Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhandy Arisaktiwardhana
"Jumlah impor lampu swabalast terus mengalami peningkatan sejak tahun 2008, dan pada bulan Agustus 2011, jumlah impor lampu swabalast mencapai 131,425,000 lampu. Faktor daya merupakan salah satu persyaratan unjuk kerja pada lampu swabalast yang harus dipenuhi oleh produsen. Saat ini, di Indonesia, penetapan batas faktor daya belum ditetapkan pada SNI IEC 60969:2009. Dengan tidak adanya ketentuan batas faktor daya pada SNI IEC 60969:2009, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemenuhan nilai faktor daya pada lampu swabalast terhadap persyaratan batas faktor daya yang tercantum pada ALC (Asia Lighting Council Compact Fluorescent Lamp Quality Guidelines for Bare Lamps). Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengurangan penggunaan energi listrik (kWh) dan pengurangan emisi energi listrik (gr CO2) pada sektor rumah tangga di Indonesia, ditinjau dari peningkatan faktor daya produk lampu swabalast. Datadata yang digunakan pada penelitian ini meliputi faktor daya dan daya semu lampu swabalast, jumlah pelanggan rumah tangga, penggunaan energi primer PT. PLN (Persero), faktor emisi CO2 pada energi primer PT. PLN (Persero) dan biaya bahan bakar energi primer PT. PLN (Persero). Tahapan yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah penilaian pemenuhan faktor daya pada lampu swabalast terhadap persyaratan SNI IEC 60969:2009 dan ALC, perhitungan pengurangan energi listrik (kWh) pada pihak pemakai listrik (rumah tangga), perhitungan energi listrik yang terbuang (kWh) pada pihak pemakai listrik (rumah tangga), perhitungan pengurangan biaya pembangkitan (khususnya biaya pemakaian bahan bakar) (Rp.) pada pihak penyedia listrik dan perhitungan pengurangan emisi energi listrik (gr CO2) pada pihak penyedia listrik. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk melakukan revisi terhadap persyaratan unjuk kerja yang tercantum SNI IEC 60969:2009, khususnya penetapan batas faktor daya. Revisi ini diperlukan bagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Asosiasi Industri Perlampuan Indonesia (APERLINDO), Produsen, Laboratorium Penguji dan Lembaga Sertifikasi Produk sebagai acuan penerapan efisiensi energi pada lampu swabalast di Indonesia sesuai regulasi teknis terkait.

Self-ballasted lamps imports continued to increase since 2008, and in August 2011, the imports of self-ballasted lamps reached 131,425,000 lamp. Power factor is one of the performance requirements of self-ballasted lamps that must be met by the manufacturer. Currently, in Indonesia, the determination limits of power factor has not been established in SNI IEC 60969:2009. In the absence of statutes of limitation on power factor in SNI IEC 60969:2009, the study was conducted to determine compliance the value of power factor on selfballasted lamp with the requirements of power factor limits stated in ALC (Asia Lighting Compact Fluorescent Lamp Quality Council Guidelines for Bare Lamps). Observations conducted to determine the reduction in energy use (kWh) of electrical energy and emission reduction (gr CO2) on the household sector in Indonesia, in terms of improve power factor of self-ballasted lamp. The data used in this study include the power factor and apparent power of selfballasted lamps, the number of household customers, the primary energy use of PT. PLN (Persero), CO2 emission factor in primary energy of PT. PLN (Persero) and the cost of primary energy fuel of PT. PLN (Persero). Steps that must be done in this study is assessment of the fulfillment of the self-ballasted lamp power factor against the requirements of SNI IEC 60969:2009 and ALC; calculation of the reduction of electric energy (kWh) on the consumer of electricity (households), calculation of electric energy wasted (kWh) on the consumer of electricity (households), calculation of the reduction of electric energy emissions (gr CO2) on the electricity provider and calculation of the reduction of cost of generating electricity (especially fuel costs) (Rp.) on the electricity provider. The results of this study is to provide input for the National Standardization Agency (BSN) to revise the performance requirements specified in SNI IEC 60969:2009, in particular the determination of power factor limits. This revision is necessary for the Ministry of Energy and Mineral Resources, Lighting Industry Association of Indonesia (APERLINDO), Manufacturers, Testing Laboratory and Product Certification Bodies as a reference to implement energy efficiency on self-ballasted lamps in Indonesia according to the relevant technical regulations."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30911
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Senti
"Meningkatnya jumlah konsumsi energi listrik dipengaruhi oleh penghasilan pelanggan, dimana semakin tinggi tingkat penghasilan pelanggan, semakin besar jumlah energi listrik yang di konsumsi. Konsumsi energi listrik dalam suatu negara dapat dipakai sebagai indikator tingkat kemakmuran negara tersebut Makin besar jumlah energi listrik yang dikonsumsi, makin tinggi tingkat kemakmurannya.
