Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirnawaty
"ABSTRAK
RSUPN. Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta adalahrumahsakitpemerintah yang
menjadipusatrujukannasionalGedung A merupakansalahsatu unit kerja yang adadi
RSUPN. Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta, melayanipasienrawatinap.
Dalammelaksanakanpelayanankesehatan, obatmenyerapdanalebihkurangsekitar 36
milyardalamkurunwaktuhanya 6 bulanyaitubulanJulisampaiDesember
2010Pengelolaan perbekalanfarmasimemegangperanan yang
pentingdalampelayanandirumahsakitGedung A RSUPN. Dr. CiptoMangunkusumo
Jakarta sudahmelaksanakansistemdistribusiobatrawatinapdenganunit dose dispensing
systemsejaktahun 2008. Tujuanpenelitianiniuntukmemperolehgambaranpenerapanunit
dose dispensing systemdigedungA.Metodepenelitian yang
dilakukansecaradeskriptifkualitatifdengan data primer, data sekunder,
pengamatandanwawancaramendalamHasilpenelitianmenunjukkanbahwapengelolaanp
erbekalanfarmasisecarakeseluruhan ,khususnyadalampenerapanunit dose dispensing
systemdapatmenghematbiayaobatrawatinapdandisarankan agar unit dose dispensing
systemdapatditeruskansebagaikebijaksanaanmanajemen RSUPN. Dr.
CiptoMangunkusumo Jakarta di unit kerja yang lain. Disarankanjuga agar
dilakukanpenelitianlanjutanuntukmengetahuidarisisimanajemenrumahsakit

ABSTRACT
Building A is one unit that is in RSUPN. Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta, serving
inpatients. In implementing health services, drug absorbs funds from approximately
36 billion within a period of only six months from July to December
2010Management of pharmaceuticals play an important role in service at the
hospitalBuilding A RSUPN. Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta has implemented
inpatient drug distribution system with a unit dose dispensing system since 2008.The
purpose of this study to obtain a picture of the implementation of unit dose dispensing
system in building A.Research methods to be descriptive qualitative primary data,
secondary data, observation and in-depth interviewsThe results showed that the
overall management of pharmaceuticals, particularly in the implementation of unit
dose dispensing system can save the cost of inpatient drug and recommended that the
unit dose dispensing system can be forwarded as RSUPN management policy. Dr.
CiptoMangunkusumo Jakarta in other work units. Also recommended that further
research to find out from the side of the hospital management"
2012
T31728
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abiyoga Pradata
"ABSTRAK
Penerapan dan penelitian terkait efektivitas automated dose dispensing (ADD) di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas ADD di salah satu Rumah Sakit Indonesia yang telah menerapkannya, yaitu RSU Kabupaten Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan membandingkan jumlah resep dengan dispensing error dan dispensing time dari populasi resep yang menggunakan ADD dan manual dispensing (MD). Sampel didapat dari resep unit dose dispensing (UDD) bangsal rawat inap RSU Kabupaten Tangerang periode Mei-Juli 2019. Hasil penelitian dari 1086 resep untuk masing-masing populasi menunjukan ADD memiliki rerata geometrik dispensing time 53,70 detik, berbeda signifikan (p<0,001) dengan MD yaitu 144,54 detik. Jumlah resep dengan dispensing error resep pada ADD sebanyak 44 error, berbeda signifikan (p < 0,001) dengan MD yaitu 77 error. Hasil ini menunjukan bahwa di RSU Kabupaten Tangerang, ADD lebih efektif dibandingkan dengan MD dilihat dari rerata geometrik dispensing time dan jumlah dispensing error. Meskipun ADD dapat mempercepat pelayanan resep dan menurunkan jumlah dispensing error, penting untuk mempertimbangkan beberapa hal sebelum menerapkan mesin ini seperti faktor biaya, sistem informasi Rumah Sakit, resep elektronik, dan keterampilan sumber daya manusia.

