Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ikhsan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S16243
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Esi Sekar Rini
"ABSTRAK
Transaksi digital semakin mendominasi sistem perdagangan di era ini, perdagangan elektronik yang timbul karena adanya perkembangan teknologi. Dalam transaksi perdagangan, konsumen merupakan pihak yang memanfaatkan barang dam/atau jasa yang diperoleh. Konsumsi barang dan/atau jasa merupakan hal yang terutang PPN. Pengenaan PPN atas konsumsi dalam Daerah Pabean, dikenakan tanpa melihat dari mana asal barang dan/atau jasa tersebut, termasuk yang berasal dari luar Daerah Pabean. Penelitian ini membahas tentang kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), tertuang di dalam PMK No. 48/PMK.03/2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang perumusan kebijakan dan bagaimana strategi implementasi yang telah disiapkan oleh pemerintah dan membandingkan bagaimana kebijakan dan pengenaan PPN, khususnya atas BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean melalui PMSE dengan negara lainnya di ASEAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perumusan kebijakan dilatar belakangi oleh upaya pemerintah untuk memungut PPN atas barang dan/atau jasa yang berasal dari luar negeri sebagaimana sesuai dengan asas pemungutan pajak yakni equality dan karakteristik PPN yang bersifat netral, serta sesuai dengan konsep destination principle dan didasari oleh asas perpajakan revenue productivity. Dalam penetapan kebijakan, pemerintah memilih opsi yang dapat memberi kemudahan dan efisiensi bagi pemerintah dan Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakan. Selanjutnya, strategi implementasi yang disiapkan oleh pemerintah ialah dengan melakukan sosialisasi internal dan eksternal, serta mempersiapkan sistem yang baik untuk implementasinya baik dari segi teknologi maupun ekonomi.

ABSTRACT
Digital transaction increasingly dominating the trading system in this era, electronic commerce arises due to technological developments. The government needs to implement a policy strategy to optimize taxation of digital transactions, one of which is through the VAT policy on Trade Through Electronic System. In a trade transaction, the consumer is the party who utilizes the goods and/or services obtained. Consumption of goods and/or services is subject to VAT payable. One of the VAT payable of consumption in the Customs Area is imposed regardless of the origin of the goods and/or services, including those which imported from outside the Customs Area. This research discusses about policy of VAT of Digital Goods and Services from outside into Customs and Excises Territory through Trade Through Electronic Systems (foreign e-commerce), which regulated in PMK No. 48/PMK.03/2020. This study aims to analyze the background reason of the policys formulation and to analyze the strategy of implementation which the Government has planned, also to compare the policy and implementation of VAT, especially about foreign e-commerce transaction of Digital Goods and Services, along with the other countries in ASEAN. The method of this research is a descriptive method and the study approach in this research is qualitative. The result of this research indicates that the formulation of the policies is based by the Governments attempt to collect a VAT of goods and/or services from overseas as accordant with the principle of tax collections which are equalityand the characteristic of VAT that tends to be neutral, also suitable with the concept of destination principle and based by the principle of revenue productivity taxation. In the establishment of policies, Government chose the option that give eases and efficiencies for both Government and Taxpayers who engages in taxation obligations. Furthermore, the strategy of implementation which Government prepares is to hold an internalized and externalities socialization, and to organize a decent system for the implementation, both from the technology and economy viewpoint.
"
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Pratiknyo
"ABSTRAK
Globalisasi telah meningkatkan mobilitas barang-barang, jasa-jasa, dan modal antar negara baik dalam rangka produksi maupun konsumsi. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pajak atas konsumsi barang dan jasa merupakan salah satu jenis pajak yang berhubungan langsung dengan globalisasi, terutama ketentuan tentang perlakuan PPN atas ekspor dan impor.
Secara teori, perlakuan PPN seharusnya tidak mendistorsi (memelihara netralitas) kegiatan ekspor dan impor dalam bentuk tidak terjadinya pajak berganda (double taxation) atau tidak terjadinya terhindar pajak sama sekali (no taxation at all/absence of tax).
