Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141931 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Yosmarina
"Nanopartikel kitosan dipreparasi menggunakan potassium persulfate (KPS) dengan variasi asam (asam asetat, asam laktat, asam format). Reaksi yang terjadi adalah depolimerisasi dilanjutkan ionik cross-linking dengan anion sulfate. Karakterisasi FE SEM menghasilkan nanopartikel berukuran 150-500 nm pada asam asetat, 94-140 nm pada asam laktat dan 50-110 nm pada asam format pada pengeringan oven. Pada spray drying dihasilkan nanopartikel berukuran 230-870 nm pada asam asetat, 150-300 nm pada asam laktat dan 130-250 nm pada asam format. Preparasi dengan asam format menghasilkan ukuran lebih baik dan distribusi partikel lebih sempit dibandingkan asam laktat dan asam asetat.

Chitosan nanoparticles were prepared with potassium persulfate (KPS) and variety of acids (acetic acid, lactic acid, formic acid). The reactions that occurred were depolymerization followed by ionic cross-linking with sulfate anion. From FE SEM characterization showed chitosan particles size between 150-500 nm, 94-140 nm and 50-110 nm in acetic acid, lactic acid and formic acid respectively. By spray drying was obtained chitosan particles size between 230-870 nm, 150-300 nm and 130-250 nm in acetic acid, lactic acid and formic acid respectively. Preparation of chitosan nanoparticles using formic acid produced smaller particles size and narrower particles size distribution compared to lactic acid and acetic acid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43797
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas
"Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik. Sifat kationik tersebut membuat kitosan dapat berinteraksi dengan senyawa anionik melalui ikatan taut silang dan membentuk partikel dalam ukuran nano. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai agen penaut silang. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi nanopartikel kitosan-tripolifosfat dalam sediaan film yang mengandung verapamil HCl. Nanopartikel dibuat dengan menggunakan metode gelasi ionik. Untuk mendapatkan metode preparasi nanopartikel yang optimal maka penambahan larutan tripolifosfat dilakukan dengan 3 metode. Dari ketiga metode tersebut, metode ketiga dipilih dan memberikan hasil ukuran partikel sebesar 62,2 nm, indeks polidispersitas sebesar 0,293, potensial zeta sebesar +26,05 mV, efisiensi penjerapan sebesar 16,42 % dan berbentuk sferis. Nanopartikel yang dihasilkan kemudian dibuat dalam bentuk sediaan film dengan menggunakan eksipien kitosan-tripolifosfat kemudian dibandingkan dengan film yang mengandung verapamil HCl standar dan dilihat profil pelepasannya. Film yang mengandung nanopartikel verapamil HCl memiliki pelepasan yang lebih cepat dibandingkan film standar. Selain itu, film yang mengandung nanopartikel memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan film standar.

Chitosan is a cationic natural polymers. Cationic properties make chitosan can interact with anionic compounds via cross-linked bond and form particles in nano size. In this research, sodium tripolyphosphate is used as a crosslinked agent. The purpose of this research is to create and characterize chitosan-tripolyphosphate nanoparticles in the preparation of buccal films containing verapamil hydrochloride. Nanoparticles prepared by using ionic gelation method. To obtain the optimal preparation method of nanoparticles, the addition of tripolyphosphate solution made by 3 methods. The third method chosen and nanoparticles obtained has a particle size of 62,2 nm, polydispersity index of 0,293, zeta potensial of +25,27 mV, entrapment efficiency of 16,42 % and spherical. The resulting nanoparticles are then made in the dosage form film using excipient chitosantripolyphosphate then compared with film containing verapamil HCl standard and view the profile of released. Film containing nanoparticles verapamil HCl has a faster release than the standard film. In addition, the film containing nanoparticle has better mechanical properties than standard film"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S43835
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Kurniawan
"Kitosan telah banyak diteliti sebagai polimer untuk nanopartikel karena memiliki sifat-sifat biokompatibel, biodegradable, tidak toksik, dan dapat berinteraksi dengan senyawa anionik membentuk ikatan taut silang. Pada penelitian ini digunakan natrium tripolifosfat sebagai agen penaut silang untuk membentuk nanopartikel melalui metode gelasi ionik. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi nanopartikel untuk kemudian dibuat sediaan gel. Nanopartikel dibuat dengan mencampur larutan kitosan 0,2% b/v dan natrium tripolifosfat 0,1% b/v dengan perbadingan 2,5:1.
