Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164781 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Budi Mulyasari
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual bagi Peneliti di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan melakukan telaahan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang HKI, dan kebijkan yang mengatur mengenai Peneliti Pegawai Negeri Sipil, serta pengumpulan bahan sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan dan menyarankan bahwa karena Peraturan Perundang-Undangan di Bidang HKI yang ada saat ini masih harus didukung dengan peraturan yang bersifat lebih teknis, kiranya segera disusun regulasi intern yang dapat secara langsung diimplementasikan di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Serta perlu adanya harmonisasi penyusunan peraturan yang terkait dengan standar pemberian royalti bagi peneliti.

The Focus of this Study is the protection of Intellectual Property Rights for Researcher at the Ministry of Public Works. The research was conducted with a normative juridical method by doing research paper on the legislation in the field of IPR, and policies governing the Civil Service researcher, as well as the collection of secondary materials. The study concluded and recommended that since the Regulation Legislation in the Field of Intellectual Property Rights which is currently still must be supported with a regulations that are more technical, would be composed of internal regulation that can be directly implemented in Ministry of Public Works. And the need for harmonization of regulations related to the preparation of standard royalty provision for researchers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indonesia and Australia: Asian Law Group, [Date of publication not identified]
346.048 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Rakhmadita
"Indonesia dan Cina adalah anggota dari perjanjian TRIPS dan merupakan anggota dari WTO. Sebagai anggota dari WTO, Indonesia, dan China wajib mematuhi TRIPS dan karena itu ada beberapa ketentuan dalam TRIPS yang perlu diatur atau diubah dalam setiap peraturan perundang-undangan dari hak kekayaan intelektual masing-masing negara. Salah satunya adalah border measure sebagai sarana perlindungan oleh pabean terhadap barang-barang kekayaan intelektual yang diimpor atau diekspor, yang dipandang sebagai langkah efektif untuk menghentikan pelanggaran hak kekayaan intelektual karena dapat menghentikan barang yang melanggar tersebut sebelum memasuki dan beredar bebas dan luas ke pasar bebas. Salah satu mekanisme yang disebutkan dalam TRIPS adalah penegahan ex-officio. Dalam mendukung hal ini, ada mekanisme yang disebut sebagai perekaman yang memungkinkan pemilik atau pemegang hak kekayaan intelektual hak untuk merekam hak mereka di bea cukai. Sekarang, Indonesia dan Cina memiliki telah memiliki peraturan yang sama tentang perekaman dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan yang baru diberlakukan Nomor 40/PMK.04/2018 tentang tentang Perekaman, Penegahan, Jaminan, Penangguhan Sementara, Monitoring dan Evaluasi Dalam Rangka Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Yang Diduga Merupakan atau Berasal Dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Dalam membandingkan kerangka peraturan kedua negara ini, ada beberapa perbedaan dan persamaan yang ditemukan. Satu hal yang patut disebutkan, adalah bagaimana Indonesia tidak mengizinkan perusahaan asing yang didirikan untuk merekam hak mereka dalam sistem perekaman di bea cukai, tidak seperti China. Ditemukan dengan pendekatan teoritis bahwa sebenarnya ada beberapa poin yang mendukung mengapa Indonesia harus memasukkan perusahaan-perusahaan asing untuk diizinkan merekam hak mereka di bea cukai seperti, pertumbuhan ekonomi individu dan negara, merangsang produktivitas pasar, dan sebagai sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Both Indonesia and China are part of the TRIPS Agreement and are members of the WTO. As the members of WTO, Indonesia and China are obliged to comply to the TRIPS and therefore there are several provision in TRIPS that needs to be regulated or amended in each of the country 39s intellectual property regime. One of such is the border measures as the means of customs protection towards intellectual property goods that are being imported or exported, which is seen as an effective measure to stop the infringement of intellectual property right because it might stop the infringed goods before it enters into and circulated freely and broadly to the free market. One of the mechanisms mentioned in TRIPS is the ex officio detention. In supporting this authority, there is a mechanism called customs recordation that allows the owner or right holder of the intellectual property right to record their right in the customs. Now, Indonesia and China both have the same regulatory frameworks of customs