Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70815 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riko Nofrizal, athor
"Persepsi merupakan suatu proses menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan berbagai masukan informasi sensorik untuk memperoleh pemahaman mengenai lingkungan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Terdapatnya hasil yang masih berbeda-beda dari beberapa penelitian sebelumnya serta belum adanyapenelitian sejenis di Indonesia dengan latar belakang kultural yang berbeda menjadi alasan dilakukan penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif crosssectional. Masing-masing kelompok terdiri dari 42 responden.Setiap responden diminta untuk membandingkan enam foto intra oral pada lembar kuesioner terhadap foto dari Aesthetic Component.Enam foto intra oral pada lembar kuesioner tersebut diambil dari enam pasien, dengan keadaan tiap foto intra oral tersebut mewakili salah satu foto dari Aesthetic Component.
Dari keenam foto intra oral pada lembar kuesioner yang dibandingkan terhadap keseluruhan foto dari Aesthetic Component, ditemukan satu foto yang memiliki perbedaan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis, yaitu foto dengan keadaan deepbite. Sedangkan pada lima foto lainnya tidak terdapat perbedaan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis.
Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis pada hampir semua foto, kecuali satu foto dengan keadaan deepbite, yang dinilai berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN.

Perception is a process of selecting, organizing and interpreting the input of sensory information to gain acomprehensionabout environment. Several studies had been conducted to evaluate comparation of dental aesthetic perceptions between the lay personsand orthodontists based on the Aesthetic Component of IOTN. The results of those studies still had differenceswith some previous studies. Because of the differences in results and yet no studies had been done in Indonesia with a different cultural background, the author found it interesting to study the topic more deeply.
The study was a descriptive cross-sectional study. Each group consisted of 42 respondents whereas each respondent was asked to compare six intra oralimages on a questionnaire sheet to the photos of Aesthetic Component. The six intra oral images were taken from six patients that represented the Aesthetic Componentimages.
From six intra-oral images on a questionnaire that had been compared to the overall pictures of Aesthetic Component, there wasan imagewhich hadgiven a different perception of dental aesthetics between the lay personsand orthodontists. It was animage with deepbite condition. Meanwhile, the rest ofimageshad no different perception of dental aesthetics between lay personand orthodontists.
The overall results showed that there was no different perception of dental aesthetics between the lay personsand orthodontists, exceptone image with deepbite condition, which was assessed based on the Aesthetic Component of IOTN.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31240
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tinnie Effendy
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi ortodontis dan orang awam Indonesia terhadap posisi bibir pada profil wajah orang Indonesia ras Deutero-Malayid.
Metode: Posisi bibir pada foto profil wanita ras Deutero-Malayid dimodifikasi secara digital dalam arah anteroposterior terhadap garis E Ricketts sehingga diperoleh tujuh posisi bibir. Ketujuh foto ini kemudian dinilai oleh 24 ortodontis dan 24 orang awam wanita ras Deutero-Malayid berusia 25-55 tahun. Penilaian dilakukan dengan metode Visual Analogue Scale (VAS) dan pemilihan satu posisi bibir yang paling disukai.
Hasil: Perbedaan persepsi ortodontis dan orang awam yang bermakna dapat ditemukan pada penilaian VAS posisi bibir atas -2 mm dan posisi bibir bawah 0 mm; posisi bibir atas +4 mm dan posisi bibir bawah +6 mm; sertaposisi bibir atas +6 mm dan posisi bibir bawah +8 mm. Baik ortodontis maupun orang awam memilih posisi bibir atas -2 mm dan posisi bibir bawah 0 mm sebagai posisi bibir yang paling disukai.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi ortodontis dan orang awam terhadap posisi bibir pada profil wajah dalam hal kekritisan penilaian namun terdapat kesamaan pemilihan posisi bibir.

Aim: The aim of this study was to compare the perception of Indonesian orthodontists and laypersons to various lip positions in Indonesian Deutero-Malayid facial profile.