Pada penelitian ini untuk mendapatkan metode pembuatan nanopartikel yang optimal maka penambahan larutan natrium tripolifosfat dilakukan dengan 3 cara. Nanopartikel yang dihasilkan pada cara yang ketiga memiliki ukuran partikel terkecil sebesar 62,2 ± 0,6 nm dengan indeks polidispersitas sebesar 0,2930 ± 0,041, potensial zeta 26,05 ± 0,59 mV, dan efisiensi penjerapan 16,46 ± 0,04%. Nanopartikel pada cara ketiga kemudian diformulasikan dalam bentuk sediaan gel. Uji penetrasi dengan menggunakan sel difusi franz selama 8 jam menunjukkan sediaan gel dengan nanopartikel dan peningkat penetrasi memiliki daya penetrasi tertinggi sebesar 2845.43±8.49 μg/cm2.

Chitosan has been extensively investigated as polymeric carriers for nanoparticle because possesses some ideal properties such as biocompatible, biodegradable, nontoxic, and can interact with anionic compund to form crosslink bond. In this research, sodium tripolyphosphate used as an crosslinked agent to form nanopartikel by ionic gelation method. The aim of this research is to create and characterize nanoparticle and then used for gel dossage form. Nanoparticle was obtained by mixed 0,2% chitosan solution and 0,1% sodium tripolifosfat with ratio 2,5:1.
In this research tripolyphosphate solution was adding to chitosan by three different way to get an optimal method for obatined nanoparticle. Nanoparticle that obtained from third methods give the best result which produced 62,2 ± 0,6 nm particle size with 0,2930 ± 0,041 polydispersity index, 26,05 ± 0,59 mV potensial zeta, and 16,46 ± 0,04% entrapment efficiency. Nanoparticle from the third method was then formulated into gel dossage form with and without enhancer. The penetration test using franz diffusion cell for 8 hour, showed gel formulation using nanoparticle and enhancer has the highest penetration which was 2845.43±8.49 μg/cm2.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43104
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Febrianisa
"Penghantaran obat ke kolon merupakan solusi alternatif untuk pengobatan di kolon salah satunya dalam mengobati Inflammatory Bowel Disease (IBD). Pentoksifillin merupakan obat yang memiliki efek anti inflamasi dan antifibrosis. Beads zink pektinat-kitosan mengandung pentoksifillin dibuat dengan metode gelasi ionik dengan penaut silang Zn2+, dengan variasi konsentrasi kitosan 0%, 1% dan 2%. Selain itu Beads zink pektinat-kitosan mengandung pentoksifillin dilakukan penyalutan menggunakan HPMCP HP-55 dan Eudragit L100-55. Beads yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan ayakan bertingkat. Uji kandungan obat, efisiensi penjerapan pentoksifillin dalam beads dan pelepasan obat ditetapkan secara spektrofotometri. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa beads yang dihasilkan berbentuk bulat berwarna kuning dengan ukuran rata-rata 710 - 1180 μm. Pada uji pelepasan obat dilakukan dalam medium HCl pH 1,2 (2 jam), dapar fosfat pH 7,4 (3 jam), dan dapar fosfat pH 6 (3 jam).
Hasil pelepasan obat pada medium HCl dari beads pada kelima formula berturut-turut 92,44%, 67,54%, 57,57%, 19,59%, dan 27,79%. Pada uji pelepasan obat pada medium dapar fosfat pH 7,4 berturut-turut 78,85%, 56,20%, 47,06%, 38,03% dan 39,27%. Sedangkan pada pelepasan obat dari beads pada medium dapar fosfat pH 6 berturut-turut 87,84%, 57,56%, 45,93%, 33,91% dan 40,74%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kelima formula tersebut belum berhasil menahan pelepasan pentoksifillin pada variasi pH saluran cerna bagian atas.

Drug delivery to the colon is an alternative solution for treatment in colon which one is Inflammatory Bowel Disease (IBD). Pentoxyfiline is a drug that has anti-inflammatory and anti-fibrosis effects. Zinc pectin-chitosan beads containing pentoxyfiline prepared by ionic gelation with Z2+ as crosslinking, and variation concentration of chitosan is 0%, 1% and 2%. Besides zinc pectinate-chitosan pentoxyfiline beads was coated using HPMCP HP-55 and Eudragit L100-55. The resulting beads were characterized using Scanning Electron Microscope (SEM) and multilevel sieve. Drug content, encapsulation efficiency and drug release determined by spectrophotometry UV-Vis. Characterization results showed that the beads produced yellow round with an average size of 710 - 1180 μm. On drug release tests conducted in the medium HCl pH 1.2 (2 hours), phosphate buffer pH 7.4 (3 hours), and phosphate buffer pH 6 (3 hours).
