Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ainan Indallah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang pengaruh tempat tinggal terhadap perubahan dominasi
suami Korea pada perkawinan antarbangsa Korea ? Indonesia di Jakarta.Tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah untuk memaparkan secara sistematik dan ilmiah pengaruh
tempat tinggal terhadap dominasi suami pada perkawinan yang dilakukan oleh pria
Korea dengan wanita Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil dari
penelitian ini adalah tempat tinggal memiliki pengaruh terhadap perubahan dominasi
suami Korea pada perkawinan antarbangsa Korea ? Indonesia di Jakarta

Abstract
The focus of this study is about influence of domicile to Korean husband domination in
intercultural marriage between Korean and Indonesian in Jakarta. The purpose of this
study is to know how the change of Korean husband domination in intercultural marriage
in Jakarta . This research is qualitative descriptive. The result of this study is the domicile
has an influence to Korean husband domination in intercultural marriage between Korean
? Indonesian in Jakarta."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43133
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Febyana Christanti
"ABSTRAK
Tesis ini membahas proses adaptasi identitas antara suami perwira militer
dengan istri warga sipil dalam pernikahan militer. Sebelum menguraikan tahapan
identitas, akan dibahas manajemen identitas kedua pasangan yang berdampak pada
komunikasi mereka saat beradaptasi. Identitas selalu mengalami perubahan dan
identitas setiap pasangan tidak akan sama satu dengan yang lain, seperti: identitas
suku, agama, usia, keluarga, lingkungan sosial, organisasi, dll. Setelah mengetahui
manajemen identitas yang terjadi diantara kedua pasangan, kemudian diuraikan
secara mendalam proses adaptasi dari setiap pasangan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan konstruktivis dengan menggunakan teori manajemen identitas dan proses
adaptasi model kurva-u (fase honeymoon, kejutan budaya, penyesuaian, adaptasi).
Model kurva u bersifat jangka pendek yang sesuai digunakan untuk menganalisa
proses adaptasi pasangan yangbaru menikah. Sifat penelitian adalah deskriptif dan
memakai metode fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara
mendalam. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa persamaan identitas
menuntun pada keberhasilan komunikasi saat beradaptasi. Peneliti menemukan
bahwa fase penyesuaian dalam model kurva-u paling menentukan bagaimana
pasangan mampu mencapai adaptasi identitas yang berdampak pada adaptasi di
lingkungan militer. Suami sebagai host membimbing istri dalam memberi informasi
tentang kehidupan militer dan istri sebagai pendatang mampu mengurangi
ketidakpastian dan kecemasan dengan bersedia membangun komunikasi dengan
senior.

ABSTRACT
This thesis discusses about an identity adapt process between a military
officer and a civilian in a marriage. Before we started the discussion, the identity’s
management of this couple which can influence communication process will be
described. An identity always change, and the identity of each marriage couple are
absolutely different, such as: tribe’s identity, religion, ages, family, social life,
organization, etc. Furthermore, I would elaborate the adapt process of some marriage
couple specifically. This research apply the constructivist approach with a
management identity theories and u-curve adapt process model (honeymoon phase,
culture shock, adjustment, adaptation). The research use descriptive explanations and
apply a phenomenological methods. The data gathered technique is through in-depth
interview. The results of this study show that the identity similarities lead to success
when adapting communication. From the u-curve phase model, the important thing is
when a husband acts as a host that can guide his wife entering the military life. And a
wife as a new comer, she should reduce her uncertainty and anxiety with build a
good communication in military life especially with the higher rank."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yunindita Prasidya
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pengalaman hidup individu yang menjalani pernikahan antaragama dan bagaimana mereka memaknai pengalaman tersebut. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi kasus, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan lima individu yang menjalani pernikahan antaragama. Melalui pendekatan dialektik, peneliti mampu memahami bagaimana agama berdampak pada diskursus yang berlangsung dalam pernikahan antaragama dan rumah tangganya. Lima tema dialektik teridentifikasi, yakni: otonomi dan koneksi, keterbukaan dan perlindungan, kebaruan dan prediktabilitas, akomodasi dan intervensi, dan kenyamanan dan ketidaknyamanan. Dua tema dialektik terakhir muncul dari temuan penelitian. Melalui lensa teori strukturasi, peneliti menemukan bagaimana individu mengapropriasikan struktur untuk menormalisasi, menjustifikasi, dan melegitimasikan pernikahan antaragamanya. Peneliti juga menemukan beberapa aspek yang berkontribusi dalam memfasilitasi relasi kuasa dalam rumah tangga antaragama, yakni: gender, relasi hierarkis, dan pengetahuan. Terakhir, individu dalam pernikahan antaragama juga mempraktikkan agensi mereka untuk membangun solidaritas keluarga, sistem moral anak, dan juga mengajarkan anak untuk terbiasa dengan keberagaman.

ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In a heterogenic country, such as Indonesia, an intercultural marriage is always possible. Many data reveal that intercultural marriages potentially are more troubled than marriages of the same culture. Leslie Baxter and Montgomery's theory (1998) on relational dialectics analyzed the strains that are conjoined in a romantic relationship."
384 WACA 8:27 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Nazhira
"Pasangan yang menikah antarbudaya rentan untuk mengalami konflik yang berasal dari perbedaan budaya. Konflik yang sering dan berkepanjangan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya penurunan tingkat kepuasan pernikahan. Common dyadic coping adalah upaya pasangan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama. Sebanyak 45 pasang suami dan istri (M usia pernikahan=19,44, SD=8,69) yang berasal dari suku yang berbeda dan berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Pekanbaru diminta untuk menjawab item dari Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). Penelitian menggunakan Actor-Partner Interdependence Model dan data yang diperoleh dianalisis menggunakan APIM_SEM. Hasil penelitian membuktikan bahwa skor Common Dyadic Coping memiliki interdependensi dengan skor Common Dyadic Coping pasangannya. Common Dyadic Coping yang dilaporkan oleh individu memengaruhi kepuasan pernikahan individu secara positif (p istri<0,001, p suami=0,025) namun tidak memengaruhi kepuasan pernikahan pasangannya
Couples that marry interculturally are prone to have conflicts that stemmed from their cultural differences. Frequent and long-lasting conflict may cause various negative effects, such as decreasing marital satisfaction. Common Dyadic Coping is a joint effort to solve their problems together. Forty-five pairs of husband and wife (M marriage duration=19,44, SD=8,69) that come from different ethnic groups and currently lives in Jabodetabek, Bandung, and Pekanbaru were asked to answer a series of items from Dyadic Coping Inventory (DCI) and Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). This study uses Actor-Partner Interdependence Model and the data that was collected is analyzed using APIM_SEM. The results shows that individual’s report of Common Dyadic Coping has interdependency with their partner’s Common Dyadic Coping. One’s report of Common Dyadic Coping has a positive effect on their own marital satisfaction (p wives<0,001, p husbands=0,025), but had no effect on their partner’s marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiki Hendraputra
"ABSTRAK
Pernikahan antarbudaya di Indonesia dinilai sebagai pernikahan yang cukup rentan konflik karena adanya perbedaan pandangan dan kebiasaan diantara individu yang menjalaninya. Perbedaan pandangan tersebut membuat tekanan dalam pernikahan yang dapat menurunkan kepuasan pernikahan. Tekanan pada pernikahan beda budaya tersebut dapat ditangani dengan melakukan pengorbanan terutama dengan approach motive. Approach motive dikaitkan dengan peningkatan kepuasan hubungan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Sebanyak 45 pasang suami dan istri yang menikah beda suku selama minimal satu tahun berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi kuesioner luring mengenai motif berkorban dan kepuasan pernikahan. Melalui model APIM, hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan approach motive yang tinggi memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi pula (p suami .210, p istri >.001), namun tidak ditemukan adanya pengaruh dari pasangannya.