Method: The lip position in a female Deutero-Malayid profile photo was digitally adjusted in anteroposterior direction from Ricketts' E-line to obtain seven lip positions. These seven photos were then assessed by 24 female orthodontists and 24 female laypersons (25-55 years). Assessment were done with Visual Analogue Scale (VAS) and selection of the most preferred lip position.
Result: Significant differences between perception of orthodontists and laypersons were found for upper lip -2 mm and lower lip 0 mm; upper lip +4mm and lower lip +6 mm; upper lip +6 mm and lower lip +8 mm. Orthodontists and laypersons selected upper lips -2 mm and lower lips 0 mm as the most preferred lip position.
Conclusion: There were significant differences between orthodontists' and laypersons' perception regarding evaluation criticality toward lip positions in facial profile. However, both groups show same preference for lip position.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anie Lestari
"Tujuan perawatan ortodonsi diantaranya mendapatkan profil wajah yang optimal. Para ortodontis berpendapat bahwa posisi bibir merupakan faktor yang sangat penting dalam menilai estetika wajah seseorang . Dalam upaya menegakkan diagnosa pada faktor estetika dan rencana perawatan ortodonsi sering timbul keraguan, karena saat ini masih dipakai norma standar ras Kaukasoid yang mungkin saja tidak sesuai untuk bangsa Indonesia. Seperti diketahui penilaian wajah cantik menarik sifatnya subjektif dan banyak dipengaruhi oleh perasaan, akan tetapi hasil perawatan yang diharapkan seharusnya bersifat subjektif dan objektif. Dengan demikian penilaian yang objektif dari masyarakat umum perlu sekali. Sebagai sampel, masyarakat Jawa dipilih secara acak oleh penulis dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian ini mendapatkan nilai posisi bibir pada wanita yang dipandang balk terhadap garis E dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa dan untuk mengetahui apakah nilai posisi tersebut sama dengan standar Kaukasoid yang diteliti oleh Chaconas.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menanyakan kepada 76 responden suku Jawa terhadap penilaian 25 serf gambar profil wajah tentang posisi bibir yang dianggap baik.
Hasil penelitian menunjukkan 52.7 % responden memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm dan bawah 0 mm dari garis E. 23.7 % memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm bibir bawah + 1.4 mm .
Penulis menyimpulkan bahwa posisi bibir yang dianggap baik dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa terhadap garis E Chaconas adalah - 0.58 mm untuk bibir atas dan 0 mm untuk bibir bawah . Posisi tersebut berbeda dengan standar Chaconas yaitu posisi bibir atas berada di depan nilai standar."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1995
T-4018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Visita Persia
"Pendahuluan: Perkembangan digital di bidang ortodontik semakin berkembang. Penggunaan intraoral scanner merupakan babak penting dalam evolusi ini. Intraoral scanner merupakan sebuah perangkat yang diproduksi untuk menghasilkan cetakan digital langsung dalam kedokteran gigi. Penggunaan model studi konvesional yang selama ini menjadi baku emas dalam penegakan diagnosis mulai bergeser. Penelitian mengenai penggunaan intraoral scanner akhir-akhir ini banyak dilakukan terutama untuk melihat akurasi. Namun di Indonesia belum ada yang mengamati dari segi persepi pasien. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan persepsi pasien terhadap pencetakan metode konvensional dengan pencetakan digital. Metode: Subjek penelitian sebanyak 46 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dicetak menggunakan teknik pencetakan konvensional (alginate) dan digital (3D intraoral scanner). Kemudian subjek penelitian diberikan kuesioner untuk menilai persepsi pasien menggunakan VAS (visual analogue scale). Hasil: Terdapat perbedaan signifikan secara statistik pada rasa nyaman, sensitifitas gigi atau gusi, kesan kesulitan bernapas, dan refleks tersedak selama prosedur teknik pencetakan dengan teknik konvensional maupun digital dengan nilai (p<0.05). Kesimpulan: Persepsi pasien terhadap rasa nyaman, sensitifitas gigi atau gusi, kesan kesulitan bernapas, dan refleks tersedak adalah bermakna secara statistik dimana teknik pencetakan digital lebih dipilih dibandingkan dengan teknik konvensional.

