Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161210 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amin Rahayu
"Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bahwa Indonesia, dalam keadaan ekonomi yang masih memprihatinkan dan terpuruk, ada banyak konflik dan pergolakan di dalam negeri, serta terancam oleh perpecahan (disintegrasi), tetapi pemerintah Indonesia begitu berhasrat menginginkan agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah penyelenggaraan AG IV tahun 1962. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka beberapa pertanyaan yang penting diajukan antara lain: Pertama, apa sajakah yang menjadi motivasi atau tujuan Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan AG IV? Kedua, apa saja manfaat atau keuntungan yang ingin dicapai Indonesia dengan berperan sebagai tuan rumah penyelenggaraan AG IV tahun 1962 di Jakarta?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Pertama, motif yang mendorong pemerintah Indonesia yang begitu berhasrat ingin menjadi tuan rumah AG IV tahun 1962, antara lain: 1. Untuk mengangkat nama, harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata internasional; dan 2. Mendukung meningkatkan kemajuan prestasi olahraga yang dapat mengharumkan nama baik Indonesia di mata internasional. Oleh karena itu, apa pun persyaratan dan berapapun biaya untuk penyelenggaraan Asian Games bagi Presiden Sukarno (Bung Karno) tidak penting, tidak masalah, karena dampak politis, ekonomis dan budayanya dianggap jauh lebih besar dari semua biaya yang dikeluarkan itu. Walaupun pada akhir dari penyelenggaraan AG IV Indonesia mendapat sanksi dari federasi olahraga dunia, Internasional Olympic Commetee (IOC) karena mencampuradukkan olahraga dengan politik. Namun, secara umum langkahlangkah atau kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia justru mendapat simpati dan dukungan dari Negara-negara Dunia Ketiga. Dengan demikian, motivasi pemerintah Indonesia untuk mengangkat nama Indonesia di pentas dunia internasional dapat tercapai. Demikian pula wibawa pemerintah sedikit banyak meningkat pula.
Kedua, Pencapaian atau prestasi Indonesia dalam penyelenggaraan AG IV tahun 1962 adalah prestasi ganda karena Indonesia mampu meraih prestasi dalam dua hal, yaitu: 1. Suksesnya penyelenggaraan AG IV dengan baik, aman dan lancar; dan 2. Indonesia meraih Juara Umum ke-2 se Asia (menempati posisi tertinggi ke-2 dalam perolehan medali), dan hal ini merupakan sebuah prestasi terbaik dari empat kali keikutsertaan dalam Asian Games sebelumnya, baik pada AG I (1951), AG II (1954) dan AG III (1958). Bahkan, hingga saat ini, prestasi terbaik menjadi dua besar se-Asia atau menempati posisi kedua semacam itu belum pernah terulangi kembali.

The issue in this research is Indonesia in worst buried economic conditions and have much of problems, more than political conflict, and also in danger was be threatened of disintegration, but the Indonesian government very desire to propose or bidding necessitate Indonesia eager can to be selected to hold or can to become the host for the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta. Some important question necessary tobe awards are: First, what kinds of motivation that push Indonesia government goals to become the host for the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta? Seconds, what kinds of benefit can be obtained of Indonesian government to become the host for the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta?
The result of this research had found some conclutions or shows that:
First, the motivate that pushed Indonesian government goals to hold the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta is to increase the name and prestige of Indonesia and also to increase some progress or to advance good obtained or good achievement in sport that also can help increase the name and prestige of Indonesia in the world. Therefore, whatever or however requirements and howmuchever the cost of it according President Sukarno (Bung Karno) it?s not important to be thinking about or it?s not problems. Because, the impact of its in politics, economics and cultures is so bigger than of all the cost have been expended. Eventhough at last of the end of the fourth Asian Games festival Indonesia get some punishment from Internasional Olympic Commetee (IOC) coused of Indonesian government policy confuse to mixing or mix up the sports with politics. Nevertheless, in generally case, all of the Indonesia government policy in fact get more good respectfully or get more sympathy from some under developing countries or the third world countries. However, the motivate of Indonesia government to bring honor or to increase the name and prestige of Indonesia in the world had been success. Therefore, in this moment also make increase gradually the prestige or the authority of Indonesian government.
