Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171783 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lintang Hadini Kusuma
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan anggaran dasar koperasi yang
merupakan landasan pada pendirian sebuah badan hukum. Koperasi merupakan
salah satu badan hukum yang diakui oleh negara. Proses pendirian koperasi harus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Pengaturan mengenai perkoperasian ini sudah ada sejak tahun 1915 dan masih
terus berubah mengikuti kondisi sosial, ekonomi dan politik negara. Pembuatan
anggaran dasar koperasi haruslah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
Undang-undang No. 25 Tahun 1992. Penulisan skripsi ini menggunakan
penelitian yang bersifat yuridis-normatif dengan menelaah peraturan perundangundangan
tentang perkoperasian, peraturan-peraturan pelaksananya serta bukubuku
mengenai perkoperasian

ABSTRACT
This thesis discusses the cooperative charter arrangements that are the foundation
for the establishment of a legal entity. Cooperatives are one legal entity
recognized by the state. The process of establishing co-operative must comply
with laws and regulations applicable in Indonesia. Of this cooperative
arrangement has existed since 1915 and still continues to change with the social,
economic and political state. Manufacture of articles of the cooperative shall be in
accordance with the provisions contained in Law No. 25 of 1992. Writing of this
thesis is to use research to examine the juridical-normative regulations regarding
cooperatives, implementing rules and books about cooperative.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43812
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Haiyoe Wulanndari
"ABSTRAK
Sejarah pengaturan mengenai Koperasi di Indonesia terbagi dua yakni masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan. Berawal dari tahun 1915, dimana pada masa itu Indonesia dijajah oleh Belanda sehingga berlakulah asas konkordansi hingga pada akhirnya setelah Indonesia merdeka, Pemerintah membuat peraturan baru yaitu Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan mencabut Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 Tahun 1933 dan Regeling Cooperatieves Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949. Sedangkan Undang-undang yang berlaku saat ini adalah Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ketentuan yang mengatur bahwa Koperasi harus berbentuk badan hukum tidak terlalu diatur secara jelas. Baru pada Rancangan Undang-undang Koperasi yang baru ini, Koperasi wajib didirikan dalam bentuk badan hukum. Koperasi merupakan perkumpulan orang dan bukan semata-mata perkumpulan modal, adanya kesamaan tujuan, kepentingan yang menyebabkan lahirnya Koperasi. Pembentukan Koperasi menjadi perkumpulan usaha yang berbadan hukum didasarkan pada sifat usahanya yang memenuhi kriteria badan usaha yang dapat dikategorikan sebagai badan hukum dan dalam hal ini Pemerintah mendukung dengan menerapkan pendirian Koperasi dalam bentuk badan hukum pada peraturan perundang-undangan tentang perkoperasian. Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang begitu pesat, Koperasi dituntut untuk dapat mengikuti dinamika perkembangan yang ada namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar Koperasi, karena nilai dan prinsip Koperasi ini tidak terdapat pada bentuk usaha lain. Koperasi memiliki ciri khasnya sendiri selain berwatak ekonomi juga memiliki watak sosial. Oleh karenanya masa depan Koperasi selain harus mampu bertahan dalam menghadapi perkembangan jaman juga harus tetap memegang teguh nilai-nilai dan prinsipprinsipnya. Pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan eksistensi Koperasi tidak perlu dilakukan dengan cara yang berlebihan. Pembuatan peraturan-peraturan mengenai perkoperasian justru dapat membelenggu Koperasi dan membuat Koperasi menjadi tidak mandiri dan bergantung kepada Pemerintah. Pemerintah berencana untuk mengganti Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan perundang-undangan yang baru, dimana saat ini Rancangan Undangundang (RUU) sedang dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat. Pada RUU Koperasi yang baru ini dikenal istilah saham Koperasi serta penggabungan dan peleburan yangmana hal ini belum diatur dalam undangundang sebelumnya.

