Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161580 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siska Anggriani
"Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi jumlah dan bentuk akar serta konfigurasi saluran akar pada gigi molar satu atas dan bawah di Jawa Barat, Indonesia. 100 molar satu atas dan 100 molar satu bawah bawah dikumpulkan dari praktek dokter gigi. Dilakukan perhitungan jumlah akar dan derajat kelengkungangnya. Setelah preparasi akses kamar pulpa dengan bur highspeed, dilakukan pembersihan debris dengan K-file no 15, dan gigi direndam di dalam larutan sodium hipoklorit selama 48 jam. Spesimen dibilas air dan dikeringkan, setelah itu diinjeksikan barium sulfat ke dalam saluran akar dengan menggunakan jarum irigasi sampai bahan kontras tersebut keluar melalui foramen apical. Kemudian dilakukan evaluasi konfigurasi saluran akar dari aspek buko-lingual dan mesiodistal dengan radiograf digital, dan dibandingkan dengan klasifikasi Weine.
Hasil menunjukkan 100% molar satu atas dengan 3 akar, 96% molar satu bawah dengan 2 akar, dan 4% molar satu bawah dengan satu akar tambahan. Pada evaluasi kelengkungan akar ditemukan 47 akar palatal pada molar satu atas melengkung ke distal, 57 akar mesiobukal melengkung ke distal, dan 48 akar distobukal lurus. Sedangkan pada molar satu bawah 76 akar mesial melengkung ke distal, dan 65 akar distal melengkung ke mesial, dan 3 akar tambahan melengkung ke bukal. Evaluasi radiograf konfigurasi saluran akar, dari 95 molar satu bawah, ditemukan keempat tipe konfigurasi Weine. akan tetapi tidak terlalu banyak variasi konfigurasi dari 95 molar satu atas.
Kesimpulan: Walaupun kecil terdapatnya insiden akar tambahan dan variasi kelengkungan, serta tipe konfigurasi saluran akar, akan tetapi hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam perawatan endodontic.

The purpose of this study is to investigate variations of the root canal anatomy of maxillary and mandibular first molar in West Java, Indonesia. One hundred extracted maxillary first molar and one hundred extracted mandibular first molar were collected from several general dental practices. After Standardized endodontic access cavities were prepared using a high-speed handpiece with a diamond bur and water coolant, and gross pulpal debris was removed using K-file size 15. Each tooth was placed in a solution of 5% sodium hypochlorite for 48 hours. The specimen were washed in water and dried, after that Barium Sulphate was introduced into the root canal using 27 gauge and 3 ml irrigating needles syringe under hand pressure, until a jet of contrast medium was seen to emerge from the apical foramina. Each tooth was then radiographed in bucco-lingual and mesiodistal planes using digital Radiographic technique. Weine classification is take as reference during the evaluation.
The result revealed 100% of maxillary first molar with three roots, whereas in mandibular first molar 96% with two roots and 4% with two roots and one additional root in distolingual side. In the evaluation of root curvature, 47% of palatal roots in maxillary first molar are going to buccal side, whereas in mandibular first molar 76% of mesial roots are going to distal side. In evaluation of root canal configuration, its found the four type of root canal configuration according to Weine classification among the lower first molar, but not among the upper first molar.
Conclusion : even in the low incidence of root and root canal variation, the possibility of it has to be considered in clinical and radiographic examinations and also in endodontic treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31256
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meiwany Wijaya
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh makanan keras terhadap pola, derajat atrisi gigi. Penelitian dilaksanakan di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) selama tiga bulan. Target populasi 400 orang dewasa usia 16-55 tahun yang dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu 16-25 tahun,.26-35 tahun, 36-45 tahun, dan 46-55 tahun. Besar sampel tiap kelompok usia adalah 25 orang/lokasi.
Pemeriksaan klinis dilakukan oleh peneliti utama dibantu seorang pengatur rawat gigi dan 2 orang pembantu umum. Penilaian klinis keadaan gigi geligi dicatat pada blanko isian yang dimodifikasi dari blanko isian WHO 1987. Kriteria keausan gigi molar dari Martin dimodifikasi oleh peneliti, sedang untuk gigi-gigi lain dibuat oleh peneliti dan Joelimar dipergunakan pada penelitian ini. Analisis data menggunakan analisis tabulasi silang dan analisa varians dengan tingkat signifikansinya 0,05.
