Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168027 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Sulaiman Abidin
"Tujuan: Mendapatkan prevalensi kebutaan anak dan pola penyebabnya pada Panti Sosial Bina Netra (PSBN) di Pulau Jawa, identifikasi penyebab kebutaan yang dapat dicegah dan diterapi, serta menilai faktor-faktor risiko yang memepengaruhi pola penyebab kebutaannya.
Metode: Sebanyak 479 siswa dari 5 PSBN di Pulau Jawa diperiksa secara klinis dalam periode Desember 2005 - Januari 2006 dengan menggunakan format baku WI-10 untuk mengetahui penyebab kebutaannya. Data yang dianalisa adalah anak yang mempunyai usia di bawah 16 tahun atau onset kebutaannya terjadi di bawah usia 16 tahun (tajam penglihatan < 3160). Hubungan antara penyebab kebutaan yang dapat ditanggulangi dengan faktor sosiodernografi dan karakteristik medik dianalisa.
Hasil: Siswa yang tergolong kategori buta sebesar 95%; gangguan tajam penglihatan berat 4,6% dan gangguan tajam penglihatan ringan 0,4%. Kelainan anatomi yang terbanyak adalah kelainan bola mata (ptisis bulbi) 37,1%, diikuti retina (distrofi retina) 15,4%, lensa (katarak) 15,4% dan kelainan kornea (sikatrik kornea) 11,6%. Kelainan etiologi yang utama adalah kelainan yang etiologinya tidak diketahui 32,5%, diikuti kelainan genetik 30,8% (terutama distrofi retina) dan kelainan infeksi masa anak (terutama campak dan defisiensi vitamin A) 29,5%. Faktor risiko yang mempengaruhi pola penyebab kebutaan anak adalah riwayat perkawinan sedarah orang tua, riwayat keluarga dengan kelainan yang sama dengan subyek dan onset kebutaan
Kesimpulan: Pola penyebab kebutaan anak merupakan campuran kelainan herediter/ genetik dan infeksi pada masa kanak-kanak. Penyakit campak dan defisiensi vitamin A merupakan penyebab terbanyak kebutaan anak yang sebenarnya dapat dieegah, sedangkan katarak dan glaucoma/buftalmos merupakan kelainan yang sebenarnya dapat diterapi pada 5 buah PSBN di Pulau Jawa (Indonesia). Peningkatan strategi pencegahan primer perlu dilakukan dengan meningkatkan cakupan imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A. Pusat rujukan tarsier untuk oftalmologi pediatri perlu ditingkatkan untuk menangani kasus yang sebenarnya dapat diterapi dini seperti katarak dan glaukonia.

Aim: to obtain the prevalence and pattern causes of childhood blindness in schools for the blind in Java Island (Indonesia) with a view to determining potentially preventable and treatable causes. To evaluate risk factors that influences the pattern of causes of blindness.
Methods: Four hundred and seventy nine students in five schools for blind in Java island, Indonesia, were examined clinically during December 2005 until January 2006 using the standard WHO/PBL eye examination record for blindness and low vision form. Data were analyzed for those children with blindness visual acuity less than 3/60, aged less than 16 years or the onset of the visual loss younger than 16 years. Relations between avoidable causes of blindness and social demography or medical characteristics factors were analyzed.
Results: Most of the students (95%) were blind (BL); 4.6% were severe visual impairment (SVI) and 0.4% visual impairment (VI). The major anatomical site of blindness was whole globe (phthisis bulbi) in 37.1%, retina (retinal dystrophies) in 15.4%, Iens (cataract) in 15.4% and cornea (corneal scar) in 11.6%. The underlying causes of blindness were undetermined/ unknown in 32.5%, genetic diseases in 30.8% (mainly retinal dystrophies) and postnatal infection in 29.5% (mainly measles or vitamin A deficiency). The risk factors that influence the pattern of cause childhood blindness were consanguinity, presence of family history and onset of blindness since birth.
