Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193320 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Archam
"Indonesia setelah ditinggalkan oleh penjajah memiliki ungang-undanga yang mengatur bidang pertanahan yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria kemudian di tahun 1997 lahir Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kedua peraturan perundang- undangan tersebut diciptakan untuk melindungi dan menjamin kepada rakyat khususnya bagi pemegang hak atas tanah agar status kepemilikan atas tanah tidak tumpang tindih atau terjadi perselisihan /sengketa. Namun kenyataannya yang terjadi di masyarakat banyak sengketa pertanahan khususnya menyangkut kepemilikan baik itu menyangkut identitas pemelik maupun letak dan lokasi tanah. Yang lebih serng terjadi di masyarakat adalah menyangkut identitas pemilik hak atas tanah. Berdasarkan itu Penulis tertarik terhadap study kasus yang dialami oleh MIRSAD SUDARGO di Pengadilan Negeri Cibinong dan YANDIH S di Pengadilan Negeri Tngerang masing-masing terjadi pada tahun 2006, untuk dijadikan sebagai bahan tesis ini. Dalam kedua kasus tersebut diatas kepemilikan hak atas tanah beralih kepada orang lain tanpa diketahui oleh pemiliknya atau si pembeli tanah. Bagaimanan hal itu bisa terjadi? Mengapa Undang-undang Nomor : 5 tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 tidak bisa melindungi pemegang hak atas tanah. Berdasarkan literatur dan sumber-sumber yang Penulis peroleh dilapangan, Penulis bermaksud memberikan suatu ide atau usulan yang dituangkan dalam tesis ini yang memungkinkan untuk bisa dilaksanakan dengan harapan sengketa kepemilikan hak atas tanah dapat berkurang dimasa-masa yang akan datang.

After being left by colonialist, Indonesia has a law provision regulating the area of land, namely Law Number 5 of 1960 on Basic Agrarian Law; furthermore in 1997 the Government issued a Government Regulation Number 24 of 1997 on Land Registration. Both laws were provided to give protection and assurance for the people, particularly the holders of land rights, so that the status of land ownership will not overlap an resulting in conflicts / disputes. But it turns out that many land disputes occur in society, particularly those pertaining to the ownership, both related to the identity of the owner and the location of the land. The most common problem on society is related to the identity of the owner of land rights. Accordingly, the Author was interested in case studies which were experienced by MIRSAD SUDARGO in Cibinong District Court and YANDIH S in Tangerang District Court, took place in 2006 respectively to be used as the materials of this thesis. In both cases, the ownership of land rights had been transferred to another person without being noticed by the owner or those who bought the land. How did it happen? Why the Law Number 5 of 1960 and Government Regulation Number 24 of 1997 could not protect the holders of land rights. Based on literatures and other sources that obained by the Author from the field, the Author intends to give an idea or suggestions as provided in this thesis which might be implemented, with the hope that land ownership disputes can be reduce in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31496
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Yogie Purnama
"Pada saat ini kepemilikan hak atas tanah di Indonesia bukan hanya bertujuan untuk keperluan rumah tinggal dan tempat usaha saja, melainkan untuk keperluan investasi bagi para investor baik investor lokal maupun investor asing. Pengaturan mengenai kepemilikan hak atas tanah di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, baik kepemilikan oleh perorangan, badan, maupun kepemilikan oleh pihak asing. Namun dengan alasan ingin mempermudah mendapat keuntungan lebih, dan hal lainnya yang bersifat menguntungkan dalam proses kepemilikan hak atas tanah di Indonesia, ada saja celah yang digunakan oleh para pihak, dalam hal ini pihak asing, untuk memiliki hak atas tanah yang tidak sesuai dengan yang seharusnya ada di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Salah satunya dengan perjanjian Nominee. Singkatnya, perjanjian Nominee adalah perjanjian yang biasa dilakukan oleh para pihak asing dengan pihak Nominee, pihak Nominee itu sendiri yaitu orang berkewarganegaraan Indonesia yang dipinjam namanya untuk memiliki suatu hak atas tanah. Perlindungan notaris dalam hal ini menjadi sangat penting untuk dikaji lebih dalam terutama adanya kemungkinan pihak asing dan pihak Nominee membuat perjanjian Nominee dalam bentuk akta-akta otentik berupa akta pengakuan hutang, surat kuasa menjual, perjanjian pengikatan jual beli, surat pernyataan, dan lainnya. Perjanjian –perjanjian tersebut secara formil bisa saja terlihat benar menurut hukum seperti tidak melanggar aturan, namun secara materiil tidak dapat dibenarkan, kemudian pada prakteknya notaris bisa saja tidak mengetahui adanya pemindahan kempemilikan hak atas tanah secara terselubung kepada pihak asing yang jelas merupakan penyelundupan hukum .