Seconds, the successfully of Indonesia in held the fourth Asian Games festival is double success, these are success in application of holding the fourth Asian Games festival and success in good obtained in sport competition. Indonesia can held the fourth Asian Games festival in save and peace. Beside of its, Indonesian Atletics is also get the best achievement in sport in four Asian Games festival, among others are: first Asian Games, 1951, seconds Asian Games, 1954 and thirth Asian Games 1958. Indonesian Atletics get seconds rank or seconds position in medals obtained in this fourth Asian Games festival. Till nowadays the best achievement in sport then get seconds rank or seconds position in medals obtained in Asia like above, become the winners or become the seconds champion in Asia never gets again or never been repeated."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31764
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Rahayu
"ABSTRAK
Permasalahan yang dikaji dalam artikel ini adalah bahwa Indonesia, pada masa revolusi dan sesudahnya dalam keadaan ekonomi yang masih memprihatinkan dan terpuruk. Ada banyak konflik dan pergolakan di dalam negeri, salah satunya adalah ancaman perpecahan (disintegrasi). Meskipun demikian, pemerintah Indonesia sangat berhasrat agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games, padahal setiap penyelenggaraan Asian Games memerlukan dana yang sangat besar. Motif paling utama yang mendorong Indonesia menjadi tuan rumah adalah agar dapat mengangkat nama dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Oleh karena itu, berapapun persyaratan atau biaya penyelenggaraan yang dikeluarkan, menurut Presiden Sukarno (Pemerintah RI) tidak perlu dipermasalahkan. Pada tahun 1958, Indonesia berhasil terpilih dan ditunjuk oleh Asian Games Federation (AGF) untuk menjadi tuan rumah AG IV 1962. Dalam Asian Games IV 1962, Indonesia memperoleh sukses ganda, yaitu sukses menjadi tuan rumah atau suksesnya penyelenggaraan dan mendapat prestasi menjadi juara umum kedua se-Asia di bawah Jepang sebagai Juara Umum Asia. Prestasi ini menjadi prestasi terbaik Indonesia dalam sejarah penyelenggaraan Asian Games yang hingga kini belum bisa diulang kembali."
Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
790 ABAD 2:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
[T.t.] Publication Section of Internaional Village for the fourth Asian Games Djakarta 1962
992.07 I 285
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yuanda Zara
"ABSTRAK
Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games keIV pada tahun 1962. Beberapa kajian telah mengungkapkan tentang upaya Indonesia untuk mengampanyekan ke dunia luar bahwa Asian Games 1962 adalah bukti Indonesia sebagai kekuatan besar baru di dunia. Namun, belum banyak dibahas soal bagaimana representasi Asian Games 1962 sendiri di dalam negeri, khususnya di ruang publik lokal. Di dalam tulisan ini dibahas bagaimana sebuah surat kabar di Yogyakarta, Kedaulatan Rakjat, selama sekitar sebulan (1 Agustus hingga 5 September 1962) menggambarkan perhelatan Asian Games 1962 kepada pembacanya. Representasi Indonesia dan Asian Games di Kedaulatan Rakjat
ada di berbagai halaman dan kolom, mulai dari berita utama (headline), tajuk rencana, halaman olahraga, hingga halaman advertensi. Ditemukan bahwa laporan dan pandangan yang disajikan Kedaulatan Rakjat setidaknya fokus pada dua aspek. Pertama, Indonesia adalah tuan rumah yang baik karena telah berusaha keras mempersiapkan Asian Games 1962 dengan serius, cermat, dan menyeluruh. Kedua, Indonesia adalah peserta Asian Games yang
penuh prestasi, berlawanan dengan pandangan umum bahwa Indonesia adalah anak bawang. Temuan lain adalah bahwa berbeda dari kampanye resmi negara yang senantiasa menekankan keberhasilan Indonesia di Asian Games, Kedaulatan Rakjat melalui kritiknya memperlihatkan bahwa sebagai tuan rumah Indonesia sebenarnya masih banyak memiliki kekurangan. "
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miqdad