Dengan sifatnya yang tidak berwujud memang tempat penyerahan /tempat konsumsi jasa menjadi sulit ditentukan dan kebenaran terjadinya ekspor jasa sulit dipastikan. Untuk kemudahan, kesulitan ini dapat ditanggulangi dengan menerapkan prinsip origin yaitu bahwa tempat penyerahan jasa adalah tempat jasa secara fisik dilakukan. Akan tetapi para ahli VAT (Value Added Tax) telah mengemukakan gagasan-gagasan perlakuan PPN atas ekspor jasa dalam rangka menanggulangi kesulitan tersebut dengan tujuan mencapai netralitas ekspor dan impor, yaitu : a) didasarkan atas jenis jasa, atau tempat kepentingan jasa, b) didasarkan atas jenis penerima jasa.
Atas ekspor dan impor barang perlakuan PPN telah mempunyai ketentuan yang jelas dalam UU PPN yaitu menerapkan prinsip destinasi dengan cara mengenakan PPN 0% atas eskpor dan mengenakan PPN 10% atas impor. Atas impor jasa juga diberikan perlakuan PPN dengan prinsip destinasi, yaitu dikenakan PPN 10%. Sebaliknya, perlakuan PPN atas ekspor jasa tidak sejelas perlakuan PPN atas ekspor barang, meskipun dalam Penjelasan Umum UU PPN dinyatakan bahwa PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri serta salah satu kualifikasi penyerahan jasa dikenakan PPN menurut Pasal 4 UU PPN adalah penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu pokok permasalahan tesis ini adalah ingin mengetahui bagaimana sebenarnya yang terjadi perlakuan PPN atas ekspor jasa dalam praktek, apakah sesuai dengan teori-teori yang ada, mengapa suatu perlakuan dipilih oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Akhirnya, dalam rangka menilai posisi persaingan Indonesia dalam kancah globalisasi yang kian meningkat, perbandingan perlakuan dengan negara tetangga juga dijadikan permasalahan pokok tesis ini.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dijadikan pokok permasalahan tesis tersebut digunakan metode penelitian kualitatif dengan data peraturan perundang-undangan PPN (termasuk surat-surat jawaban DJP atas pertanyaan yang diajukan Wajib Pajak), peraturan VAT negara-negara tetangga dan informasi dari orang-orang yang mengetahui latar belakang suatu peraturan perundang-undangan PPN. Data tersebut dianalisa dengan strategi The Illustrative Method yaitu menjadikan teori pengenaan VAT atas penyerahan jasa ke luar Daerah Pabean sebagai kerangka acuan bagi analisa gejala perlakuan PPN atas penyerahan jasa ke luar Daerah Pabean Indonesia dan perlakuan VAT atas ekspor jasa di negara-negara tetangga.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan PPN atas ekspor jasa bersifat tidak konsisten, kecuali untuk jasa perdagangan. Perlakuan atas ekspor jasa yang sebenarnya berdasarkan teori dapat digunakan prinsip destinasi, dalam prakteknya tidak digunakan. Hal ini dipengaruhi oleh kurang yakinnya pihak DJP (salah satu pihak penyusun UU pajak) dalam memastikan tempat penyerahan serta kebenaran terjadinya eskpor jasa. Sebaliknya, negara-negara tetangga memberi perlakuan berdasarkan teori dan menerapkan prinsip destinasi.
Oleh karena itu pilihan menerapkan prinsip destinasi secara utuh (atas impor dan eskpor) dengan memberlakukan tarif 0% atas eskpor jasa seperti halnya Singapura adalah pilihan yang disarankan. Hal ini didasarkan atas kesesuaian dengan teori VAT atas transaksi lintas Negara (dengan asumsi negara penerima jasa cenderung mengenakan VAT atas impor jasa), didasarkan atas kesesuaian dengan target pemajakan dan didasarkan atas kepentingan peningkatan daya saing pengusaha jasa Indonesia.