Nowadays, the land rights ownership in Indonesia is not only aiming for the purposes of residential or business premises only, but rather for an investment purposes owned by both local and foreign investor. The regulation of land rights ownership in Indonesia has already set in the Law Number 5 of 1960 regarding Land, either the individual, corporate entities, or foreign party ownership. However, with an aim for getting more profit easier, or getting anything more profitable on the process of land rights ownership in indonesia, there's always been some loopholes used by the parties, in this case the foreign parties, to get a land rights ownership which is not in accordance with the Law Number 5 of 1960 regarding Land. One of them is called the nominee agreement. Given this, nominee agreement is an agreement entered by a foreign party with a nominee, an indonesian citizen whose name being used to hold a land rights ownership. The protection for public notaries becoming very important to be studied profoundly then, primarily with a possibility of a nominee agreement made by the foreign and nominee party in a form of authentic deeds as debt acknowledgement, turn over procuration, sale and purchace agreement, statement letter, and others. Those agreements could be seen as formally right without any violation under such laws, but is materially unjustified indeed, and in practice the notary may not be aware of any land rights ownership substitution to a foreign party which is shrouded and actually an act of smuggling laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Veratiwi
"ABSTRAK
Perkembangan zaman dan teknologi telah memasuki berbagai sektor lini kehidupan di masyarakat Indonesia saat ini, termasuk di dalam bidang pendaftaran tanah. Berbagai pengaturan mengenai pendaftaran tanah telah diundangkan dari waktu ke waktu yang dimana terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian, permasalahan pendaftaran tanah masih kerap kita temukan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kasus yang dijumpai adalah adanya perbedaan sistem pemetaan yang digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam rangka penerbitan sertipikat hak atas tanah khususnya tentang metode pemetaan manual dan digital, dimana pada akhirnya menyebabkan sengketa pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah ketiadaan kepastian hukum bagi penanam modal yang akan berinvestasi di Indonesia yang tentu memiliki dampak domino terhadap perekonomian di Indonesia antara lain ketiadaan pembukaan lapangan kerja, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak dan terhambatnya pemerataan pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, permasalahan pendaftaran tersebut disebabkan oleh karena belum adanya sinkronisasi dan kesamaan sistem pemetaan yang digunakan antar kantor pertanahan di Indonesia. Selain itu, masih belum adanya landasan hukum yang memaksa para pemilik sertipikat hak atas tanah untuk menyesuaikan wilayah dalam sertipikatnya ke dalam sistem pemetaan digital. Dengan masih belum sempurnanya sistem pendaftaran tanah di Indonesia saat ini, maka kehati-hatian dan penelitian yang mendalam sebelum melakukan transaksi pembelian atau akuisisi tanah sangat perlu dilakukan khususnya bagi penanam modal yang akan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan legal due diligence dengan memeriksa secara menyeluruh dan komprehensif seluruh data-data terkait dengan tanah yang akan dibeli.

