Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Kurnia Sari Ardan
"Pandangan masyarakat tentang epilepsi makin
dipertajam dengan penyebaran informasi melalui media cetak
dan elektronik yang membahas penyebab dan penanggulangan
epielpsi. Epilepsi yang sudah dikenal ribuan tahun yang
lalu hingga kini masih merupakan masalah baik dari segi
kedokteran maupun sosial.
Kerusakan pada otak manusia meyebabkan timbulnya
gangguan psikologis pada penderita. Beberapa peneliti
mengkaitkan epilepsi dengan depresi. Dikatakan bahwa
penderita epilepsi mempunyai resiko yang tinggi menjadi
depresi karena kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan
psikososial.
Tekanan psikosial ini muncul dengan adanya beberapa
masalah yang dihadapi penderita dalam menempuh kehidupan
sehari-hari. Kegagalan-kegagalan yang dijumpai akan
mempengaruhi harapan mereka terhadap masa yang akan
datang. Learned Helplessness Model of Depression mencoba
memerangkan mengapa dalam menghadapi kegagalan seseorang
bisa bersikap optimis dan yang lainnya menjadi pesimis.
Selanjutnya, sikap pesimisme akan menyebabkan individu
mengalami depresi. Perasaan ini menyebabkan individu
tenggelam dalam dukanya sehingga tidak mampu tampil
maksimal dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitasnya menurun
dan tidak percaya diri. Kondisi ini akan mempengaruhi pencapaian tugas perkembangan pada tahap dewasa muda
dengan penekanan pada segi sosial.
Untuk melihat masalah-masalah yang dihadapi penderita
epilepsi serta melihat dinamika timbulnya kecenderungan
depresi pada mereka, dilakukan studi kasus terhadap 2
subyek penelitian. Hasil yang diperoleh melalui proses
wawancara, dianalisis dengan teknik template matching.
Penelitian studi kasus memberikan hasil yang unik,
karena akan terlihat perbedaan untuk tiap individu. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada tujuh masalah
yang dihadapi subyek. Selain itu, dengan memperhatikan
bagaimana subyek menjelaskan kegagalan yang selama ini
mereka jumpai, diketahui bahwa subyek 1 lebih sering
menggunakan gaya penjelasan personalization-internal dan
permanence-permanen, sementara subyek 2 menggunakan gaya
penjelasan personalization-eksternal dan permanence-
temporer. Dengan gaya penjelasan tersebut, terlihat bahwa
pada akhirnya subyek 1 memiliki kecenderungan menjadi
depresi sementara Subyek 2 tidak. Namun demikian, hasil
yang diperoleh tidak begitu saja dapat digeneralisasi
untuk populasi penderita epilepsi dewasa muda pada
umumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Ani Purnamawati
"Infertilitas merupakan masalah yang cukup berat bagi pasangan suami istri karena mempunyai keturunan merupakan harapan yang paling mendasar ketika mereka memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Berbagai respons psikologis akan dialami oleh pasangan suami istri ketika menghadapi masalah infertilitas, seperti rasa kecewa, camas, sedih, perasaan iri melihat pasangan lain mempunyai anak, marah dan depresi. Ketika mereka rnemutuskan mencari pertolongan medis, sering kali mereka akan nengalami kegagalan terapi yang berulang. Hal-hal tersebut mengakibatkan pasangan suami istri dengan masalah infertilitas mempunyai risiko yang tinggi mengalami gangguan depresi dan diduga istri akan mengalami gangguan depresi lebih berat dibandingkan suami.
Tujuan penelitian ini ingin membuktikan bahwa derajat depresi pada istri lebih tinggi bila dibandingkan dengan suami pada pasutri dengan masalah infertilitas, mencari proporsi depresi, serta faktor-faktor risiko yang mungkin berperan terhadap terjadinya gangguan depresi pada pasutri dengan masalah infertilitas. Jumlah subyek penelitian sebanyak 46 pasang suami istri.diambil di Poliklinik Kebidanan Departemen Obstetri Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Instrumen yang digunakan SCID-I, HRS-D, kuesioner stresor psikososial dari Holmes and Rache.