Conclusions: The major causes of blindness were a mixed pattern of hereditary/ genetic diseases and postnatal infection. Measles and vitamin A deficiency were the major causes of preventable blindness, while cataract and glaucoma/ buphthalmos were the major causes of treatable blindness. There is a need to strengthen current primary preventions strategies with improved the efficacy of immunization and vitamin A supplementation coverage. Tertiary referral centre for pediatric ophthalmology should be set up to manage treatable causes, such as cataract and glaucoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Zalfa Meutia Abubakar
"Pendahuluan: Lesi serebral intrakranial, khususnya tumor, awalnya dapat muncul sebagai gejala oftalmik akibat adanya massa dan/atau peningkatan tekanan intrakranial yang mengganggu jalur penglihatan, jaringan mata, dan saraf. Diagnosis dini tumor otak penting untuk mencegah gangguan penglihatan dan/atau kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Namun, rendahnya kesadaran pasien tentang pentingnya manajemen bedah saraf yang tepat waktu sering mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik untuk mengetahui kebutaan akibat tumor otak. Data dari 54 pasien pada tahun 2020, dikelompokkan berdasarkan karakteristik demografi, dianalisis untuk mengeksplorasi hubungan antara durasi dari timbulnya gejala hingga kunjungan medis pertama dan terjadinya kebutaan pada pasien tumor otak.
Hasil: 35 (64,81%) pasien tumor otak ditemukan mengalami kebutaan. Temuan penelitian ini mengungkapkan adanya hubungan antara kebutaan pada pasien tumor otak dan durasi dari timbulnya gejala hingga kunjungan medis pertama dan konsultasi bedah saraf. Pasien yang mengalami keterlambatan dalam berkonsultasi dengan dokter layanan primer dan/atau bedah saraf sejak gejala awal menunjukkan insiden kebutaan yang lebih tinggi, hal ini menunjukkan pentingnya mencari pertolongan medis segera.
Kesimpulan: Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya intervensi medis yang tepat waktu dan konsultasi bedah saraf khusus untuk mengurangi kejadian kebutaan di antara pasien tumor otak. Hal ini menekankan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat, sistem rujukan yang efisien, dan pertolongan medis yang cepat untuk meringankan beban kebutaan pada populasi pasien tumor otak.

Introduction: Intracranial cerebral lesions, particularly tumours, can initially present as ophthalmic symptoms due to masses and/or elevated intracranial pressure disturbing the visual pathway, ocular tissues, and nerves. Early diagnosis of brain tumours is crucial to prevent irreversible visual impairment and/or blindness. However, low patient awareness about the importance of timely neurosurgical management often results in delayed diagnosis and treatment.
Methods: This study utilized an analytic cross-sectional design to investigate blindness related to brain tumours. Data from 54 patients in 2020, stratified by demographic characteristics, were analyzed to explore the association between the duration from symptom onset to the first medical visit and the occurrence of blindness in brain tumor patients.
Results: 35 (64.81%) brain tumour patients were found to be blind. The study findings revealed an association between blindness in brain tumour patients and the duration from symptom onset to both the first medical visit and neurosurgery consultation. Patients experiencing delays in consulting a primary care physician and/or a neurosurgeon from the initial onset of symptoms exhibited a higher incidence of blindness, highlighting the importance of seeking prompt medical attention.
Conclusion: This study underscored the critical need for timely medical intervention and specialized neurosurgical consultation to mitigate the incidence of blindness among brain tumour patients. It emphasized the necessity for increased public awareness, efficient referral systems, and prompt medical attention to alleviate the burden of blindness in patients with brain tumour.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustaqim Prasetya
"Latar Belakang: Gangguan penglihatan adalah gejala kedua yang sering muncul pada tumor otak setelah nyeri kepala. Gejala gangguan penglihatan yang paling sering terjadi pada tumor otak adalah penurunan visus atau tajam penglihatan (low vision sampai kebutaan), sedang tanda yang paling sering dijumpai adalah atrofi n. optikus dan papilledema. Penurunan tajam penglihatan yang dialami penderita tumor otak dapat sangat berat hingga berupa kebutaan. Sampai saat ini belum terdapat data angka kejadian gangguan penglihatan sampai kebutaan pada tumor otak di Indonesia.
Metode: Sebagai studi potong lintang analitik, dikumpulkanlah data pasien penderita tumor otak di atas usia 6 tahun yang datang berobat ke poliklinik Bedah Saraf FKUIRSCM pasien September 2013 hingga Februari 2014 dari catatan rekam medis.