ABSTRACT
Globalization has increased mobility of goods, services and capitals among countries both for production and consumption. Value added tax (VAT), as tax on consumption of goods and services is one of taxes directly related to the globalization, especially its provision concerning to the treatment on export and import. Theoretically the treatment should not distort (keep neutral) export and import activity, i.e. does not create double taxation or absence of tax.
Due to intangible character, place of supply/consumption of service is difficult to determine and it is also difficult to convince that the export is really done (hard to control). For a simple purpose, these difficulty can be coped with application of origin principle, i.e. place of service is where the service physically performed.
Nevertheless, VAT experts have some ideas to cope the above difficulties which are: a) based on kind of services or location of interest, b) based on kind of recipient.
On export and import of good, PPN (VAT in Indonesia) has a clear provision in the tax law, i.e. apply destination principle with zero rated on export and impose 10% PPN on import. On import of service also applied 10% PPN. On the contrary, the treatment on export service is not clear as export of good, although in General Elucidation of VAT Law is confirmed that PPN is imposed on consumption of goods and services within the country and one of rules to apply PPN on service based on art. 4 VAT Law is that the supply is rendered in the country. Therefore the focus of this thesis are what is the actual practice of PPN treats export of services?, is it according to the available theory? Why the treatment is chosen by DGT (Directorate of Taxes of Republic of Indonesia)?. Finally, in order to evaluate position of Indonesian?s competitiveness in increasing globalization era, comparison of treatments in neighbor countries also to be another focus.
The above research questions -which is to be focus of this thesis- will be answered by qualitative research method with tax laws (including clarification letter of DGT), tax laws in neighbor countries, and information from some person who know a background of the tax laws as the data. Those data is analysed by The Illustrative Method strategy, i.e. to make a theory of VAT treatment on export to be a reference/framework for analysis of phenomena of PPN treatment on export of services and neighbor countries treats it.
The result of research concludes that PPN treatment on export services is inconsistence, except on trading service. The treatment which is actually could apply the theory is not applied in practice. This is influenced by the lack of confidence of DGT to determine a place of supply/consumption of service and to control it. On the contrary, neighbor countries treats it according to theory and apply destination principle.
Accordingly, an option to apply completely destination principle (on import and export) with zero rated on export service as Singapore done is advisable /recommended. This is confirmed with theory of VAT on cross border transaction (assuming a country of consumer tend to impose VAT on import of service), confirmed with taxing target, and increasing competitiveness of Indonesian Entrepreneur.
"
2007
T 19463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Jhon Frans
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui justifikasi perubahan kebijakan fasilitas PPN kepada Penerbangan Angkutan Niaga Nasional dan menganalisis perbedaan perlakuan antara sewa pesawat dalam negeri dengan sewa pesawat dari luar negeri dilihat dari asas netralitas. Pendekatan penelitian menggunakan teknik kualitatif dengan tujuan deskriptif. Data yang dikumpulkan menggunakan data primer dan sekunder.  Data primer yang digunakan adalah hasil wawancara mendalam dan sumber data relevan lainnya, sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari  jurnal,  buku,  dan sumber penelitian lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan kebijakan fasilitas PPN untuk memberikan kemudahan dalam bisnis  perusahaan penerbangan  dan mengikuti perkembangan industri. Adanya perbedaan perlakuan dalam transaksi pemanfaatan sewa pesawat dalam negeri dengan sewa pesawat dari luar negeri yang menyebabkan tidak sesuai dengan asas netralitas.

