Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92981 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fathan Nautika
"Hukum lingkungan disusun sebagai bentuk perlindungan atas lingkungan hidup. Dari sistem hukum lingkungan tersebut, terkandung didalamnya berbagai prinsip dalam penegakan hukum lingkungan. Prinsip pencegahan adalah salah satu prinsip yang bertujuan melindungi lingkungan sebelum terjadinya kerusakan. Selain prinsip pencegahan terdapat juga prinsip kehati-hatian. Prinsip ini menjadi prinsip yang sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang serius dan tidak dapat dipulihkan. Pada prinsip-prinsip inilah kita menggantungkan masa depan alam kita agar tetap terjaga, berkelanjutan dan dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Mengajukan gugatan tata usaha negara atas izin kegiatan dan/atau usaha yang potensial merusak lingkungan merupakan salah satu langkah pemenuhan prinsip tersebut.

Environmental law constructed as protection for environment. In that environmental law system, various principle of environmental law enforcement contained. Preventative principle is one of the principles that aim to protect the environment before damage occurs. Besides preventative principle there is also precautionary principle. This principle is become very important in environmental law enforcement to prevent serious and irreversible damage to the environment. In that principles we depend our future so that protected, sustainable, and the next generation can take advantage from the environment. Filing administrative law suit on permit activity and/or business that potentially damage the environment is an effort to fulfill that principle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43627
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Awiati
"Peran Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menjalankan mandat dan kewenangannya telah dilengkapi dengan seperangkat peraturan, kelembagaan dan mekanisme untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Selain itu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah melengkapi berbagai instrumen akuntabilitas untuk dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukannya. Akuntabilitas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai bagian dari pemerintahan yang demokratis telah berjalan dengan cukup baik. Permasalahannya adalah, mengapa Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah dilengkapi berbagai peraturan perundangan, kelengkapan kelembagaan serta mekanisme pengawasan dan sanksi tidak berbanding lurus dengan hasil kinerja yang diharapkan, yaitu berkurangnya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia.Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa masalah yaitu; Bagaimana akuntabilitas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Penegakan Hukum Lingkungan Administrasi di Indonesia? Bagaimana jaminan peran serta masyarakat dalam menjaga akuntabilitas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam penegakan hukum lingkungan administrasi di Indonesia? Serta bagaimana akuntabilitas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan peran serta masyarakat dalam kasus Gemulo?

The role of the Government in this case the Ministry of Environment and Forestry to carry out government affairs in the field of environmental protection and management has been complemented by a set of regulations, institutions and mechanisms to prevent environmental damage.In addition to that, the Ministry of Environment and Forestry has also equipped itself with various instruments of accountability. The accountability of the Ministry of Environment and Forestry as part of a democratic government has worked quite well.The problem is, why the Ministry of Environment and Forestry that has been equipped with various laws and regulations, institutional and supervisory mechanisms and sanctions are not directly proportional to the expected performance results, namely the reduction of pollution and environmental degradation in Indonesia.In this paper will be discussed on several issues namely What is the accountability of the Ministry of Environment and Forestry in Enforcement of Environmental Administrative Laws in Indonesia What is the guarantee of public participation in maintaining the accountability of the Ministry of Environment and Forestry in the enforcement of administrative environment law in Indonesia And how is the accountability of the Ministry of Environment and Forestry and community participation in Gemulo case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handarbeni Imam Arioso