Hasil: Jumlah pasien tumor otak yang mengalami buta sebanyak 37 orang (34,6 %) dengan usia rata-rata 45,3 (SD 11,3 tahun). Sebesar 86,5 % penderita berada pada usia produktif 15-54 tahun. Dari 37 pasien tumor otak yang buta terlihat proporsi gejala penyerta terbesar adalah sefalgia (terutama sefalgia kronis), diikuti oleh gangguan oftalmologi lain. Data pemeriksaan funduskopi hanya ditemukan pada kurang dari 50 % penderita, dengan temuan yang terbanyak adalah papil atrofi.
Kesimpulan: Besar angka kebutaan pada pasien tumor otak menunjukkan bahwa kondisi ini tidak hanya menjadi masalah medis saja tetapi juga masalah sosial yang serius. Banyaknya jumlah pasien tanpa data funduskopi menandakan masih lemahnya standar pemeriksaan neurooftalmologi ataupun pencatatan yang ada saat ini, padahal pemeriksaan funduskopi berperan sangat penting mendeteksi dini kejadian tumor otak pada pasien dengan gangguan penglihatan.

Background: Vision impairment is the second most common symptom in brain tumor after headache, with decreased visual acuity or low vision as its most common manifestation, and optic nerve atrophy and papilledema as its most common sign. Blindness may be the final outcome of this impairment. Until now, there is no data regarding the prevalence of vision impairment in brain tumor patient in Indonesia.
Method: As a analytic cross-sectional study, data is collected from the medical record regarding brain tumor patient above the age of 6 years old who were seen in the neurosurgery facility in FKUI-RSCM from September 2013 to February 2014.
Result: As much as 37 patient (34,6%) brain tumor patient were found to be blind; mean age was 45,3 years old (SD 11,3 years old), with 86,5% patient was in the productive age 15-54 years old. The commonest related symptoms was headache (especially chronic headache), followed by other ophthalmologic symptoms. Funduscopy data was found only in less than 50% patient; the commonest finding was optic nerve atrophy.
Conclusion: Blindness rate in brain tumor patient is not just a medical issue, but also a social one. Funduscopy usage must be encouraged more to provide early detection for brain tumor patient with vision impairment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Irfan Amrullah
"Metode daltonization merupakan salah satu metode image enhancement yang dapat membantu persepsi citra bagi orang-orang yang memiliki buta warna merah. Proses daltonization adalah sebuah proses untuk mengubah warna pada citra menjadi warna yang dapat dibedakan oleh orang-orang yang memiliki buta warna. Pada penelitian ini algoritma daltonization diaplikasikan terhadap berbagai kategori citra berwarna, yaitu Ishihara Test, objek sehari-hari, dan permainan komputer. Pada penelitian ini, kami mengimplementasikan optimisasi pada algoritma daltonization dan membandingkan hasilnya dengan algoritma sebelum dioptimisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan dari nilai ∆E color difference algoritma hasil modifikasi berhasil dalam membuat perbedaan warna pada citra bagi orang-orang yang memiliki buta warna merah dibandingkan algoritma awal. Selain itu, berdasarkan nilai Mean Opinion Score (MOS) dengan skala Absolute Category Rating (ACR) performa dari algoritma-algoritma ini terbagi dua. Algoritma daltonization hasil modifikasi meraih nilai lebih tinggi untuk responden yang memiliki buta warna merah total atau Protanopia. Untuk responden yang memiliki buta warna merah parsial atau Protanomali, algoritma daltonization yang telah dioptimisasi masih menemui kendala dalam meningkatkan kualitas citra objek sehari-hari dan permainan komputer, namun sudah berhasil membantu mereka dalam membedakan citra Ishihara Test.