ABSTRACT
The development of the era and technology has entered various sectors of the Indonesian societies 39 life recently, including in the field of land registration. Various regulations on land registration have been enacted from time to time which was lastly stipulated in the Government Regulation Number 24 of 1997. However, the issues of land registration are still often found in various regions in Indonesia. One of the cases encountered was different of mapping systems used by the National Land Agency for the issuance of land rights certificates, particularly in the transition from manual mapping method to digital mapping methods, which ultimately led to land disputes. In relation to this, one of the impact is the lack of legal certainty for investors who are going to invest in Indonesia which may raise a domino effect on the economy in Indonesia, among others, the absence of job openings, the reduction of state revenues from the tax sector and stranded the equity of development and economy in Indonesia. After conducting research by the writer, the registration issues may be caused by the lack of synchronization and harmonization of mapping system used among land offices in Indonesia. Furthermore, there is still no legal basis which forces the owners of land titles certificates to adjust the territory in their certificates into the digital mapping system. With the incomplete of the land registration system in Indonesia nowadays, prudent and thorough research prior to entering into a transaction of land purchase or acquisition is necessary to be conducted, especially for investors who will carry out their business activities in Indonesia. One of the ways that can be done is to do legal due diligence by checking thoroughly and comprehensively all the data related to the land to be purchased."
2017
T49148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Bintoro
"Pemberian Hak Pengelolaan pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak nya untuk dapat mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun tujuan sebenarnya diberikannya Hak Pengelolaan tersebut sebenarnya merupakan sebuah usaha untuk menyediakan tanah-tanah tersebut untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak-hak atas tanah yang lain yang sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Hak pengelolaan merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara yang termasuk ke dalam bidang hukum publik, namun pada prakteknya sifat dan hakekat dari Hak Pengelolaan mulai mengalami pergeseran dan masuk ke area hukum privat. Dalam kasus perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sebagaimana diputus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 276 PK/Pdt/2011, muncul Hak Pengelolaan diatas tanah yang telah dihaki oleh HGB tersebut terlebih dahulu yang menimbulkan permasalahan ketika HGB tersebut akan diperpanjang dan tidak diletakkan diatas HPL No.1/Gelora tersebut. Munculnya HPL bersyarat tidak pernah diatur dalam peraturan perundang undangan dan menimbulkan permasalahan hukum yaitu tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum atas pemegang Hak Atas Tanah lainnya. Melalui penulisan hukum ini, Penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dan solusi mengenai Hak Pengelolaan yang dalam praktek masih sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang berujung pada pengadilan.

Granting Rights Management is essentially gave his authority to the holder of the right to cultivate the land in accordance with their needs . But the real goal is actually rendered Rights Management is an attempt to provide the land for those who need . Therefore, the above ground can be issued for the Management of the rights of other land in accordance with the laws and regulations governed by . Rights management is a part of State Mastering of Rights which belong to the field of public law , but in practice the nature and essence of the Management started to experience a shift and get into the area of private law . In case of extension of the Building Right No.26/Gelora and No.27/Gelora as can be seen in the Judicial Review Decision No. 276 PK/Pdt/2011, appeared on the Management of land that has been occupied by Building Right advance that cause problems when these rights will extended and not placed on the HPL No.1/Gelora. The emergence of HPL conditional is never set in the laws and regulations and cause problems is the lack of legal certainty and legal protection of shareholders other Land Rights . Through this thesis, the author hopes to contribute and give some solutions regarding to the Rights Management which in practice still often creates problems and frequently lead to court cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hardiyanti Akbar
"ABSTRAK