Introduction: Digital orthodontics are increasingly in this era. The use of intraoral scanners is an important chapter in this evolution. An intraoral scanner is a device manufactured to produce direct digital impressions in dentistry. The use of conventional study models, which have been the gold standard in making diagnosis, is starting to shift. Recently, much studies has been carried out regarding the use of intraoral scanners, especially to look at the accuracy. However, in Indonesia, no one has observed the differences of patient perception in conventional and digital impressions. Objective: This study aims to determine the differences of patient perception in conventional and digital impression. Methods: 46 subjects were obtained according to the inclusion criteria using conventional (alginate) and digital (3D intraoral scanner) impression techniques. Then the subjects were given a questionnaire to see the patient's perception and assessed using a VAS (visual analogue scale). Results: There was a statistically significant difference in the feeling of comfort, sensitivity of teeth or gums, feeling difficulty of breathing, and gagging reflex during the impression procedure with conventional and digital technique with p value <0.05. Conclusion: The patient perception of comfort, sensitivity of teeth or gums, feeling difficulty of breathing, and gagging reflex are statistically significant where digital impression techniques are preferred compared to conventional techniques."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Arief Wisesa
"The PAR (Peer Assessment Rating) Index is used by orthodontists around the world to calculate the severeness of a malocclusion. A malocclusion is a dental disease where the teeth are not properly aligned. In Indonesia, the number of malocclusion is relatively high. The occurrence of orthodontics who can treat malocclusion is also low in Indonesia. In 2013, a research is done to create the tele-health monitoring system to provide better treatment of malocclusion in Indonesia. The research is further improved by using different Adaptive Multiple Thresholding methods to segmentate the ima-ge. The result will be used to calculate the Centerline component of the PAR Index. The result is a system that could calculate the PAR Index automatically and is compared to the results using manual method.

Indeks PAR (Peer Assessment Rating) adalah suatu tolak ukur yang digunakan oleh dokter gigi spesialis orthodonti untuk menghitung tingkat keparahan maloklusi. Maloklusi adalah suatu penyakit gigi yang menyebabkan gigi tidak tersusun secara rata. Jumlah kasus maloklusi di Indonesia relatif tinggi. Jumlah dokter gigi spesialis orthodonti yang menangani kasus maloklusi adalah rendah di In-donesia. Pada tahun 2013, sebuah riset dilakukan untuk membuat sebuah telehealth monitoring sys-tem untuk mempermudah penanganan maloklusi di Indonesia. Riset ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan teknik segmentasi Adaptive Multiple Thresholding untuk mensegmentasi citra. Hasil dari segmentasi citra akan dilakukan perhitungan Centerline dari indeks PAR. Hasil akhir ada-lah sistem yang dapat melakukan perhitungan secara otomatis dan hasil dari perhitungan tersebut ak-an dibandingkan dengan perhitungan manual yang dilaukan oleh dokter gigi spesialis orthodonti."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrati Tjiptobroto
"Pengukuran tinggi muka bawah (TMB) dari beberapa pasien anak-anak yang mempunyai gigitan dalam dengan rasio "upper face height terhadap lower face height" (rasio UFH/LFH) didapatkan nilai yang bervariasi. Padahal TMB merupakan salah satu faktor dalam tata laksana gigitan dalam dan pemilihan jenis alat retensi. Maka penelitian ini bertujuan apakah pada gigitan dalam tidak selalu dijumpai TMB yang menurun dan apakah sudut palatomandibular (sudut PP-MP) yang lebih kecil dari normal menunjukkan TMB yang menurun.
Penelitian ini berdasarkan analisa vertikal dari sefalometri ronsenografik lateral, yang dilakukan pada anak-anak Indonesia yang datang di Klinik Pasca Sarjana FKG-Ul. Kriteria sampel adalah anak-anak dengan tumpang gigit lebih dari 50%, hubungan molar satu K1. I Angle dan belum pernah dirawat ortodonsi.
