Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R.M. Koentjaraningrat, 1923-1999
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1975
307.74 KOE m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Koentjaraningrat, 1923-1999
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984
301 KOE m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Herawaty
"Derajat kesehatan masyarakat khususnya keluarga, sangat ditentukan oleh derajat kesehatan ibu dan anak, yang merupakan kelompok penduduk yang rawan terhadap gangguan kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Menurut SDKI 1994 390 per 100.000 kelahiran hidup dan SKRT 1995 373 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun ada penurunan, tetapi masih berada jauh di atas rata-rata.AKI di negara tetangga (ASEAN). Penyebab utama tingginya AKI adalah perdarahan, keracunan dan infeksi, sedangkan faktor lain yang dapat menambah resiko kematian adalah umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua, jumlah paritas yang tinggi dan jarak antar kehamilan yang pendek. Menurut Menteri UPW (1996) faktor lain yang dapat mempengaruhi tingginya AKI adalah pendidikan dan pengetahuan ibu, sosial ekonomi, sosial budaya, geografis, lingkungan dan aksesibilitas ibu pada fasilitas kesehatan modern.
Sejak tahun 1989/1990 pemerintah menetapkan kebijaksanaan pengadaan dan penempatan bidan di desa, dalam rangka meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu dan kelahiran bayi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran penerimaan masyarakat - khususnya ibu hamil - terhadap keberadaan bidan di desa di Kabupaten Musi Banyuasin.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif karena masalah yang dikaji merupakan suatu proses dari kesatuan yang menyeluruh. Informan penelitian ini. adalah ibu hamil, tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat. Tehnik pengumpulan data dengan fokus grup diskusi dan wawancara mendalam. Pengolahan data dengan menggunakan analisis tema.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil menerima keberadaan bidan di desa dengan perasaan senang, dapat mengikuti kegiatannya dengan jelas. Namun masih ada kegiatan bidan yang kurang menyenangkan. Waktu pemeriksaan telah dijadwalkan, ibu hamil mematuhinya, tempat pemeriksaan di rumah bidan, Motivasi ibu hamil memeriksakan dirinya dengan bidan karena kemauan sendiri, tidak ada yang memaksa. Persiapan menghadapi persalinan dilakukan ibu hamil dengan mengikuti petunjuk dan nasehat yang diberikan. Banyak manfaat dan perubahan yang diperoleh masyarakat setelah ada bidan di desa. Sebagian kecil ibu hamil menyatakan bidan jarang di tempat, pelayanan kurang menyenangkan dan kegiatan administrasi kurang dilaksanakan.
Masyarakat khususnya ibu hamil sangat berkepentingan dengan keberadaan bidan di desa. Oleh karena itu perlu tambahan fasilitas dan sarana pelayanan kegiatan bidan dan perlu dipikirkan pengembangan karier bidan yang lebih dari 3 tahun. Pada pelaksanaan pendidikan bidan, perlu ditambah beban materi pengajaran untuk ilmu kesehatan masyarakat dan sosial budaya.

Perception Community Acceptance to Midwives' Existance in Rural Areas of Musi Banyuasin Regency, South SumateraPublic health status, especially of the family's is greatly determinated by the health level of mothers and children as they are the group who are prone to sickness. Maternal mortality rate (MMR) in Indonesia is relatively high. According to SDKI 1994, it is 390 out of 100.000 life at birth, and to SKRT 1995, 373 out of 100.000. It has decreased, yet, it's still far above the average MMR in other ASEAN countries. The main reason has been haemorage, drugged and infection, while other factors increasing mortality are that the mothers are either too young as too old, the parity is too high, and the short time span between pregnancies. According to the Minister of UPW (1996) other factors may have affected the high MMR are mother's education and knowledge, socio-economy, socio-culture, location, environment, and their accessibility to modern health facilities.
Since 1989/1990, the government's policy has been educating and placing midwives in rural areas in order to enhance the equalization of health services, and decreasing the MMR and BR (birth rate) as well as increasing the social awareness of healthy life behaviors.