Hasil analisis data mendapatkan derajat depresi pada istri lebih tinggi secara bemakna dibandingkan dengan suami, jadi hipotesis penelitian ini diterima. Proporsi depresi pada suami 15,2% dan pada istri 43,5%. Diagnosis gangguan depresi yang dialami oleh suami: episode gangguan depresi berat saat uti 8,7%, gangguan depresi minor 6,5% dan pada istri episode gangguan depresi berat saat ini 32,6% gangguan depresi minor 10,9%. Faktor risiko gangguan depresi yang bermakna secara statistik pada suami adalah stresor psikososial, sedangkan pada istri adalah lama menikah (lama infertilitas) dan lama terapi infertilitas. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kondisi emosi pasutri dengan masalah infertilitas, hendaknya ditatalaksana sejak dini, tanpa menunggu munculnya gangguan mental yang memenuhi kriteria diagnosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Dharma Graha, 1987
616.8 DEP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nailah Putri Azizah
"Pada tahap perkembangan emerging adulthood, individu berusaha untuk mengeksplorasi diri dan menghadapi perubahan peran. Perubahan peran yang terjadi secara drastis dan ketidakmampuan individu dalam beradaptasi, dapat menyebabkan ia mengalami depresi. Salah satu faktor protektif dari depresi adalah keberfungsian keluarga. Keluarga yang berfungsi dengan baik dapat menjadi salah satu sumber dukungan sosial bagi emerging adult sehingga emerging adult dapat terhindar dari depresi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran keberfungsian keluarga terhadap depresi pada emerging adult. Peneliti menggunakan tipe penelitian kuantitatif dengan strategi penelitian noneksperimental. Peneliti menggunakan teknik convenience sampling, yaitu dengan cara menyebarkan Google Form yang di dalamnya terdapat alat ukur Family Assessment Device (FAD) untuk mengukur keberfungsian keluarga dan alat ukur Beck Depression Inventory-II (BDI-II) untuk mengukur depresi. Total partisipan pada penelitian ini adalah 128 emerging adult yang berada pada rentang usia 18-25 tahun. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ditemukan bahwa keberfungsian keluarga berperan secara signifikan terhadap depresi pada emerging adult (R²= 0,330, p < 0,05). Namun, dari enam dimensi keberfungsian keluarga, hanya dua dimensi yang berperan secara signifikan yaitu dimensi pemecahan masalah dan keterlibatan afektif. Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterlibatan afektif sehingga dapat menurunkan depresi pada emerging adult.

At the developmental stage of emerging adulthood, emerging adults try to explore themselves and deal with changing roles. Changes in roles that occur drastically and their inability to adapt can cause depression. One of the protective factors from depression is family functioning. A well-functioning family can be a source of social support for emerging adults so that emerging adults can avoid depression. This study aims to examine the role of family functioning on depression in emerging adult. This research is a quantitative non-experimental study. The questionnaires used on assessing family functioning is Family Assessment Device (FAD) and Beck Depression Inventory-II (BDI-II) to measure depression, which were distributed via Google Form and used the technique convenience sampling. A total of 128 emerging adults who were in the range of 18-25 years old participated in this study. Multiple linear regression analysis revealed that family functioning has a significant role on depression in emerging adult (R²= 0,330, p < 0.05). However, only two out of six dimensions of family functioning that have a significant role which is problem solving and affective involvement dimensions. Therefore, families are expected to improve problem solving and affective involvement so depression in emerging adult can be reduced."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmiati Amir
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
616.852 NUR d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kunmartini
"Adanya perubahan sosial ekonomi, diduga sejalan dengan meningkatnya prevalensi stres psikologis dengan manifestasi ldinis psikis maupun somatis. Keluhan somatis yang bersamaan dengan kelainan psilds yang terbanyak adalah dispepsi non ulkus, dibanding keluhan dari organ lain. Sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang patofisiologi terapi DNU dan pengaruh faktor psikologis terhadap DNU khususnya keasaman lambung. Sementara ini banyak pendapat asam lambung pada DNU adalah normal. Dengan mengetahui keasaman cairan lambung pada DNU dengan gangguan psikosomatik maka dapat diupayakan pendekatan terapi yang rasional. Metoda: penelitian dilakukan dengan uji potong lintang dan sampel total. Dikenakan kriteria inklusi dan ekslusi. Dilakukan anamnesa umum dan khusus untuk psikologisnya, pemeriksaan fisik, laboratorik, endoskopi dan keasaman cairan lambung.