Faktor-faktor yang diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi aspek perilaku (yang variabelnya persepsi, motivasi, sikap dan kepribadian), tingkat pelayanan (yang variabelnya keselamatan, kemudahan, dan kenyamanan dalam menggunakan listrik), dan sosial ekonomi (yang variabelnya ukuran keluarga, penghasilan dan pengeluaran keluarga).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pelanggan untuk mengkonsumsi energi listrik dan bagaimana pengaruhnya terhadap konsumsi energi listrik.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa:
1). Faktor internal dan eksternal yang berpengaruh yaitu: Faktor 1: V02pk dan V03pk (Penghasilan keluarga yang mempengaruhi peningkatan energi listrik)
Faktor 2: V12hr, V04ps, V10km (Harga dalam mengkonsumsi energi listrik) Faktor 3: V09kn, V08ke, V05mi dan V01 uk (Keselamatan dalam menggunakan energi listrik) Faktor 4: V11 ky, V07kn, VO6sp (Kenyamanan dalam menggunakan energi listrik) 2). Hasil variabel independen yang berpengaruh terhadap faktor-faktor pengelompokkan konsumsi energi listrik yaitu:
a. F1 V02pk dengan koefisien regresi (B) sebesar 0,184440
b. F2-V12hr dengan koefisien regresi (B) sebesar -0,137343
c. F3-VO9KN dengan koefisien regresi (B) sebesar 0,578477
d. F4-V11 ky dengan koefisien regresi (B) sebesar 0,525426
e. Harga konstanta regresi yang terjadi adaiah 1,749555
Cluster = 1,749555 + 0,184440 F9 V02pk -- 0,137343 F2-V12hr + 0,578477 F3 V09kn + 0,525426 F4-V11 ky."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Dwi Wulandari
"Emisi CO2 merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Lebih dari 70 persen total emisi gas rumah kaca di dunia dihasilkan dari konsumsi rumah tangga. Sektor energi menjadi penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari penggunaan energi pada rumah tangga di Indonesia meningkat 17,19 persen dari tahun 2000 hingga 2016. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ukuran dan struktur rumah tangga memengaruhi emisi CO2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan ukuran dan struktur rumah tangga dengan emisi CO2 yang dihasilkan di Indonesia. Emisi CO2 yang dihitung pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan jenis bahan bakar yang dikonsumsi (bensin, solar, LPG, dan minyak tanah) dan berdasarkan penggunaan bahan bakar itu (transportasi dan memasak).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019 dengan rumah tangga yang mengonsumsi paling tidak satu jenis bahan bakar yaitu bensin, solar, LPG, dan minyak tanah sebagai unit analisis. Pengukuran emisi CO2 mengikuti pedoman dari International Panel of Climate Change (IPCC) tahun 2006 dengan menggunakan tier 1 dan pedoman perhitungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Analisis regresi berganda dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian. Penemuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dan struktur rumah tangga memengaruhi emisi CO2. Ukuran rumah tangga berhubungan positif dengan emisi CO2 dari memasak atau dari LPG dan minyak tanah tetapi berhubungan negatif dengan emisi CO2 dari transportasi atau dari bensin dan solar. Hal itu menunjukkan bahwa perlakuan sharing goods berbeda-beda. Struktur rumah tangga berhubungan positif terhadap emisi CO2. Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku antara anggota rumah tangga usia produktif dengan non produktif.