Hasilnya, ada perbedaan pola dan derajat atrisi gigi pada kelompok desa dan kota, kelompok umur, kelompok yang mengkonsumsi makan keras dan makanan lunak, mengunyah sirih dan tidak mengunyah sirih. Pada kelompok sampel yang mengunyah, kiri, kanan, dan dua sisi, juga kelompok sampel laki-laki dan wanita, pola dan derajat atrisinya tidak berbeda. Hasil analisis antara derajat atrisi gigi menurut tempat tinggal dan umur, kebiasaan makan dan umur, kebiasaan menyirih dan umur, kebiasaan makan dan kebiasaan menyirih memperlihatkan adanya interaksi. Hasil lain menunjukan tidak ada interaksi antara derajat atrisi menurut umur dan jenis kelamin, umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kanan menurut umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kiri menurut umur dan kebiasaan mengunyah.
Kesimpulan, atrisi gigi pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan keras, lebih parah dibandingkan masyarakat yang mengkonsumsi makanan lunak. Atrisi gigi pada masyarakat desa lebih parah dibandingkan masyarakat kota, derajat atrisi akan bertambah parah pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengunyah sirih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan keras pada atu sisi tidak terbukti menyebabkan keparahan atrisi terjadi pada sisi tersebut. Pola dan derajat atrisi gigi akan bertambah parah dengan bertambahnya usia. Sedangkan pola dan derajat atrisi gigi pada laki-laki dan wanita tidak menunjukkan adanya perbedaan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emyda Djauhari S.
"Resorpsi apikal akar pada perawatan ortodonti adalah suatu hal yang biasa terjadi, tapi hal ini secara klinis tidak bermakna. Resorpsi apikal akar tidak baik untuk fungsi dan retensi apabila resorpsi akar sudah mencapai setengah dari panjang akar. Keadaan seperti ini dapat berpengaruh terhadap kestabilan dari hasil akhir perawatan ortodonti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan, bahwa perawatan ortodonti dengan tehnik Begg tidak menyebabkan resorpsi pada apikal akar gigi molar satu bawah, yang dipakai sebagai penjangkar. Sampel penelitian diambil dari 23 kasus maloklusi kelas 1 dan kelas II. Data diolah dengan uji student t- test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, terjadinya pemendekan panjang akar gigi pada sebagian sampel, sebelum dan sesudah perawatan . Ini berarti terjadi resorpsi akar gigi, akan tetapi perbedaan panjang akar gigi tersebut secara statistik tidak berrnakna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Honey Sumardi
"Penentuan jenis kelamin dan ras penting untuk identifikasi forensik.
Tujuan: Menentukan jenis kelamin dan ras berdasarkan nilai referensi dan ukuran mesiodistal (MD) dan bukolingual (BL) gigi.
Metode: Dilakukan pengukuran lebar MD dan BL pada 80 gigi molar satu rahang atas (M1 RA) dari laki-laki dan perempuan Batak dan Tionghoa.
Hasil: Terdapat perbedaan ukuran gigi M1 RA antar jenis kelamin dan ras (p<0,05), kecuali pada ukuran BL perempuan Batak dengan Tionghoa. Nilai referensi penentuan jenis kelamin ukuran BL 11,48 mm; MD 10,35 mm, penentuan suku laki-laki ukuran BL 11.88 mm; MD 10,65 mm, sedangkan perempuan BL 11,27 mm; MD 10,08 mm.
Kesimpulan: Ukuran gigi M1 RA dapat dijadikan parameter penentuan jenis kelamin dan ras pada populasi suku Batak dan Tionghoa di Indonesia.

Sex and race determination are crucial aspects in human identification.
Objective: To determine sex and race of an individual based on maxillary first molar crown dimensions.
Methods: 160 Maxillary first molars of Chinese and Batak population were measured.
Results: The differences between male and female; Batak and Chinese in all dimensions measured were statistically significant (p<0.05) except for the right and left buccolingual dimensions of Batak females and Chinese females. Sex determination reference point for buccolingual (BL) was 11.48 mm; mesiodistal (MD) was 10.35 mm, male race determination for BL was 11.88 mm; for MD was 10.65 mm, female race determination for BL was 11.27 mm; and for MD was 10.08 mm.