This study aimed to determine the justification of VAT facility policy changes to the National Commercial Transport Aviation and analyze the difference between the treatment of domestic aircraft lease and foreign aircraft leases be observed from the principle of neutrality. The research approach used qualitative technique with descriptive purpose. Data collected using primary and secondary data. Primary data used are the results of in-depth interviews and other relevant data sources, while secondary data collected comes from journals, books, and other research sources. The results showed that the VAT facility policy changes to provide convenience to airlines in business and follow industry development. There are differences treatment of transactions in the utilization of domestic aircraft leases and foreign aircraft leases that caused it isn’t accordance with the principle of neutrality
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyidus Wisnu Widagdo
"Perkembangan perdagangan secara elektronik (e-commerce) telah menyebabkan berkembangnya jenis barang dan jasa yang dijual di media tersebut. Dengan tingginya pengguna internet di Indonesia maka hal ini menjadikan adanya urgensi bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perhatiannya atas pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap barang dan jasa digital. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang didukung dari data-data yang diperoleh selama penelitian, buku-buku, literatur dan sumber lain yang relevan. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap transaksi produk digital diatur dalam Pasal 3A ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009 dan juga Permenkeu Nomor 40/PMK.03/2010 yang mengatur mekanisme reverse charge di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, pengaturan tersebut belum dapat berjalan efektif, hal tersebut karena beban pemungutan, pelaporan dan penyetoran pajak terutang dibebankan kepada si pembeli atau konsumen. Selain itu adanya pelaku usaha yang tidak berkedudukan di Indonesia juga menambah rumitnya permasalahan ini. Sedangkan ruang lingkup Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara lain masih terbatas pada lingkup Pajak Penghasilan. Maka dari itu pemerintah perlu untuk segera memperbarui pengaturan mekanisme pengenaan pajak pertambahan Nilai atas barang dan jasa digital dan juga memperluas lingkup yang ada di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

The development of electronic trading (e-commerce) has led to the growth of goods and services sold in the digital platform/marketplace. With the high Internet users in Indonesia, this makes the urgency for the Indonesian Government to increase its attention to the imposition of value added tax on digital goods and services. The research methods in this study are supported literature research from data obtained during research, books, literature and other relevant sources. The imposition of value added tax (VAT) on the transaction of digital products is regulated in article 3A paragraph (3) UU No. 42 year 2009 and also Permenkeu number 40/PMK. 03/2010 which regulates reverse charge mechanism in Indonesia. However, in its execution, such arrangements have not been able to run effectively, it is due to the burden of voting, reporting and withholding tax payable to the buyer or the consumer. In addition, there are business actors who are not domiciled in Indonesia also increase the complexity of this problem. Therefore, the Government needs to promptly update the setting of the imposition of value added tax on digital goods and services and also expand the scope of the agreement in the avoidance of double taxation."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mochamad Kemal Afiantoro
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi saat ini sangat meningkat pesat, yang menimbulkan adanya produk digital yang tidak memiliki bentuk fisik yang ditransaksikan secara lintas batas negara dan banyak dimanfaatkan oleh konsumen akhir dalam transaksi business-to-consumer (B2C). Penelitian ini membahas mengenai sulitnya pengadministrasian prinsip tujuan barang dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia atas transaksi pemanfaatan produk digital dari luar daerah pabean dalam transaksi B2C yang menggunakan mekanisme customer collection/reverse charge. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Perbandingan dengan regulasi Goods and Services Tax (GST) di Australia dijadikan dasar komparasi untuk dapat menentukan desain kebijakan administrasi dalam mengatasi kesulitan pengadministrasian tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dikomparasikan, regulasi PPN di Indonesia dengan GST di Australia memiliki perbedaan yang signifikan, terutama dalam pengadministrasiannya. Perbedaan tersebut diantaranya dalam hal ketentuan pendaftaran sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk pihak penyedia produk digital dari luar negeri di masing-masing negara agar dapat melakukan pemungutan PPN/GST, definisi yang jelas mengenai termasuk kemana produk digital ini, dan juga tata cara pemungutan dan pelaporan PPN/GST yang terutang atas transaksi ini di Australia yang menekankan kepada supplier collection. Desain kebijakan yang dapat diberikan dari hasil komparasi tersebut adalah dengan membuat mekanisme pendaftaran baru untuk pihak penyedia produk digital dari luar Indonesia agar dapat melakukan pemungutan PPN atas transaksi dari konsumen akhir dengan cara disimplifikasikan mekanisme pendaftaran serta kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

