Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kristiono Utama
"ABSTRAK
Diseluruh negara di dunia yang telah memiliki Hukum Persaingan Usaha, praktek
persekongkolan merupakan pelanggaran yang sangat sulit untuk dibuktikan. Hal
ini dikarenakan dalam penanganan kasus-kasus persekongkolan pada umumnya
para penegak Hukum Persaingan Usaha kesulitan untuk menemukan bukti-bukti
langsung (direct evidence), mengingat pada umumnya perjanjian untuk
bersekongkol tidak berupa perjanjian tertulis. Menyikapi permasalahan ini,
muncul praktek-praktek pembuktian persekongkolan tender dengan indirect
evidence oleh berbagai penegak Hukum Persaingan Usaha di negara-negara dunia.
Pada prakteknya di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
bergantung kepada adanya indikasi komunikasi antar pelaku tender untuk
menyimpulkan adanya persekongkolan tender. Umumnya persekongkolan tender
yang terjadi berupa price fixing oleh para peserta tender. Doktrin conscious
parallelism yang sering digunakan untuk membuktikan keberadaan price fixing
oleh kartel, berkembang dan melahirkan plus factors yang menjadi acuan bagi
Pengadilan Amerika Serikat untuk membuktikan adanya conspiracy yang timbul
dari praktek kartel. Plus factors pada umumnya berbentuk indirect evidence atau
circumstantial evidence, dan berdasarkan Peraturan KPPU, indirect evidence
termasuk dalam alat bukti petunjuk. Namun disayangkan peraturan KPPU tidak
menjelaskan lebih lanjut ruang lingkup dan nilai pemnbuktian dari alat bukti
petunjuk yang dimaksud, hanya disebutkan bahwa petunjuk merupakan
pengetahuan Majelis Komisi yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

Abstract
Throughout the country in the world who have Competition Law, conspiracy is a
violation which is is very difficult to prove. This is because the handling of cases
of conspiracy in general Competition Law enforcement agencies struggle to find
direct evidence (direct evidence), given in general agreement to conspire not be a
written agreement. Addressing these issues, emerging practices of evidence of
conspiracy tender with indirect evidence by various law enforcement Competition
in the countries of the world. In practice in Indonesia, the Competition
Supervisory Commission (KPPU) heavily rely to the indication of communication
between tender participants to conclude the tender conspiracy. Generally tender
conspiracy that occurred in the form of price fixing by the bidders. The doctrine of
conscious parallelism is often used to prove the existence of price fixing by
cartels, developing and delivery factors plus the reference to the Court of the
United States to prove the existence of conspiracy arising from the practice of the
cartel. Plus form factors are generally indirect evidence or circumstantial
evidence, and based on the Commission's Rules, indirect evidence including the
evidence guide. Unfortunately the Commission rules do not explain further the
scope and value of the evidence pemnbuktian clue is, simply stated that the guide
is the knowledge by which the Commission is known and believed the truth."
Universitas Indonesia, 2012
S43139
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Kagramanto
Surabaya: Srikandi, 2008
343.072 KAG l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tamba, James Erikson
"Putusan KPPU adalah salah satu produk hukum KPPU yang dapat membebankan sanksi tindakan administratif berupa denda kepada pelaku usaha yang terbukti bersalah. Terdapat beberapa perbedaan pembebanan denda dalam beberapa putusan KPPU atas pelanggaran persekongkolan tender, hal inilah yang menjadi latar belakang dalam penelitian. Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana eksistensi sanksi terhadap pelanggaran hukum persaingan usaha, bagaimana penerapan sanksi terhadap pelanggaran persekongkolan tender oleh KPPU, bagaimana penerapan hukum oleh KPPU dalam putusan nomor 12/KPPU-L/2009, 03/KPPU-L/2011, dan12/KPPU-L/2013, dan apakah KPPU telah konsisten dalam menerapkan UU 5/1999 dan pedoman pelaksanaan pasal 47 terhadap pelaku usaha yang terbukti bersalah melanggar pasal 22 UU 5/1999. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan metode analisis data menggunakan pendekatan kualitatif. Beberapa teori yang digunakan diantaranya teori koherensi, teori korespondensi, teori empiris dan teori pragmatis. Setelah dilakukan penelitian hukum persaingan usaha berdasarkan undang-undang dan aturan pelaksana yang kemudian diterapkan pada persoalan konkrit dalam putusan KPPU nomor 12/KPPU-L/2009, 03/KPPU-L/2011, dan12/KPPU-L/2013 diperoleh kesimpulan bahwa KPPU tidak konsisten dalam putusannya, tidak konsisten terhadap undang-undang dan aturan pelaksananya