ABSTRACT
The application and research related to the effectiveness of the automated dose dispensing (ADD) in Indonesia are still very limited. Therefore, this study aims to see the effectiveness of ADD in one of the Indonesian hospitals that have implemented in, Tangerang district general hospital. The method of this study is a cross-sectional by comparing the number of dispensing errors and dispensing time from the prescriptions of recipes using ADD and manual dispensing (MD). Samples were obtained from the unit dose dispensing (UDD) prescription in inpatient ward of Tangerang District General Hospital, May-July 2019. The results of 1086 prescriptions for each population showed ADD had an average dispensing time of 144,54 seconds, significantly different (p<0,001) from MD, 53,70 seconds. The number of dispensing errors prescribed by ADD is 44 errors, while MD is significantly different (p<0,001) with 77 errors. These results indicate that in the District Hospital of Tangerang, ADD is more effective than MD seen from the average dispensing time and number of dispensing errors. Even though ADD can speed up prescription services and reduce the number of dispensing errors, it is important to considering some factor before applying this machine such as cost factor, Hospital information system, electronic prescription, and human resources skills."
2019
T54016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emma Ratnawati
"Standar waktu pelayanan resep racik diRumah Sakit Hermina Bekasi belum tercapai.
Penelitian ini untuk mengetahui lama waktu pelayanan resep racik pasien anak rawat
jalan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitian cross sectional;
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Sampel resep racik pasien anak rawat jalan
sebanyak 120 resep diambil secara random. Hasil penelitian didapatkan rerata waktu
pelayanan resep racik 27 menit 30 detik, dengan rincian rerata waktu pelayanan atau
komponen proses 7 menit 20 detik (26,69%) dan komponen delay 73,31% atau rerata
waktu pelayanan 20 menit 10 detik. Terbatasnya personil, kemampuan tidak merata
serta sarana merupakan faktor yang berpengaruh terhadap lamanya waktu pelayanan
resep racik. Saran : evaluasi standar pelayanan resep dan penghitungan ketenagaan
serta peningkatan pendidikan dan sarana prasarana

Standard time of dispensing of compounding prescription at Hermina Bekasi Hospital
has not yet been achieved. This research is to find out a total time used in dispensing
of a compounding prescription child-outpatient and the attributed factors. The research
design involved a cross sectional with qualitative and quantitative approaches, a
sample size of 120 compounding prescription of child-outpatient taken as random. The
research has shown that the dispensing activity time averaged 27 minutes 30 seconds.
The component of the process is 26,69% (the average of process time is 7 minutes 20
seconds). And the 73,31% of total dispensing time was due to delay components (the
average of delay time is 20 minutes 10 seconds). The lack of personnel, capability of
uneven and also the facility are some of factors attributed the delay components.
Suggestions: evaluation of service standard prescription and calculating workload as
well as improved education and infrastructure
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramlah
"Prediksi dengan model mesin learning regresi telah banyak digunakan untuk penelitian. Salah satu model mesin learning yang digunakan untuk prediksi adalah random forest regressor. Mesin learning membutuhkan data training untuk mempelajari pola dan hubungan antar data. Model regressor yang sedangkan dikembangkan dalam bidang medis saat ini adalah model yang dapat memprediksi dosis pada perencanaan IMRT. Data perencanaan dalam format DICOM (format asli data) dieksport ke bentuk CVS (Comma Separated Values). Kemudian data dibagi menjadi data training dan testing yang dipilih secara random. Algoritma yang digunakan untuk memprediksi adalah random forest yang akan di training menggunakan 7-fold validation dan kemudian model akan di uji dengan data baru yaitu data testing yang belum pernah dilihat oleh model. Data yang dievaluasi yaitu parameter untuk mendapat HI (Homogenety Index) untuk organ target, dan dosis mean dan max untuk OAR (Organ At Risk). Random forest mampu memprediksi nilai sebenarnya dengan kesalahan dievaluasi menggunakan MAE pada fitur PTV D2 (0,012), D50 (0,015) dan D98 (0,018) serta pada fitur OAR (mean dan  max) paru kanan (0,104 dan 0,228), paru kiri (0,094 dan 0,27), jantung (0,088 dan 0,267), spinal cord (0,069 dan 0,121) dan (V95) Body (0,094).

