Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Lintong Oloan
Jakarta: Ghalia Indonesia, [date of publication not identified]
347.01 SIA j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Lintong Oloan
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981
347.01 SIA j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Farid
"ABSTRAK
Penduduk Sumatera Barat yang mayoritas masyarakat Minangkabau dikenal kuat berpegang kepada adat, tetapi dapat menerima perobahan norma yang disebabkan oleh pergantian penguasa yang lebih luas (negara). Aturan hukum yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau ada dua bentuk; aturan yang datang dari Tuhan (Islam) berupa Al-Quran dan Hadits, dan aturan adat yang juga terdiri dari dua unsur. Pertama yang bersifat esensial dan tidak dapat berobah, kedua yang dapat berobah dalam bentuk hasil mufakat rapat nagari. Dengan demikian aturan adat Minangkabau terdiri dari bentuk adat, adat istiadat, adat yang diadatkan, adat yang teradat. Adat adalah bentuk asli yang tidak dapat berobah seperti sistem garis keturunan nasab ibu, peran penghulu dan mamak, pembagian nagari menjadi suku, dan hukum alam sebagai dasar falsafah adat Minangkabau. Adat istiadat, adalah kebiasaan masyarakat untuk wilayah tertentu dalam wilayah Minangkabau, seperti aturan-aturan yang bersifat seremonial. Adat yang diadatkan, adalah sesuatu yang datang dari pemerintah (negara) atau pemerintah daerah, seperti peraturan luhak dan rantau yang kemudian dirobah oleh Pemerintah Kolonial Belanda menjadi peraturan kelarasan. Adat yang teradat, adalah aturan berupa hasil kesepakatan rapat nagari. Di sini jelas bahwa aturan yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau cukup bervariasi; hukum Islam, Aturan adat dengan segala bentuknya, hukum negara yang bekerja secara bersamaan dalam mengatur hubungan antar individu dan antar kelompok masyarakat.
Setiap norma tersebut lengkap dengan pranatanya, sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk memilih pranata hukum mana yang dapat memberikan peluang untuk mencapai keinginan mereka. Sebaliknya juga tidak tertutup kemungkinan bahwa pranata hukum yang ada juga ikut memilih kasus mana yang akan mereka tampung dan mana yang ditolak, berdasarkan kepentingan lembaga itu sendiri. Seperti apa yang pernah dikemukakan oleh Keebet V. Benda Beckmann tentang Forum Shopping dan Shopping Forum. Dalam menjelaskan pola pilihan hukum dan pranatanya itu tidak dapat dilepaskan dari sistem kebudayaan, sistem kepercayaan, dan sistem hukum yang berkembang dalam masyarakat.
Inti kebudayaan atau model pengetahuan masyarakat memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan, yang antara lain adalah sistem kepercayaan dan organisasi sosial. Kedua unsur ini tidak hanya berhubungan dengan unsur-unsur ekonomi, bahasa dan komunikasi, kesenian, teknologi, ilmu pengetahuan masyarakat saja, tetapi juga menghubungkan pengaruh alam terhadap keteraturan, konflik, dan penyelesaian konflik, Hal ini disebabkan karena sistem kepercayaan dapat menjadi sumber norma (hukum agama), dan organisasi sosial dapat membentuk norma pula (hukum adat dan hukum negara), Keduanya dapat mengatur masalah yang sama dalam masyarakat yang sama pula. Karena itu hukum agama, hukum adat, dan hukum negara dapat menciptakan keteraturan. Tetapi juga dapat menimbulkan konflik, yang juga dapat memberikan penyelesaian.
Pendekatan antropologi hukum yang digunakan dalam membuktikan kerangka teoritis di atas adalah metode kasus sengketa (Hoebel, 1983) untuk dapat memudahkan mencari hukum apa yang berlaku. Karena model ini membutuhkan waktu yang cukup lama, maka tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan mentode kasus non-sengketa (Holleman, 1986) untuk menemukan ide atau prinsip normatif yang terkandung dibelakang prilaku hukum yang aktual. Untuk menghubungkan individu sebagai pusat analisis dengan lingkungannya digunakan metode kasus yang diperluas (Van Velaen, 1967) dan konsep semi-autonomous social fiel ( Moore, 1983).