This research has been intended to gain the description of public acceptance - especially the pregnant mothers' - to the presence of midwives in rural areas in Musi Banyuasin regency. Qualitative method has been used in this study because the problems studied have been a process of wholistic unity. Data resources have been pregnant mothers, medical staff and social figures. Techniques for data collection were focused on group discussion and indepth interviews, while the data analysis have implemented thematic analysis.
The result of the research show that (1) most pregnant mothers welcome the presence of midwives in rural areas, and can follow their activities well. (2) However, some of their activities are less accepted. (3) Examination is scheduled, well followed by the pregnant mothers, located in the midwives' home. (4) The pregnant mothers have come for examination voluntarity. (5) Preparation for giving birth has been conducted by following the instructions and advices given, (6) Many advantages and changes have been attained by mothers since the exixtance of midwives in rural areas. Yet, few mothers hope that improvement should be made in midwives' presence in clinic and services, and the administration.
The people, mainly pregnant mothers, are very concerned in midwives' presence in the villages. For that reason, facilities and equipment for service should be improved and midwives' career development - should be thought of In the education for midwives, the load of teaching items on public health and socio-culture subjects should be increased.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Gau Kadir
"Paul Allen Beck, mengemukakan bahwa penelitian sosialisasi politik dapat digolongkan dalam dua perspektif umum. Pertama, disebut perspektif pengajaran (the teaching perspective) yang menggambarkan sosialisasi politik sebagai proses melalui mana orientasi-orientasi politik diajarkan. Kedua, perspektif belajar (the learning perspective) yang menekankan pada aktivitas individu untuk belajar sendiri. Pengaruh perspektif pengajaran menjadi dominan setelah munculnya salah satu topik utama dalam penelitian sosialisasi politik yaitu peranan agen-agen sosialisasi politik.
Perhatian para ilmuan terhadap topik tersebut di atas dapat dilihat dalam beberapa tulisan. Tulisan Hyman Greenstein, Hess dan Torney, yang membatasi telaahnya pada penelitian empiris dan berusaha menggambarkan pengaruh masing-masing agen sosialisasi politik terhadap 2 pandangan politik individu. Di Indonesia studi sosialisasi politik telah dilakukan oleh para sarjana seperti Win Gandasari Abdullah, Stephen Arneal Douglas, yang lingkup studinya pada tingkat nasional. Sedangkan pada tingkat lokal (pedesaan), studi ini masih jarang dijumpai.
Khusus di Sulawesi Selatan studi sosialisasi politik pada masyarakat pedesaan dapat dikatakan belum ada. Walaupun ada tulisan mengenai sosialisasi politik, tetapi tidaklah merupakan perhatian utama. Fakta ini mendorong penulis untuk melakukan studi sosialisasi politik agar dapat dipahami agen-agen sosialisasi politik yang mana berperanan dalam meningkatkan pengetahuan politik masyarakat mengenai sistem politik yang dikembangkan oleh pemerintah Republik Indonesia, yaitu sistem demokrasi.
Pada dasarnya sistem politik demokrasi menghendaki adanya keseimbangan yang wajar antara hak dan kewajiban politik anggota masyarakat. Di dalam sistem teori, hak dan kewajiban politik melekat pada "komponen input" dalam sistem politik. Hak politik berkaitan dengan tuntutan-tuntutan terhadap sistem politik. Sedangkan kewajiban politik berhubungan dengan dukungan-dukungan yang diberikan kepada sistem politik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa di dalam sistem pengambilan keputusan yang demokratis, setiap anggota masyarakat di samping mempunyai hak politik untuk melakukan tuntutan, juga memikul kewajiban politik untuk mendukung sistem politik yang berlaku.