The existence of socio-economic changes is suspected to be in line with the increasing prevalence of psychological stress with psychological and somatic manifestations. The most common somatic complaints associated with psilds disorders are non-ulcer dyspepsies, compared to complaints from other organs. Until now, there has been no agreement on the pathophysiology of DNU therapy and the influence of psychological factors on DNU, especially gastric acidity. Meanwhile, many people think that gastric acid in DNU is normal. By knowing the acidity of gastric juice in DNU with psychosomatic disorders, a rational therapeutic approach can be sought. Method: The research was carried out by cross-cutting test and total samples. Subject to inclusion and exclusion criteria. General and specific anamnesis is carried out for the psychological, physical, laboratory, endoscopy and acidity examination gastric fluid."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Maria
"Stress psikososial dialami oleh klien kanker. Penelitian ini mengeksplorasi pengalaman konflik, ansietas, dan depresi pada klien kanker setelah satu tahun didiagnosa dan mendapat terapi. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam menggunakan pertanyaan semi terstruktur pada 15 partisipan di poliklinik rumah sakit umum pusat di Bandung.
Didapatkan delapan tema, yaitu: kecemasan terhadap penyebaran dan kekambuhan penyakit, perubahan relasi dengan pasangan, ?labelling? dari diri sendiri dan orang lain, ketidaknyamanan fisik dan psikologis selama proses pengobatan, konsep diri, religius/spiritual, merahasiakan penyakit dan keluhan, dan defisit informasi. Dari delapan tema, ditemukan empat tema yang bukan merupakan konflik, ansietas, dan depresi.
Kesimpulan: konflik, ansietas dan depresi mempengaruhi kondisi klien.

Psychosocial distress emerges in cancer disease. This research explores experience of conflict, anxiety, and depression in one year cancer survivor. Data were collected through in-depth semi structured interviews with fifteen participants when seeking treatment at a public hospital in Bandung.
There eight themes emerge: anxiety about cancer's spread and recurrence, changing relationships with a partner, 'labeling' from oneself and others, physical and psychological discomfort along treatment, self-concept, religious/spiritual, hiding diagnose and complain, and deficit information about cancer. But, four themes among were not characterized with conflict, anxiety, and depression.
Conclusions: conflict, anxiety, and depression impact condition of the client cancer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T44788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Mutiara Briliantinna
"Latar belakang: Gangguan Depresi pada pasien pasca IMA sering tidak terdeteksi. Hanya 25% kasus depresi pasca IMA yang terdiagnosis dan hanya 30% yang mendapat pengobatan yang memadai. Dari berbagai penelitian didapatkan bila depresi tidak ditangani dengan baik maka dapat memperburuk prognosis, meningkatkan risiko kematian dan memperlambat penyembuhan. Faktor risiko lain dalam terjadinya IMA adalah faktor pola perilaku. Berdasarkan penelitian perilaku tipe A mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung dibandingkan dengan perilaku tipe B. Sekitar 37-45% penderita iskemi miokard dicetuskan oleh stresor psikososial yang bila tdak diatasi dengan baik dapat berlanjut menjadi infark miokard.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara derajat keparahan IMA dan stresor psikososial dengan Gangguan Depresi pada pasien pasca IMA yang mempunyai perilaku tipe A.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional terhadap 136 responden berusia 25-60 tahun yang datang ke PoIiklinik Jantung Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dan memenuhi kriteria inkiusi. Instrumen yang digunakan adalah Videotaped Clinical Examination (VCE) perilaku tipe A, Structured CIinical Interview for DSM-IV Axis-1 Disorder (SLID) dan kuesioner stresor psikososial dari Irwin G. Sarasan.