recordation, by the newly enacted Minister of Finance Regulation Number 40 PMK.04 2018 concerning Recordation, Detention Penegahan, Guarantee, Suspension Penangguhan, Monitoring and Evaluation in Regards to The Control Over Imported or Exported Goods Suspected or Resulted from Intellectual Property Rights Infringement. In comparing the two countries regulatory frameworks, there are several differences and similarities that are found. One worth to be mentioned is how Indonesia does not allow foreign established companies to record their IPR in customs recordation system, unlike China. It is found by a theoretical approach that there are actually several points that support on why does Indonesia shall include foreign established companies in recordation system such as, it generates economic growth of individual and country, stimulate market productivity, and as a means to the development of science and technology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Rana Izdihar
"Perkembangan dan penggunaan teknologi dalam berbagai produk dan jasa semakin meningkat, di antaranya adalah Artificial Intelligence (AI). AI merupakan cabang ilmu komputer yang dikembangkan menjadi suatu teknologi hingga dapat melakukan penalaran dan pembelajaran mandiri. Namun, hingga saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur teknologi ini sehingga menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Terdapat berbagai penemuan hukum dan interpretasi yang dilakukan dalam upaya perlindungan AI oleh Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tulisan ini berupaya untuk menjelaskan apakah AI dapat diklasifikasikan sebagai objek HKI, khususnya pada hak cipta dan paten. Selain itu, tulisan ini juga akan menganalisis tanggung jawab pemegang HKI atas kerugian yang ditimbulkan oleh AI miliknya. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi perlindungan AI sebagai objek HKI dengan menggolongkannya sebagai program komputer. Sedangkan, perihal tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh AI masih menimbulkan perdebatan. Sebagian besar berpendapat bahwa pertanggungjawaban hukum tetap dibebankan kepada pemegang hak AI karena AI belum dapat dijadikan sebagai subjek hukum yang dapat bertanggung jawab.

The development and use of technology in various products and services is increasing, including Artificial Intelligence (AI). AI is a branch of computer science that has been developed into a technology which has the ability to learn and solve problems through logical deduction. However, until now, there is no regulation in Indonesia that specifically regulates this technology which creates legal uncertainty. There are various legal discoveries and interpretations made in an effort to protect AI by Intellectual Property Rights (IPR). This paper attempts to explain whether AI can be classified as an object of IPR, particularly copyrights and patents. In addition, this paper will also analyze the legal liability of right holders for losses caused by their AI. The results show that there are variations in the protection of AI as an object of IPR by classifying it as a computer program. Meanwhile, the issue of liability for the losses caused by AI is still a matter of debate. Most argue that the liability remains with AI rights holders because AI has not yet been defined as a legally liable subject."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Oktaviandri
"Untuk dapat bersaing secara efektif, suatu kegiatan bisnis harus mendapatkan atas bisnis beserta barang atau jasanya sebagai strategi nya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui yang kuat. Trade dress merupakan salah satu cara untuk memperkuat branding dan dapat memperoleh perlindungan hukum sebagai salah satu bentuk objek kekayaan intelektual Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan beberapa pokok permasalahan, antara lain apakah perlindungan hukum hak kekayaan intelektual yang tepat terhadap trade dress dan bagaimanakah pengaturan mengenai ruang lingkup trade dress dalam hukum merek Indonesia. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dan tipologi penelitian deskriptif. Kesimpulan yang didapatkan adalah di antara berbagai jenis hak kekayaan intelektual, merek merupakan perlindungan hukum yang sesuai untuk trade dressdan belum adanya pengaturan terkait ruang lingkup trade dress dalam hukum merek Indonesia. Maka, saran yang diberikan adalah pengaturan ruang lingkup trade dress secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan oleh pemerintah untuk menciptakan kepastian hukum dan menghindari persaingan usaha tidak sehat,