ABSTRACT
The history of arrangement regarding the Cooperative in Indonesia is divided into 2 (two) parts that are the period before independence and after independence. Commencing in 1915, whereas in that period Indonesia was colonized by the Dutch so the principle of concordance was valid until finally after Indonesian independence, the government made a new regulation that was Law No. 79 of 1958 regarding the Cooperative Society and revoke the Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 of 1933 and Regeling Cooperatieves Verenigingen Stb. 179 of 1949. Meanwhile, the prevailing law currently is Law No. 25 of 1992 regarding the Cooperative. The provision regulating the Cooperative that should be formed of a corporate is not clearly organized. Then, in this new Cooperative Legislation Draft, it is stated that the Cooperative must be established in the form of cooperate. The Cooperative is an association of people and not merely the association of capital, the presence of a common purpose, and the interests that led the birth of Cooperative. The establishment of Cooperative to be an association of legal status business is based on the nature of his business that meets the criteria of venture which can be categorized as a corporate, and in this case the government gives the support by applying the establishment of Cooperative in the form of corporate in the legislation regarding the Cooperative. In line with the development of economy that is so rapid, the Cooperative is required to be able to follow the dynamics of the existing development but keep maintain the value and basic principle of Cooperative due to those value and principle of this Cooperative do not exist in other venture. This Cooperative has its own characteristic, beside its economic character; it also has a social character. Therefore, in addition to be able to survive in facing the era development, the future of Cooperative must also keep uphold those value and principle. The coaching and empowerment performed by the government with the purpose of protecting and maintaining the existence of Cooperative does not need to be done in an excessive manner. The making of regulation on the Cooperative thus may fetter the Cooperative and it may become no independent then relies on the government. The government has a plan to amend the Law No. 25 of 1992 on the Cooperative with the new legislation whereas the Legislation Draft is still in the discussion process in the House of Representatives. In the new Cooperative Legislation Draft known the term of Cooperative share, incorporation and merger which have not been arranged yet in the previous law."
2012
S43542
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aby Haryono
"Perkembangan e-commerce di dunia menimbulkan kebutuhan terhadap sistem pembayaran yang cepat, aman dan rahasia, selain alat pembayaran konvensional seperti transfer tunai dan kartu kredit juga dikembangkan alat pembayaran baru salah satunya adalah Bitcoin, Bitcoin adalah serangkaian kode pemograman yang kemudian diamankan menggunakan kriptografi yang oleh komunitas tertentu digunakan sebagai alat pembayaran. Skripsi ini akan membahas mengenai alat pembayaran Bitcoin berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE), Undang-Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Undang-Undang Mata Uang), Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta teori terkait dengan alat pembayaran serta kebendaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, seunder, maupun teresier dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Bitcoin ataupun alat pembayaran kriptografi lainnya di Indonesia tidak tepat dikatakan sebagai mata uang ataupun benda (barter) melainkan merupakan sistem informasi yang memiliki sifat seperti uang, penyelenggaraan sistem Bitcoin di Indonesia serta penggunaanya di Indonesia juga bertentangan dengan Undang-Undang sehingga Bitcoin seharusnya tidak boleh beroperasi di Indonesia.

Developments in the world of e-commerce payment systems raises the need for fast, secure and confidential payment systems, in addition to the conventional means of payment such as cash transfers and credit card payments are also developed new tools one of which is Bitcoin, Bitcoin is a series of programming code that is then secured by the use of cryptographic, certain communities are used as means of payment. This thesis will discuss the Bitcoin payment instruments based on Law No.. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions (ITE Law), Act 7 of 2011 on Currency (Currency Act), Act 8 of 1999 on Consumer Protection and theories associated with tool payments as well as material. This study uses the approach of normative legal research legislation. The author uses primary legal materials, seunder, and teresier using a qualitative approach. Bitcoin payments or other cryptographic tool in Indonesia is not correct to say as currency or objects (barter) but rather an information system that has properties such as money, Bitcoin system implementation in Indonesia as well as its use in Indonesia is also contrary to the Act so that Bitcoin should not be allowed to operate in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfina Rahil Ashidiqi
"Tesis ini membahas tentang analisa kasus keadilan dalam materi muatan peraturan perundang-undangun di Indonesia. Analisa dan Pembuhasannya meliputi korelasi antara asas keadilan Pasal 6 ayut (1) huruf g menurut Undang-Undang Nomar 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Uudangan dengan keadilan sosial yang tertera pada sila kelima Pamcasila Keadilan Sosiai Bagi Sclumh Rakyat lndoncsia scbagai sumbcr hukum negara. Pcmbahasan selunjulnya adalah mengenai unsur keadilan sosial, hal ini perlu dilakukun karena keadilan sosial merupakan prinsip sumlaer hukum negara yang seharusnya tercermin dan terwujudkan dalam materi muatan perundang-undangan di Indonesia.