Uji statistik terhadap rasio UFH/LFH dan sudut PP-MP dengan chi kuadrat didapatkan nilai xa sebesar 0,51 dan 0,183 pada p=0,05 dan df=1. Pengujian terhadap kelompok sudut yang normal dan menurun dimana masing--masing kelompok didapati nilai rasio UFH/LFH normal dan meningkat didapatkan nilai x2' sebesar 15,384 dan 9,782 pada p.=:0,05 dan df=1.
Hasil penelitian menunjukkan pada gigitan dalam didapati TMB yang 'normal dan menurun. Penafsiran TMB menurut rasio UFH/LFH selalu sama dengan sudut PP-MP. Dan sudut PP-MP yang kurang dari normal menunjukkan TMB yang menurun. Kedua parameter ini cukup sensitif dan konsisten dalam menggambarkan TMB. Dengan penggunaan kedua parameter ini diharapkan pengukuran TMB lebih akurat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1995
T-9365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyudi
"[ABSTRAK
Pendahuluan: Pengukuran indeks PAR umumnya dilakukan secara manual. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka dikembangkan piranti lunak indeks PAR untuk membantu ortodontis dalam mengukur indeks PAR secara digital.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan hasil pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) secara manual dan digital. Material dan Metode:Enam puluh subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi dilakukan pemindaian dengan menggunakan alat pindai datar/scanner HP Scanjet G4050 sehingga didapatkan model studi digital dua dimensi (2D). Dilakukan pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) secara manual pada model studi konvensional dengan menggunakan penggaris plastik PAR dan pengukuran secara digital pada model studi digital 2D dengan menggunakan piranti lunak indeks PAR.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) pada model studi konvensional dengan model studi digital 2D (p>0,05).
Kesimpulan: Pengukuran pada model studi digital 2D sama akurat dengan model studi konvensional.

ABSTRACT
Introduction: Over the years, PAR index measurement is usually recorded using manual assessment. Along with the technology improvements, PAR index software are being developed to help orthodontists in measuring the PAR index digitally.
Objectives: The aim of this study is to compare the result of PAR score index (component 1-6)between the manual and digital measurement.
Materials and Methods: Sixty samples that match the inclusion criteria were scanned using HP Scanjet G4050 scanner device to obtain 2D digital study models. Manual measurements of the PAR score index (component 1-6) was assessed using PAR plastic ruler, while the 2D digital study models were measured using PAR index software.
Results:There were no significant differences between the measurement of PAR score index (component 1-6) in conventional and 2D digital study models (p>0,05).
Conclusions: The measurements on 2D digital study models are as accurate as conventional study models., Introduction: Over the years, PAR index measurement is usually recorded using manual assessment. Along with the technology improvements, PAR index software are being developed to help orthodontists in measuring the PAR index digitally.
Objectives: The aim of this study is to compare the result of PAR score index (component 1-6)between the manual and digital measurement.
Materials and Methods: Sixty samples that match the inclusion criteria were scanned using HP Scanjet G4050 scanner device to obtain 2D digital study models. Manual measurements of the PAR score index (component 1-6) was assessed using PAR plastic ruler, while the 2D digital study models were measured using PAR index software.
Results:There were no significant differences between the measurement of PAR score index (component 1-6) in conventional and 2D digital study models (p>0,05).
Conclusions: The measurements on 2D digital study models are as accurate as conventional study models.]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnawati
"Pencabutan gigi untuk keperluan perawatan ortodonti telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan studi pendahuluan untuk melihat "Kecenderungan perawatan ortodonti dengan pencabutan gigi ditinjau dari faktor usia, jenis kelamin dan maloklusi " pada pasien ortodonti di Jakarta periode tahun 1993 - 1995.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti dengan pencabutan cenderung meningkat pada periode tersebut, meskipun prosentasenya masih dalam rentangan 25 % - 85 % . Pasien perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki. Pada penelitian ini terlihat bahwa kelompok umur 13-17 tahun adalah yang terbanyak mendapat perawatan ortodonti dan maloklusi yang terbanyak dijumpai adalah maloklusi klas I.