"Tesis ini membahas gugatan administratif terhadap izin lingkungan terkait dengan upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui peradilan administrasi. Rezim hukum lingkungan hidup di Indonesia pada saat ini diatur dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) serta peraturan-peraturan pelaksananya. Dalam Pasal 38 UU PPLH disebutkan bahwa izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara. Pengujian izin lingkungan tersebut diajukan dengan gugatan melalui pengadilan tata usaha negara dengan mendasarkan pada alasan-alasan pembatalan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (2) UU PPLH serta mengacu pada alasan-alasan pembatalan yang diatur dalam Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara itu sendiri. Selain itu dasar hukum pengajuan gugatan administratif terhadap izin lingkungan diatur khusus dalam Pasal 93 ayat (1) UU PPLH. Namun demikian, dalam prakteknya di peradilan tata usaha negara, penerapan Pasal 93 ayat (1) UU PPLH tersebut dilaksanakan secara berbeda-beda oleh Majelis Hakim peradilan tata usaha negara. Perbedaan penerapan tersebut diakibatkan oleh rumusan atau anasir Pasal 93 ayat (1) UU PPLH yang bersifat multitafsir karena mengandung frasa bersyarat yang berpotensi ditafsirkan sebagai pembatasan/pengecualian kompetensi absolut peradilan tata usaha negara untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan izin lingkungan sebagai obyek gugatan. Dalam Tesis ini akan diuraikan analisis mengenai penerapan Pasal 93 ayat (1) UU PPLH tersebut khususnya mengenai gugatan administratif terhadap izin lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara dalam pengumpulan data, kemudian data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

This thesis discusses administrative claims on environmental permits in relation to efforts to resolve environmental disputes using administrative courts. Indonesia's currently prevailing environmental law regime is regulated by Law Number 32 year 2009 regarding the Protection And Management of the Environment (UU PPLH) with its bylaws. Article 38 of the UUPLH states that environmental permits can be revoked through a decision of the State Administrative Court. The review of said environmental permit is initiated by the submission of a claim through the State Administrative Court using the reasons for revocation as set out in article 37 paragraph (2) of the UU PPLH as well as referring to the reasons for revocation in the State Administrative Court Law itself. In addition to the above, the legal grounds for submitting an administrative claim against an environmental permit is specifically regulated in Article 93 paragraph (1) of the UU PPLH. However, in practice in the State Administrative Court, the council of judges applied Article 93 paragraph (1) of the UU PPLH in a diverse. Said diversity in application is caused by the multi-interpretative nature of the elements of article 93 paragraph (1) of the UUPLH because it contains a conditional phrase that can potentially be interpreted as a limitation/exclusion of the State Administrative Court?s absolute competence to examine, review, and decide on environmental permits as the object of a claim. This thesis will explain the analysis on the application of said Article 93 paragraph (1) of the UU PPLH especially regarding administrative claims on environmental permits. This research is a normative legal research by using a library study and interview technique for its data resources, then the obtained data will be analyzed using a qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bell, Stuart
London: Blackstone Press , 2000
344.046 BEL e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Partogi, Emanuel Sion
"Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997, 2015, dan 2019 menyebabkan kerugian bagi masyarakat di Singapura dan Malaysia. Hal ini dapat menjadi dasar menggugat perbuatan melanggar hukum bagi pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, tumpahan minyak dalam kasus Sanda v PTTEP Australasia (2009) menyebabkan kerugian bagi sekelompok petani rumput laut di Rote, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Adapun minyak tersebut berasal dari kilang minyak milik PTTEP Australasia yang beroperasi di wilayah Pulau Ashmore dan Cartier, Australia. Adanya pencemaran lintas batas negara menyebabkan suatu persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI), jika muncul gugatan perbuatan melanggar hukum atas pencemaran tersebut. Oleh karenanya penting untuk menentukan hukum yang berlaku atas gugatan perbuatan melanggar hukum tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pencemaran telah terjadi berdasarkan hukum nasional negara tertentu dan akibat-akibat dari pencemaran tersebut, contohnya pembayaran ganti rugi. Penelitian ini akan membandingkan kaidah HPI Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Australia. 