The results of drug release in HCl of the five formulas respectively 92,44%, 67,54%, 57,57%, 19,59%, and 27,79%.. On drug release test in phosphate buffer pH 7.4 respectively 78,85%, 78,85%, 56,20%, 47,06%, 38,03% and 39,27%. While on the drug release in phosphate buffer pH 6 respectively 87,84%, 57,56%, 45,93%, 33,91% and 40,74%.. Based on the results obtained can be concluded that the five formulas has not successfully resisted drug release in variation pH of upper gastrointestinal tract.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42091
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pietradewi Hartrianti
"Penggunaan film mukoadhesif dengan sifat fleksibel dan berpori yang diproduksi dari kitosan-N-asetil sistein sebagai sistem penghantaran insulin melalui rute bukal telah diteliti. Kitosan-N-asetil sistein (KNAC) didapatkan melalui reaksi antara kitosan dengan N-asetil sistein yang dimediasi karbodiimida. Hasil sintesis KNAC kemudian dikarakterisasi dalam hal jumlah gugus tiol, spektrum IR, serta kemampuan mengembang. KNAC tersebut kemudian dibuat menjadi sediaan film dengan metode solvent casting yang dilanjutkan dengan pengeringan beku. Film yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi morfologi permukaan film serta kekuatan dan waktu mukoadhesinya. Selain itu, pelepasan dan difusi insulin dari film kNAC juga dilaksanakan pada penelitian ini. Untuk membandingkan efek hipoglikemik in vivo, sejumlah tikus sehat diberikan film insulin KNAC secara bukal dengan injeksi insulin subkutan sebagai pembandingnya. Hasil dari sintesis KNAC menunjukkan kandungan gugus tiol bebas yang tinggi (423,28 ± 12,99 µmol per gram polimer) dengan kemampuan mengembang hingga 1,5 kali berat awalnya. Film dari KNAC yg disintesis menunjukkan gaya mukoadhesi dan waktu mukoadhesi secara berturut-turut hingga mencapai 1,25 kali dan 2,4 kali dibandingkan film kitosan yang tidak dimodifikasi (p<0.05, t-test). Hasil uji juga menunjukkan bahwa film KNAC dapat memberikan pelepasan dan difusi obat secara berturut-turut hingga 95 % dalam 30 menit dan 70 % dalam 3 jam. Film insulin KNAC yang diberikan melalui rute bukal mampu memberikan efek hipoglikemik hingga 65,46 % dari kadar gula darah awal. Selain itu, hasil availabilitas farmakologi dari film insulin KNAC terhadap injeksi insulin subkutan mencapai 18,91%. Sebagai kesimpulan, penelitian ini memberikan gambaran bahwa film kitosan-NAC memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pembawa dalam penghantaran bukal insulin dan makromolekul lainnya.

The development of a new porous and flexible mucoadhesive films based on chitosan-N-acetyl cysteine (Ch-NAC) for potential buccal delivery system of insulin was carried out in this study. Ch-NAC was synthesized from carbodiimide-mediated reaction between chitosan and N-acetyl cysteine. The obtained Ch-NAC was then characterized by determining the thiol group content, FT-IR spectra and swelling ability. The Ch-NAC was then prepared into insulincontaining film by a simple solvent casting method followed with subsequent freeze drying. The resulting film was then observed in terms of morphology and mucoadhesion properties. Moreover, the diffusion and release study of insulin from the Ch-NAC film was also studied. The hypoglycaemic effect of buccally administered insulin containing Ch-NAC film compared to subcutaneous insulin injection was then observed using healthy rats. The obtained Ch-NAC showed high free thiol group content (423,28 ± 12,99 µmol per gram polymer) and swelling ability up to 1.5 times its initial weight. The insulin-containing Ch-NAC films showed up to 1.25 and 2.4 times mucoadhesion force and mucoadhesion time compared to chitosan film as blanks, respectively (p<0.05, t-test). The Ch-NAC films were able to show sufficient diffusion of insulin up to 70 % within 3 hours and provide 95 % release of insulin within 30 minutes. The insulin-containg Ch-NAC films which were buccally administered reached hypoglycemic effect up to 65,46 % of initial blood glucose level. The insulin pharmacological availability of the buccally administered Ch-NAC films compared to subcutaneous injection were 18.91 %. These results suggested that Ch-NAC films were a promising carrier for buccal delivery of insulin and other macromolecules."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29846
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Offi Eka Hartisyah