Pendaftaran tanah menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak. Namun, penerbitan sertipikat seringkali menimbulkan masalah, misalnya terjadi sertipikat tumpang tindih, dimana satu bidang tanah yang sama, diuraikan dalam dua atau lebih sertipikat yang berlainan datanya. Salah satu contoh kasusnya terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 412 K/TUN/2015, yang terjadi di Desa Sentul, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Pada kasus, penulis menganalisis mengenai bagaimana kepastian dan perlindungan hukum pemegang hak dan bagaimana status hukum sertipikat objek sengketa berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 412 K/TUN/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi preskriptif dan jenis data sekunder. Hasil analisis menunjukkan, penyebab terjadinya tumpang tindih sertipikat adalah ketidaktelitian Kakan Pertanahan Kabupaten Bogor dalam memeriksa dokumen pendaftaran tanah dan dilanggarnya Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam menerbitkan objek sengketa. Simpulan penelitian adalah kepastian dan perlindungan hukum pemegang hak berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 412 K/TUN/2015, telah tercapai, oleh karena penerapan peraturan perundang-undangan tepat, terutama Pasal 107 huruf g Permen Agraria Nomor 9 Tahun 1999 juncto Pasal 11 ayat 3 Permen ATR/Ka BPN Nomor 11 Tahun 2016, yang menyatakan dalam penerbitan objek sengketa terjadi kesalahan administrasi cacat hukum administrasi berupa tumpang tindih sertipikat, sehingga pemegang sertipikat beritikad baik yang telah melalui prosedur pendaftaran dan peralihan hak dengan benar dilindungi oleh hukum. Status hukum objek sengketa adalah dinyatakan batal dan diwajibkan kepada Kakan Pertanahan Kabupaten Bogor mencoret objek sengketa dari buku tanah.

ABSTRACT
Land registry, produce certificate as the proof of land rights to ensure legal certainty for holder of right. However, the issuance of certificates often causes problems, such as overlapping certificates, whereby the same plot of land, described in two or more certificates, with different data. One of the sample of overlapping certificates case on Supreme Court Decision Number 412 K TUN 2015, happened in Desa Sentul, sub district Babakan Madang, Regency of Bogor. On the case, the author analyzed about how the certainty and legal protection for holder of land rights and how about the legal status of the disputed objects certificates based Supreme Court Decision Number 412 K TUN 2015. The research method used is normative juridical with prescriptive typology and secondary data type. Analyzed result shows, overlapping certificates is due to the fact innaccuracy by Head of land office of Bogor to examined land registration documents and violation of Good Governance Principle in issued of disputed objects. The conclusion of this research is certainty and legal protection holder of right in land registry on land right overlapping case based Supreme Court Decision Number 412 K TUN 2015 has been achieved, because implemented of regulation corrected that 39 s Article 107 letter g of Agrarian Minister Head of National Land Agency Regulation Number 9 of 1999 juncto Article 11 paragraph 3 of Agrarian Minister Head of National Land Agency Regulation Number 11 of 2016, whereby is issuance of disputed object occurred administrative error legal defective administration that 39 s overlapping certificates, so that the good faith certificate holder that has been through the corrected registration and the transfer of right procedure is protected by law. The legal status of the disputed objects is declared void and obliged for Head of land office of Bogor to revoke and cross out the disputed objecs from the land book. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Kirana
"Sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang kuat bagi pemegang haknya.Sertipikat ganda adalah satu bidang tanah diuraikan dalam dua sertipikatatau lebih yang berlainan datanya.Sertipikat ganda membawa dampakketidakpastian hukum, sehingga tidak jarang terjadi sengketa diantara para pihakbahkan sampai ke Pengadilan. Salah satu contoh yaitu kasus tumpang tindih atas kepemilikan suatu bidang tanah yangdiselesaikan melalui Pengadilan adalah sebagaimana terdapat Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 96 PK/TUN/2007yang terjadi di Desa Citeureup, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, dimana pada bidang-bidang tanah yang sama,dan sebelumnya telah diterbitkan Sertipikat Hak Milik, diterbitkan Sertipikat Hak Milik yang baru.
Dari hasil analisis terhadap Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 96 PK/TUN/2007,dapat diketahui bahwa terjadinya kasus tumpang tindihantara Hak Milik No. 526/Desa Citeureup dan Hak Milik No. 20/Desa Citeureupdengan Hak Milik No. 00825/Desa Citeureup dan Hak Milik No. 00826/Desa Citeureup, disebabkan tidak dilaksanakannya pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Penyelesaiansengketa dalam kasus ini dilakukan melalui jalur Peradilan (litigasi).