Angka prevalensi dan data-data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pencabutan cukup sering menjadi pilihan dalam melakukan perawatan ortodonti, meskipun pasien masih berusia muda dan maloklusi bersifat dental."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-3747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Deswita
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan besar friksi kinetik antara kombinasi braket Stainless Steel (SS) Edgewise slot .018 dan kawatSS .017X.025, dengan kombinasi braket slot .022 dan kawat SS.019X.025 pada saat pergerakan sliding gigi kaninus.
Metode: Penelitian laboratoris ini terdiri dari 96 sampel yang terbagi atas dua kelompok slot braket, dan setiap kelompok slot braket terbagi atas empat kelompok beban tahanan. Besar friksi kinetik diukur dengan Universal Testing Machine merk ChatillonTM pada kedua kelompok slot braket saat pergerakan sliding gigi kaninus yang diberi beban tahanan 0, 50 gr, 100 gr, dan 150 gr.
Hasil: Friksi kinetik pada kelompok braket slot .018 lebih besar daripada slot .022 secara bermakna pada kelompok beban tahanan 0, 50 gr, dan 100 gr, namun tidak bermakna pada kelompok beban tahanan 150 gr. Besar friksi kinetik meningkat secara bermakna seiring peningkatan besar beban tahanan 50 gr, 100 gr, dan 150 gr pada kedua kelompok slot braket.
Kesimpulan: Friksi kinetik pada kombinasi braket SS Edgewise slot .018 dan kawat SS .017X.025 terjadi lebih besar daripada kombinasi braket slot .022 dan kawat SS .019X.025.

Objectives: The objective of this study was to compare kinetic frictional force of Stainless Steel (SS) Edgewise bracket between .018 slot coupled with .017X.025 SS wire and .022 slot coupled with .019X.025 SS wire in simulated sliding canine movement.
Methods: This in-vitro study was done to measure kinetic frictional force of 96 samples, divided into two bracket slot groups and each of bracket slot groups was divided into four retarding force groups. Kinetic frictional force was measured byChatillonTM UniversalTesting Machine for both bracket slot groups, in simulated sliding canine movement using 0, 50 gr, 100 gr, and 150 gr retarding forces.
Results: Kinetic frictional force was significantly greater for the .018 than .022 bracket slot in the 0, 50 gr, and 100 gr retarding force groups, but it was not significant in the 150 gr retarding force group. Frictional force increased with the increasing of the 50 gr, 100 gr, and 150 gr retarding forces for both bracket slot groups.
Conclusions: Kinetic frictional force of the .018 SS Edgewise bracket slot coupled with .017X.025 SS wire is greater than the .022 bracket slot coupled with .019X.025 SS wire.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saskia Paramita
"Latar Belakang: Kooperasi pasien merupakan faktor yang penting dalam perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui gambaran tingkat kooperasi pasien ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG UI.
Metode: Penelitian dilakukan pada 94 pasien ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG UI yang sudah dirawat selama paling sedikit 12 bulan. Pasien diminta mengisi kuesioner tentang tingkat kooperasi yang digambarkan melalui frekuensi kontrol rutin.
Hasil: 43,6% pasien tergolong kooperatif, 43,6% pasien tergolong cukup kooperatif, 7,4% pasien tergolong tidak kooperatif, dan 5,3% pasien tergolong sangat tidak kooperatif.
Kesimpulan: Sebagian besar pasien ortodonti cekat di RSGMP FKG UI tergolong kooperatif dan cukup kooperatif.

Background: Patient's cooperation is important in determining the result of orthodontic treatment.
Objective: To understand the cooperation level of patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI.
Methods: A descriptive study of 94 patients with fixed orthodontic treatment treated for at least 12 months. They're asked to fill a questionnaire about cooperation predicted by frequency of miss-appointment.
Results: 43.6% patients are cooperative, 43.6% patients are cooperative-enough, 7.4% patients are non-cooperative, and 5.3% patients are very non-cooperative.
Conclusion: Majority of patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI are cooperative and cooperative-enough."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S43926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>