Forest Fires that occurred in Indonesia in 1997, 2015, and 2019 caused massive losses for the citizens of Singapore and Malaysia. On this basis, the plaintiff can file a tort lawsuit to sue for damages. On the other hand, the oil spill in the case of Sanda v PTTEP Australasia (2009) also caused damage to a group of seaweed farmers in Rote, East Nusa Tenggara, Indonesia. In addition, the oil spills came from the wellhead owned and operated by PTTEP Australasia. The wellhead itself is located in the Territory of Ashmore and Cartier Islands, Australia. The presence of pollution across the nation’s border gives rise to the Private International Law issue if the party files the lawsuit. Therefore, determining the applicable law is foremost to analyse. It aims to know whether environmental damage has occurred regarding certain national laws and the outcomes from the damage, e.g., compensation settlement. This research will compare Indonesian, Singaporean, Malaysian, and Australian Private International Law.  "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard, Leonardo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S26038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hida Lazuardi
"Amdal merupakan instrumen yang penting dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dengan diaturnya Amdal dalam sistem hukum, diharapkan berbagai keputusan tentang penyelenggaraan kegiatan atau usaha didasari oleh suatu kajian mengenai dampak penting yang ditimbulkan. Namun penerapan Amdal tidak selalu berjalan dengan baik, dalam berbagai kasus ditemui pihak yang merasa dirugikan akibat pejabat yang menerbitkan keputusan tata usaha negara yang mensyaratkan Amdal, berdasarkan Amdal yang tidak partisipatif, tidak ilmiah, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau bahkan tidak dilengkapi Amdal sama sekali. Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara adalah mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara untuk memohon pembatalan keputusan tata usaha negara. Penelitian ini menunjukan bahwa permasalahan Amdal dipertimbangkan oleh hakim sebagai dasar untuk membatalkan berbagai keputusan tata usaha negara yang mencakup keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin lingkungan, izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan izin usaha. Lebih jauh lagi, penelitian ini juga menunjukan bahwa keberadaan Amdal tidak menghalangi gugatan administratif. Melainkan suatu keputusan tata usaha negara tetap dapat dibatalkan oleh hakim apabila Amdal yang mendasarinya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah ilmiah.

Environmental Impact Assessment is an important instrument in Indonesian environmental management system. Since Environmental Impact Assessment is regulated in the legal system, it is expected that decisions about human activities and business be based on a study regarding major environmental impact. Unfortunately the implementation of Environmental Impact Assessment are not always going well, in many cases people feels harmed by decisions as authority takes decisions based on a problematic Environmental Impact Assessment that fails to accommodate public participation, unscientific, unlawful, fails to asses various environmental impacts, or even without Environmental Impact Assessment at all. One of the option that can be taken by those whose harmed is starting an administrative claims using administrative courts to abort administrative decisions based on those problematic Environmental Impact Assessment. This study shows that the court has acknowledge problems in Environmental Impact Assessment as a reason to abort administrative decisions including keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin lingkungan, izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, and izin usaha. Further, this study also shows that having an Environmental Impact Assessment does not deny administrative claims. A administrative decisions can be aborted by administrative judge if there is a problem in the Environmental Impact Assessment is unlawful or unscientific."
2020: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nank Kusna Buchari
"Kegiatan pembangunan industri sebagai salah satu penunjang pembangunan nasional harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Peraturan PerUndang-Undangan. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pembangunan industri diarahkan untuk menuju kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri dengan selalu memelihara kelestarian flmgsi lingkungan hidup.
Penegakan Hukum Lingkungan Industri yang dilaksanakan oleh aparat Kepolisian baik sebagai individu, sebagai fungsi dan sebagai organ sangat penting dalam mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup baik sebagai akibat pembangunan industri maupun akibat limbah dan kegiatan usaha industri, dalam mewujudkan pembangunan industri berwawasan lingkungan sebagai diatur antara lain dalam Undang-undang No.4 Tahun 1982, PP No 13 Tahun 1987 Tentang Izin Usaha Industri jo PP No 51 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan jo SK. Menteri Penndustnan No. 291/M/SK/10/1989 Tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri jo SK. Menteri Perindustrian No.l34/M/4/1988 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Sebagai Akibat Kegiatan Usaha Industro jo KEPPRES No. 77 Tahun 1994 Tentang BAPEDAL jo Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan jo Undang-Undang Kepolisian RI No. 13 Tahun 1961 jo Undang-Undang HAP No. 8 Tahun 1981.
Pencegahan pencemaran yang meliputi antara lain pemilihan lokasi sesuai RUTR, pembuatan AMDAL, pengolahan dan lain-lain serta penanggulangan, seperti penetapan kualitas limbah dan nilai ambang batas bagi lingkungan, penanganan limbah melalui daur ulang dengan mengikuti prosedur Administrasi Pemerintah Daerah setempat.