ABSTRACT
Intercultural marriage in Indonesia is considered a marriage that is quite vulnerable to conflict because of differences in views and habits among individuals who live it. These different views make pressure in marriage that can reduce marital satisfaction. Conflicts and problems on intercultural marriage can be handled by making sacrifices, especially with approach motive. Approach motive is associated with increasing relationship satisfaction everyday and from time to time. 45 intercultural married couples from different ethnicities that have been married for at least one year participated in the study by filling in an offline questionnaire regarding the motives for sacrifice and marital satisfaction. Through the APIM model, the results showed that individuals with high approach motives had high marital satisfaction (p husband .210, wife >.001), but there was no significant effect found from their partners."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mey Sugijanto
"Penelitian komunikasi antarbudaya dan antarpribadi ini mengambil responden 7 (tujuh) pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya antara etnis Jawa dengan etnis Minangkabau. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata cara adat maupun sistem kekerabatan atau kekeluargaannya tentulah berbeda, pada budaya Jawa lebih bersifat patrilineal sedangkan di budaya Minangkabau bersifat matrilineal. Meskipun kedua budaya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak mempunyai konflik.
Secara mikro, angka perkawinan pasangan suami-isteri yang berbudaya Jawa dengan Minangkabau pastilah banyak, meskipun secara pasti penulis tidak mengetahuinya. Pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini secara teoritis sangatlah dekat dengan aspek-aspek budaya, sehingga terjadi proses asimilasi budaya. Meskipun kedua budaya ini termasuk ke dalam rumpun budaya high contextnya Edward T. Halt (1977), tetapi menurut M. Budyatna (1993) dalam high context itu sendiri terdapat high-high context, high-medium context dan high-low context. Pada budaya Jawa lebih kental dengan high-high context, sedangkan budaya Minangkabau dekat dengan high-medium context. Meskipun terdapat perbedaan dalam tataran budaya keduanya, kebanyakan pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya tidak terjadi kerenggangan.
Pendekatan dalam penelitian dipergunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapannya, yaitu Orientasi, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997 : 323-324).
Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993: 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri".
Adapun hasil-hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami-isteri melalui tahapan-tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu yang bervariatif, meskipun pada pasangan ketiga tidak melalui tahap orientasi. Dalam masing-masing tahapan tersebut, terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional.
Sebagai kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini, ketujuh pasangan sebagai responden atau informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarsisius Florentinus Sio Sewa
"Interaksi antaretnis dan antarbudaya adalah realitas sosial yang tidak dapat dihindari terlebih di era globalisasi dewasa ini. Interaksi yang tidak dikelola secara baik dapat menimbulkan konflik dan ketidakseimbangan relasi. Interaksi yang tidak sehat dapat saja terjadi oleh karena stereotype, prejudice dan sikap etnosentrisme. Padahal interaksi yang baik menuntut adanya saling keterbukaan, saling pengertian dan upaya untuk masuk dan beradaptasi dengan budaya lain.
Hal yang sama dapat saja terjadi dalam interaksi antara etnis Ende dan Lio dengan etnis Cina dan Padang di Kota Ende, yang menjadi subyek penelitian Tesis ini. Dengan menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan komunikasi antarbudaya, penulis menjelajahi realitas "communicative-style" ke-empat kelompok etnis yang saling berinteraksi, termasuk latarbelakang sosio-budaya, sosio-ekonomi dan sosio-religius yang mempengaruhinya.
Untuk memahami pola komunikasi dari mereka yang berinteraksi, penelitian tersebut secara khusus menyoroti enam ( 6 ) elemen Communicative-style Barnlund yang relevant 1) tema pembicaraan, 2) bentuk interaksi, 3) tatacara berkomunikasi, 4) cara merespons, 5) penyingkapan diri, dan 6) emphaty.