Conclusion: Permanent Maxillary first molar crown dimensions can be used to determine sex and race in Batak and Chinese population in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Nur Cahyo
"Latar Belakang: Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi atau berkembang di lokasi fungsional yang tepat. Molar ketiga yang impaksi diklasifikasikan menurut: Klasifikasi Winter dan Pell & Gregory. Klasifikasi musim dingin menjelaskan hubungan angulasi, sedangkan klasifikasi Pell & Gregory menjelaskan hubungan ramus dan kedalaman impaksi. Molar ketiga rahang bawah impaksi yang tumbuh tidak normal sehingga mengakibatkan kondisi patologis, salah satunya yang lainnya adalah karies distal pada gigi tetangga, molar kedua. Tujuan: Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi karies distal pada gigi molar dua rahang bawah akibat gigi geraham ketiga yang impaksi di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2015-2018. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif. Subjek Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis Pasien RS Khusus Gigi dan Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2015-2018. Kesimpulan: Distribusi dan frekuensi pasien pasien bedah mulut dan odontektomi di Fakultas Kedokteran Gigi dan Mulut Kedokteran Gigi di Universitas Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada kunjungan pasien bedah mulut tertinggi yaitu pada tahun 2018 sebanyak 3290 pasien (31%), dan kunjungan pasien odontektomi tertinggi terjadi pada tahun 2018
sebanyak 859 pasien (36%), kasus yang ditemukan dalam penelitian ini, lebih menemukan pasien tanpa karies distal molar kedua mandibula
Universitas Indonesia iv sebanyak 181 kasus (66%) dibandingkan dengan yang karies, elemen gigi yang Paling sering ditemukan pada karies distal molar ketiga mandibula, yaitu pada gigi 37 sebanyak 60 kasus (57%), prevalensi tertinggi pada kedalaman karies distal molar kedua bawah terletak di dentin pada 63 kasus (59%), dan karies distal geraham bawah adalah umum

Background: Impacted teeth are teeth that fail to erupt or develop in the proper functional location. Impacted third molars are classified according to: Winter and Pell & Gregory classification. The winter classification describes the angulation relationship, while the Pell & Gregory classification describes the ramus relationship and impaction depth. The impacted mandibular third molar that grew abnormally resulted in pathological conditions, one of which was distal caries on the neighboring tooth, the second molar. Objective: To determine the distribution and frequency of distal caries in mandibular second molars due to impacted third molars at the Dental and Oral Special Hospital, Faculty of Dentistry, University of Indonesia for the period 2015-2018. Methods: This study is a retrospective descriptive study. The subject of this study used secondary data obtained from the medical records of patients at the Special Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, University of Indonesia for the period 2015-2018. Conclusion: The distribution and frequency of oral surgery and odontectomy patients at the Faculty of Dentistry and Oral Dentistry at the University of Indonesia has increased every year, the highest oral surgery patient visits were in 2018 as many as 3290 patients (31%), and the highest odontectomy patient visits happened in 2018
as many as 859 patients (36%), the cases found in this study, found more patients without caries distal to the mandibular second molar
University of Indonesia iv as many as 181 cases (66%) compared to those with caries, the most common dental element found in caries distal to the mandibular third molar, namely in tooth 37 as many as 60 cases (57%), the highest prevalence in the distal caries depth of the lower second molar is located in dentin in 63 cases (59%), and distal mandibular caries was common
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andiena Syariefah Primazetyarini
"Toleransi perubahan sudut vertikal merupakan aspek penting dalam upaya meminimalisir distorsi vertikal pada radiograf gigi molar rahang bawah.
Tujuan: Menganalisis toleransi perubahan sudut vertikal pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah.
Metode: 30 gigi molar rahang bawah (15 gigi molar pertama dan 15 gigi molar kedua) dilakukan pengukuran panjang klinis lalu ditanam dalam model dan dilakukan pemeriksaan radiografik dengan teknik radiografi periapikal masing-masing sebanyak 7 kali dengan sudut vertikal 00, +50, +100, +150, -50, -100 dan -150 kemudian dilakukan pengukuran panjang gigi dan perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada radiograf.
Hasil: Panjang gigi radiograf pada sudut vertikal +15° telah bertambah sebesar 0,81 dari rerata panjang klinis dengan simpangan baku ±0.39.