Daltonization is one methods that is helpful in aiding color image perception for people with red color vision deficiency (CVD). Daltonization is a process to change colors in an image to colors that can be differentiated by people with CVD. In this study, a previously proposed daltonization algorithm was applied to various types of images, i.e., Ishihara Test, daily life objects, and game screenshots. The daltonization algorithm was then optimized and its results were compared to the daltonization algorithm before being optimized. The results showed that based on ∆E color difference, the optimized daltonization algorithm was successful in increasing the color differences to a notable difference for people with red CVD compared to its initial version. Furthermore, the results by Mean Opinion Score (MOS) and Absolute Category Rating (ACR) scale showed that the optimized daltonization algorithm obtained a higher score, meaning it was preferred by respondents with full red CVD or Protanopia. For respondents with partial red CVD or Protanomaly, the optimized algorithm met difficulties in enhancing the daily life objects and game screenshots images, but was effective in helping them to differentiate colors in Ishihara Test images."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Areta
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara psychological well being pada orang tua dan keterampilan sosial anak tunanetra usia 6-12 tahun. Pengukuran
psychological well being menggunakan alat ukur Psychological Well Being Scales (Ryff, 1995) dan pengukuran keterampilan sosial menggunakan alat ukur Social Skills Rating Systems-
Parents Form (Gresham dan Elliott, 1990). Partisipan berjumlah 31 orang yang merupakan orang tua anak tunanetra usia 6-12 tahun di SLBA Pembinaan, Lebak Bulus. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara psychological well being orang tua dengan keterampilan sosial anak tunanetra (R = 0.444; p = 0.326, tidak signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, psychological well being orang tua tidak mempengaruhi keterampilan sosial anak tunanetra. Selain itu, dimensi psychological well being yang memberikan sumbangan paling besar yaitu positive relation with others. Berdasarkan hasil tersebut, anak tunanetra perlu dilibatkan dalam kegiatan sosial yang dilakukan orang tua

Abstract
This research was conducted to find the correlation between parents psychological well being and social skills among children who is blind. Psychological well being was measured using a psychological well being scales (Ryff, 1995) and social skills was measured by social skills
rating systems- parents form (Gresham & Elliott, 1990). The participants of this research are 31 persons who have a blind child age 6-12 years at SLBA Pembinaan, Lebak Bulus. The main results of this research show that psychological well being positively correlated with social skills
of children but, their correlation is not significant (R= 0.444; p: 0.32, not significat at L.o.S 0.05). That is, psychological well being of parents is not affect social skill of their children who is blind. Furthermore, the biggest contribution dimension of psychological well being is positive
relation with others. Based on this results, children who is blind need to be involve with parents social activity, as one way to encourage children?s social skills who is blind."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Sheffildi Manaf
"Buta warna adalah kelainan pada retina mata yang menyebabkan penyandangnya tidak bisa mengenali atau membedakan warna tertentu. Ketidakmampuan mengenali warna ini berpotensi menyebabkan berbagai kesulitan bagi para penderitanya dalam kehidupan sehari-hari. Kelainan buta warna tidak bisa disembuhkan. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk membantu penyandang buta warna membedakan warna adalah dengan menggunakan alat bantu.
Dalam skripsi ini, dikembangkan aplikasi bantuan penderita buta warna untuk platform sistem tertanam berbasis Windows Embedded Standard 2009, .NET Framework, OpenCV library serta EmguCV Wrapper. Sistem ini terdiri dari beberapa fitur pengenal warna yang diterapkan dengan konsep realitas tertambah. Implementasi sistem yang dibahas pada skripsi ini meliputi sistem bantu yang dikembangkan dengan konsep realitas tertambah suara, dengan tujuan membantu penyandang buta warna mengenali warna dengan media suara melalui interaksi jari pengguna pada objek warna. Sistem ini mendapatkan hasil yang cukup memuaskan berdasarkan pengujian dan tanggapan dari para responden.
Hasil pengujian interaksi jari menunjukkan tingkat deteksi jari mencapai 89.6% untuk metode klasifikasi kulit dengan format warna HSV. Sedangkan, tingkat deteksi jari menggunakan metode klasfikasi kulit dengan format YCbCr mencapai 87.5%. Selain itu, tingkat pengenalan warna yang didapat mencapai tingkat yang baik untuk mayoritas warna-warna tertentu yang diuji.

Color blindness is an anomaly which happened in retinal of eye(s) which prevent the patient to recognize or differentiate certain colors. The disability of the patient to recognize color is potential to cause problems to the patient in daily life. Color blind cannot be cured. Therefore, the only one method to help color blind people to recognize or differentiate color is with a vision aid kit.
In this final project, color blind aid system for embedded platform based on Windows Embedded Standard 2009, .NET Framework, OpenCV library and EmguCV Wrapper developed. There will be kind of color recognition features implemented with augmented reality concept in the system. Specifically, this paper explains the implementation of aid system, which is developed with sound augmented reality concept and finger interaction between user and colored object. This system receives good enough result according to system testing which has been done and responses from respondents.