Etnis Ende, dengan karakter ekstrovert: banyak berbicara, bicara dengan suara keras dan emosi yang kadang tak terkendali, tidak sulit berinteraksi terutama dengan etnis Padang dan Lio. Mereka cenderung lebih dekat dengan etnis Padang karena kesamaan agama dan etnis Lio karena hubungan darah dan adat serta bahasa dan budaya yang relatif hampir sama. Berhadapan dengan Etnis Lio dan Padang, mereka dapat berbicara apa saja, mulai dari obrolan santai, obrolan serius, penyingkapan diri dan bahkan dengan etnis Lio sampai kepada tingkat emphaty. Sementara itu, interaksinya dengan etnis Cina masih sebatas tegur-sapa dan transaksi jual-beli. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh medan interaksi yang terbatas antara keduanya.
Dengan karakter yang relatif lebih tenang, santun, ramah dan terbuka, etnis Lio dengan mudah dapat berinteraksi dengan etnis Padang, Cina dan Ende. Dalam interaksi di antara mereka, tampak bahwa etnis Cina cenderung lebih dekat dengan etnis Lio karena kesamaan agama dan karena medan interaksi yang cukup luas. Walaupun jarang ada emphaty dan penyingkapan diri; namun tegur-sapa, basa-basi, obrolan santai dan kadangkala obrolan serius, sering menjadi bagian dari komunikasi dan interaksi di antara mereka.
Meminjam istilah Norton dengan sembilan (9) "Communication characteristic"-nya, etnis Ende lebih banyak memperlihatkan perilaku: dominant, dramatic, contentious dan animated; dibandingkan dengan etnis Lio yang cenderung bersikap: relaxed, attentive, open dan Friendly. Sementara itu, etnis Cina cenderung berperilaku: Relaxed, Friendly, attentive khusus dengan etnis Lio dan dramatic, khusus dalam mempromosi barang dagangannya. Sedangkan etnis Padang sering menunjukkan perilaku yang Relaxed, Friendly dan kadangkala attentive khusus dalam interaksinya dengan etnis Ende.
Pemahaman yang baik tentang communicative-style akan membantu mereka yang berinteraksi untuk dapat "menempatkan diri" sebagai subyek yang trampil dan kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya. Dengan demikian, keanekaan budaya yang tampak dalam keanekaan cara orang berkomunikasi, tidak menjadi halangan bagi terciptanya iklim komunikasi yang baik; tetapi sebaliknya, menyadarkan orang menerima perbedaan yang ada sebagai "kondisi terberi" guna saling melengkapi dan menyempurnakan demi "bonum commune" (kebaikan bersama). Karena kebaikan bersama adalah impian semua manusia, siapapun dia dan dari mana asalnya!

Interethnic and intercultural interaction is a social reality which can not be avoided, especially at the era of globalization, nowadays. Unmanaged interaction will bring conflict and unbalanced relation. Unhealthy interaction would be caused by stereotype, prejudice and ethnocentrism among communication participants. It could be concluded that a pleasant interethnic and intercultural interaction required openness, a deep insight and require effort to put our self in the other culture and also to adapt with that culture.
The same assumption may apply in communication and interaction between Endenese, Lionese and Chinese, Padangnesse in Ende, which is the subject of this Thesis research. By using Constructivism paradigm and intercultural communication approach, the researcher try to explore "communicative-style" of those four ethnics in their interaction including the influence of social-cultural, social-economic and social-religious background.
To understand the behavior of the communication participants, this research reflects six (6) elements of Barnlund's Communicative-Style: The Topics people prefer to discuss, their favorite forms of interaction ritual, repartee, self disclosure and the depth of involvement they demand of each other.
Endenese with their extrovert characters: speaks frequently, interrupts and un-controls conversations, speaks in a loud voice, have no difficulties to interact with the Padangnese and Lionese. They tend go closer with the Padangnese because of similarities in social-religious factor; and with the Lionese because of family and customary relationships, resembling in similar language and culture. With them, Endenese can cover various topics of conversation, beginning with a short conversation, serious-talk, self-disclosure and than empathy. Their interaction with the Chinese still restricted to small-talks and subjects related to trading. This fact is influenced by their restricted interactions-setting.