The KPPU`s decision is one of the Commission's legal products that can impose sanctions in the form of administrative action such as fines to business actors that are proven guilty. There are some differences in the levying of fines in Commission`s decision on conspiracy of tender, it is at the background in research. As for the formulation of the problem is how the existence of sanctions against violations of competition law, how the application of sanctions against violations of tender conspiracy by the Commission, how the application of the law by the Commission in decision No. 12 / KPPU-L / 2009, 03 / KPPU-L / 2011, dan12 / KPPU-L / 2013, and whether the Commission had been consistent in the implementation of Law 5/1999 and the guidelines of implementing for article 47 of the business actors that were found guilty of violating Article 22 of Law 5/1999. The method used is a method normative research with data analysis method uses a qualitative approach. Several theories used include coherence theory, the theory of correspondence, empirical theory and pragmatic theory. After doing research competition law is based on law and implementing rules are then applied to concrete problems in the Commission's decision No. 12 / KPPU-L / 2009, 03 / KPPU-L / 2011, dan12 / KPPU-L / 2013 the conclution is the Commission inconsistent in its decision, inconsistent with the law and its implementing rules"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agenda Citra Muhammad
"Abstrak Berbahasa Indonesia/Berbahasa Lain (Selain Bahasa Inggris):
Tulisan ini menganalisis pengaturan dan penerapan bukti tidak langsung dalam perkara persekongkolan tender khususnya dalam Putusan KPPU No. 17/KPPU-L/2022. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Bukti tidak langsung adalah salah satu aspek dalam hukum persaingan usaha yang mengandung perdebatan di Indonesia, walaupun dalam praktik internasional telah diakui sejak lama. Putusan pengadilan tidak selalu mengakui bukti tidak langsung, terdapat pula putusan pengadilan yang mengakui tetapi bukti tidak langsung tidak diposisikan sebagai alat bukti pada Pasal 42 UU Persaingan Usaha. Di tengah perdebatan tersebut, KPPU menerbitkan Peraturan Ketua KPPU Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender yang mana salah satu isinya menjelaskan tentang bukti tidak langsung termasuk dengan mendasarkan penjelasan bukti tidak langsung pada OECD Policy Brief June 2007. Oleh sebab itu, dinamika pengaturan bukti tidak langsung dalam persekongkolan tender dipandang penting untuk dikaji, termasuk pula penerapannya pada putusan perkara. Terhadap perkembangan dinamika pengaturan, disimpulkan bahwa KPPU telah memperhatikan praktik internasional dari bukti tidak langsung serta memperhatikan perkembangan teknologi terhadap pembuktian persekongkolan tender yang telah diterapkan lebih dulu di negara lain. Terhadap penerapan pengaturan bukti tidak langsung dalam putusan, Putusan Nomor 17/KPPU-L/2022 oleh Majelis Komisi dalam pertimbangannya mengandung tiga kekeliruan. Majelis Komisi merujuk ketentuan bukti tidak langsung pada peraturan terkait penanganan perkara yang belum dapat diterapkan; tidak merujuk penjelasan bukti tidak langsung pada Peraturan Ketua KPPU No. 3 Tahun 2023 yang telah menjelaskan bukti tidak langsung sesuai dengan OECD; serta Majelis Komisi tidak membedakan antara fakta yang merupakan bukti komunikasi dengan yang merupakan bukti ekonomi.

This paper analyzes the regulation and application of indirect evidence in bid rigging cases specifically in KPPU Decision No. 17/KPPU-L/2022. This paper is prepared by using the doctrinal research method. Indirect evidence is one aspect of competition law that is contentious in Indonesia, although in international practice it has been recognized for a long time. Court decisions do not always recognize indirect evidence, there are also court decisions that recognize but indirect evidence is not positioned as evidence in Article 42 of the Competition Law. In the midst of this debate, KPPU recently issued KPPU Chairman's Regulation No. 3 of 2023 concerning Guidelines for the Prohibition of Bid Rigging, one of which explains indirect evidence including by basing the explanation of indirect evidence on the OECD Policy Brief June 2007. Therefore, the dynamics of indirect evidence regulation of bid rigging are considered important to be studied, including its application in case decisions. In regard to the development of regulation, it was concluded that KPPU has paid attention to international practices of indirect evidence as well as paying attention to technological developments in the proof of bid rigging that have been previously applied in other countries. In regard to the application of indirect evidence regulation in the decision, Decision Number 17/KPPU-L/2022 by the Commission Panel, in its consideration contained three errors. The Commission Panel referred to the provisions of indirect evidence in the regulation related to case handling that could not yet be applied; did not refer to the explanation of indirect evidence in the KPPU Chairman Regulation No. 3 of 2023 which had explained indirect evidence in accordance with the OECD; and the Commission Panel did not distinguish between facts that constituted communication evidence and those that constituted economic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habiburrokhman
"Tantangan terbesar KPPU dalam menjalankan tugasnya adalah kian sulitnya melakukan pembuktian terhadap pelanggran hukum persaingan usaha. Kartel merupakan perjanjian yang dilarang berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan persekongkolan tender yang dilarang berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun sulit untuk dibuktikan dengan alat bukti konvensional yang ada selama ini. Selain menggunakan bukti langsung, KPPU juga menggunakan indirect evidence dalam membuktikan kartel dan persekongkolan tender. Secara umum Indirect Evidence terdiri dari bukti komunikasi (Communication Evidence) dan Bukti Ekonomi (Economic Evidence).Tipe penelitian ini adalah penelitian normative, yang sumber utamanya adalah bahan hukum bukan fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Dalam perkara kartel minyak goreng, penggunaan indirect evidence oleh KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung sedangkan dalam perkara Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan JAringan Air Bersih di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau, penggunaan indirect evidence oleh KPPU dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011 dan Yurisprudensi penggunaan indirect evidence dapat dilakukan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

