Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia,
S16286
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989
350.0073 Des
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maghfiroh Yenny
"ABSTRAK
Sejak diberlakukannya otonomi daerah mulai pada bulan Januari
2001, terjadi perubahan dari pemerintahan yang sentrallstik menjadi desentralistik, termasuk dalam hal wewenang pengelolaan keuangan dan pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang, di antaranya adalah bidang pendidikan. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia, dalam hal ini adalah Angka Melek Huruf, Rasio Murid terhadap Guru,dan Angka Partisipasi Murni. Studi d!lakukan dalam rentang waktu 10 tahun, dari tahun 1996-
2005, yaitu tahun 1996-2000 untuk sebelum desentralisasi dan tahun 2001-2005 untuk setelah desentralisasi. Penelitian ini menggunakan metode pendugaan persamaan ordinary least square (OLS), dengan model regresi data panel. Sebagai variabel depencten adalah Angka Melek Huruf, Rasia Murid terhadap Gurur Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar, dan Angka Partisipasi Murni Sekolah Menengah. Sedangkan variabel independen adalah anggaran bidang pendidikan di tiap kabupaten/kota dan provinsi (APBD), anggaran bidang pendidlkan yang dikeluarkan pemerintah pusat (APBN), pengeluaran rumah tangga untuk pendidlkan, dan pendapatan per kapita.
Dari hasil estimasl dengan menggunakan software Evlews 5.1 dlketahul bahwa anggaran pendidikan di daerah (APBD), anggaran pendidikan pemerintah pusat (APBN), berkorelasi positif dan berpengaruh signlfikan terhadap Angka Melek Huruf dan Angka Partisipasi Murnl. Namun, APBD dan APBN tidak berpengaruh signitikan terhadap Rasio Murid dan Guru. Untuk variabel pengeluaran rumah tangga untuk pendidlkan berkorelasi positif dan berpengaruh signifikan dengan Angka Partisipasl Murni. Variabel pendapatan per kapita juga berkorelasi positif dan berpengaruh signifikan dengan Angka Melek Huruf,Rasia Murid terhadap Guru, dan Angka Partisipasi Murni."
2008
T20857
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hania Rahma
"Seiring dengan penerapan desentralisasi sejak Januari 2001 lalu, penyelenggaraan asas dekonsentrasi di Indonesia juga mengalami perubahan mendasar baik dalam tata aturan penyelenggaraannya maupun dalam luas cakupan bidang kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan. Penerapan dekonsentrasi di Indonesia pada era desentralisasi ditujukan untuk melaksanakan sejumlah kewenangan di bidang lain yang masih dimiliki Pemerintah Pusat, selain lima bidang kewenangan utama yang tidak diserahkan ke daerah, yang lokasi pelaksanaannya berada di daerah. Kewenangan Pemerintah tersebut menurut UU 22/1999 dilimpahkan kepada gubernur dan atau perangkat pusat di daerah. Untuk kewenangan yang dilimpahkan kepada gubernur, pelaksanaannya berada pada dinas propinsi.
Desentralisasi seharusnya berimplikasi pada berkurangnya secara signifikan anggaran pembangunan sektoral yang dikelola Pemerintah Pusat mengingat mekanisme pembiayaan yang dianut Indonesia adalah money follows function. Namun yang terjadi saat ini adalah terdapatnya hubungan yang tidak sejalan antara arah dan besar perubahan kewenangan dalam penyelenggaraan pembangunan dengan arah dan besar perubahan anggaran yang dialokasikan untuk melaksanaan kewenangan tersebut. Hal ini rnenimbulkan sejumlah pertanyaan yaitu: bagaimana dekonsentrasi diatur dalam peraturan perundangan yang ada saat ini, sejauh mana pelaksanaan dekonsentrasi di Indonesia dalam konteks desentralisasi secara umum, sejauh mana praktek dekonsentrasi telah sejalan dengan peraturan perundangan yang ada, implikasi apa yang timbul dari praktek dekonsentrasi yang terjadi selama ini, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?