Meskipun demikian, dalam perkembangan sistem politik di Indonesia sering ditemui munculnya tuntutan-tuntutan yang berbeda-beda yang cenderung menimbulkan konflik dalam masyarakat. Hal ini dapat diamati pada masa Demokrasi Parlementer (1945-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Pada periode pertama, muncul tuntutan-tuntutan masyarakat yang sangat besar jumlahnya, sementara kapasitas sistem politik belum mampu memenuhi semua tuntutan-tuntutan itu. Pemerintah belum mampu memanfaatkan kekayaan alam untuk melaksanakan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Juga partai-partai politik yang beroposisi sering melancarkan mosi tidak percaya kepada partai politik yang berkuasa, sehingga sering terjadi pergantian kabinet sebelum masa pemerintahannya berakhir. Keadaan ini menunjukkan lemahnya dukungan masyarakat terhadap sistem politiknya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmanedi
"ABSTRAK
Kelompok sebatin adalah suatu kelompok kekerahatan yang ada pada setiap pekon (komunitas kecil) dalam masyarakat Lampung Peminggir. Permasalahannya adalah bagaimanakah prinsip pengorganisasian kelompok sebatin tersebut. Permasalahan tersebut dapat dibagi atas tiga aspek, yaitu aspek keanggotaan, aspek penyusunan anggota ke dalam struktur kelompok, dan ketiga aspek pengesahan kelompok tersebut oleh masyarakat. Dengan mengikuti Spradley dan David W McCurdy (1915) yang mertyatakan bahwa yang mendasari hubungan-hubungan kekerabatan adalah perkawinan dan keturunan, maka prinsip keanggotaan dan penyusunan anggota ke dalam kelompok, di cari di dalam bentuk perkawinan dan aturan keturunan yang berlaku dalam masyarakat Lampung Peminggir di pekon Penengahan. Kemudian, dengan mengikuti Van Wouden, antara lain; yang mengungkapkan bahwa pengakuan atas sahnya suatu kelompok di dalam masyarakat dapat dicari di dalam mitos-mitos yang menceritakan asal mula kelompok. tersebut, maka aspek pengesahan dari kelompok · sebatin ini dicari dalam mitos-mitos yang mengungkapkan kembali sejarah asal mula kelompok tersebut. Untuk itu metode yang digunakan adalah metode kwalitatif. Pertama dengan menggunakan metode geneologis untuk mengungkap bentuk-bentuk perkawinan dan aturan keturunan yang berlaku, sekaligus mengetahui nenek moyang yang masih dikenal oleh masyarakat yang bersangkutan kemudian dengan mengungkap sejarah atau kisah-kisah awal mula kelompok sebatin, yang diperankan oleh para nenek moyangnya. Dari data-data yang terkumpulkan, maka terjawablah bahwa kelompok sebatin mempunyai prinsip pengorganisasian sebagai berikut aspek keanggotaannnya bersifat ancestor oriented yang patrilinial dan terri torial. Artinya keluarga inti dan keluarga luas yang menjadi anggota kelompok sebatin, adalah mereka yang merasa diturunkan dari seorang nenek moyang, yaitu nenek moyang kelompok sebatin, dengan mengikuti garis keturunan. laki-lain. Di samping itu mereka tersebut bertempat tinggal dalam satu pekon atau wilayah di mana kelompok sehatinnya ada. Sedangkan prinsip penyusunan anggotanya ke dalam struktur kelompok sebatin, adalah dengan ketentuan primogenitur yang patrilinial serta generasional. Artinya kelompok bagian yang ada dalam kelompok sebatin, yang dianggap lebih tinggi atau lebih tua adalah kelompok yang diturunkan dari nenek moyang yang berada pacta generasi lebih asal lgenerasi pertama dimulai dari putra-putra nenek moyang kelompok sebatin), dengan ketentuan bahwa anak pria pertama kedudukannya lebih tua dari anak pria berikutnya. Kedudukan-kedudukan kelompok lainnya· akan diduduki oleh keturunan dari anak-anak pria pada generasi beikutnya prinsip yang terakhir adalah prinsip Pengelahan kelompok sebatin. Sah atau tidaknya suatu kelompok sebatin akan ditentukan oleh pernah atau anaknya nenek moyang dari kelompok yang bersangkutan melakukan aktivitas kejenong ke Sultan Banten pada dahulu kala. Hal ini ada dalam bentuk mitos-mitos. Prinsip-prinsip pengorganisasian kelompok sebatin tersebut merupakan bagian dari kebudayan masyarakat Lampung Peminggir di pekon Penengahan, dalam hal menata masyarakatnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