"Dewasa ini, penyelenggaraan mega-event olahraga telah menjadi aktivitas diplomatik. Berbagai negara memperebutkan hak sebagai tuan rumah mega-event olahraga—mendemonstrasikan kapabilitas mereka dengan mengharapkan konsekuensi positif dari penyelenggaraan itu. Namun, berbagai episode sejarah membuktikan bahwa tidak ada jaminan pasti bahwa negara penyelenggara akan menemui hasil positif yang diharapkan. Keputusan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018 terlihat merupakan pilihan berisiko tinggi, seiring dengan berbagai problematika yang ia hadapi. Kendati demikian, setelah Asian Games 2018 berakhir, Indonesia dinobatkan “sukses” menyelenggarakan mega-event olahraga tersebut—menemui hasil positif yang signifikan. Melihat fakta tersebut, penulis menilai bahwa Indonesia berhasil membangun strategi diplomasi olahraga yang efektif untuk menyiasati tantangan yang hadir selama pengerjaan Asian Games 2018. Maka dari itu, skripsi ini mempertanyakan bagaimana strategi diplomasi olahraga Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018. Untuk meneliti hal tersebut, penulis membangun kerangka analisis yang diadopsi dari kerangka konsep networked sport diplomacy (Murray, 2018) dan strategi diplomasi olahraga (Abdi, et.al, 2018). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan data yang bersumber dari narasumber, dokumen resmi, publikasi resmi pemerintah, buku, artikel akademik, dan situs berita terpercaya. Penelitian ini menemukan bahwa sebagai tuan rumah Asian Games 2018, Indonesia berhasil mengimplementasikan strategi diplomasi olahraga yang efektif. Secara spesifik, Indonesia menciptakan strategi diplomasi olahraga yang mengedepankan inklusivitas—membangun jaringan aktor yang luas, variatif, dan kolaboratif—dengan mengakomodasi kepentingan setiap aktor yang terlibat. Strategi ini digerakkan oleh dua prinsip: pemenuhan tuntutan OCA dan prinsip diplomasi membumi. Jaringan aktor meliputi aktor negara dan non-negara, pada tingkat domestik dan internasional. Berbagai aktor terlibat berkolaborasi di bawah satu visi yang sama—Asian Games 2018 yang sukses. Berbagai interaksi tersebut memiliki peran-peran spesifik yang beragam dalam menghasilkan Asian Games 2018 yang sukses.

In recent times, the hosting of mega sporting events has become a diplomatic activity. Various countries compete for the rights to host sporting mega-events—showcasing their capabilities and expecting positive consequences from hosting them. However, historical episodes have proven that there is no guarantee that the host country will achieve the expected positive outcomes. Indonesia's decision to host the 2018 Asian Games seemed like a high-risk choice, considering the various challenges it faced. Nevertheless, after the conclusion of the 2018 Asian Games, Indonesia was hailed as a "success" in organizing the sporting mega-event—achieving significant positive results. Based on these facts, the author believes that Indonesia successfully built an effective sports diplomacy strategy to overcome the challenges encountered during the preparation of the 2018 Asian Games. Therefore, this research questions Indonesia's sports diplomacy strategy as the host of the 2018 Asian Games. To investigate this matter, the author adopts an analytical framework derived from the concept of networked sport diplomacy (Murray, 2018) and sports diplomacy strategies (Abdi, et al., 2018). This research is a descriptive qualitative study that utilizes data from source persons, official documents, government publications, books, academic articles, and reliable news websites.This research finds that as the host of the 2018 Asian Games, Indonesia successfully implemented an effective sports diplomacy strategy. Specifically, Indonesia created a sports diplomacy strategy that emphasized inclusivity—building a wide, diverse, and collaborative network of actors, accommodating the interests of all involved parties. This strategy was driven by two principles: meeting the demands of the Olympic Council of Asia (OCA) and the principle of diplomasi membumi. The network of actors includes both state and non-state actors at domestic and international levels. Various actors collaborated under a shared vision of a successful 2018 Asian Games. These interactions played diverse and specific roles in producing a successful Asian Games in 2018. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Farhana Fauzie
"Penelitian ini menganalisis kerja sama multipihak yang terjadi dalam penyelenggaraan wisata acara olahraga Asian Games 2018 di Indonesia sebagai bagian implementasi pariwisata berkelanjutan, dengan menggunakan kerangka kerja sama transaksional yang dikembangkan oleh Visseren-Hamakers et. al. (2007). Kerangka teori menekankan  pentingnya kajian atas dinamika interaksi antara aktor pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mencapai tujuan, khususnya agenda permbangunan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan data hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan terkait dan analisis studi dokumen yang relevan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa permasalahan signifikan yang muncul dalam kerja sama multipihak dalam  kasus ini terletak pada interaksi antara kelompok aktor internasional dan nasional yang bersifat tidak setara dan vertikal. Hal ini terkait perbedaaan tujuan dari setiap aktor dalam mengimplementasikan pariwisata