Hingga saat ini tidak banyak studi atau kajian mengenai dekonsentrasi. Di Indonesia, bahkan belum ada studi yang secara khusus membahas persoalan dekonsentrasi pada era desentralisasi. Berangkat dad permasalahan di atas dan adanya keinginan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan peraturan perundangan dan pelaksanaan dekonsentrasi di Indonesia, kajian ini ditujukan untuk mempelajari pelaksanaan dekonsentrasi dengan membandingkan praktek dekonsentrasi yang terjadi dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, serta mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pelaksanaan dekonsentrasi di Indonesia pada era desentraliasasi.
Studi ini menggunakan variabel pengeluaran pembangunan APBN, terutama yang dikategorikan sebagai anggaran dekonsentrasi, sebagai indikator utama dalam menilal pelaksanaan dekonsentrasi. Selain APBN digunakan juga variabel pengeluaran pembangunan yang berasal dari APBD. Untuk menilai praktek dekonsentrasi yang dijalankan oleh departemen pusat, Departemen Pertanian diambil sebagai contoh kasus.
Secara keseluruhan, hasil studi menyimpulkan bahwa penyelenggaraan dekonsentrasi pada era desentralisasi masih jauh dari kondisi yang ditetapkan oleh peraturan perundangan dan masih di bawah kondisi yang diharapkan dari penyelenggaraan desentralisasi secara umum. Keseluruhan hasil studi menunjukkan:
Masih terdapat ketidakseimbangan dalam pola pembiayaan pembangunan antara pusat dan daerah yang dicerminkan oleh masih tingginya kontribusi APBN dalam pembiayaan penyelenggaraan pembangunan secara keseluruhan, terus meningkatnya pengeluaran pembangunan APBN selama era desentralisasi dengan tingkat kenaikan yang lebih besar dibanding tingkat kenaikan dana perimbangan yang ditransfer ke daerah otonom, terjadinya pergeseran dalam aiokasi pengeluaran pembangunan APBN dari yang tadinya secara dominan diselenggarakan di daerah menjadi lebih banyak dilaksanakan langsung oleh kantor pusat,
Terdapat ketimpangan antara anggaran dekonsentrasi dengan anggaran pembangunan yang berasal dari APBD dan juga dengan dana perimbangan yang diterima daerah yang ditunjukkan oleh tingginya anggaran dekonsentrasi (mencapai 2-4 kali lipat) dibanding anggaran pembangunan yang bersumber dari APBD, tidak seimbangnya besaran pembiayaan dengan besaran kewenangan yang diserahkan/dilimpahkan sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya anggaran dekonsentrasi dibanding dana perimbangan yang diterima daerah, tidakterdapatnya pola, kriteria maupun mekanisme distribusi anggaran dekonsentrasi di antara propinsi,
Terdapat penyimpangan dalam praktek dekonsentrasi yang dijalankan departemen/LPND yang ditunjukkan oleh fakta bahwa sebanyak 73,5% anggaran pembangunan APBN dan 94% anggaran dekonsentrasi justru diserap oleh kelompok departemen/LPND yang tidak terkait dengan bidang kewenangan utama yang tidak diserahkan ke daerah, lebih dari 98% anggaran dekonsentrasi digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan yang bersifat pelaksanaan di daerah hanya 0,4% yang dialokasikan untuk penyelenggaraan kewenangan yang bersifat penetapan kebijakan, sebagian besar kegiatan dekonsentrasi diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota dengan melibatkan dinas pemerintah daerah setempat, tidak ada perubahan yang terjadi dalam mekanisme dan pendekatan yang digunakan oleh Departemen/LPND dalam merumuskan kegiatan dan menyusun anggaran dekonsentrasi dibanding sebelum desentralisasi.
Dari kasus Departemen Pertanian (Deptan) diketahui bahwa lebih dari separuh anggaran dekonsentrasi Deptan dialokasikan untuk penyelenggaraan proyek di 337 kabupaten/kota dengan rata-rata nilai proyek sebesar Rp 2,1 milyar per kabupaten/kota, Deptan masih menjadikan dekonsentrasi sebagai pendistribusian tugas penyelenggaraan pembangunan antara pusat dan daerah tanpa memperhatikan apakah sesuai atau tidak dengan bidang kewenangan yang dimiliki, Iebih dari 98% anggaran dekonsentrasi Deptan digunakan untuk membiayai kegiatan proyek pembangunan pertanian yang ruang lingkup kewenangannya bukan lagi milik Deptan berdasarkan peraturan perundangan yang ada, anggaran dekonsentrasi Deptan yang sangat tinggi (rata-rata 3 kali lipat dari anggaran pembangunan sektor pertanian yang dibiayai APED) berpeluang mengganggu penyelenggaraan kegiatan dinas propinsi dalam rangka desentralisasi.