Predictions with machine learning regression models have been widely used for research. One of the machine learning models used for prediction is the random forest regressor. Machine learning requires training data to determine patterns and relationships between data. Nowadays, the regressor model that being developed in the medical field is able to predict dose in IMRT planning. Planning data in DICOM format (original data format) was exported to CVS (Comma Separated Values) format. Then, the data was divided into training and testing data which were selected randomly. The algorithm used to predict is a random forest that was trained using 7-fold validation and the model was evaluated with new data, namely testing data that have not been seen by the model. The evaluated data are parameters to obtain HI (Homogenety Index) for target organs, and mean and max doses for OAR (Organ At Risk). Random forest was able to predict the true value with errors and it was evaluated using MAE for PTV D2 (0,012), D50 (0,015) and D98 (0,018), for OAR (mean and  max) right lung (0,104 and 0,228), left lung (0,094 and 0,27), heart (0,088 and 0,267), spinal cord (0,069 and 0,121) and (V95) Body (0,094).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Yusaryahya
"Penyakit infeksi masih menjadi sepuluh besar penyebab kematian di Indonesia. Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling banyak diresepkan oleh dokter untuk mengatasi penyakit infeksi. Namun, penggunaan antibiotik sering tidak tepat sasaran dan tidak dibutuhkan. Data tentang evaluasi penggunaan antibiotik di Departemen Bedah RSCM masih minim. Metode defined daily dose (DDD) dapat digunakan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif pada orang dewasa
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan metode pengambilan data secara cross sectional. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari rekam medis pasien dewasa yang dirawat di lantai 4 zona B gedung A RSCM dari bulan Januari hingga Maret 2015. Penggunaan antibiotik pasien dihitung menggunakan metode defined daily dose (DDD) dengan DDD/1000 patient-days sebagai unit pengukuran. Sampel penelitian ini berjumlah 307 orang. Diagnosis terbanyak pada sampel penelitian adalah jenis neoplasma (104 kasus), nefrourologi (49 kasus), dan trauma (42 kasus). Antibiotik lebih sering diberikan lewat jalur parenteral (5316.5 vial) dibandingkan oral (1182 vial/tablet). Antibiotik dengan DDD/1000 patient-days tertinggi adalah sulbactam (231.3 DDD/1000 patient-days), seftriakson (166 DDD/1000 patient-days), dan sefiksim (96.5 DDD/1000 patient-days). Untuk penelitian selanjutnya, perlu dihubungkan DDD/1000 patient-days antibiotik dengan diagnosis atau prosedur pembedahan untuk mengetahui ketepatan penggunaan antbiotik.

Infectious disease still becoming top ten cause of death in Indonesia. Antibiotic is one of the most common prescribed drug to treat infectious disease. However, the use of antibiotics often mistargeted and unnecessarily needed. Evaluation of antibiotics usage in Surgical Department of RSCM is still few. Defined daily dose (DDD) method could be used to quantitatively evaluate the usage of antibiotic in adult patient.