sebagai salah satu sektor penting dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, peran dan kekuasaan terpusat pada Olympic Council of Asia (OCA) yang memiliki sumber daya dan kekuatan yang lebih dominan, dimana OCA tidak menempatkan olahraga dan pariwisata berkelanjutan sebagai prioritas dalam pelaksanaan Asian Games 2018. Sementara itu kelompok bisnis, masih melihat konteks olahraga dan pariwisata sebagai ajang promosi untuk pencapaian profit,  alih-alih menekankan aspek pembangunan (pariwisata) keberlanjutan. Penelitian ini juga menemukan bahwa walaupun LSM terlibat namun peran mereka tetap terbatas dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan terkait penyelenggaraan Asian Games 2018, termasuk dalam mempengaruhi kebijakan ataupun melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lainnya untuk mengupayakan implementasi wisata berkelanjutan dalam Asian Games. Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting,   terkait perlunya mendorong keterlibatan yang lebih setara antara aktor internasional dan nasional dalam kerja sama multipihak serta memperkuat peran LSM dalam proses pengambilan keputusan, maupun koordinasi untuk mengimplemntasikan norma pembanguan   berkelanjutan dalam wisata olahraga.

This study analyzes the multi-stakeholder cooperation that occurred in organizing the 2018 Asian Games sporting event tourism in Indonesia as part of the implementation of sustainable tourism, by adopting a transactional cooperation framework developed by Visseren-Hamakers et. al. (2007). The theoretical framework emphasizes the importance of studying the dynamics of interaction between government, private and community actors in achieving goals, especially the Sustainable development agenda. This study uses data from interviews with relevant stakeholders and analysis of relevant document studies. The results of this study found that the significant problems that arise in multi-stakeholder cooperation in this case lie in the unequal and vertical interactions between groups of international and national actors. This is related to the different orientations/goals of each actor in implementing/putting tourism as one of the important sectors in achieving sustainable development. In this context, the role and power are centered on the Olympic Council of Asia (OCA) which has more dominant resources and strengths, where the OCA does not place sports and sustainable tourism as a priority in implementing the 2018 Asian Games. Meanwhile, business groups are still looking at the context sports and tourism as a promotional event to achieve profit, instead of emphasizing aspects of sustainable development (tourism). This research also found that although NGOs were involved, their role was still limited and did not provide significant influence in decision-making related to the holding of the 2018 Asian Games, including in influencing policies or coordinating with other parties to seek the implementation of sustainable tourism in the Asian Games. The results of this study have important implications, related to the need to encourage more equal involvement between international and national actors in multi-stakeholder cooperation and strengthen the role of NGOs in decision-making processes, as well as coordination to implement sustainable development norms in sports tourism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, 2018
793.095 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nahal Rizaq
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi program Among Raga dalam mengamankan Asian Games 2018 dan dampaknya terhadap tingkat kejahatan di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya. Pendekatan penelitian ini menggunakan “mixed method”, untuk menjawab dua pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian tentang bagaimana implementasi program Among Raga digunakan pendekatan kualitatif dengan metode dekriptif analisis. Sedangkan, untuk menjawab bagaimana dampak program Among Raga terhadap tingkat kejahatan digunakan uji t statistik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program Among Raga yang dianalisis dengan empat dimensi (komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi) telah berjalan efektif. Selanjutnya, hasil penelitian juga menunjukan signifikansi dampak program Among Raga terhadap penurunan tingkat kejahatan 3C di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya (p<0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi program Among Raga terhadap pengamanan Asian Games 2018 telah memberikan manfaat penyebaran pengawasan kejahatan (diffusion crime control enefit) sebagai strategi pencegahan kejahatan di berbagai wilayah Polres jajaran Polda Metro Jaya.