"Kitosan memiliki sifat-sifat yang membuatnya potensial untuk digunakan sebagai eksipien farmasetika. Salah satu keterbatasan penggunaan kitosan adalah sifat mukoadhesifnya berkurang jika diaplikasikan pada pH yang netral atau lebih dari 6,5. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi kitosan menjadi kitosan suksinat. Kitosan suksinat yang diperoleh dikarakterisasi dan digunakan sebagai polimer mukoadhesif untuk sediaan bukal dalam bentuk film. Kitosan suksinat disintesis dari kitosan dan anhidrida suksinat dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Derajat substitusi yang diperoleh adalah 3,65 (mol/gram) dan menunjukkan perbedaan dengan polimer asalnya dari karakteristik fisik, karakteristik kimia, dan karakteristik fungsional. Kitosan suksinat memiliki kelarutan yang lebih baik daripada kitosan di dalam medium basa. Kitosan suksinat yang diperoleh kemudian diformulasikan sebagai film bukal dengan konsentrasi 2% dan 4%, lalu dibandingkan dengan film kitosan dan HPMC. Film kitosan suksinat 2% dan 4 % mempunyai kekuatan bioadhesif yang lebih besar dari kitosan, namun lebih kecil jika dibandingkan dari film HPMC. Selain itu, film kitosan suksinat 2 % dan 4% memberikan waktu mukoadhesif yang lebih lama dari film kitosan dan film HPMC. Hasil ini memperlihatkan bahwa kitosan suksinat yang disintesis dapat dijadikan sebagai polimer mukoadhesif untuk sediaan bukal.

Chitosan has several properties which make it potentially valuable as a pharmaceutical excipient. Despite that, chitosan showed that its mucoadhesive properties would decrease in neutral and alkali solution with pH more than 6,5. In this research, chitosan was modified into chitosan succinate by using anhydride succinate. The obtained chitosan succinate was characterized and used for buccal film dosage form. Degree of substitution of chitosan succinate was 3,65 (mol/gram) and it showed different characterization from unmodified chitosan based on its physical, chemical, and utilities properties. Chitosan succinate had better solubility properties in alkali solution than unmodified chitosan. Then, chitosan succinate was used as film buccal in concentration 2 % and 4 %, and was compared with unmodified chitosan and HPMC as positive and negative blank. The mucoadhesive study showed that bioadhesive strength of film buccal chitosan succinate 2 % and chitosan succinate 4 % were higher than unmodified chitosan but lower than HPMC. It also showed that mucoadhesive time of film buccal chitosan succinate 2 % and chitosan succinate 4 % were longer than chitosan and HPMC. The results demonstrate that chitosan succinate has great potential to be applied as mucoadhesive polymer for buccal dosage form. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S924
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kimberly Roselind
"Astaxanthin merupakan senyawa antioksidan kuat tidak larut air yang digunakan secara komersial dalam berbagai aplikasi, seperti kosmetik, makanan, nutrasetika, maupun farmasi. Astaxanthin alami yang berasal dari H. pluvialis tersedia dalam bentuk oleoresin, sehingga membatasi kegunaannya dalam pembuatan produk. Penelitian ini menggunakan konsentrat protein whey (WPC) dalam pembuatan nanopartikel oleoresin astaxanthin sebagai strategi meningkatkan ketercampuran astaxanthin dalam air, menggunakan metode emulsifikasi-evaporasi solven. Emulsifikasi dilakukan melalui ultrasonikasi dengan mencampurkan larutan WPC dalam air dan oleoresin astaxanthin dalam etil asetat, kemudian dialirkan gas nitrogen untuk menguapkan etil asetat. Penyemprotan kering dilakukan untuk memperoleh serbuk nanopartikel astaxanthin. Nanopartikel yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menilai kualitas nanopartikel dan aktivitas antioksidannya menggunakan metode ABTS. Metode yang digunakan menghasilkan nanopartikel astaxanthin dengan konsentrat protein whey yang dapat didispersikan dalam air, dengan ukuran rata-rata partikel sebelum pengeringan semprot 181,7 ± 1,04 nm, PDI 0,289 ± 0,03, dan D50 129,3 ± 27,5 d.nm. Setelah pengeringan semprot, ukuran rata-rata partikel meningkat menjadi 766,2 ± 13,2 nm, D90 623,3 ± 16,6 d.nm, dan PDI 0,695 ± 0,13. Nanopartikel tersebut memiliki efisiensi penjerapan 94,58% serta menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat kuat, dengan IC50 6,60 ppm. Spektrum inframerah NP menunjukkan kemiripan dengan profil konsentrat protein whey, yaitu adanya band pada 1600-1650 cm-1 yang menunjukkan adanya amida primer, dan band antara 1500 - 1550 cm-1 menunjukkan adanya amida sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan nanopartikel oleoresin astaxanthin berbasis konsentrat protein whey dapat meningkatkan dispersibilitas astaxanthin dalam air.