Adanya kemungkinan perusahaan kawasan industri diberikan batas waktu tiga tahun untuk tidak menyusun RKL, RPL setelah persetujuan prinsip dikeluarkan, sebagaimana dimaksud SK. Menteri Perindustrian No. 291/M/SK/10/1989, dan hanya adanya kewajiban menyusun ANDAL, RKL dan RPL apabila ada dampak penting pada tingkat izin tetap sebagaimana diatur di dalam PP No. 51 Tahun 1993 tentang ANDAL, maka memberi peluang pada tingkat persetujuan prinsip bag! perusahaan industri terjadinya pencemaran dan kerusakan Hngkungan hidup, sebab pencemaran dan kerusakan itu dapat terjadi tidak saja setelah usaha industri itu beroperasi, tapi dapat juga pada tahap persiapan dan usaha pembangunan industri. Keadaan ini menjadikan tidak efektifnya peratuaran Izin Usaha Industri dalam rangka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran industri terhadap lingkungan hidup. Di sinilah diperlukan suatu kebijakan yang merupakan suatu strategi penegak hukum dalam rangka menunjang pembangunan berwawasan lingkungan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas kebijakan dalam Penegakan Hukum Lingkungan dan tingkat kesadaran lingkungan para pengusaha dan masyarakat lingkungan industri. Di samping itu, dengan penelitian ini juga ingin diketahui (1) Perbedaan persepsi antara kelompok Pengusaha, Pengelola Lingkungan, dan pandangan Masyarakat Lingkungan Industri mengenai kualitas kebijakan dalam Penegakan Hukum Lingkungan (penyidikan di lingkungan industri). (2) Perbedaan persepsi antara kelompok Pengusaha, Pengelola Lingkungan dan Masyarakat Lingkungan Industri mengenai tingkat kesadaran lingkungannya. (3) Hubungan antara kualitas Kebijakan Penegakkan Hukum Lingkungan dengan Tingkat Kesadaran Masyarakat Lingkungan Industri menurut persepsi Kelompok Pengusaha, Pengelola Lingkungan, dan Masyarakat Lingkungan Industri itu sendiri.
Pelaksanaan penelitian ini di wilayah hukum POLDA JABAR dan khususnya di daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sepanjang Sungai Citarum dari mulai Desa Sapan sampai dengan Bandung Selatan dengan memakan waktu selama (enam) bulan (dari mulai April sampai dengan September Tahun 1996). Metode penelitian ini digunakan metode survei dengan besar sampel seluruhnya 100 Responden untuk kelompok Pengelola Lingkungan 37 orang, kelompok Pengusaha 27 orang dan Masyarakat Lingkungan Industri 36 orang.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner, baik untuk kelompok Pengusaha, kelompok Pengelola Lingkungan, dan kelompok Masyarakat Lingkungan Industri. Jumlah pertanyaan seluruhnya ada 181 butir. Untuk kelompok Pengusaha terdiri atas 80 butir mengenai materi kebijakan manajemen Penegakan Hukum Lingkungan, dan 39 butir untuk tingkat Kesadaran Lingkungan Industri, 62 butir untuk Administrasi Penegakkan Hukum Lingkungan. Sedangkan kelompok Pengelola Lingkungan jumlah butir instrumennya sebanyak 80 butir pernyataan tentang materi Kebijakan dalam Penegakkan Hukum Lingkungan, 39 butir tentang Tingkat Kesadaran Lingkungan. Sementara itu untuk kelompok Masyarakat Lingkungan Industri instrumennya adalah 80 butir tentang materi Kebijakan dalam Penegakkan Hukum Lingkungan dan 39 butir materi tentang tingkat Kesadaran Lingkungan Industri. Dari jumlah butir masing-masing instrumen, seluruhnya tidak diujicobakan, tetapi telah diperhitungkan tentang tingkat validitas dan reabilitasnya. Teknik analsis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, ANOVA satu jalan dan korelasi sederhana pada taraf signifikansi a = 5%. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Findley, Roger W.
St. Paul, Minnesota: West Publishing, 1983
344.046 FIN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McCaffrey, Stephen C.
St. Paul: Thomson/West, 2009
340 MCC g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>