Hasil: Dari 136 responden sebesar 57,4% pasien mengalami depresi. Proporsi Gangguan Depresi tertinggi ditemukan pada responden IMA derajat berat dan sangat berat (69%). Pada responden terdapat hubungan antara derajat keparahan IMA dengan Gangguan Depresi (p=0,008) dan terdapat hubungan antara stresor psikososial dengan Gangguan Depresi (p<0,001). Hasil analisis regresi logisitik didapatkan keparahan IMA berat dan sangat berat merupakan faktor yang paling dominan dalam meningkatkan risiko untuk mengalami Gangguan Depresi pada responden (odds ratio 4,6) sedangkan stresor psikososial (odds ratio 1,4).
Simpulan: Derajat keparahan IMA dan stresor psikososial adalah faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko untuk mengalami Gangguan Depresi pada pasien pasca IMA yang mempunyai perilaku tipe A.

Background: Depression disorders in post acute myocard infarct (ANTI) patients are frequently not detected. Only 25% of the post AMI cases that have been diagnosed and only 30% of those received adequate treatment. Based on a variety of studies, if depression is not properly handled, the prognosis will become worse augmenting the risk of mortality and slowing down the recovery. Another risk factor in the induction of AMI is a behavior pattern factor. Based on the study, type a behavior runs a higher risk for developing cardiac disease than type B behavior. Approximately 37-45% of the cases, myocard ischemia triggered by unresolved psychosocial stressors could lead to AMI.
Purpose: The purpose of this study was to find out the correlation between the severity degree of AMI and psychosocial stressors with depression disorders in post AMI patients who were identified to have type a behavior.
Method: This study was cross-sectional involving 136 respondents aged 25 to 60 years who presented to the cardiac poly of Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. The respondents fulfilled the inclusion criteria. The instruments employed were VCE of type a behavior SCID and psychosocial stressor questionnaire from Irwin C. Samson.
Result: Out of 136 respondents, 57.4% of them had depression. The biggest proportion of depression disorder was found in severe and very severe myocard infarct respondents (69%). In the respondents, association between the severity degree of AMI and depression disorder was found; there was association between psychosocial stressors and depression disorder (p <0.081). The result of the Logistic regression revealed that severe and very severe AMI was the most dominant factor in increasing the risk for developing disorder in the respondents (odds ratio 4.6). Whereas psychosocial stressors had the odds ratio 1.4.
Conclusion: The severity of AMI and psychosocial stressors are the two factors that have a role in increasing the risk for developing depression disorder in AMI patients with type A behavior.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Nina Rosrita
"ABSTRAK
Latar belakang : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Penyakit ini merupakan salah satu
penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyakit ini mempunyai beberapa komorbid seperti osteoporosis, gagal jantung,
diabetes dan depresi. Depresi merupakan gangguan emosional yang sering terjadi
pada penderita PPOK dan makin menurunkan kualitas hidup penderita namun
sering tidak terdiagnosis di pelayanan kesehatan.
Objektif : Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan angka prevalens depresi
pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta dan hubungannya dengan
kualitas hidup.
Metode : Desain penelitian ini adalah potong lintang. Pasien PPOK stabil
berkunjung ke poliklinik Asma/PPOK RSUP Persahabatan yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
spirometri untuk memastikan diagnosis PPOK dan pembagian grup dilanjutkan
dengan wawancara menggunakan MINI ICD 10 (Mini International
Neuropsychiatric Interview - International Classification of Disease 10) kemudian
dilakukan analisis statistik.