307.72 HEL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tini Suryaningsi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kemiskinan pada masyarakat nelayan yang berada di Desa Aeng Batu-batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tahun 2016. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan nelayan disebabkan oleh kurangnya keberpihakan dari pemerintah terhadap kehidupan nelayan di Desa Aeng Batu-batu. Program pemerintah belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat miskin karena kurangnya informasi tentang budaya masyarakatnya. Hal tersebut menyebabkan hanya segolongan masyarakat saja yang merasakan program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Selain itu, masyarakat nelayan di Desa Aeng Batu-batu memiliki budaya perilaku di mana keadaan yang terjadi dalam kehidupan mereka dianggap sebagai sebuah takdir sehingga hanya bisa bersikap pasrah. Masyarakat nelayan beranggapan bahwa rezeki yang banyak diperoleh merupakan suatu kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tertunda tanpa menyisihkan pendapatan yang diperoleh untuk kebutuhan yang sifatnya mendadak."
Kalimantan: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2017
900 HAN 1:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria E. Pandu
"INTISARI
Kedudukan dan peranan wanita dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat di mana wanita itu berada. Selain itu, bentuk tertentu dari masyarakat pun memberikan ciri tersendiri pula pada kedudukan dan peranan wanitanya.
Wanita sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat tentunya tidak hanya mempunyai satu kedudukan dan satu peranan saja, bertambah kompleks masyarakat di mana mereka berada bertambah bervariasi pula peranan mereka. Tetapi dari berbagai peranan yang diperankannya, menurut penulis tentu ada peranan-peranan khusus yang sangat spesifik yang justru dapat menandai seberapa jauh kedudukan dan peranan mereka baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat di mana mereka berada.
Di Sulawesi Selatan terdapat 4 suku bangsa utama yaitu suku Makassar, suku Bugis, suku Toraja dan suku Mandar. Kelompok etnik Mandar mempunyai sub kultur tersendiri, penulis beranggapan paling tidak orang Mandar mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri pula untuk mengatur peranan dari anggota-anggota masyarakatnya termasuk juga pengaturan tentang kedudukan dan peranan wanitanya yang biasa tercermin pada nilai dan norma yang mereka panuti. Sebagai kelompok etnik yang mendiami daerah, Sulawesi Selatan di mana pada umumnya penduduknya terkenal sebagai nelayan dan pelaut sejak dahulu kala, maka orang Mandar pun merupakan nelayan dan pelaut yang tak kalah cakapnya dengan orang Makassar maupun Bugis.
Pada masyarakat nelayan di mana laki-laki sebagai bapak dan kepala rumah tangga lebih sering meninggalkan rumah untuk waktu yang relatif cukup lama karena tergantung pada tempat dan daerah mana mereka akan memperoleh ikan yang banyak untuk ditangkap. Selama suami/bapak tidak ada di rumah banyak hal yang harus ditanggulangi oleh kaum wanita baik sebagai isteri maupun sebagai seorang ibu.
Pada masyarakat di mana suami/bapak lebih sering tidak ada di rumah untuk waktu yang relatif lama adakalanya terdapat kelainan dalam pembagian peranan dalam keluarga dan rumah tangga. Ada beberapa peranan yang terpusat pada wanita sebagai isteri/ibu, yang oleh beberapa ilmuwan soisial disebut sebagai matrifokalitas. konsep matrifokalitas mempunyai beberapa dimensi dan beberapa ciri. Matrifokalitas oleh Tanner dipakai untuk mengidentifikasikan kedudukan wanita dalam keluarga dan di masyarakat. Konsep ini pula dipergunakan oleh penulis untuk menelusuri sampai seberapa jauh kedudukan dan peranan wanita Mandar dalam keluarga dan masyarakatnya.