justify;To be able to compete effectively, the business activity must obtain market recognition of the business along with the products or services as its marketing strategy. This can be done through strong branding. Trade dress is one way to strengthen branding and can obtain legal protection as an object of intellectual property. Based on this, the author proposed several main issues, namely what is the most suitable legal protection of intellectual property rights for trade dress and how is the regulation regarding the scope of trade dress in the Indonesian trademark law. The methods of this research are normative juridical and descriptive research typology. The conclusions obtained are that among the various types of intellectual property rights, trademark is the suitable legal protection for the trade dress and explicit regulation is needed regarding the scope of trade dress within the Indonesian legal framework. Therefore, the advice given is to explicitly regulate the scope of trade dress in statutory regulations by the government to create legal certainty and avoid unfair business competition"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Kinanty
"Persaingan usaha yang ketat menciptakan ragam inovasi yang melahirkan pemanfaatan HKI seiringan dengan berjalannya kegiatan usaha. Hak eksklusif ini melindungi pemilik HKI dari permasalahan hukum terkait HKI karena persaingan usaha yang melahirkan risiko berupa kerugian finansial yang dapat melukai keadaan finansial usaha secara fantastis hingga dapat melumpuhkan kegiatan usaha. Sebuah risiko pada hakikatnya dapat dialihkan kepada pihak lain melalui perjanjian asuransi. Namun, produk asuransi HKI masih belum tersedia di Indonesia sehingga setiap kalangan pelaku usaha masih diikuti oleh risiko terkait HKI. Skripsi ini membahas mengenai HKI selaku intangible assetdan keberlakuannya sebagai objek dalam perjanjian asuransi sesuai dengan hukum asuransi serta bentuk perlindungan atas risiko pemanfaatan HKI. Metode penelitian dari skripsi ini berbentuk Yuridis-Normatif dan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas serta pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa HKI selaku intangible assetmemenuhi prinsip-prinsip dalam hukum asuransi sesuai dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang tentang Perasuransian sehingga dapat dijadikan objek pertanggungan dan risiko atas pemanfaatan HKI dapat dilindungi pada klausul multi-perils, defense dan abatement dalam polis asuransi demi keberlangsungan persaingan usaha yang sehat.

Intense business competition creates a variety of innovations resulted in the use of Intellectual Property Rights (IPR) in line with business activities. This exclusive right protects IPR owners from legal disputes related to IPR due to business competition results in financial losses that can injure business finances and further can paralyze business activities. A risk can essentially be transferred to another party through an insurance agreement. However, IPR insurance is still not available in Indonesia and this translates to every businessman are still followed by IPR-related risks. This thesis discusses IPR as an intangible asset and its applicability as an object in insurance agreement in accordance with insurance law and forms of protection against IPR risks. The research method of this thesis is in the form of juridical-normative and uses a statutory approach related to the legal issues discussed as well as a conceptual approach. The results of this study found that IPR as an intangible asset fulfills the principles in insurance law in accordance with Article 268 of the Commercial Code and Article 1 section (25) of Insurance Law thus can be utilized as the object of insurance policy and protected by multi-perils, defense and abatement clause for the sake for the continuation of fair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyo Arifardhani
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat cepat dewasa ini, merupakan salah satu faktor pendorong globalisasi dunia. Karena suatu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperkenalkan di suatu negara maka pada saat yang singkat dapat pula dihadirkan dinegara lain. Keberadaan benda dan jasa tersebut dalam proses pembuatannya menggunakan HAKI, oleh sebab itu memerlukan perlindungan hukum terhadapnya, untuk menghindari adanya usaha pemalsuan dan persaingan yang tidak wajar dari pihak lain.
Dengan melihat gambaran secara singkat ini dapatlah dikatakan bahwa perlindungan terhadap HAKI menjadi hal yang penting bagi negara-negara di dunia saat ini. Dimana perlindungan terhadap HAKI merupakan usaha untuk melindungi kepentingan perekonomian suatu negara terutama kepentingan dalam perdagangan Internasional.
Keberadaan HAKI juga sangat penting bagi perusahaan multinasional didalam melaksanakan kegiatan bisnisnya di negara lain. Karena akan memberikan perlindungan bagi perusahaan multinasional didalam berkarya dan mengembangkan inovasi-inovasi terhadap produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Sehingga kemungkinan pembajakan dan penjiplakan dari pihak lain atas produk dan karya dari perusahaan multinasioanal dapat dihilangkan.