Kondisi di atas disebabkan oleh sejumlah faktor yang bersumber dari: (1) peraturan perundangan yang ada yaitu berupa (i) kelemahan ketentuan pasal-pasal dalam UU dan PP yang berlaku saat ini, (ii) adanya gap antara ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku saat ini dengan terminologi dalam teori dekonsentrasi, dan (iii) terdapatnya inkonsistenasi di antara pasal-pasal yang terkait dengan dekonsentrasi yang terdapat daiam UU dan PP serta peraturan lain yang menyertainya, serta (2) pelaksanaan peraturan perundangan di lapangan yaitu berupa (i) adanya resistensi yang kuat dari pemerintah pusat untuk menyerahkan kewenangan berikut pembiayaannya kepada daerah, (ii) tidak berperannya Departemen Keuangan sebagai katup akhir penentuan keputusan pengalokasian penggunaan pengeluaran negara, (iii) hampir tidakadanya departemen/LPND yang melakukan penyesuaian tugas pokok dan fungsi dengan perubahan bidang kewenangan paska desentralisasi, (iv) rendahnya pemahaman para penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah mengenai dekonsentrasi, (v) rasa kecurigaan yang beriebihan berkaitan dengan rendahnya kepercayaan antar berbagai tingkatan pemerintahan, (vi) ketidakseimbangan antara transfer jumlah dan bobot kewenangan dengan pembiayaan, serta (vii) keteriambatan pusat dalam mengeluarkan peraturan perundangan lanjutan yang mendukung pencapaian efektifitas penyelenggaraan dekonsentrasi.
Studi ini mengusulkan kepada Pemerintah untuk: (1) melakukan berbagai perubahan dan penyempurnaan peraturan perundangan yang mengatur penyelenggaraan dekonsentrasi dalam konteks desentralisasi secara luas yaitu dengan mengembalikan ketentuan mengenai dekonsentrasi kepada terminologi yang sebenarnya dan melakukan penyempurnaan peraturan perundangan tentang pembagian bidang kewenangan antara pusat dan daerah, (2) melakukan evaluasi dan koreksi terhadap alokasi anggaran pengeluaran negara, terutama pengeluaran pembanguan dan dana perimbangan, (3) menetapkan departemen/LPND yang bertugas menindakianjuti ketentuan-ketentuan peraturan perundangan mengenai penyelenggaraan dekonsentrasi dikaitkan dengan konteks desentralisasi secara luas serta melakukan pengawasan dan penilaian terhadap praktek dekonsentrasi pada setiap departemen/LPND, serta (4) meningkatkan sosialisasi kepada para pejabat terkait di pusat dan saerah mengenai penyelenggaraan asas dekonsentrasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T13293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The planning in Indonesia have a model changed, from top down model to bottom up model. It's caused by economic crisis and recently situation. The asset in every region so important to be noticed with the program in order to success. Planning model in desentralization era make resource compatible with citizen participation who have similarity with DLA model to decide region developmnet executor. Participation of citizen position as user development in region for welfare and sustainable development."
JIPUR 12:21 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sularsono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh investasi di bidang kesehatan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi yang diambil dari fungsi produksi agregat Cobb-Douglas yang diperluas (Augmented Solow Model) yaitu dengan mengadopsi model neoklasik dari Mankiw, Romer, dan Well (1992) yaitu :
Y = AoKβk Hβh Lβl eθz+ε ,Z = (Gkes) dimana K adalah kapital, H adalah human kapital yang diwakili oleh umur harapan hidup, L adalah tenaga kerja dan Gkes adalah anggaran kesehatan. Kemudian ditambah dengan variabel lainnya yang mempengaruhi variabel bebas melalui persamaan simultan yaitu Angka kematian bayi, tingkat migrasi penduduk, PDRB perkapita, jumlah penduduk, rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan dokter. Data yang digunakan adaiah data sekunder dari 25 propinsi di Indonesia antara tahun 1990-2002.