Untuk menunjuk ketidakbenaran keberadaan matrifokalitas pada wanita Mandar sebagai isteri nelayan penulis menyusun beberapa hipotesa kerja. Untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran pengertian dilakukan operasionalisasi konsep-konsep yang digunakan, antara lain konsep tingkat pendapatan, konsep kelas sosial bawah, konsep kedudukan marjinal dalam kelompok, konsep perubahan sosial yang cepat, konsep nilai sosial budaya, konsep matrifokalitas itu sendiri.
Bentuk penelitian yang dipilih yaitu bentuk penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan daerah penelitian sengaja dipilih dua dusun yaitu dusun Ujung Lero dan dusun Kassi Putte yang terletak di Desa Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Prc'pinsi Sulawesi Selatan, di mana pada umumnya penduduknya adalah kelompok etnik Mandar dan mata pencaharian mereka pada umumnya adalah sebagai nelayan.
Karena tujuan penelitian tidak bermaksud mengukur hubungan antar wariabel maka teknik pemilihan sampel yang tergolong dalam "Non Probability Sampling Technique" nampaknya cukup memadai dengan bentuk yang lebih spesifik lagi yaitu "Dimensional Sampling". Berdasarkan teknik ini diperoleh sampel yang terdiri dari beberapa sub sampel yang sesuai dengan kebutuhan penqungkapan masalah.
Untuk mendapatkan data yang akurat diqunakan metode pengumpulan data antara lain metode pengamatan tak terlibat, metode wawancara langsunq tak berstruktur, metode wawancara langsung terstruktur Setelah data terkumpul lalu dianalisis baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian adalah ;
1. bahwa tingkat pendapatan kepala keluarga tidak ada hubungannya dengan matrifokalitas.
2. bahwa kedudukan sosial seseorang tidak ada hubungannya dengan matrifokalitas.
3. bahwa perubahan sosial yang cepat yang terjadi di kalangan masyarakat nelayan Mandar di desa Lero turut mendukung terjadinya matrifokalitas.
4. bahwa unsur-unsur nilai budaya yang telah mendarah daging pada masyarakat nelayan Mandar di desa Lero, turut mendukung terjadinya matrifokalitas.
5. bahwa ketidakhadiran suami/bapak dalam keluarga/rumah tangga untuk waktu yang relatif lama memperkuat gejala matrifokalitas.
Berdasarkan keadaan yang ditemui dilapangan, upaya-upaya yang perlu ditempuh untuk meningkatkan keterampilan wanita/isteri nelayan Mandar di desa Lero, sekaligus keluarga mereka antara lain adanya keterampilan tradisional yang dikerjakan oleh wanita/isteri nelayan Mandar di desa Lero, yang dapat menunjang pertambahan pendapatan keluarga, perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Hal lainnya himbauan bagi organisasi sosial wanita antara lain Dharma Wanita dan PKK untuk menyusun program kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan wanita/isteri nelayan Mandar di desa Lero. Mengingat Program Keluarga Berencana belum merakyat, perlu digalakkan pemahaman nilai keluarga kecil bahagia sejahtera.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ataswarin Kamariah Muwardi Bambang Sarah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Dusun I di Desa Rumbut Pasir Gunung Selatan di perbatasan Jakarta Bogor, Jawa Barat Secara administratif, desa Rumbut, Pasir Gunung Selatan sebagian besar wilayahnya terletak diperbatasan Ibu. Kota Jakarta Propinsi Jawa Barat , sedangkan bagian lain berbatasan dengan desa Tugu. Secara fisik dusun ini dikelilingi pinggiran sungai Ciliwung di sebelah barat, Sungai Cigantung di sebeluh timur, oleh desa Kalisari di sebelah utara, sedangkan di sebelah selatan oleh pinggiran daerah Kelapa Dua. Dusun I luasnya 144.4 ha. terdiri dari 10 RT/RW dan 269 Kepala Keluarga. Dalam penelitian mi dipilih 40 Kepala Keluarga Betawi yang terdapat di RT/RW 001/01 dan R.T/RW 002/01 dari 85 Kepala Keluarga Betawi.