Certificate serves as a strong evidence for ownership of land by its owner. Double certificate is a plot of land described in two or more certificates which have different data. Double certificate might cause legal uncertainty, thus many disputes occur between the parties on this issue which even have to be settled in the Court. One of the sample of case on overlapping of ownership of a plot of land settled through the Court is as stipulated in Supreme Court Judicial Review Decision No. 96 PK/TUN/2007happened in DesaCiteureup, Regency of Bandung, West Java Province, whereby Certificates of Ownership have been previously issued for the same plots of land, and then new Certificates of Ownership were issued.
Based on the result of the analysis on the Supreme Court Judicial Review Decision No. 96 PK/TUN/2007, the overlapping between Ownership of Right No. 526/DesaCiteureupand Ownership of Right No. 20/DesaCiteureupwithOwnership of Right No. 00825/DesaCiteureupand Ownership of Right No. 00826/DesaCiteureup, is due to the fact that land registration process was not properly implemented in accordance with the procedure stipulated in Government Regulation No. 24 of 1997 regarding Land registration and Agrarian Minister/Head of National Land Agency Regulation No. 3 of 1997 regarding Implementation Regulation of Government Regulation No. 24 of 1997 by the Head of Land Office of Bandung Regency. The dispute in this case was settledthrough court (litigation)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Syarafina
"Kemajuan pembangunan dalam berbagai bidang di Indonesia, khususnya di sektor infrastruktur ditandai dengan banyaknya pembangunan termasuk pembangunan jalur kereta api cepat. Sedangkan disisi lain pertumbuhan penduduk setiap waktunya juga sangat tinggi seringkali menimbulkan kelangkaan tanah. Pengadaan tanah juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pengerjaannya dilakukan oleh Pemerintah atau instansi yang memerlukan tanah. Dalam pengadaan tanah dikenal konsep konsinyasi, yaitu suatu mekanisme penitipan ganti rugi yang dilakukan dengan permohonan penitipan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai konsep ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum serta perlindungan dan kepastian hukum dari lembaga konsinyasi terhadap ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Dari hasil analisa diketahui bahwa permasalahan utama dalam kasus yang diangkat yaitu konsep ganti rugi dalam pembangunan bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah ganti rugi harus mempertimbangkan kerugian fisik maupun non fisik. Hal ini didasarkan bahwa ganti rugi ini dilakukan untuk memberikan suatu kompensasi atas kerugian pemegang hak atas tanah yang kehilangan hak atas tanahnya karena dibebaskan untuk kepentingan umum. Lembaga konsinyasi dapat memberikan perlindungan sepanjang sudah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah. Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang diperlukan yaitu hubungan hukum yang dihasilkan atas dasar musyawarah atas penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian untuk kemudian dirumuskan dalam berita acara yang menjadikan sebagai bukti perlindungan dan kepastian hukum yang di dapat oleh warga terdampak

Development progress in various fields in Indonesia, especially in the infrastructure sector, is marked by a large number of developments including the construction of high-speed railways. On the other hand, population growth is also very high at any time, which often results in scarcity of land. Land acquisition is also one of the activities that can be carried out for the implementation of development for the public interest, the work of which is carried out by the Government or agencies requiring land. In land acquisition, the concept of consignment is known, which is a mechanism for custody of compensation carried out by requesting custody of the Head of the District Court. The issues raised in this study are regarding the concept of compensation in land acquisition for development for the public interest and protection and legal certainty from consignment agencies for compensation in land acquisition for public interests. The research method used is normative juridical research with explanatory typology. From the analysis, it is known that the main problem in the case raised, namely the concept of compensation in the development of land acquisition for the public interest, is that compensation must consider physical and non-physical losses. This is based on the fact that this compensation is made to provide