This study is an observational descriptive study. Data collected cross-sectionally from medical record of adult inpatient in B zone, 4th floor of building A RSCM for January until March 2015 period. Patient’s antibiotics usage were calculated using defined daily dose method with DDD/1000 patient-days as a unit measurement. The number of patients whose medical record were extracted is 307 person. The most common diagnosis of the patients were neoplasm (104 cases), nephrourology (49 cases), and trauma (42 cases). Antibiotics were more frequently administered parenterally (5316.5 vial) rather than orally (1182 tablet). Antibiotics with the highest DDD/1000 patient day are sulbactam (231.3 DDD/1000 patient-days), ceftriaxone (166 DDD/1000 patient-days), dan cefixime (96.5 DDD/1000 patient-days). For further research, DDD/1000 patient-days need to be correlated with the diagnosis or surgical procedure to know the appropriate use of antibiotics."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
""Telah dibuat perangkat dose calibrator untuk
mengukur aktivitas radioisotop I-131 atau Tc-99m yang akan diberikan ke pasien pada
pemeriksaan renograf. Alat ini dibuat dengan dimensi yang kompak dan praktis untuk digunakan di rumahsakit atau klinik yang mengoperasikan perangkat renograf. Alat ini terdiri dari subsistem deteksi radiasi, subsistem elektronik pengolah sinyal, subsistem pengolah data antar muka serta subsistem penampil hasil pengukuran. Diperoleh hasil pengujian melalui Uji kestabilan chitest 18,87 pada tingkat kepercayaan 95% dengan 20 data pengukuran, dan dengan rentang chitest yang diijinkan adalah10,117 < Chitest <30,144. Jika dibandingkan dengan alat standar, penyimpangan rata-rata hasil pengujian prototip yang dibuat sebesar 0,99% untuk tombol isotop I-131 dan 0,60% untuk tombol isotop Tc-99m. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kinerja alat telah sesuai Tec-Doc IAEA 602 tahun 1991 tentang uji kualitas peralatan kedokteran nuklir.""
JPN 8:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
""Telah dibuat perangkat dose calibrator untuk
mengukur aktivitas radioisotop I-131 atau Tc-99m yang akan diberikan ke pasien pada
pemeriksaan renograf. Alat ini dibuat dengan dimensi yang kompak dan praktis untuk digunakan di rumahsakit atau klinik yang mengoperasikan perangkat renograf. Alat ini terdiri dari subsistem deteksi radiasi, subsistem elektronik pengolah sinyal, subsistem pengolah data antar muka serta subsistem penampil hasil pengukuran. Diperoleh hasil pengujian melalui Uji kestabilan chitest 18,87 pada tingkat kepercayaan 95% dengan 20 data pengukuran, dan dengan rentang chitest yang diijinkan adalah10,117 < Chitest <30,144. Jika dibandingkan dengan alat standar, penyimpangan rata-rata hasil pengujian prototip yang dibuat sebesar 0,99% untuk tombol isotop I-131 dan 0,60% untuk tombol isotop Tc-99m. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kinerja alat telah sesuai Tec-Doc IAEA 602 tahun 1991 tentang uji kualitas peralatan kedokteran nuklir.""
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Ananda Fikri
"Latar Belakang: Desa Perokonda merupakan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar penduduknya memiliki perilaku yang tidak higienis buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan , kesulitan mengakses air bersih, dan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Masalah-masalah tersebut merupakan faktor risiko infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah soil-transmitted helminths, yaitu A. lumbricoides, T. trichiura, dan cacing tambang. Studi kuasi eksperimental tanpa kelompok kontrol ini bertujuan untuk menilai efektivitas dari mebendazol yang diberikan 2x500 mg terhadap infeksi STH pada anak-anak di Desa Perokonda usia 2-15 tahun.
Metode: Efektivitas dinilai dari angka kesembuhan cure rate/CR dan angka penurunan jumlah telur egg reduction rate/ERR . Pengambilan sampel feses dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah pemberian mebendazol 2 x 500 mg double dose. Sampel feses diperiksa secara mikroskopis untuk mendeteksi telur cacing serta dilakukan penghitungan jumlah telur pada sampel yang positif terinfeksi menggunakan metode Kato-Katz.
Hasil: Dari 71 dari 89 80 subjek yang positif terinfeksi STH, pemberian mebendazol double dose berhasil menurunkan prevalensi infeksi STH menjadi 39. Tidak ada sampel positif infeksi cacing tambang di penelitian ini. Pada infeksi A. lumbricoides dan T. trichiura, mebendazol double dose memberikan CR berturut-turut sebesar 95 dan 49 , dan ERR berturut-turut sebesar 97,98 dan 69,73.