ABSTRACT
The rapid development of technology nowadays resulting in a product which has no physical form whatsoever called digital product that can be transacted across countries with end users can easily utilize those products via internet in business-to-consumer (B2C) transaction. This research discusses about the difficulty in administrating the collection of Value Added Tax (VAT) in Indonesia in regards with the destination principle for digital product supplies from overseas in B2C transaction that currently using the customer collection/reverse charge mechanism. The methodology used in this research is qualitative approach with qualitative data analysis technique. Regulation comparison between VAT in Indonesia and Goods and Services Tax (GST) in Australia is set to be the basis in determining the policy design to address the difficulty that is mentioned. The result from this research shows that in terms of regulation comparison, there are significant differences in how both countries administer the collection of VAT/GST. Those differences are the provision regarding the registration for foreign suppliers of digital products to collect VAT/GST, clear definition regarding which categories these digital supplies belong to, and the procedures to collect and report the VAT/GST payable in this transaction with Australia using the supplier collection mechanism to administer that. Policy design based on that comparison is that Indonesia needs to create new registration system for foreign suppliers of digital products so they could collect VAT from their end users consumers for this transaction with simplified mechanism for both registration and their fulfilment of tax obligations.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
An-Nisa Usman
"Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia sudah seharusnya dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam rangka memperkecil kehilangan potensi penerimaan negara dan juga untuk menciptakan netralitas antara kegiatan perdagangan konvensional dan perdagangan PMSE atau yang lebih dikenal dengan e-commerce. Sejauh ini Pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi PPN atas kegiatan PMSE, khususnya terkait PMSE atas jasa oleh pelaku di luar negeri. Pemerintah terlihat fokus terhadap pemungutan PPN kepada pedangang PMSE luar negeri. Peraturan PPN atas PMSE di dalam negeri yang telah dicabut tidak diterbitkan kembali dengan alasan peraturan PPN yang berlaku umum daapt diterapkan dalam PMSE. Hal ini tidak menciptakan netralitas antara pengusaha konvensional dengan e-commerce dalam negeri. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis bagaimana perlakuan pemajakan atas kegiatan e-commerce khususnya untuk PPN ditinjau dari netralitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma postpositivist. Hasil penelitian ini pemenuhan netralitas dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu antara kegiatan PMSE dengan pedagang konvensional dalam negeri dan antara kegiatan PMSE dalam negeri dengan PMSE luar negeri. Dikarenakan belum adanya implementasi atas pemungutan PPN PMSE platform e-commerce dalam negeri menyebabkan adanya perlakuan yang berbeda antara pedagang konvensional dengan e-commerce dalam negeri. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan dari netralitas belum tercapai meskipun telah ada upaya dari pemerintah untuk mencapai netralitas.

Taxes on e-commerce activities in Indonesia should be levied to minimize the potential loss of state revenue and create equality between conventional trading activities and e-commerce. So far, the government has issued several regulations regarding the taxation of PMSE activities, especially on the VAT aspect. With these regulations, the government seems to be too focused on collecting taxes for foreign PMSE traders, so it does not create a level playing field between conventional entrepreneurs and domestic e-commerce. So far, the government has issued several regulations regarding the taxation of PMSE activities, especially on the VAT aspect. The purpose this article is to analyze how the VAT treatment of e-commerce activities is viewed neutrality principle. This study uses a quantitative approach with postpositivist paradigm. Based on the results of this study, the fulfillment of neutrality can be seen from two perspectives, namely, between PMSE activities and conventional domestic traders and between domestic PMSE activities and foreign PMSE. Due to the absence of implementation of the PMSE VAT collection on domestic e-commerce platforms, there is a different treatment between conventional traders and domestic e-commerce. So based on this it can be said that the goal of neutrality has not been achieved even though there have been efforts from the government to achieve neutrality."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Purwito
Jakarta: Mitra Wacana Medi, 2015
382 ALI e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>