Kemudian ditinjau dari banyaknya kegiatan pembangunan bangsa Indonesia pada saat ini yang membutuhkan modal sangat besar maka diperlukan adanya dana dari luar negeri (Penanaman Modal Asing) selain dana dari dalam negeri (Penanaman Modal Dalam Negeri). Bagi para penanam modal asing (Multinational Corporation) keadaan lemahnya penegakan
hukum HAKI di Indonesia juga merupakan salah satu faktor di dalam mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Oleh sebab itu pemerintah telah mengeluarkan tiga undang-undang yang telah diperbaharui yang mengatur mengenai HAKI, yaitu UU No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta, UU No. 13 tahun 1997 tentang Hak Paten dan UU No. 14 tahun 1997 tentang Hak Merek. Walaupun telah ada peraturan perundangan yang mengatur tentang HAKI di Indonesia, tetapi didalam penegakan hukumnya belumlah dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal in! dapat dilihat dari masih banyaknya pelanggaran HAKI yaitu adanya barang tiruan yang beredar di pasaran tanah air. Oleh sebab adanya pelanggaran HAKI yang terjadi ini mengakibatkan kerugikan bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, karena HAKI yang dimilikinya tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan alasan tersebut diatas, maka kami berusaha membuat suatu pokok permasalahan dan menganalisa mengenai hambatan yang dijumpai dalam penegakan hukum HAKI di Indonesia dengan dampak-dampak yang terjadi akibat kurang efektifnya penegakan hukum HAKI. Dan kami juga menganalisa mengenai usaha-usaha yang perlu dilakukan didalam upaya penegakan hukum HAKI di Indonesia. Serta harapan yang ingin dicapai dengan adanya perlindungan hukum HAKI bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Dan terakhir didalam saran yang kami buat, kami berusaha memberikan jalan keluar agar supaya penegakan hukum HAKI dapat berjalan lebih efektif untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pemiliknya. Kami juga memilih perusahaan multinasional dari Jepang yaitu PT. YKK INDONESIA ZIPPER CO. LTD sebagai studi kasus didalam membahas mengenai pentingnya HAKI bagi sebuah perusahaan multinasional."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Nicholas Putra
"Komitmen-komitmen WTO, khususnya terkait hak atas kekayaan intelektual dalam Perjanjian TRIPS, berpotensi menghambat peningkatan akses terhadap obat-obatan dan vaksin dalam situasi pandemi Covid-19. Dalam keadaan darurat, komitmen-komitmen tersebut dapat dikesampingkan menggunakan klausul security exceptions WTO. Penelitian ini menjelaskan (i) bagaimana pengaturan security exceptions WTO dibandingkan dengan general exceptions di Pasal XX GATT 1994 dan non-precluded measures di BIT Argentina-AS, BIT India-Jerman, dan BIT India-Mauritius; serta (ii) apakah pandemi Covid-19 merupakan alasan yang sah untuk mengesampingkan kewajiban dalam Perjanjian TRIPS menggunakan klausul security exceptions. Melalui penelitian dengan metode yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, klausul security exceptions WTO memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan general exceptions dan non-precluded measures; klausul security exceptions WTO memberi ruang gerak yang lebih luas bagi negara dalam mengambil tindakan keamanan yang berpotensi melanggar kewajiban WTO asal dilakukan untuk meresponi sebuah “emergency in international relations”. Kedua, pandemi Covid-19 dapat dijadikan alasan untuk mengesampingkan kewajiban dalam Perjanjian TRIPS, sebab pandemi ini telah mengakibatkan sebuah “emergency in international relations” dan pengesampingan kewajiban-kewajiban dalam Perjanjian TRIPS bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat memenuhi syarat sebagai “essential security interests”.