Wilayah Sumatera Barat sekarang hanya sebagian dari wilayah Minangkabau lama, tetapi daerah utamanya memang Sumatera Barat sekarang, sehingga sering dipahami bahwa Minangkabau itu adalah Sumatera Barat. Padahal wilayah Sumatera Barat ada yang bukan Minangkabau seperti Mentawai. Berdasarkan kondisi alamnya mata pencaharian dan perekonomian masyarakat mangandalkan pertanian yang bergerak menjadi semitradisional. Berdasarkan mata pencaharian dan perekonomian ini muncul kelas sosial petani pemilik tanah yang lebih tinggi derajatnya dan petani penggarap (orang manapek). Walaupun ada profesi lain yang dianggap terhormat oleh masyarakat seperti pedagang atau pengusaha, PNS dan ABRI (pejabat negara) tetapi jumlahnya sedikit, sehingga dalam ceremonial dan perlakuan adat tetap mengacu kepada dua kelas tersebut.
Walaupun agama masyarakat keseluruhan Islam, tetapi kepercayaan mereka dapat dikategorikan menjadi; yang berpendidikan SLTP ke bawah mencampurkan Islam dengan Mitos, SLTP dan SLTA peralihan antara bentuk pertama dengan Islam rasional, SLTA ke atas mempraktekkan Islam secara moderat dan rasional.
Dalam kasus-kasus perkawinan masyarakat Minangkabau memilih norma yang ada dengan mempertimbangkan status sosialnya dalam masyarakat, politik dan ekonomi, agama untuk dapat mencapai penyelesaian sesuai dengan yang diinginkan. Mereka tidak akan memilih lembaga adat kalau status sosial mereka secara adat lemah, seperti kelompok masyarakat manapek mereka lebih memilih hukum agama dan hukum negera. Atau bisa saja mereka menggabung ketiga sistem hukum tersebut, seperti dalam kasus perceraian. Untuk memutus perkara mereka pilih Pengadilan Agama dan hukum Islam, tetapi untuk pembagian harta bersama dan pengasuhan anak menggunakan aturan adat. Ketika terjadi pertentangan antara norma adat dengan lainnya, tetapi masyarakat nekad untuk melanggar norma adat dan memilih norma lain, maka mereka akan mendapat sangsi dari lembaga adat, Seperti melanggar aturan larangan menikah bagi orang satu suku. Semua ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang penulis ungkap dalam bab IV,
Dalam kasus sengketa kewarisan masyarakat Minangkabau menggunakan lembaga adat untuk harta pusaka tinggi. Sementara untuk harta bersama mereka sering menyelesaikannya dengan pendekatan kekeluargaan melalui pesan mamak, sehingga akhirnya pengaruh norma adat lebih kental dari hukum Islam dan hukum negara. Inilah penyebabnya masyarakat Minangkabau tidak pernah membawa perkara kewarisan mereka ke pengadilan agama atau pengadilan negeri. Pola penyelesaian kasus sengketa waris masih sama seperti sebelum berlakunya undang-undang tentang Pengadilan Agama.
Masalah perwakafan tidak dikenal dalam adat Minangkabau, sehingga mereka murni menggunakan aturan wakaf menurut agama Islam, Cuma saja mereka mensyaratkan kalau harta yang akan diwakafkan adalah harta pusaka tinggi harus melalui persetujuan anggota paruik yang berhak. Kalau itu harta pusaka rendah pemilik babas mewakafkannya sesuai hukum Islam. Cuma saja sering terjadi proses wakaf hanya dengan aturan hukum Islam saja, tanpa mematuhi hukum negara sehingga tanah wakaf sering tidak memiliki sertfikat.