The result of finger interaction test shows that the fingertip detection rate reaches 89.6% for skin classification method with HSV color space. Meanwhile, fingertip detection rate reaches 87.5% for skin classification method with YCbCr color space. Furthermore, color recognition rate achieved good result for majority of certain tested color types.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S93
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosikin
"ABSTRAK
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua terbesar di duniasetelah katarak. Diperkirakan akan ada 79,4 juta pasien glaukoma pada tahun 2020 diseluruh dunia, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 0,5 . Gejala glaukoma seringtidak disadari karena menyerupai gejala penyakit lain sehingga diagnosis glaukomaterlambat yang mengakibatkan terjadinya kebutaan total. Dari hasil penelitian seminatglaukoma tahun 2013-2014 di Poliklinik Mata RSCM didapatkan 64 pasien denganglaukoma sudut terbuka 51,4 kondisi lanjut, 13,5 sudah buta total, 76 pasiendengan glaukoma sudut tertutup 41,4 kondisi lanjut, 26,4 buta total. Tujuan:Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengankepatuhan kontrol pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP. Dr. CiptoMangunkusumo tahun 2017.Metode: Penelitian menggunakan rancangan crossectional. Populasi adalah pasienglaukoma yang berkunjung di Poliklinik Mata RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo bulanJuli-September 2017. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan skala sikap.Hasil: Kepatuhan kontrol pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Dr. CiptoMangunkusumo bulan Juli-September 2017 adalah 74 . Berdasarkan analisis bivariatdidapatkan variabel yang berhubungan dengan kepatuhan kontrol pasien glaukomaadalah lama menderita 0,000 , tingkat pengetahuan 0,000 , motivasi berobat 0,000 ,dukungan keluarga 0,000 dan peran tenaga kesehatan 0,000 . Berdasarkan analisismultivariat, motivasi berobat mempunyai pengruh terbesar dalam kepatuhan kontrolpasien glaukoma OR =12.015 . Kesimpulan: Perlunya peran serta keluarga, tenagakesehatan dalam memberikan dukungan terhadap pasien glaukoma supaya timbulmotivasi untuk disiplin dalam program pengobatan dan patuh untuk kontrol sesuaijadwal.Kata kunci: Kepatuhan kontrol, glaukoma, rumah sakit
ABSTRACTName ROSIKINStudy Program ILMU KESEHATAN

ABSTRACT
Background Glaucoma is the second largest cause of blindness in the world aftercataracts. It is estimated that there will be 79.4 million glaucoma patients by 2020worldwide, the prevalence of glaucoma in Indonesia is 0.5 . Symptoms of glaucomaare often unrecognized because they resemble other symptoms of the disease so that thelate glaucoma diagnosis results in total blindness. From the research of glaucomaseminar in 2013 2014 in RSCM, 64 patients with open angle glaucoma were 51,4 advanced condition, 13,5 were totally blind, 76 patients with closed angle glaucoma41,4 advanced condition, 26, 4 total blindness. Objective The objective of thisresearch is to know what factors are related to compliance control of glaucoma patientsin Poliklinik Mata RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo in 2017.Methods The study used crossectional design. The population is glaucoma patientswho visit the Eye Poliklinik Mata RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo from July September 2017. The instrument used is questionnaire with attitude scale. Results Compliance of control of glaucoma patients at Eye Polyclinic of Dr. CiptoMangunkusumo from July to September 2017 is 74 . Based on the bivariate analysis,the variables related to the control compliance of glaucoma patients were long suffering 0,000 , knowledge level 0,000 , treatment motivation 0,000 , family support 0,000 and the role of health workers 0.000 . Based on multivariate analysis, motivation ofmedication has the biggest influence in compliance control of glaucoma patients OR 12.015 . Conclusion The need for family participation, health personnel in providingsupport to glaucoma patients to generate motivation for discipline in treatment programsand adherence to controls on schedule.Keywords Compliance control, glaucoma, hospital
"
2017
T50924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Sulaiman Abidin
"Aim: To obtain the prevalence and pattern causes of childhood blindness in schools for the blind in Java island (Indonesia) with a view to determining potentially preventable and treatable causes. To evaluate risk factors that influence the pattern of causes of blindness.