WTO commitments, particularly related to intellectual property rights in the TRIPS Agreement, could potentially hinder efforts to increase access to medicines and vaccines during the Covid-19 pandemic. In time of emergency, these commitments can be overridden using the WTO security exceptions clause. This study explains (i) how the WTO security exceptions are compared to general exceptions in Article XX of the GATT 1994 and non-precluded measures in the Argentina-US BIT, India-Germany BIT, and India-Mauritius BIT; and (ii) whether the Covid-19 pandemic is a valid reason to waive the obligations under the TRIPS Agreement using the security exceptions clause. Through research using normative juridical methods and qualitative approach, it can be concluded that: First, the WTO security exceptions clause has several similarities and differences with general exceptions and non-precluded measures clauses; the WTO's security exceptions clause provides wider latitude for countries to take security actions that otherwise would have violated WTO obligations as long as they are carried out in response to an “emergency in international relations”. Second, the Covid-19 pandemic can be used as an excuse to waive obligations under the TRIPS Agreement, because this pandemic has resulted in an “emergency in international relations” and the waiver of obligations in the TRIPS Agreement for public health and safety qualify as “essential security interests”."
Depok: Fakultas Hukum, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Ery Pradipta
"Penelitian ini membahas mengenai pembentukan database sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (SDGPT), penunjukan pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database yang saat ini masih tersebar, serta proses pelaksanaan integrasi dan validasi database SDGPT. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa: pertama, terdapat pendapat atau wacana yang berkembang mengenai pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database SDGPT, yaitu: bentuk konsorsium, membentuk lembaga/instansi baru, dan mengoptimalkan instansi yang sudah ada. Namun, permasalahan utama yang timbul dari penunjukan pihak/instansi tersebut adalah pendanaan. Kedua, data SDGPT sering disampaikan dalam bentuk yang ringkas dan tidak disertakan data lengkap atau data pendukung dari lapangan. Hal ini berarti bahwa temuan data SDGPT tersebut, banyak yang belum divalidasi. Oleh sebab itu, proses validasi data SDGPT yang berada di database-database saat ini perlu dilakukan validasi oleh pihak yang berkompeten secara obyektif. Mengingat banyaknya database terkait SDGPT yang tersebar di berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi, maka konsep berbagi pengetahuan melalui suatu sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system/KMS) bisa dijadikan salah satu cara untuk dapat melakukan integrasi database SDGPT yang saat ini masih tersebar.

This research discusses the establishment of genetic resources and traditional knowledge (GRTK) database, the appointment/agencies that will carry out the integration of databases that are still scattered, and the implementation process of GRTK database integration and validation. From the results of this study concluded that: first, there is a growing opinion or discourse about the party/agency will conduct GRTK database integration, namely: form a consortium, formed new institution, and optimize existing agencies. However, the main issues arising from the designation of parties/agencies are funding. Secondly, GRTK data is often presented in the form of concise and do not include complete data or supporting data from the field. This means that the GRTK data findings, many of which have not been validated. Therefore, the GRTK validation data process residing in databases today is necessary to validation by the competent authorities objectively. Considering the number of databases related GRTK scattered in various research and development institutions and universities, the concept of knowledge sharing through a knowledge management system/KMS could be one way to be able to perform database integration GRTK which is still scattered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Fadhly
"Tesis ini membahas tentang analisis terhadap proses pendaftaran Desain Industri Tempat Bedak Dua Kamar Opal. Penulis berusaha untuk mengupas tentang kendala yang ditemukan dalam implementasi Undang-Undang-Nomor 31 Tahun 2000, yang memiliki potensi untuk menimbulkan sengketa Desain Industri. Selanjutnya penulis akan mengkaji tentang penerapan syarat kebaruan dalam suatu pemeriksaan Desain Industri, telah diterapkan sepenuhnya oleh pengadilan niaga. Dengan data-data yang disajikan, penulis akan mengkaji apakah putusan Pengadilan Niaga pada kasus Tempat Bedak Dua Kamar Opal sudah sesuai dengan prinsip dan asas yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan TRIPs.

This thesis discusses the analysis of the process of registration of industrial designs of The Two Rooms Oval Powder Box The author tried to peel about constraints in the implementation of Law No. 31-2000, which has the potential to give rise to disputes Industrial Design. Furthermore, the authors will examine the application of the requirements of novelty in an examination of industrial design, has been fully implemented by the commercial court. With the data presented, the authors will examine whether the decision of the Commercial Court in the case of The Two Rooms Oval Powder Box is in conformity with the principles contained in Law No. 31 of 2000 on Industrial Design and TRIPs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>