The purpose of this research was to analyze Among Raga implementation program towards the security of The Asian Games 2018 and it's impact through crime rates at Jakarta Metropolitan Regional Police. This research used mixed method to answer two research questions. Research question regarding how was the effectiveness of program implementation, answered using qualitative approach was employed. While, to answer research question regarding how the impact of Among Raga program through crime rates, the use of t test statistic analysis was applied.
Research found that Among Raga program which cover four dimensions (communication, resources, disposition, and bureaucracy structural) has been effectively implemented. Furthermore, the finding also showed the signifinance impact of Among Raga program on reducing crime rates in Jakarta Metropolitan Regional Police Juridiction. It could be concluded that the Among Raga implementation program towards the security of The Asian Games 2018 contribute diffusion crime control benefit as crime prevention strategy within Polda Metro Jaya Juridiction.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasqi Harashta
"Skripsi ini membahas tentang representasi yang dilakukan oleh media terhadap atlet disabilitas pada pemberitaan Asian Para Games 2018. Atlet disabilitas termasuk dalam kelompok minoritas yang memiliki masalah representasi di media. Media adalah salah satu agen konstruksi realitas sosial. Representasi atlet disabilitas yang masih berkutat dengan stereotipe dapat membentuk realitas pada khalayak bahwa atlet disabilitas sesuai dengan gambaran yang media lakukan. Maka dari itu, penelitian ini ingin mencari tahu tentang bagaimana media di Indonesia merepresentasikan atlet disabilitas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis framing yang dikembangkan oleh Robert N. Entman. Analisis framing dilakukan terhadap antaranews.com dan detik.com sebagai dua media yang mendapat penghargaan dari Indonesia Asian Para Games Organizing Committee (INAPGOC) selaku penyelenggara Asian Para Games 2018. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua media menggunakan stereotipe super cripple atau sosok yang sangat hebat untuk merepresentasikan atlet disabilitas.

This study discussed about disabled athlete’s representation in media through Asian Para Games 2018 coverage. Disabled athletes as a minority group in society have problem in media representation issue. Media is one of the agents of social construction. Disabled athlete’s media representation almost always about stereotype because reality in journalist’s perspective is about that stereotype. To answer this research question, this research wanted to figure out how Indonesian media represent disabled athlete.
This research uses qualitative approach with framing analysis method developed by Robert N. Entman. This research analyses news articles at antaranews,com and detik.com as two award-winning media from Indonesia Asian Para Games Organizing Committee (INAPGOC) as Asian Para Games 2018 organizing committee. Analysis result shows both media use super cripple stereotype to represent disabled athletes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khanza Audrina Ramadhanty
"Tulisan ini berfokus pada interpretasi kerentanan delegasi Asian Games ke-XVIII 2018 di Palembang ke dalam pemetaan kejahatan dengan menggunkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Kerentanan dihitung dengan perbandingan jumlah akomodasi dengan jumlah delegasi Asian Games ke-XVIII 2018 yang tersebar di Palembang. Pemetaan kerentanan dibuat dengan menggunakan teknik overlay angka kerentanan yang dibuat dengan icon diatas peta persebaran akomodasi delegasi Asian Games ke-XVIII 2018 di Palembang yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Selanjutnya pemetaan kerentanan delegasi Asian Games ke-XVIII 2018 di Palembang dianalisis dengan menggunakan teori pola kejahatan (crime pattern theory). Hasil penulisan ini menunjukan bahwa pemetaan kerentanan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis menunjukan bahwa terdapat sembilan dari dua belas akomodasi yang rentan terhadap serangan terorisme.

This Paper focusing on the use of Geographic Information System to make a crime mapping of the vulnerability of the delegates of the XVIII Asian Games in Palembang. Vulnerability is calculated by comparing the number of accommodations with the number of delegates from the XVIII Asian Games spread across Palembang. Vulnerability mapping is made by overlaying the distribution of accommodation for delegates of the XVIII Asian Games in Palembang made by the Badan Nasional Penanggulangan Terorisme with the vulnerability data represented by icons. Furthermore, the vulnerability mapping of the delegates of the XVIII Asian Games 2018 in Palembang was analyzed using the crime pattern theory. The results of this paper show that vulnerability mapping using the Geographic Information System shows that there are nine out of twelve accommodations that are vulnerable to terrorism attacks."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>