This thesis discusses the analysis of the principle of justice in the substance of legislation in Indonesia. The analysis and discussion includes the correlatiou between the principle of juslice and Article 6 paragraph (1) letter g aocotding to Law No 12 of 2011 on the establisment of legislation with social justioc precepis contained in thc Eillh Pancasila "Social juslice for all the people of Indonesia" as a source of stale law. The next discussion is about lhe element of social justice, it is necessary bccausc justice is lhc source principlc of starr: law that should be reflected and embodied in the substance of legislation in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31919
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Janar Saumi
"Peran Notaris dalam pembuatan Akta Pendirian. dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi sangat ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkoperasian. Perbedaan dan persamaan antara peraturan perundang-undangan yang mengatur perkoperasian pada zaman Hindia Belanda dengan produk bangsa Indonesia dapat dilihat melalui perbandingan hukum perkoperasian pada kedua zaman tersebut. Identifikasi masalah difokuskan pada pengaturan koperasi pada kedua zaman itu serta peran Notaris dalam membuat akta pendirian, akta perubahan anggaran dasar pada zaman sebelum dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia.
Metode mempergunakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis normatif yang disertai dengan analisis data skunder dan didukung dengan penilitan lapangan melalui wawancara.
Hasil penelitian lnenunjukkan; Pada zaman Hindia Belanda koperasi diatur oleh: Staatsblad 431 Tahun 1915, Staatsblad 91 Tahun 1927, Staatsblad 108 Tahun 1933, sedangkan zaman sesudah kemerdekaan diatur oleh; Staatsblad 179 Tahun 1949, Undang-Undang No. 79 Tahun 1958, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959, Undang-Undang No. 14 Tahun 1965, Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dan terakhir Undang-Undang no. 25 Tahun 1992 'Tentang Perkoperasian. Peran Notaris dalam pembuatan `Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi pada zaman Hindia Belanda wajib dibuat oleh Notaris dalam Staatsblad 1915-431, tidak diwajibkan pada Staatsblad 1927-91 dan diwajibkan kembali oleh Staatsblad 1933-108. Sesudah kemerdekaan, sejak tahun 1949 tidak ada lagi kewajiban itu sampai dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 98/2004 menjadi wajib dibuat oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi, sebagaimana dituangkan dalam tesis ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Intania
"ABSTRAK
Perkawinan beda kewarganegaraan atau sering disebut perkawinan
campuran merupakan fenomena di Indonesia, khususnya di kalangan artis.
Terdapat beberapa organisasi di Indonesia yang para anggotanya adalah pasanganpasangan
berbeda kewarganegaraan.. Pada umumnya sebuah keluarga
menginginkan keluarga yang kekal dan bahagia. Namun dalam kenyataannya,
perjalanan sebuah keluarga tidak selalu mulus dan ada kemungkinan terjadinya
penyimpangan dari apa yang sudah direncanakan sebelumnya oleh setiap
pasangan. Ketika terjadinya benturan antara suami isteri secara terus menerus
dapat menimbulkan perceraian. Akibat perceraian dalam perkawinan campuran
sama seperti dalam perkawinan biasa, tetapi lebih rumit karena pasangan tersebut
berbeda kewarganegaraan. Khususnya akibat perceraian terhadap harta bersama,
dimana harta bersama tidak hanya terletak di Indonesia tetapi juga terletak di luar
negeri. Yang menjadi pokok permasalahan disini adalah mengenai eksekusi harta
bersama yang terletak di luar negeri dan keberlakuan Putusan Hakim Asing di
Indonesia. Selain itu juga apabila sudah terjadinya perkawinan, dapatkah
dilakukan perjanjian perkawinan. Kemudian mengenai Pasal 35-37 yang dapat
dikatakan tidak tegas dalam mengatur mengenai harta bersama dan pembagian
harta bersama pada pasangan yang berbeda kewarganegaraan. Bentuk penelitian
yang dilakukan adalah yuridis normatif, yang menekankan pada penggunaan data
primer dan data sekunder. Dapat penulis simpulkan bahwa perjanjian perkawinan
hanya dapat dilakukan sebelum dan pada saat berlangsungnya perkawinan, hal ini
dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan. Oleh karena itu, jika adanya perjanjian perkawinan akan
lebih mudah mengatur harta masing-masing. Selanjutnya mengenai eksekusi harta
di luar negeri tidak dapat dilakukan karena hukum Indonesia hanya berlaku di
Indonesia saja, jadi apabila ingin mengeksekusi harta yang terletak di luar negeri
dapat mengajukan gugatan baru di Negara tempat benda tersebut berada,
begitupun juga sebaliknya. Mengenai Pembagian harta bersama perlu dipertegas
karena untuk pasangan beda kewarganegaraan terpaut dua sistem hukum
perkawinan yang berbeda.