The greatest challenge ever faced by KPPU in performing its duties is the increasing difficulty in proving a violation of the business competition law. Cartel, prohibited under Article 11 of Law No. 5 of 1999 and tender conspiracy, prohibited under Article 22 of Law No. 5 of 1999, are hard to prove using the existing conventional means of evidence. In addition to using direct evidence, KPPU also uses indirect evidence in proving the existence of cartel and tender conspiracy. In general, Indirect Evidence consists of Communication Evidence and Economic Evidence. This research was a normative research of which main sources were not social facts, as in a normative legal research, the studied materials are legal materials containing normative rules. In the case of cooking oil cartels, the Supreme Court rejected the use of indirect evidence by KPPU. Meanwhile, in the case of Conspiracy in Tender for Clean Water Network Works Package in the Subdistrict of Singkep, District of Lingga, Province of Riau Islands, the Supreme Court affirmed the use of indirect evidence. The reseach results indicate that, under Law No. 5 of 1999, KPPU Regulation No. 1 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2011 and Jurisprudence, the use of indirect evidence is allowable in Indonesia’s business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronaldo Maulyadi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai Kedudukan Hukum Panitia Tender pada perkara Persekongkolan Tender. Persekongkolan Tender secara vertikal ini melibatkan panitia tender sebagai salah satu pihak. Kedudukan hukum dari panita tender yang bukan merupakan pelaku usaha menyebabkan panitia tender tidak dapat dihukum layaknya pelaku usaha. Kedudukan hukum dari panitia tender ini akan dianalisis pada perkara yang telah diputuskan pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung. Panitia Tender yang ditempatkan sebagai pihak lain sering mendapatkan sanksi administratif seperti pelaku usaha. Panitia tender yang kedudukannya ditempatkan sebagai pihak lain tidak dapat diberikan sanksi administratif seperti pelaku usaha.

ABSTRACT
The thesis discusses a Tender Committe’es Legal Standing on tender conspiracy case. This vertical Tender conspiracy involving the tender committee as one of the parties. Legal standing of the tender committee which is not a cause business operators tender committee shall be punished like business operators. Legal position of the tender committee will be analyzed on a case which has been decided at the level of the Supreme Court of Cassation. Tender Committee placed as others often get administrative sanctions such as business operators. Tender committee whose position is placed as the other party can not be given administrative sanctions such as business operators."
2014
S53137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Athirah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S23557
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Mardhi
"ABSTRAK
Sejak KPPU didirikan sebagai lembaga dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha, telah ada lebih dari 100 kasus persekongkolan tender secara vertikal yang melibatkan panitia tender sebagai terlapor. Secara garis besar, tugas dan wewenang KPPU adalah untuk mengawasi dan menindaklanjuti pelaku usaha agar bersaing secara sehat dan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, panitia tender bukanlah pelaku usaha dan seharusnya tidak menjadi yurisdiksi KPPU untuk menanganinya. Skripsi ini akan membahas permasalahan tersebut sehingga mendapatkan pemahaman yang benar dan mendalam akan kedudukan hukum panitia tender dalam kasus-kasus persekongkolan tender secara vertikal di Indonesia.