Carbon dioxide (CO2) emissions are the biggest contributor to greenhouse gas emissions. More than 70 percent of the total greenhouse gas emissions in the world are generated from household consumption. The energy sector is the biggest contributor to greenhouse gas emissions in Indonesia. Greenhouse gas emissions resulting from energy use in households in Indonesia increased by 17.19 percent from 2000 to 2016. Previous studies have shown that household size and composition affect CO2 emissions. This study aims to invetigate the relationship of household size and composition with CO2 emissions produced in Indonesia. CO2 emissions calculated in this study can be divided into 2, based on the type of fuel consumed (gasoline, diesel, LPG, and kerosene) and based on the purpose of consuming the fuel (transportation and cooking). This study uses the 2019 National Socio-Economic Survey (Susenas) data with households consuming at least one type of fuel, namely gasoline, diesel, LPG, and kerosene as the unit of analysis. The measurement of CO2 emissions follows the guidelines of the International Panel of Climate Change (IPCC) in 2006 using tier 1 and calculation guidelines from the Ministry of Environment and Forestry (KLHK). Multiple regression analysis was performed to answer the research objectives. The findings of this study suggest that household size and composition affect CO2 emissions. The household size is positively related to CO2 emissions from cooking or from LPG and kerosene but is negatively related to CO2 emissions from transportation or from gasoline and diesel. This shows that the treatment of sharing goods varies. The household composition is positively related to CO2 emissions. This shows that there are differences in behavior between members of productive and non-productive age households."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunan Nasikhin
"Konsumsi listrik sektor rumah tangga (residential) tahun 2014 sebesar 84,1 TWh (42% terhadap total konsumsi semua sektor), dengan pola konsumsi tiap tahun yang kurang lebih sama maka diproyeksikan pada tahun 2024 akan mencapai 464,2 TWh. Hasil studi Ditjen EBTKE ESDM, BPPT, JICA menyebutkan konsumsi energi listrik residential (R1: 450VA-900VA) khususnya untuk lampu pencahayaan sekitar 26% dan studi JICA sebelumnya pada sektor residential (R1-R2: 450VA-4.400VA) sekitar 5-14%. Sedangkan jenis lampu yang banyak digunakan sektor residential di Indonesia adalah Compact Flourecent Lamp (CFL) swabalast (50,3%), pijar (25%), Tube Lamp atau TL (24,4%) dan lainnya 0,35% dengan durasi pemakaian lampu rata-rata 9-16 jam perhari (sesuai hasil survei dan kajian BRESL). Berdasarkan referensi dari US Department of Energy, teknologi pencahayaan yang memiliki efisiensi tinggi dengan tingkat efikasi sekitar 131 lm/W dan umur pemakaian 30.000 - 75.000 jam atau lebih adalah lampu light emitting diode.
Penggunaan lampu LED memerlukan biaya awal (first cost) yang sedikit lebih besar dibandingkan jenis lampu lain, namun efisiensi yang lebih tinggi dan umur pakai yang lebih lama (akan mengurangi biaya penggantian lampu) sehingga bisa diyakinkan bahwa pencahayaan dengan lampu LED memiliki nilai keuntungan yang lebih tinggi. Penggunaan lampu LED untuk menggantikan CFL akan memberikan keuntungan ekonomis yang didapat dari penghematan setiap tahun sehingga akan menutupi biaya pembelian awal. Penerapan penggunaan lampu LED khususnya pada konsumen residential yang masih memperoleh subsidi akan didapat penghematan yang cukup besar sampai tahun 2024 dengan potensi penghematan energi antara 396-3.314 GWh dan penghematan subsidi listrik sekitar 0,34-2,83 triliun pertahun.