Kesimpulan: Toleransi perubahan sudut vertikal positif pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah untuk melihat panjang gigi adalah 15°.

Tolerance of vertical angle alteration is an important aspect in an effort to minimize vertical distortion on lower molars radiograph.
Objective: To analyze the tolerance of vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph.
Methods: 30 lower molars (15 first molars and 15 second molars) were performed measurement of clinical tooth length then were planted in model and were performed radiographic examinations by using periapical radiography technique 7 times for each tooth with vertical angle 00, +50, +100, +150, -50, -100 and -150 then tooth length and buccal and lingual cusp height difference on radiograph were measured.
Results: Tooth length on radiograph at vertical angle +15° has increased 0,81 mm from clinical tooth length mean with standar deviation ±0.39 mm.
Conclusion: Tolerance of positive vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph to looking at the tooth length is 15°.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niki Putri Irianti
"Pasien gigi impaksi meningkat jumlahnya setiap tahun dan terjadi dalam rentang usia yang luas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi frekuensi dan distribusi impaksi gigi kaninus, premolar, dan molar ketiga pada pasien RSKGM FKGUI tahun 2010-2013. Metode: Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif melalui pengamatan data sekunder yaitu kartu rekam medik di RSKGM FKGUI. Hasil: Terdapat 500 sampel penelitian dengan 904 kasus gigi impaksi yang terdiri dari 0.44% impaksi gigi kaninus, 0.44% premolar, 14.93% molar ketiga maksila, dan 84.18% molar ketiga mandibula. Kesimpulan: Jumlah gigi impaksi di RSKGM FKGUI tahun 2010-2013 mengalami peningkatan, penurunan frekuensi hanya terjadi pada tahun 2012, dengan frekuensi tertinggi terdapat pada perempuan dan kelompok usia 26-35 tahun.
The number of patient with impacted teeth is increasing every year in a wide range of ages. Objective: This study aims to evaluate the frequency and distribution of impacted canine, premolar, and third molar in RSKGM FKGUI 2010-2013. Methods: A descriptive study through observation of secondary data which is patient’s medical record in RSKGM FKGUI. Results: There were 500 samples with 904 cases of impacted tooth consist of 0.44% impacted canine, 0.44% premolar, 14.93% maxillary third molar, and 84.18% mandibular third molar. Conclusion: The number of impacted teeth in RSKGM FKGUI 2010-2013 was increasing, the frequency decreases only in 2012, the highest frequency mostly happened on female and age group 26-35 years old."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentsia Hanum Nugroho
"ABSTRAK
Latar Belakang: rasio mahkota-akar gigi adalah merupakan kondisi gigi yang penting dalam penentuan prognosis dan rencana perawatan kedokteran gigi. Belum ada data mengenai nilai ini pada populasi di Indonesia. Tujuan: mengetahui nilai rerata rasio mahkota-akar gigi insisif, premolar, dan molar permanen pada pasien laki-laki dan perempuan di RSKGM FKG UI rentang usia 15-25 tahun. Metode: panjang akar dan tinggi mahkota diukur menggunakan modifikasi metode Lind pada 196 radiograf panoramik digital. Uji realibilitas menggunakan uji technical error of measurement. Uji hipotesis menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney U. Hasil: nilai rerata mahkota-akar gigi terbesar pada kedua jenis kelamin dijumpai pada premolar dua rahang bawah laki-laki 1:2,12, perempuan 1:2,10 dan yang terkecil pada gigi molar satu rahang atas laki-laki 1:1,50, perempuan 1:1,44 . Rasio gigi rahang bawah lebih besar dibandingkan gigi rahang atas. Tidak ditemukan perbedaan rasio bermakna antara laki-laki dan perempuan p.