Astaxanthin is a strong antioxidant compound commercially used in various applications, such as cosmetics, food, or pharmaceutics. Natural astaxanthin derived from H. pluvialis is available in the form of oleoresin, limiting its use in products. This study uses whey protein concentrate (WPC) in making astaxanthin oleoresin nanoparticles as a strategy to increase astaxanthin dispersibility in water, through emulsification-evaporation method. Emulsification was done via ultrasonication by mixing a solution of WPC in water with astaxanthin oleoresin in ethyl acetate, then using nitrogen gas to evaporate the ethyl acetate. Spray drying was carried out to obtain astaxanthin nanoparticle powder. The nanoparticles obtained were characterized to assess the quality and antioxidant activity using ABTS. Results: water-dispersible astaxanthin nanoparticles were obtained, with a mean particle size before spray drying of 181.7 ± 1.04 nm, D50 129.3 ± 27.5 d.nm, and PDI of 0.289 ± 0.03. After spray drying, mean particle size increased to 766.2 ± 13.2 nm, PDI 0.695 ± 0.13, and D90 623.3 ± 16.6 d.nm. The nanoparticles had an entrapment efficiency of 94.58% and exhibited very strong antioxidant properties, with an IC50 value of 6.60 ppm. Infrared spectrum showed likeness to whey protein concentrate, namely the presence of a band at 1600-1650 cm-1 indicating the presence of primary amides, and the band at 1500-1550 cm-1 for secondary amides. The results show that astaxanthin oleoresin nanoparticles with WPC are able to increase the dispersibility of astaxanthin in water."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gardiani Febri Hadiwibowo
"Pada penelitian ini mikrosfer telah dihasilkan dan terbentuk dari hasil reaksi sambung silang antara kitosan suksinat (KS) dan natrium tripolifosfat (STPP) pada pH 6 dengan menggunakan metode semprot kering. Teofilin digunakan sebagai model obat dengan perbandingan polimer dan obat 2:1. Kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi kimia kitosan dengan reaksi substitusi gugus suksinat ke dalam gugus amin kitosan.
Modifikasi ini terbukti menambah kelarutan kitosan suksinat pada medium basa dibandingkan dengan kitosan. Reaksi sambung silang dilakukan untuk menghasilkan suatu polimer yang lebih dapat menahan obat dan mengubah profil pelepasan obat.
Dari hasil penelitian diperoleh diameter rata-rata mikrosfer sebesar 22,12 μm dengan efisiensi penjerapan teofilin berkisar antara 79-81%. Indeks mengembang mikrosfer KS-STPP pada medium basa lebih rendah jika dibandingkan dengan pada medium asam selama 2 jam.
Dari hasil penelitian, pelepasan teofilin dari mikrosfer kitosan suksinat-STPP pada medium basa (44,37%) lebih rendah daripada medium asam (51,61%). Selama 8 jam mikrosfer kitosan suksinat-STPP lebih dapat menahan pelepasan teofilin dibandingkan dengan mikrosfer kitosan-STPP dalam medium asam dan basa. Hal ini menunjukkan bahwa mikrosfer kitosan suksinat berpotensi digunakan sebagai matriks dalam sediaan lepas lambat."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S1790
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Adha Yuliani
"Mikrosfer merupakan salah satu bentuk sediaan yang banyak diteliti saat ini karena sifat unik yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi mikrosfer kitosan suksinat tersambung silang natrium sitrat. Pada penelitian ini mikrosfer kitosan suksinat yang disambung silang dengan sitrat (KS-S) telah berhasil dibuat dengan metode semprot kering dan perbandingan obat-polimer yaitu 1:2. Polimer kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi antara kitosan dengan anhidrida suksinat. Mikrosfer kemudian dievaluasi ukuran partikel, bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan,indeks mengembang, efiseiensi penjerapan, dan pelepasan obat secara in vitro. Dari hasil penelitian diperoleh, diameter rata-rata mikrosfer KS-S 29,29 μm dengan permukaan mikrosfer yang halus dan cekung pada sisinya. Efisiensi penjerapan mikrosfer KS-S sebesar 84,30%. Pelepasan teofilin pada medium asam dari mikrosfer KS-S pada jam ke-2 lebih cepat dibanding pada medium basa dengan nilai masing-masing 82,63% dan 69,24%.