Hasil : Subjek terbanyak adalah laki-laki (92,9%) dengan kelompok usia > 65
tahun (48,9%). Jumlah depresi adalah 27 orang dari total 141 subjek dengan
prevalens 19,1%. Penelitian ini mendapatkan bahwa nilai CAT sedang berat (≥
10) mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dan berisiko 14 kali terjadi
depresi dibanding CAT ringan (p<0,001). Penelitian ini mendapatkan hubungan
bermakna pada grup PPOK yang dibagi berdasarkan gejala (p<0,001), penderita
PPOK yang depresi dengan status terpajan rokok (p<0,007) dan indeks
Brinkmann (p<0,026) namun tidak pada grup PPOK yang dibagi berdasarkan
risiko (p>0,799) dan hambatan aliran udara yang diukur dengan spirometri.
Kesimpulan : Prevalens depresi pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan
Jakarta adalah 19,1%. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara
kualitas hidup dengan depresi pada pasien PPOK stabil, grup PPOK yang dibagi
berdasarkan gejala dalam meningkatkan risiko depresi, status merokok dan indeks
Brinkmann, tidak ditemukan hubungan grup PPOK yang dibagi berdasarkan
risiko dan hambatan aliran udara yang dinilai dengan spirometri.ABSTRACT Background : Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a major cause
of morbidity and mortality in the world. This diesease is one the main diseases
problem in Indonesia. It can cause comorbid such as osteoporosis, heart failure,
diabetes and depression. Depression is a common comorbid affecting COPD
patients that influence quality of life but unfortunatelly this comorbid often mis or
underdiagnosed.
Objective : The purpose of this study is to get the prevalence of depression in
stable COPD patients in Persahabatan Hospital Jakarta and its relation to the
quality of life.
Methods : The study design was cross-sectional. Stable COPD patients who
visited the Asthma/COPD clinic in Persahabatan Hospitals Jakarta who met the
inclusion and exclusion criteria. Subjects were asked for history of disease,
physical examination and spirometry then underwent MINI ICD 10.
Results : Most subjects were male (92,9%), in the age group > 65 years (48,9%).
Prevalence of depression was 19,1%. Subjects with moderate-high CAT (≥ 10)
has lower quality of life compared to subjects with mild CAT (< 10) and 14 times
higher risk in having depression (p<0,001). In this study there was statistically
significant relationship in COPD group that divided by symptomps (p<0,001) in
causing depression, smoking status (p<0.007) and Brinkmann index (p<0,026).
This study also suggests that there is no statistically relationship in COPD group
that divided by risk (p>0,799) and airflow limitation that measured by spirometry
(p>1,000).
Conclusion : The prevalence of depression in stable COPD patients in
Persahabatan Hospital Jakarta is 19.1%. There is statistically significant
relationship between quality of life with depression in stable COPD patients,
COPD group that is divided by symptomps in causing depression, smoking status
and Brinkmann index, there is no statistically significant relationship in COPD
grup that is divided by risk and airflow limitation."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
Sp-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
H. R. Kongko Herry N.
"Dalam penelitian ini terbukti secara bermakna bahwa depresi menurunkan kualitas bidup penderita pria pasca IMA dalam jangka pendek. Dalam penelitian ini tidak terbukti secara bermakna adanya hubungan antara pengobatan psikofarmaka (diazepam) pada saat teIjadinya IMA, usia, bipertensi, DM, lama pendidikan formal, aspek spiritual dan dukungan sosial dengan kualitas bidup setelah 2 bulan pasca IMA.

In this study, it was proven that depression significantly decreased the quality of male bids after IMA in the short term. In this study, it was not proven that there was a significant relationship between psychopharmaceutical treatment (diazepam) at the time of IMA, age, bitenasis, DM, length of formal education, spiritual aspects and social support with the quality of bidup after 2 months after IMA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>