ABSTRACT
Background tooth crown root ratio is one of the most important condition in determining prognosis and treatment planning in dentistry. There are no data of this value in Indonesia. Purpose to obtain the average crown root ratio value on insisive, premolar, and molar permanent teeth of male and female aged 15 25 in RSKGM FKG UI. Method root length and crown height of teeth were measured by modified Lind method on 196 digital panoramic radiographs. Reliability test was assessed by technical error of measurement test. Independent t test and Mann Whitney U test was applied to test the hipotesis. Results the highest mean crown root ratio in both arches and sex was found in mandibular second premolar male 1 2,12, female 1 2,10 and the lowest in maxillary first molar male 1 1,50, female 1 1,44 . Ratio is higher in mandibule than in maxilla. There are no significant different in ratio between male and female p"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antolis, Maureen
"Tingkat distorsi vertikal yang cukup besar pada radiograf periapikal gigi anterior rahang atas serta penggunaan lebar singulum sebagai acuan evaluasi distorsi vertikal radiograf gigi anterior.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada radiograf periapikal gigi insisif rahang atas.
Metode: Pada 30 gigi insisif rahang atas, dilakukan pembuatan radiograf periapikal sudut vertikal 0° sebagai acuan standar, selanjutnya dilakukan perubahan sudut vertikal -10°, +10°, -15°, +15°, -20°, dan +20°. Sumbu panjang gigi diatur posisinya sejajar film pada saat dilakukan paparan sinar-X. Kemudian panjang gigi dan lebar singulum pada radiograf dengan perubahan sudut vertikal diukur dan dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Seluruh hasil pengukuran diuji secara statistik dengan T test.
Hasil: Perbedaan antara panjang gigi klinis dengan panjang gigi radiografik pada seluruh perubahan sudut vertikal terbukti tidak signifikan (p>0.05), sedangkan perubahan lebar singulum signifikan pada sudut +15° dan -10° (p<0.05).
Kesimpulan: Panjang gigi pada radiograf periapikal gigi insisif rahang atas yang diposisikan sejajar dengan film radiograf masih dapat ditoleransi sampai dengan perubahan sudut vertikal sebesar 20º. Lebar singulum menyempit secara signifikan pada radiograf yang mengalami perubahan sudut +15º dan melebar secara signifikan pada radiograf yang mengalami perubahan sudut -10º.

The prevalence of vertical distortion in the periapical radiograph of anterior maxillary teeth is quite significant and cingulum is commonly used as the reference of vertical distortion in anterior radiograph.
Objective: To evaluate the limit of vertical angulation error that still can be tolerated.
Method: Periapical radiograph with vertical angle 0° was obtained from 30 maxillary incisors as reference, then the vertical angulation was changed into -10°, +10°, -15°, +15°, -20°, and +20°. Long axis of the teeth was adjusted parallel to the film. Tooth length and cingulum width with vertical angulation alteration was measured and compared to the actual length. All of the measurement was tested using T test.
Result: There were no significant difference between all the measurements of tooth length with the alteration in vertical angulation (p>0.05), whereas cingulum width had a significant difference at +15° and -10°, (p>0.05).
Conclusion: Tooth length in periapical radiograph of maxillary incisor with parallel position is still tolerable until 20º vertical angle errors. Cingulum width on radiograph with +15º vertical angle alteration is significantly narrowed and on radiograph with -10° vertical angle alteration is significantly widened.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This study is aimed to describe the pattern of the primary and permanent teeth caries’ severity curve within 3 -12 years of age children in a poor and good nutritional status, and to describe the predisposing factors’ differences at a certain area in the district of Tangerang which has a high prevalence of poor nutritional status. Method: This study was performed as a cross sectional study. Result: The standardized/ controlled primary dentition caries’ scores show that the highest value belongs to the group of 5 years old children with poor nutritional status (10.4), and the caries’ scores are higher in the children with poor nutritional status which is one year earlier than the children with good nutritional status whose highest caries score is at 6 years old group (8.00). The highest standardized/ controlled permanent dentition caries’ scores in the children with poor nutritional status is at 12 years of age (2.93). Meanwhile, the highest standardized/controlled permanent dentition caries’ scores in the children with good nutritional status is at 12 years of age (2.15) as well. It is shown that the caries’ scores are higher in the children with poor
nutritional status.Conclusions: In this cross sectional study, the result is plotted in curve, shown that in the children with poor nutritional status the curve pattern is higher than the children with good nutritional status at the same age (3-12 years of age). It is also shown the same phenomenon at both groups of 6-12 of age, which means that there is a positive correlation between primary dentition caries and permanent dentition caries. The most obvious predisposing factors in the caries severity is the salivary pH."
[Fakultas Kedokteran Gigi, Journal of Dentistry Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>