Electricity consumption of the household sector (residential) in 2014 amounted to 84,1 TWh (42% of the total consumption of all sectors), the consumption patterns of each year approximately the same then in 2014 is projected to reach 464,2 TWh. The study by DGEBTKE, BPPT, JICA mention the electrical energy consumption in residential (R1: 450VA-900VA) especially for lighting about 26% and the previous JICA study on the residential sector (R1-R2: 450-4.400VA) of about 5-14%. Types of lamps are widely used in the residential sector of Indonesia is the Compact Flourecent Lamp (CFL) (50.3%), Incandescent (25%), Tube lamp (TL) (24.4%) and another 0.35% with average light usage duration of 9-16 hours per day (according to survey and study of BRESL). By reference to the US Department of Energy, lighting technology which has high efficiency with efficacy levels about 131 lm/W and a service life between 30.000 - 75.000 hours or more is a light emitting diode lamp.
The use of LED lights require an initial cost (first cost) that is slightly larger than the other lamp types, but higher efficiency and longer service life (reducing the cost of replacement bulbs) so that it can be assured that the lighting with LED lights have a higher gain value. The use of LED lights to replace the CFL will provide economic benefits derived from savings each year so that it will cover the cost of the initial purchase. Application of the use of LED lights especially on residential consumers are still obtain the subsidy will get considerable savings until 2024 with the annual potential energy savings between 396 - 3314 GWh and annual electricity subsidy savings of about 0.34 - 2.83 trillion.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Constantia
"Artikel ini bertujuan untuk meneliti penggunaan energi dan faktor utama yang mempengaruhi intensitas emisi karbon dari perusahaan manufaktur dengan menggunakan data industri manufaktur besar dan sedang periode 2011-2014. Meskipun sektor makanan dan minuman barang logam, elektronik, mesin dan barang galian bukan logam adalah sektor utama dengan penggunaan energi terbesar, hanya sektor barang galian bukan logam yang menunjukkan memiliki energi intensitas tertinggi. Sedangkan sektor makanan dan minuman dan barang logam, elektronik dan mesin memiliki intensitas energi yang rendah dikarenakan nilai tambah yang tinggi. Dengan menggunakan metode OLS, 2SLS, dan fixed-effect dalam meneliti determinan intensitas emisi karbon, penelitian ini menemukan bahwa manufaktur besar lebih rendah dan efisien dalam mengeluarkan emisi dibandingkan manufaktur kecil. Selain itu, tenaga kerja dan jumlah modal memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat intensitas emisi karbon. Sedangkan tingkat biaya untuk pemeliharaan mesin memiliki pengaruh positif terhadap intensitas emisi karbon. Hal ini dimungkinkan karena pemakaian mesin canggih yang memerlukan biaya pemeliharaan tinggi cenderung dilakukan oleh sektor industri yang emisi-intensif.

Using a firm-level dataset from the Indonesian large and medium manufacturing sector, this paper investigates the energy usage performance and the main factors that are related to carbon dioxide emission intensity of manufacturing firms, from 2011 to 2014. Although food, beverages; fabricated metal and machinery; and non-metallic mineral are three primary energy-intensive sectors, only the latter had high energy intensity. Meanwhile food industry and fabricated metal and machinery show low energy intensity due to their high value-added. This paper also presents an estimation of carbon dioxide emission due to fuels consumption of firms. During the period of study, the trend of carbon emission has increased, but the carbon emission intensity has shown improvement. Performing panel data framework, this study uses OLS, 2SLS, and fixed effect model in analysing the determinants of CO2 intensity. The result of the FE regressions suggests that larger firms are emission efficient compared to small sized firms. Similarly, capital- and labor-intensive firms are less-carbon intensive. Furthermore, firms that spend more on maintenance have emitted more. This perhaps due to the adoption of high maintenance equipment by emission-intensive firms that requires for more expanses."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Haryana
"ABSTRAK
To overcome the problem of fuel dependence from imports and reduce the burden of fuel subsidies in the APBN, starting in 2007 the Government has implemented a conversion program for fuel use in the household sector from kerosene to LPG. The program has been running successfully. However, the same problem as before reappeared. The higher LPG needs depend on imports, reaching 70 percent of total consumption. Likewise, the burden of LPG subsidies in the state budget is even higher. Indonesia has the potential to produce abundant biomass energy and has been used as household fuel, especially in rural areas. However, the utilization is still by burning firewood using traditional inefficient combustion stoves that produce air pollutant that causing a negative impact on family health. Changes in the way biomass energy are used through the transformation of biomass into pellets and the use of technology biomass stoves can overcome the problems. This paper aims to analyze and provide policy recommendations to develop biomass energy utilization in households in a healthy manner and can improve combustion efficiency. The widespread use of biomass energy by households will reduce the dependence on LPG imports and reduce the burden of subsidies in the state budget."