ABSTRACT
Marriages of different nationalities or often called mixed marriages is a
phenomenon in Indonesia, especially among celebrities. There are several
organizations in Indonesia whose members are mixed marriage couples. In
general, every husband and wife wants a long lasting and happy family. But in
reality, down the road is not always smooth sailing and there are possibilities of
deviation from what was planned in advance by each partner. Constant conflicts
between a husband and wife may cause divorce. The effect of divorce in mixed
marriage couples are the same as marriages where both parties are the same
nationality. For instance, joint property which are located abroad. The issue here
is concerning the execution of joint property located in another country and the
validation of foreign Judges verdict. In addition, concerning the prenuptial
agreement if the marriage has been held beforehand, because in Article 29 of Act
No. 1/1974 states that a prenuptial agreement is to be made before or at the time
of the Matrimonial Ceremony. Aside from that, divisions of joint property stated
in Article 35-37 of Act No. 1/1974 can be said that it is not expressly regulated for
mixed marriage couples. The form of research conducted in this Undergraduate
Thesis is normative juridical, which emphasizes on the use of primary data and
secondary data. In conclusion, prenuptial agreement should be made before or at
the time of the Matrimonial Ceremony. Therefore, with the existence of this
prenuptial agreement, joint property is easily divided. Further regarding the
execution of joint property which is located abroad could not be executed because
the Judges verdict only applies in Indonesia alone. To execute joint property
located abroad, the plaintiff may file a new lawsuit in the country where the object
is located, and vice versa. Regarding joint property in Article 35-37 of Act No.
1/1974 needs to be expressly regulated to resolve disputes between mixed
marriage couples.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farkhatul Muyassaroh
"Skripsi ini membahas materi muatan kebijakan hak dan kewajiban pasien yang terdapat dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik kedokteran, Undang-Undang No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan dan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dengan melihat adakah materi muatan yang sama antara peraturan tersebut. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan metode pengambilan data menggunakan deskriptif kualitatif kemudian dianalisis menggunakan segitiga kebijakan. Data yang didapatkan menggunakan jenis data sekunder berupa undang-undang, risalah, rancangan undang-undang dan naskah akademik. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya pengulangan hal yang sama dengan makna yang sedikit berbeda pada materi muatan kebijakan hak dan kewajiban pasien dalam tiga undang-undang tersebut. Diperlukan adanya tataurutan perundangan yang seharusnya dilakukan sesuai pedoman pembentukan perundang-undangan sehingga tercipta konsistensi dan sinkronisasi antar peraturan. Selain itu, untuk meminimalkan pengulangan hal yang sama maka dalam proses pembuatan perundang-undangan diperlukan analisis kemiripan.

This thesis discusses about patient's rights and obligations in regulation of law No. 29 in 2004 about Medical Practice, law No. 38 in 2014 about Nursing, and law No. 44 in 2009 about Hospital by looking overlapping material between regulations. This study uses library research, using qualitative on data collection method descriptive base with triangle policy. Use secondary data types. The results of the study is that there are overlap in the material content of the patient's rights and obligations in the law. Required rules of legislation that should be carried out using guidelines for establishing legislation so as to create consistency and synchronization between regulations. to minimize repetition of the same thing, in the process of making legislation analysis of similarities is needed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ega Windratno
"Banyak koperasi di Indonesia gagal karena permasalahan keanggotaan dan permodalan. Undang-undang ditengarai menjadi salah satu penyebab kegagalan tersebut, sehingga RUU Koperasi dirasakan perlu dibuat. Skripsi ini akan membahas mengenai pergeseran keanggotaan dan permodalan antara gagasan-gagasan dan ketentuan undang-undang yang pernah berlaku sejak kemerdekaan yaitu UU Nomor 79 tahun 1958, UU Nomor 14 tahun 1965, UU Nomor 12 tahun 1967, UU Nomor 25 tahun 1992, dan juga RUU Koperasi.