compensation for the loss of land rights holders who have lost their rights to their land because they are released for public purposes. The consignment agency can provide protection as long as an agreement has been reached between the land rights holder and the land acquisition committee. In the process of implementing land acquisition for the public interest, what is needed is a legal relationship generated on the basis of deliberation on the determination of the form and amount of compensation to be formulated in an official report that serves as proof of protection and legal certainty obtained by affected residents"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Irvan Muhammad
"Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah ditujukan untuk menjamin pelunasan atas piutang Kreditur, akan tetapi salah satu penyebab hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya Hak Atas Tanah. Hapusnya Hak Atas Tanah dapat terjadi melalui habisnya jangka waktu ataupun pelepasan hak berdasarkan Pembaharuan Hak Atas Tanah. Pembaharuan Hak Atas Tanah adalah prosedur yang harus ditempuh bagi Hak Atas Tanah yang telah berakhir haknya atau jangka waktu perpanjangannya telah berakhir. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dan bersifat deskriptif analitik, dikarenakan penelitian ini menggambarkan masalah yang kemudian dianalisa terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder, dengan alat pengumpulan data primer yaitu wawancara dan data sekunder melalui studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan narasumber yang ditentukan secara porposif yaitu Notaris dan PPAT serta Kepala Kantor Pertanahan. Data-data yang terkumpul akan dianalisa menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini pertama, Pembaharuan Hak Atas Tanah adalah suatu prosedur yang bersumber dari Hak Bangsa dan hak Menguasai Negara. Kedua, Pembaharuan Hak Atas Tanah menyebabkan hapusnya Hak Atas Tanah, sehingga Hak Tanggungan yang melekat di atasnya menjadi hapus. Hapusnya Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijaminnya, akan tetapi kreditur kehilangan kedudukannya sebagai kreditur preferen. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa Pembaharuan Hak Atas Tanah adalah prosedur yang bersifat imperatif, sehingga keberadaan Hak Tanggungan tidak dapat mengenyampingkannya, akan tetapi guna menjaga kedudukan preferen kreditur dapat dilakukan mitigasi oleh para pihak serta Notaris dan PPAT, melalui pengikatan jaminan sebelum dilakukannya permohonan Pembaharuan Hak Atas Tanah atau penggunaan jaminan umum terlebih dahulu sebagai underlying hapusnya Hak Tanggungan.

Encumbrance Right (regulated by Encumbrance Law ('EL')) as a form of security for land titles which intended to guarantee repayment of creditor's, an expired Land Titles is one of the reason causing Encumbrance Right expiration. Land Titles expiration happens through the expiration of the period or release of right based one Land Titles Renewal. Land Titles Renewal is a mandatory procedure for an expiring Land Titles or a Land Titles which it's period of extension expired. This research is normative-juridical and conducted using an analytical description type of methods, which describe and analyze the problem based on Basic Agrarian Law ('BAL') and other Indonesia's land regulations. Data on this research consist of primary and secondary data, primary data is gathered using an interview and secondary data is gathered using literature studies. The informant on this research is deliberately determined i.e. Notary Public, Land Deed Official, and head of the Land Office. Data analysis conducted using qualitative methods. The results of this research, first Land Titles Renewal is a procedur sourced from Nation's Right and State's Right to Control. Second, Land Titles Renewal caused expiration of Land Titles, expired Land Titles is one of the reason causing Encumbrance Right expiration. Encumbrance Right expiration does not write off guaranteed debt, however creditor lose it's privilege of being preference creditor. The conclusion are Land Titles Renewal is a mandatory procedure, hence the existance of encumbrance right can't put aside Land Titles Renewal procedures. In order to maintain creditor's preferred position, mitigation can be carried out by the parties including Notary Public and Land Deed Official. This mitigation conducted through encumbrance of other Land Titles before existing Land Titles Renewal is proceeded, or using other methods of security as an underlying agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>