Hasil dari penelitian ini tennyata PDRB dipengaruhi secara signifikan positif oleh variabel modal di hampir seluruh propinsi, sedangkan variabel tenaga kerja, kualitas manusia dan anggaran kesehatan berpengaruh di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan Jawa-Bali. Sedangkan umur harapan hidup dipengaruhi secara signifikan negatif oleh variabel angka kematian bayi di hampir seluruh propinsi dan secara positif oleh variabel PDRB per kapita di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan ]awa. Selain itu jumlah rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu dan dokter perkapita sebagai variabel eksogen ternyata berpengaruh secara signifikan negatif terhadap angka kematian bayi di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan kawasan timur Indonesia, sedangkan di Jawa-Bali variabel yang berpengaruh signifikan negatif adalah rumah sakit dan puskesmas perkapita. Variabel eksogen ini juga berpengaruh secara signifikan positif terhadap modal atau kapital di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan kawasan timur Indonesia.
Salah satu saran yang diajukan penelitian ini adalah sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan dokter perlu lebih ditingkatkan sehingga rasio per penduduk semakin kecil. Dengan demikian penduduk lebih mudah dan cepat mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga kualitas penduduk meningkat. Dengan meningkatnya kualitas manusia ini maka merupakan sumber modal utama penggerak pembangunan di daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Sugiyarto
"[Pengaruh positif infrstruktur terhadap pertumbuhan ekonomi telah menjadi konsensus di antara para ekonom. Akan tetapi beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang beragam. Walaupun investasi publik untuk infrastruktur relatif kecil tetapi Indonesia berhasil menjaga pertumbuhan ekonominya. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kontribusi infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan menggunakan data level provinsi di Indionesia, studi ini berusaha mengetahui kontribusi infrastruktur secara agregat dan individual terhadap perkeonomian daerah. Perhitungan regresi menggunakan efek tetap menunjukkan bahwa secara agregat infrastruktur berkontibusi secara positif kepada pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, studi ini tidak menemukan cukup bukti yang menunjukkan bahwa secara individual setiap tipe infrastruktur berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah kecuali untuk tipe infrastruktur air bersih. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur akan lebih baik jika dilakukan secara komprehensif dan integral.;The positive impact of infrastructure on growth has become a consensus among the economist. However, many studies provide a mixed evidence. Although
public investment on infrastructure is relatively small, Indonesia can maintain its economic growth. This study is aimed to examine contribution of infrastructure to economic development in Indonesia. By using provincial data in Indonesia, this study estimates the contribution of aggregate infrastructure and individual infrastructure on regional economic growth. From the fixed effect estimation, we find that aggregate infrastructure contribute to the regional economic growth.
However, this study does not provide enough evidence to support the individual effect of infrastructure on regional growth in Indonesia except safe water access. Therefore, the infrastructure development cannot be partially implemented;The positive impact of infrastructure on growth has become a consensus
among the economist. However, many studies provide a mixed evidence. Although
public investment on infrastructure is relatively small, Indonesia can maintain its
economic growth. This study is aimed to examine contribution of infrastructure to
economic development in Indonesia. By using provincial data in Indonesia, this
study estimates the contribution of aggregate infrastructure and individual
infrastructure on regional economic growth. From the fixed effect estimation, we
find that aggregate infrastructure contribute to the regional economic growth.
However, this study does not provide enough evidence to support the individual
effect of infrastructure on regional growth in Indonesia except safe water access.
Therefore, the infrastructure development cannot be partially implemented, The positive impact of infrastructure on growth has become a consensus
among the economist. However, many studies provide a mixed evidence. Although
public investment on infrastructure is relatively small, Indonesia can maintain its
economic growth. This study is aimed to examine contribution of infrastructure to
economic development in Indonesia. By using provincial data in Indonesia, this
study estimates the contribution of aggregate infrastructure and individual
infrastructure on regional economic growth. From the fixed effect estimation, we
find that aggregate infrastructure contribute to the regional economic growth.
However, this study does not provide enough evidence to support the individual
effect of infrastructure on regional growth in Indonesia except safe water access.
Therefore, the infrastructure development cannot be partially implemented]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Center for Economic and Social Studies (CESS) , 2001
336.014 PRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>