Lionese with their relaxed character: calm, simple, modest, friendly and open, can interact with Padangnese, Chinese and Endenese, easily. The Chinese tends go closer with the Lionese because of similarities in social religious factors and their interactions-setting is broad enough. Although, in daily interaction they seldom display empathy and self disclosure; but small-talks, a short conversation and serious-talk occasionally, often can be a part of their communication and interaction.
Based on Nortons technical-term and his nine (9) communication-characteristics, Endenese much more display these communication traits: dominant, dramatic, contentious and animated; comparing with Lionese which is relaxed, attentive, open and friendly. The Chinese tend to be relaxed, friendly, attentive, especially with the Lionese and dramatic especially in promoting their trading goods. Padangnese often are relaxed, friendly and sometimes attentive, especially with the Endenese.
A good understanding about communicative-style and its influencing factors would help the communication participants: Endenese, Lionese, Chinese and Padangnese, to "put themselves" as "competent-subject" in intercultural communication and interaction. Therefore, the variety of cultures that appear on the diversity communicative-styles, should not become a constraint to develop a good communication-climate; but on the other hand should make someone more aware of the importance of accepting differences with honesty and sincerity, to reach "bonumcommune". Because "bonum-commune" is a vision of all mankind, whoever and wherever they come!
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avianta
"Dalam suatu organisasi bisnis, komunikasi yang efektif sangat diperlukan guna mendukung berjalannya aktivitas kerja antar karyawan dan atasan. Efektif tidaknya suatu komunikasi akan sangat tergantung pada penerimaan pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan masing-masing orang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini akan semakin nyata jika pihak yang terlibat dalam komunikasi berasal dari lingkungan budaya yang berbeda.
Bekerja dengan orang yang berasal dari budaya yang sama sekali berbeda sudah pasti akan menimbulkan banyak masalah. Beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan cara mengkomunikasikan pesan merupakan salah satu diantara banyak persoalan yang dihadapi oleh Expatriate di lingkungan kerjanya.
Dalam memahami permasalahan komunikasi antar-budaya di atas, peneliti melihatnya dari sisi penerimaan pesan dengan cara mengukurnya melalui elemen-elemen Message Reception berupa (1} Selection (2) Interpretation (3) Memory (4) Awareness serta (5) Kemampuan berbahasa serta (6) Pemahaman terhadap perbedaan persepsi tentang budaya kerja dan hubungan kerja.
Hasil wawancara dan observasi langsung ke lapangan menunjukkan bahwa efektif tidaknya komunikasi antar-budaya di lingkungan, lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan persepsi tentang hubungan kerja dan budaya kerja antara Expatriate dan Tenaga Kerja Lokal dibandingkan dengan elemen-elemen pengukur penerimaan pecan (Message Reception).
Dari sisi Tenaga Kerja Lokal, diantara hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menjalankan proses komunikasi dengan Expatriate, yang paling menonjol adalah kurangnya rasa percaya diri jika harus berhadapan dengan Expatriate walaupun yang bersangkutan sudah memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang cukup baik, sehingga terkesan Tenaga Kerja Lokal sangat menjaga jarak dengan Expatriate.
Sedangkan Tenaga Kerja Acing lebih melihat permasalahan yang timbul dalam berkomunikasi diakibatkan oleh adanya kesenjangan dalam cara mengungkapkan diri dalam berkomunikasi. Dalam hal ini, Expatriate lebih mengharapkan komunikasi yang terbuka (direct), sementara Tenaga Kerja lokal bersikap sebaliknya. Hal ini terjadi karena budaya Indonesia lebih mementingkan kesopanan daripada keterbukaan dan kebiasaan untuk berkomunikasi secara tidak konfrontatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>