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2019
330 BAP 2:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Dede Udayana Laksmana Putra
"Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang diprediksikan akan menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Banyak tantangan yang dihadapi Indonesia seiring pertumbuhan ekonominya, antara lain adalah ketahanan energi dan permasalahan lingkungan. Permasalahan tersebut dapat diatasi secara bersamaan dengan pemilihan dan alokasi sumber energi yang tepat. Dengan kendala ketergantungan terhadap energi fosil, gas bumi dapat menjadi pilihan energi fosil “bersih” yang dapat mengurangi emisi CO2 ditengah pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan kerangka Environmental Kuznets Curve (EKC) dan pendekatan ARDL to cointegration, studi ini mengestimasi hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara emisi CO2 dengan PDB perkapita dalam tiga model berbeda. Hasil estimasi menunjukkan bahwa EKC di Indonesia secara umum terbentuk dalam jangka panjang, namun tidak di sektor ketenagalistrikan. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa konsumsi gas bumi, baik untuk seluruh sektor maupun spesifik pada sektor ketenagalistrikan, memiliki korelasi negatif terhadap peningkatan emisi CO2. Bukti empiris dari studi ini selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan terkait bauran energi dan upaya untuk mendorong peningkatan konsumsi gas bumi dalam negeri.

Indonesia is one of the developing countries in the world which is predicted to become one of the strongest economies in the world. Many challenges facing Indonesia along with its economic growth include energy security and environmental problems. These problems can be overcome simultaneously with the selection and allocation of appropriate energy sources. With the constraints of dependence on fossil energy, natural gas could be a good choice as a "clean" fossil energy that can reduce CO2 emissions amid Indonesia's economic growth. Using the Environmental Kuznets Curve (EKC) framework and the ARDL to cointegration approach, this study estimates the long-term and short-term relationship between CO2 emissions and per capita GDP in three different models. The estimation results show that, generally, EKC is formed in Indonesia in the long term, but not in the electricity sector. The estimation results also show that natural gas consumption, both for all sectors and specifically in the electricity sector, has a negative correlation on increasing CO2 emissions. Empirical evidence from this study can then be used as a reference in the formulation of policies related to the energy mix and efforts to encourage increased domestic natural gas consumption."
2019
T53733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Widya Kristiani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dan menganalisis dampak urbanisasi terhadap konsumsi energi dan emisi CO2 dengan mengakomodir heterogenitas wilayah yang ada di Indonesia. Selain itu, perbedaan kawasan peruntukan di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda karena perbedaan karakteristik wilayah. Untuk menangkap heterogenitas regional yang ada di Indonesia, maka diaplikasikan metode estimasi data panel pada level provinsi selama periode 2011-2015. Hasil estimasi menunjukkan bahwa urbanisasi berdampak positif terhadap emisi CO2 namun tidak signifikan secara statistik dalam meningkatkan konsumsi energi per kapita. Terdapat pula perbedaan dampak urbanisasi KBI dan KTI terhadap konsumsi energi per kapita dimana dampak urbanisasi di KTI adalah negatif dan lebih rendah dibandingkan KBI.

This study aims to estimate and analyze the impact of urbanization on energy consumption and CO2 emissions by accommodating the heterogeneity of regions in Indonesia. In addition, differences in designation areas in western Indonesia (KBI) and eastern Indonesia (KTI) will have the potential to cause different impacts due to differences in regional characteristics. To capture regional heterogeneity in Indonesia, the method of estimating panel data at the provincial level was applied during the 2011-2015 period. The estimation results show that urbanization has a positive impact on CO2 emissions but is not statistically significant increasing per capita energy consumption. There are also differences in the impact of the KBI and KTI urbanization on per capita energy consumption where the impact of urbanization in the KTI is negative and lower than the KBI."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>