Sebagai akibat dari pesatnya perluasan dan pengembangan lingkungan, masyarakat Betawi terdesak dari desanya dan tersebar : di berbagai bagian dari kota Jakarta. Arti kata, Betawi Ora dimaksudkan untuk masyarakat Betawi yang tinggal di pusat kota Jakarta. Betawi pinggiran dimaksudkan untuk masyarakat Betawi yang tinggal di pinggiran kota Jakarta. Akibat dari perkembangan kehidupan sosial ekonomi dari penduduk dusun ini terlihat dalam keputusan mereka bersama. Mereka menjual tanah mereka kepada para pendatang di lingkungannya untuk kepentingan pengembangan lingkungan desa: wilayah industri, pemukiman, gedung-gedung perkantoran, lernbaga-lembaga pemerintah dan sektor-sektor swasta.
Hasilnya terlihat dalani asimilasi kebudayaan antara budaya Betawi dan budaya pendatang. Hal ini rnenimbulkan pertanyaan, apakah interaksi budaya tersebut membuat rnasyarakat Betawi bersikap lebih terbuka terhadap sistem-sistem nilai yang baru dan mau menerimanya ke dalarn kehidupan keagamaan sehari-hari, dan diharapkan dapat berkembang menjadi strategi hidup.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari faktor-aktor penyebab yang mempengaruhi kebiasaan dan watak masyarakat Betawi secara bersamaan meref1eksikan strategi hidup mereka terhadap pengembangan wilayah dan untuk mendapatkan alternatif-alternatif yang sesuai untuk mendapatkan pemecahan masalah. Studi nonparametrik dilakukan terhadap aspek-aspek religi, kondisi ekonorni, kesempatan bekerja, pendidikan, hubungan sosial dan Sebagainya.
Penelitian ini disusun dengan bantuan metode deskriptif kualitatif, berdasarkan data-data kuantitatif dikumpulkan melalui studi kasus dengan menggunakan observasi terlibat dengan responden pilihan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Penelitian pertama terdiri dari 40 Kepala Keluarga dengan penyebaran kuesioner. Selanjutnya, 40 responden tersebut diacak dan diambil sebagai sampel perwakilan terdiri dari angkatan bersenjata (ABRI), pendidik, karyawan pemerintah, pedagang, pengusaha swasta, ibu rumah tangga, remaja, petani, buruh. Analisis data dari keempat puluh responden menunjukkan bahwa ada semacam hubungan antara pekerjaan dengan pengembangan lingkungan termasuk pemilihan lahan, status tanah, rencana jual tanah, masa depan anak, kemungkinan digusur untuk kepentingan pengerubangan lingkungan, sikap dan tingkah laku penduduk desa terhadap pendatang, rencana jangka pendek dan jangka panjang dalam pengembangan lingkungan dan juga persiapan mereka dalam menghadapinya.
Kesimpulan yang didapat:
1. Agama adalah salah satu penyebab terpenting bagi masyarakat Betawi dalarn menghadapi pesatnya perubahan dalarn Pengembangan lingkungan masyakarat Betawi adalah pemeluk agama Islam yang taat dengan cara hidup orang Islam.
2. Pendidikan agama merupakan tonggak dalam pendidikan keluarga, dibandingkan dengan pendidikan formal, yaitu pendidikan Islam adalah hal yang terpenting di dalarn pendidikan keluarga.
3. Para responden mempunyai keterampilan sendiri untuk dapat mengatasi kesulitan ekonominya, dengan mengerjakan pekerjaan sambilan.
4. Mereka tidak punya keinginan untuk menghalang-halangi pengembangan lingkungan yang pesat, dengan dalih bahwa agama Islam menganjurkan untuk hidup dengan damai dengan keadaan lingkungannya. Mereka mendidik anak-anak untuk rnengikuti cara hidup orang tua mereka."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>