Methods: Four hundred and seventy nine students in five school for blind in Java island, Indonesia, were examined clinically during December 2005 until January 2006 using the standard WHO/PBL eye examination record for blindness and low vision form. Data were analyzed for those children with blindness visual acuity less than 3/60, aged less than 16 years or the onset of the visual loss younger than 16 years. Relation between avoidable causes of blindness and social demography or medical characteristics factors were analyzed.
Results: Most of the students (95%) were blind (BL); 4.6% were severe visual impairment (SVI) and 0.4% visual impairment (VI). The major anatomical site of blindness were whole globe (pthisis bulbi) in 37.1%, retina (retinal dystrophies) in 15.4%, Iens (cataract) in 15.4% and cornea (corneal scar) in 11.6%. The underlying causes of blindness were undetermined/ unknown in 32.5%, genetic diseases in 30.8% (mainly retinal dystrophies) and postnatal infection in 29.5% (mainly measles or vitamin A deficiency). The risk factors that influence the pattern of cause childhood blindness were consanguinity, presence of family history and onset of blindness since birth.
Conclusions: The major causes of blindness were a mixed pattern of hereditary/ genetic diseases and postnatal infection. Measles and vitamin A deficiency were the major causes of preventable blindness, while cataract and glaucoma/ buphthalmos were the major causes of treatable blindness. There is a need to strengthen current primary preventions strategies with improved the efficacy of immunization and vitamin A supplementation coverage. Tertiary referral centres for paediatric ophthalmology should be set up to manage treatable causes, such as cataract and glaucoma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Sri Ananto
"ABSTRAK
Penderita buta warna umumnya sering mengalami kesulitan dalam membedakan warna tertentu, bahkan untuk penderita buta warna total, mereka hanya dapat melihat dalam warna hitam, putih, dan abu-abu saja. Kelainan persepsi warna tersebut menimbulkan permasalahan yang banyak dialami oleh penderita buta warna, mulai dari aktifitas sehari-hari sampai masalah pendidikan. Salah satu solusi untuk membantu permasalahan tersebut adalah dengan membangun sistem bantuan menggunakan teknik pengolahan citra dan menerapkan teknologi augmented reality. Dalam implementasi sistem bantuan tersebut, penelitian ini difokuskan pada perancangan antarmuka pengguna sistem bantuan penderita buta warna dan pengembangan sistem tes buta warna pada perangkat Windows Phone 7, serta pembuatan sistem transformasi warna pada perangkat bergerak, maupun sistem tertanam. Perancangan antarmuka pengguna sistem bantuan penderita buta warna untuk platform Windows Phone 7 diimplementasikan menggunakan Microsoft Expression Blend berdasarkan prinsip barrier-free. Pengujian buta warna bagi pengguna digunakan metode Ishihara, dan untuk transformasi warna diterapkan teori Dalton dengan menggunakan pemrograman bahasa C# dengan tambahan library EmguCV. Analisis pengujian sistem ini membuktikan bahwa penerapan metode Ishihara untuk sistem tes buta warna memberikan hasil akurasi yang tinggi dengan persentase 100% dari 10 kali pengujian. Metode Daltonisasi untuk sistem transformasi warna memberikan hasil optimal untuk memperjelas objek pada citra berwarna ambigu. Pada perangkat tertanam, persentase kondisi citra yang dapat terlihat sangat jelas adalah 74%, dan 37% untuk perangkat bergerak.

ABSTRACT
People with color blindness often have difficulty in distinguishing certain colors. Even for people with total color blindness, they can only see in black, white, and gray colors. Deficiency of color perception is causing many problems experienced by people with color blindness, from daily activities to educational issue. One solution to help this problem is to build an aid system using image processing techniques and applying augmented reality technologies. In the system implementation, research has focused on designing the user interface of color blind aid system and color blindness test system for Windows Phone7 device, and also developing color transformation system for mobile and embedded device. The design of color blind aid system user interfaces for Windows Phone 7 platform is implemented using Microsoft Expression Blend based on barrier-free principle. Color blindness test system using Ishihara method, and the application of Dalton?s theory to transform color using C# programming language with additional EmguCV library. Analysis of the test in the implementation proves that the implementation of Ishihara method for color blindness test system provides high accuracy results with the percentage of 100% of 10 times testing. Dalton method for color transformation system provides optimal results in clarifying ambiguous colored objects, especially for color blind people. In embedded device the visibility percentage is 74% meanwhile in mobile device the visibility percentage is only 37%."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1269
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>