/Pdt.G/2013/PA JS and the verdict conformity with Islamic law, the law of marriage no. 1/1974 and compilation of Islamic law. This thesis uses literature research method that is juridical normative. In principle, the basic law of making prenuptial agreement in Islam is mu?bah (allowed) as long as the agreement does not contain things that are prohibited or forbidden by Islamic shariah (Surah Al-Maidah ayah 1). The marriage law set down in Article 29 and further stipulated in Article 45-52 in compilation of Islamic, specifically for moslems (moslems legal subjects). Article 29 of the marriage law stipulates that the prenuptial agreement to be registered/authorized by the marriage registrar employees. The legal consequences of prenuptial agreements that are not registered are still binding on both sides of husband and wife, but does not bind third parties. The prenuptial agreement can be ratified by the judge throughout the content of the agreement meets the provisions of Article 1320 BW and for both sides of the prenuptial agreement is still valid as a law (Article 1338 BW)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvien
"Perjanjian perkawinan dibuat untuk mengatur harta benda milik suami istri. Perjanjian perkawinan yang telah dibuat harus didaftarkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bersamaan dengan pendaftaran akta nikah. Namun dalam praktiknya para pihak yang membuat akad nikah tidak melampirkan akad nikah pada saat pencatatan nikah. Pentingnya pencatatan berdampak pada status aset dan hutang pihak ketiga. Berdasarkan aturan, akad nikah yang tidak tercatat membuat akad nikah tidak sah, karena tidak memenuhi asas publisitas. Dengan menggunakan metode penulisan normatif, makalah ini akan membahas tentang perjanjian nikah yang tidak tercatat dalam akta nikah dengan menganalisis Putusan Nomor 25 / Pdt.G / 2013 / PN.Tbn. Dapat disimpulkan bahwa akad nikah siri akan membatalkan akad nikah yang tidak mengikat pihak ketiga. Namun keberadaan akad nikah tetap berlaku bagi pihak yang membuatnya. Penulis menyarankan kepada hakim untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai tata cara pembuatan dan pencatatan akad nikah serta mempertimbangkan pula untuk menentukan perpanjangan atau pembaharuan akad nikah.

The marriage agreement is made to regulate the property belonging to the husband and wife. Marriage agreements that have been made must be registered at the Population and Civil Registry Service together with the registration of a marriage certificate. However, in practice, the parties making the marriage contract do not attach the marriage contract at the time of registration of marriage. The importance of record-keeping has an impact on the asset and debt status of third parties. Based on the regulations, an unregistered marriage contract invalidates the marriage contract, because it does not fulfill the principle of publicity. By using the normative writing method, this paper will discuss about marriage agreements that are not recorded in the marriage certificate by analyzing Decision Number 25 / Pdt.G / 2013 / PN.Tbn. It can be concluded that the siri nikah contract will cancel the marriage contract that is not binding on a third party. However, the existence of the marriage contract still applies to the party who made it. The author suggests the judge to provide socialization to the public regarding the procedures for making and recording marriage contracts and also considering determining the extension or renewal of the marriage contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisha Ramadina
"Skripsi ini membahas mengenai pembatalan perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan Selain itu juga akan dibahas mengenai pelaksanaan perjanjian perkawinan yang tidak sesuai dengan isi yang telah disepakati suami dan isteri dalam Putusan No 25 Pdt G 2013 PN Tbn Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif dengan studi kepustakaan Metode penelitian ini digunakan untuk menjawab suatu permasalahan hukum yaitu apakah suatu perjanjian perkawinan yang tidak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan serta dilaksanakan tidak sesuai dengan isi dapat dibatalkan atau tidak Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dilakukan perubahan secara mendesak terhadap Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan khususnya mengenai pengaturan perjanjian perkawinan.