Kesimpulan: Dengan merujuk pada kriteria antihelmintik yang efektif menurut WHO, mebendazol double dose efektif terhadap infeksi A. lumbricoides, tetapi tidak efektif terhadap infeksi T. trichiura.

Background: Perokonda is one of the villages located in the district of Southwest Sumba, East Nusa Tenggara. Most of its inhabitants are accustomed to unsanitary behaviors, such as open defecation and not washing hands neither before nor after eating, having difficult access to improved water source and they also have low socioeconomic status, all of which are risk factors for soil transmitted helminths STH infection. The purpose of this quasi experimental study without control group is to determine the effectiveness of 2x500 mg double dose mebendazole to eradicate STH infection in children aged 2 15 years old in the village of Perokonda.
Method: Effectiveness of mebendazole is measured by cure rate and egg reduction rate of STH on stool. Stool samples were collected before and after the administration of mebendazole. Stool samples were then examined using microscopes to detect eggs. The worm egg counting was performed using Kato Katz method.
Results: 71 in total of 89 subjects were positive for STH infections 80 and administration of double dose mebendazole succeeded to lower the prevalence to 39. McNemar tests on prevalence of STH infections in general, A. lumbricoides CR 95 ERR 97,98, and T. trichiura infections CR 49 ERR 69,73 before and after treatment gave the result of p 0,001. No hookworm infection was found on this study.
Conclusion: Based on the standard of anthelmintic effectiveness made by WHO, double dose mebendazole is considered effective for A. lumbricoides infection, whereas it is not considered effective for T. trichiura infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa’u Farhatin
"Distribusi dosis yang optimal dalam treatment planning system (TPS) sangat penting sebelum diterapkan pada pasien radioterapi. Namun, TPS masih menggunakan metode optimisasi yang memakan waktu dan bergantung pada pengguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi model estimasi dosis otomatis, support vector regression (SVR), dan membandingkannya dengan dosis pasien kanker paru hasil perencanaan klinik. Enam puluh pasien yang terapi dengan teknik intensity modulated radiation therapy (IMRT) digunakan dalam penelitian ini. Distribusi dosis target dievaluasi berdasarkan nilai conformity index (CI), homogenitas dosis dievaluasi dengan homogeneity index (HI), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum digunakan untuk mengevaluasi organ at risk (paru kanan, paru kiri, jantung, dan spinal cord). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Nilai p < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kedua dataset. Rata-rata CI model SVR dan klinik masing-masing adalah dan Rata-rata HI untuk SVR dan klinik adalah dan . Uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara kedua hasil. Dosis maximum paru kanan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (p=0,032), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum OAR lain tidak menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua strategi tersebut, kecuali pada dosis maximum paru kanan. Model tersebut dapat diimplementasikan secara klinik untuk menghasilkan distribusi dosis yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memastikan rencana idealis yang digunakan

Optimal dose distribution in the treatment planning system (TPS) is crucial before being applied to radiotherapy patients. However, TPS still uses optimization methods that are time-consuming and user-dependent. This study aimed to evaluate the automatic dose estimation model, support vector regression (SVR), and compare it with the clinically planned dose of lung cancer patients. Sixty patients treated with intensity-modulated radiation therapy (IMRT) were used as the objects in this study. The target dose distribution was evaluated based on the conformity index (CI), and dose homogeneity was evaluated with the homogeneity index (HI), while the mean and maximum doses were used to evaluate organs at risk (right lung, left lung, heart, and spinal cord). Statistical analysis was performed using the Wilcoxon test. A p-value of <0,05 indicates a significant difference between the two datasets. The mean CI of the SVR and clinical are and The mean HI for SVR and clinical was adalah and 0,083±0,030. the Wilcoxon test showed no statistically significant difference between the two results. The maximum right lung dose showed a statistically significant difference (p=0,032), while the mean dose and maximum dose of other OARs did not show a statistically significant difference. The results of the study showed no significant difference between the two strategies, except for the maximum right lung dose. The model can be implemented clinically to produce a dose distribution that can be used as a reference to ensure the idealistic plan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>