Abstract
Many cooperatives in Indonesia failed due the membership problems and the capital deficiency. Act of cooperatives is suspected as one of the cause of the failure, therefore the new act must be made. The purposes of the thesis is to grasp paradigm shifting between cooperatives idea and the act of cooperatives ever apply in Indonesia since the Independence, i.e. Act No. 79 Year 1958, Act No. 14 Year 1965, Act No. 12 Year 1967, Act No. 25 Year 1992, and also the draft of Cooperatives bill."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S531
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentius Dhanang Widhianto
"Penelitian ini berangkat dari permasalahan luasnya pemaknaan peraturan perundangundangan yang diakui oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Disisi lain, UU P3 juga mewajibkan semua peraturan perundang-undangan tersebut untuk diundangkan dan ditempatkan pada lembaran resmi negara yang telah ditentukan agar dapat dianggap mulai berlaku. Pada implementasinya masalah ini juga merambat pada proses pengundangan dan mekanisme pemberlakuannya dimana masih banyak ditemukan peraturan perundang-undangan (menurut UU P3) yang berlaku tanpa melalui proses pengundangan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguraikan proses pengundangan dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan di Indonesia; (2) Menemukan daya ikat dan konsekuensi hukum peraturan perundang-undangan di Indonesia dilihat dari perspektif mekanisme pemberlakuannya; dan (3) menawarkan konsep ideal terkait proses pengundangan dan pemberlakuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah normatif yang bersifat preskripsi, dengan menggunakan 4 pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan, historis, perbandingan dan konseptual. Sumber data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan atau studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan bahwa (1) proses pengundangan masih terdapat permasalahan terkait kelebihan kewenangan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan selaku penanggungjawab pengundangan dan inkorelasi jenis peraturan perundang-undangan dengan jenis lembaran resmi negara; (2) daya ikat dan konsekuensi hukum untuk peraturan perundang-undangan yang diberlakukan sesuai template UU P3 memiliki kekuatan hukum yang jelas sehingga fiksi hukum bisa berlaku selama belum adanya perubahan UU P3, sedangkan secara teori peraturan perundang-undangan UU P3 masih kurang tepat dalam mengatur perihal pengundangan; (3) konsep ideal yang penulis tawarkan adalah mengklasifikasikan kembali jenis peraturan perundangundangan yang diakui oleh UU P3 dan membedakan beberapa peraturan yang secara substansi seharusnya bukan menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan.

This research departs from the broad problem of the meaning of legislation issued by Law Number 12 of 2011 concerning the Establishment of Legislation. On the other hand, the Law Number 12 of 2011 also requires all laws and regulations needed to be promulgated and allocated to the state gazette of the country that have been determined to be effective. The implementation of this problem also propagates the promulgation process and its enactment regulations where there are still many laws and regulations (according Law Number 12 of 2011) that apply without going through the process of promulgation. This study aims to (1) describe the promulgation process in drafting legislation in Indonesia; (2) Finding binding power and legal consequences of legislation in Indonesia visits from the perspective of its enactment; and (3) offering ideal concept related to the process of promugation and enacting legislation in Indonesia. This type of research is a normative prescription, using 4 approaches, namely statute, historical, comparation and conceptual. The data source used is primary data and secondary data. Techniques for requesting legal material through library studies or document studies. Based on the results of research obtained from these conclusions (1) the process of promulgation there are still problems related to the excess authority of the Director General of Laws and Regulations as the person in charge of the enactment and incorrelation of the types of laws and regulations with the official type of state (2) the binding power and legal regulations for laws and regulations imposed in accordance with the Law Number 12 of 2011 template have clear legal force so that legal fiction can apply as long as there has been no amendment to the Law Number 12 of 2011, whereas in theory the legislation are still lacking compatible for the Law Number 12 of 2011; (3) the ideal concept offered upon by the author reclassifies the laws and regulations approved by the Law Number 12 of 2011 and distinguish several regulations which in substance should not be part of the legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>