This thesis discusses about annulment of the declined nuptial agreement by officer of marriage registration office Furthermore it also discuss about the unsuitable nuptial agreement implementation with the agreed contents by the parties which stated in court stipulation number 25 Pdt G2013 PN Tbn This thesis research is a juridicial normative with the literature study which used to solve the legal issues The legal issues on this thesis are the declined nuptial agreement by officer of marriage registration office and unsuitable nuptial agreement implementation with the agreed contents can be annulled or not This research suggests to urgently modifying act No 1 1974 about marriage especially regarding nuptial agreement arrangements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yedia Dini
"Perjanjian perkawinan merupakan persetujuan antara calon suami atau istri, untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka, yang menyimpang dari persatuan harta kekayaan. Perjanjian Perkawinan bukanlah hal yang popular dalam masyarakat, karena dalam masyarakat terdapat pemikiran bahwa suami-istri yang membuat perjanjian perkawinan dianggap tidak mencintai pasangannya sepenuh hati, karena tidak mau membagi harta yang diperolehnya. Hal ini disebabkan dengan adanya perjanjian perkawinan maka dengan sendirinya dalam perkawinan tersebut tidak terdapat harta bersama dan yang ada hanya harta pribadi masing-masing dari suami atau istri. Mengenai perjanjian perkawinan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 29. Permasalahan yang dikemukakan pada tesis ini adalah apakah dimungkinkan pengesahan perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung serta apakah konsekuensi dari perjanjian perkawinan terhadap pihak ketiga yang tidak didaftarkan pada pencatat perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan persyaratan yang harus dipenuhi agar sebuah perjanjian perkawinan mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga adalah dengan cara mensahkan perjanjian perkawinan tersebut kepada pegawai pencatatan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibat hukum apabila perjanjian perkawinan tidak didaftarkan untuk suami-istri tidak mempunyai akibat hukum yang signifikan, karena perjanjian tersebut tetap mengikat kepada kedua belah pihak, sedangkan untuk pihak ketiga, apabila perjanjian perkawinan tidak didaftarkan maka akibat hukumnya perjanjian perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak ketiga.

Marital agreement is an agreement between a husband or wife, to arrange a marriage due to their property, which deviates from unity wealth. The marriage agreement is not popular in the community, because the community there is the idea that a husband and wife who made a marriage agreement is considered not wholeheartedly love their partner, because they do not want to divide the wealth obtained. This is due to the existence of the marriage covenant itself in the marriage there is no joint property and that there are only personal property of each of the husband or wife. Regarding the marriage agreement is regulated in Law No. 1 of 1974 on Marriage, Article 29. The problem presented in this thesis is whether the possible ratification of the treaty of marriage after the marriage took place and whether the consequences of the marriage covenant against third parties who are not registered with the registration of marriage, the research in this thesis is the type of normative research, the study of primary legal materials and secondary law.
From the results of this study concluded the requirements that must be met in order for a marriage agreement has binding force on the third party is to ratify the marital agreement to the employee registration of marriage as set out in Article 29 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 on Marriage. The legal consequences if the marriage covenant are not registered to the husband and wife have no legal consequences are significant, because the agreement remains binding to both parties, while for a third party, if the marriage covenant are not registered then the legal consequences of the marriage covenant does not have binding legal force to third parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Silviana
"Latar Belakang dari Penelitian ini adalah Jual beli terhadap perumahan yang meliputi jual beli rumah beserta tanahnya tidak selamanya dilangsungkan dengan kontan dan tunai. Pelaksanaan jual beli dalam prakteknya yang dilakukan tidak secara tunai untuk pemilikan rumah maka banyak pihak Perusahaan Pengembang yang kemudian memakai surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli baku sebagai perjanjian jual belinya, yang tidak dibuat dihadapan Pejabat Umum (Notaris). Keadaan seperti ini akan menjadi permasalahan terutama tentang bagaimana kekuatan perjanjian pengikatan jual beli, yang dibuat dibawah tangan oleh Pihak Developer.
Rumusan masalah dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, pertama bagaimana kekuatan hukum dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli hak atas tanah antara PT. CP dengan Pihak pembeli yang dibuat di bawah tangan? Yang kedua bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat di bawah tangan oleh PT. CP?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, baik bahan hukum primer sekunder dan tersier, data akan dikelola secara kualitatif hasilnya berupa deskriftif analitis.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan, bahwa Kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dibawah tangan, khususnya yang dibuat oleh PT CP dengan nasabah adalah sama dengan kekuatan hukum yang dimiliki oleh akta perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat secara dibawah tangan, dimana kekuatannya hanya didasarkan kepada Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya dan Perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli sangat tergantung kepada kekuatan dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat, yaitu jika dibuat dengan akta dibawah tangan maka perlindungannya sepanjang para pihak mengakui adanya perjanjian jual beli yang dibuat di bawah tangan.