ABSTRACT
Since the establishment of KPPU with Presidential Decree Number 75 Year 1999 Concerning Commission for the Supervision of Business Competition, there are more than 100 cases of vertical collusive tendering involving tender committee as one of the reported parties. In broad, duties and authority of KPPU are to supervise and to follow up business actors for healthy competition and not to violate Law Number 5 Year 1999 Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. However, tender committee is not a business actor and, thus, not in the jurisdiction of KPPU to handle. This thesis will discuss those problems in order to get the right and in depth understanding about tender's committee's legal standing in vertical collusive tendering cases in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S304
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Arthur Basa Okuli
"Dalam negara yang mengusung prinsip persaingan usaha, campur tangan pemerintah menjadi esensial untuk mengatur sejauh mana sebuah jenis industri, perdagangan, dan jasa dapat bersaing bebas atau perlu diproteksi. Melihat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, campur tangan pemerintah ini menjadi krusial untuk mencegah persiangan usaha tidak sehat yang merugikan ekonomi, baik kepada sesama pelaku usaha maupun kepada negara. Salah satu bentuk pelanggaran yang jumlahnya signifikan di Indonesia adalah persekongkolan tender, dengan grafik perkara yang terus meningkat menurut data KPPU beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang lebih efektif. Berkaitan dengan hal tesebut, penting bagi Indonesia untuk merujuk pada Amerika Serikat, yakni negara yang menjadi pelopor pengaturan Undang-Undang Persaingan Usaha. Hal ini juga dilakukan oleh Indonesia pada penyusunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, di mana pengaturan persaingan usaha di Amerika Serikat seperti Sherman Act banyak mempengaruhi pembuatannya. Namun, masih ada pengaturan yang dapat dibuat lebih efektif berkaitan dengan persekongkolan tender. Untuk itu, penelitian ini dilakukan secara doktrinal. Hasil analisis perbandingan konsep penegakan hukum persekongkolan antara Indonesia dan Amerika Serikat, termasuk dengan penerapannya melalui putusan pengadilan, adalah adanya perbedaan yang mencakup kewenangan lembaga penegak hukum persaingan usaha, pendekatan hukum dalam persekongkolan tender, penjatuhan sanksi, serta penerapan leniency program, perlindungan whistleblower, dan consent decree.

In a nation that upholds the principle of fair competition, government intervention becomes essential to regulate the extent to which a particular industry, trade, or service can compete freely or requires protection. Given the numerous violations committed by business entities, government intervention is crucial to prevent unhealthy business competition that adversely affects the economy, both among business entities and the nation as a whole. One significant form of violation in Indonesia is bid rigging, with a continuously increasing case graph according to data from the KPPU in recent years. Therefore, a more effective approach is needed. In connection with this matter, it is crucial for Indonesia to refer to the United States, a pioneer in the regulation of the Antitrust Law. This is also evident in Indonesia's formulation of Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, where the regulation of business competition in the United States, such as the Sherman Act, significantly influenced its creation. However, there are still regulatory aspects that can be made more effective concerning bid rigging. Therefore, this study is conducted in a doctrinal manner. The results of the comparative analysis of the enforcement concept of bid collusion between Indonesia and the United States, including its application through court decisions, reveal differences encompassing the authority of competition law enforcement agencies, legal approaches to bid rigging, imposition of sanctions, as well as the implementation of leniency programs, whistleblower protection, and consent decrees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Nelson B.L.
"Penulis ingin meneliti dan menganalisis praktik persekongkolan dalam tender di Indonesia, khususnya persekongkolan dalam tender penjualan (divestasi) 2 unit kapal tanker (Very Large Crude Carrier/VLCC) milik Perseroan Terbatas Pertamina (selanjutnya disebut dengan PT Pertamina (Persero)). Perkara tersebut telah diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indenesia (selanjutnya disebut dengan KPPU). Dalam Putusan KPPU, persekongkolan dalam kegiatan tender antara PT Pertamina Persero dengan pelaku usaha terbukti dilakukan melalui persekongkolan tender secara horizontal dan vertikal. Di samping itu, pengajuan upaya hukum keberatan para Terlapor ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (selanjutnya disebut dengan PN Jakarta Pusar) terhadap Putusan KPPU, pembatalan Putusan KPPU oleh PN Jakarta Pusat dan pengajuan upaya hukum kasasi oleh KPPU ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (selanjutnya disebut dengan MA) atas Putusan PN Jakarta Pusat, Serta penguatan permohonan kasasi oleh MA, membuat kasus tersebut sebagai "landmark case" bagi penegakan UU Antimonopoli di Indonesia. Merupakan hal menarik untuk mencermati pandangan dan pertimbangan pengadilan dalam memahami UU Antimonopoli, khususnya analisis hakim terhadap indikasi persekongkolan tender dalam perkara tersebut.
Perkara dimaksud berindikasi KKN karena dilakukan melalui persekongkolan dalam kegiatan tender, sehingga menimbulkan kerugian negara. Pengalaman menunjukkan bahwa titik rawan KKN di Indonesia adalah saat transaksi pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui persekongkolan dalam kegiatan tender.
Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mengkaji perkara tender penjualan (divestasi) 2 dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero) melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji metode pendekatan hukum yang digunakan oleh KPPU membuktikan persekongkolan tender dalam pemeriksaan perkara penjualan (divestasi) 2 (dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero).
3. Untuk mengetahui dan mengkaji argumentasi atau dalil-dalil yang digunakan oleh oleh pengadilan membuktikan persekongkolan tender dalam perkara penjualan (divestasi) 2 (dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>