Microsphere is one of the dosage form that is currently widely studied because of its unique properties. This study aims to create and characterize chitosan succinate microspheres crosslinked sodium citrate. In this study, micro-spheres chitosan succinctness cross-linked sodium citrate (CS-S) has been successfully prepared by spray drying method and the drug-polymer ratio 1:2. The used chitosan succinctness polymer was the modified-chitosan with succinct an-hydride. Then, the particle size, shape and morphology, entrapment efficiency, swelling behavior, and in vitro drug release of the microspheres were evaluated. Based on the results, the average volume diameter of CS-S was 29,29 μm with a smooth and concave surface on the side. The entrapment efficiency of CS-S micro-sphere was 84,30%. The release of theophylline from CS-S microsphere in acidic medium during 2h was faster than that in alkaline medium, which were 82,63% and 69,24%, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1770
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Dwi Setiastuti
"Kitosan merupakan polimer alam yang digunakan secara luas dalam bidang farmasi. Hal tersebut didukung oleh karakteristik unggul yang dimiliki oleh kitosan, seperti biodegradabel, biokompatibel, dan tidak toksik. Namun, pemanfaatan kitosan seringkali dibatasi oleh kelarutannya. Kitosan larut dalam medium dengan pH < 6,5, tetapi tidak larut dalam pelarut organik, pelarut yang bersifat alkali, maupun pelarut netral. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap kitosan melalui penambahan anhidrida suksinat dalam pelarut piridin untuk memperluas kelarutan polimer tersebut. Derajat substitusi kitosan suksinat ditentukan dengan metode titrasi asam basa. Derajat substitusi yang diperoleh yaitu 1,97 mol/g. Kitosan suksinat yang dihasilkan menunjukkan perubahan sifat fungsional dibandingkan kitosan, yaitu dapat larut dalam medium dengan pH >6,8. Kitosan suksinat tersebut digunakan sebagai polimer pembentuk matriks pada granul. Pembuatan granul menggunakan metode granulasi basah dengan natrium diklofenak sebagai model obat. Granul hasil formulasi memiliki daya mukoadhesif terhadap mukosa usus tikus. Hasil uji pelepasan obat secara in vitro menunjukkan bahwa granul kitosan suksinat dapat mengurangi pelepasan obat dalam medium HCl pH 1,2. Di samping itu, granul kitosan suksinat dapat memperlambat pelepasan obat dalam medium dapar fosfat pH 7,4 hingga 32 jam untuk formula yang mengandung polimer sebanyak 12 kali zat aktif, dengan kinetika pelepasan obat mengikuti persamaan orde nol. Oleh karena itu, granul kitosan suksinat dapat diaplikasikan sebagai sediaan lepas lambat mukoadhesif.

Chitosan is a potential polymer in pharmaceutical field due to the characteristics which are biodegradable, biocompatible, and non toxic. However, chitosan has solubility problem. Chitosan is soluble in acidic solutions where the pH is < 6.5, but it is insoluble in organic, neutral, and alkaline solvents. Hence, chitosan was modified by introducing succinyl groups to chitosan?s amine moieties by using succinic anhydride in organic solvent to expand the solubility. The resulting chitosan succinate was characterized with neutralization titration to determine the degree of substitution. As result, the degree of substitution of chitosan succinate was 1.97 mol/g. The resulting chitosan succinate showed different functional characteristic compared to chitosan. Chitosan succinate could dissolved in solutions, which pH were above 6.8. Furthermore, chitosan succinate was prepared as matrix in granule by wet granulation method. In this research, sodium diclofenac was used as a model drug. Good mucoadhesive properties on rat small intestine were obtained from the granule. The in vitro release study was carried out. Drug release from granule decreased in HCl solution (pH : 1,2). Granule, which contained chitosan succinate twelve-fold of drug, could retain drug release up to 32 hours in phosphate buffer (pH : 7,4). This result showed that this formulation has the best characteristic as sustained release dosage form due to its zero order kinetics. This study suggested that granule could be applied as mucoadhesive sustained release dosage form."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S357
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>