The background of this research is to buy and sell against housing that includes the buying and selling of houses and their land was not always held by cash and cash. The implementation in practice of buying and selling is done not in cash for home ownership so many parties the company the Developer then uses the agreement Binding sale and purchase agreement to purchase as a raw, which was not made Public before the Official (Notarity). Such circumstances this would be a problem especially on how the power of binding sale and purchase agreements, made under the hands of the Developer.
Formulation of the problem in this research is divided into two, the first deed of legal power of how Covenants Binding sale and purchase of land between PT. CP with the buyers made under the hands? The second how to legal protection of the parties in the agreement binding sale and purchase made under the hand by PT. CP. This research is research that is both normative juridical law by using secondary data, both primary and secondary legal materials tertiary, the data will be managed qualitatively the results in the form of analytical deskriftif.
From the results of this study, it was concluded that the legal power of the deed of Covenant binding of selling land rights created under the hands, especially made by PT CP with a customer is equal to the force of law that are owned by the deed of Covenant Binding sale and purchase (PJB) made under the hands, where his strength is based upon Article 1338 of the book of the Civil Code Act which reads : all agreements made legally valid as legislation for those who make it and the fulfillment of the legal protection of the rights of the parties if one party doing the binding agreement in tort and selling highly depends on the strength of binding sale and purchase agreements are made, if made by deed under the hand then its protection along the parties acknowledge the existence of the purchase agreement made under the hand.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Kartika Puji Karishma
"Jaman telah berganti, hal tersebut adalah hal yang tidak dapat kita elakkan. Dahulu mayoritas hanya pria sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah untuk keluarganya, sedangkan sang istri dirumah untuk mengurus keluarga. Seiring perubahan zaman dan tuntutan akan kesetaraan wanita mulai bekerja dan bersama dengan pria mulai bergerak dalam perekonomian di berbagai bidang dan pekerjaan. Hal tersebut tidak dapat kita pungkiri telah membawa pandangan baru dalam perkawinan, masyarakat kini telah merasa perlu untuk melindungi hak-hak yang merupakan harta pribadinya, melalui sebuah perjanjian yang disebut dengan perjanjian perkawinanlah hal tersebut dapat dilakukan, dimana didalamnya suami dan istri sepakat untuk memisahkan harta mereka. Di dalam peraturan hukum mengenai perkawinan yaitu di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa perjanjian kawin dapat dilakukan sebelum atau pada saat perkawinan, permasalahan muncul tatkala terdapat pasangan yang ingin membuat perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dan mempertanyakan kemungkinan hal tesebut dapat dilakukan. Penulis kemudian meneliti permasalahan ini dengan metode penelitian yuridis normatif, dimana penulis dalam meneliti mengacu pada aturan-atauran hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan ini secara deskriptif analitis. Melalui penelitian penulis menemukan jawabannya bahwa, hal tersebut dimungkinkan dengan sebelumnya mengajukan permohonan terlebih dahulu dan ijin untuk membuatnya baru muncul ketika Pengadilan melalui Hakim mengabulkan permohonan tersebut.

Time has changed, it is something we can not avoid. Formerly is majority that only men as heads of households who make a living for his family, while his wife at home, take care of the family. With the change of times and demands for equality, women began working too in various fields and jobs. It brought a new view of marriage, society has now felt the need to protect the rights which are personal property, and the possibility to do that is through an agreement called marriage agreement. In which husband and wife agreed to separate the they property. In the legislation on marriage that is in Civil Law and Law Number 1 of 1974 About Marriage states that marriage agreement can be performed before or during marriage. Problems arise when there are couples who want to make a marriage agreement after the marriage and questioning the possibility to do so. The author then examines these issues with the method of juridical normative research, which examined in reference to the existing rules of law to then be able to answer this problem in a descriptive analytic. Through the study authors found the answer that, it is possible to do by previously apply for permission in advance and if the Court of Justice granted the request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28856
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>