Dari beberapa kasus yang penulis ungkap dapat dibuktikan bahwa norma-norma yang berlaku di masyarakat Minangkabau bersumber dari sistem kepercayaan (Islam), dan organisasi sosial yang menimbulkan hukum adat dan hukum negara. Semua norma ini saling berinteraksi dan dapat menjadi sumber keteraturan, konflik, dan juga sebagai sumber penyelesaian konflik. Dengan demikian kewenangan peradilan agama tidak hanya diatur oleh hukum negara, tetapi juga oleh norma-norma lain. Untuk itu pengadilan agama harus memperhatikan norma-norma lain tersebut dalam memutus perkara, atau pendekatan pluralisme hukum adalah pendekatan yang tepat untuk menyelesaikan kasus-kasus dalam kewenangan peradilan agama."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S22166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Adil Amrullah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan pada persidangan secara elektronik di Pengadilan Pajak. Kerangka Evaluasi yang digunakan adalah asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam melakukan evaluasi, data primer yang digunakan berupa wawancara kepada 4 (empat) kelompok narasumber, yaitu Pelaksana Sekretariat Pengadilan Pajak, Pemohon Banding, Terbanding serta Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persidangan secara elektronik memenuhi asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan, karena memenuhi kriteria sederhana, efektif, efisien dan biaya ringan.

This research aims to assess the implementation of simple, fast, and cost-effective litigation principles in the Tax Court. The evaluation framework used in this research is simple, fast, and cost-effective litigation principles. In conducting this evaluation, primary data will be collected through interviews with four respondent groups: personnel from the Tax Court Secretariat, Taxpayers, the Director General of Taxation, and the Judges of the Tax Court. The research results show that electronic litigation fulfills the simple, fast, and cost-effective litigation principles because it meets the criteria of simple, effective, efficient, and low cost."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1976
342.06 IND s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Barus, Mario Ari Leonard
"Acara pemeriksaan cepat sudah dikenal di Peradilan Tata Usaha Negara sejak dibentuknya Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Yang menjadi dasar pemeriksaan cepat menurut Undang-Undang adalah permohonan pemeriksaan dengan acara cepat dan kepentingan penggugat yang cukup mendesak. Batasan kepentingan penggugat yang cukup mendesak sangat luas sehingga diperlukan rumusan yang cukup baku. Salah satu rumusan baku atas batasan kepentingan penggugat yang cukup mendesak dapat dijumpai dalam teori Lintong Oloan Siahaan. Selain teori Lintong Oloan Siahaan, batasan kepentingan penggugat yang cukup mendesak juga diperluas dalam yurisprudensi seperti dalam perkara yang diputus di Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram Nomor 2/G.TUN/2007/PTUN-MTR. Yang menjadi permasalahan lain ialah penolakan terhadap permohonan pemeriksaan dengan acara cepat. Menurut Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, tidak ada upaya hukum yang dapat diajukan terhadap penolakan permohonan pemeriksaan dengan acara cepat. Akan tetapi pada penerapannya, ketentuan ini ternyata dapat disimpangi dalam perkara yang diputus di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 104/G/2008/PTUNJKT. dan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor 58/G/2008/PTUNBDG. Majelis Hakim memberikan jalan keluar yang dapat diguna.

Speedy procedure has long known in Indonesian?s administrative court since Law of Administrative Court was made. The grounds for speedy procedure according to the law are the request for speedy procedure and the claimant?s urgent interest. The claimant?s urgent interest has a wide meaning that need to be definitive. One of the definitions of the claimant?s urgent interest can be met from Lintong Oloan Siahaan?s theory. Beside that, the definition of the claimant?s urgent interest also expanded in jurisprudence like in the decided case in Administrative Court of Mataram with registration number 2/G.TUN/2007/PTUN-MTR. Another problem about speedy procedure is the denial of speedy procedure?s request. According to Law of Administrative Court, no legal avenue can be appealed for the rejection. In application, however, the rule can be overruled like in decided case in Administrative Court of Jakarta with registration number 104/G/2008/PTUN-JKT. and Administrative Court of Bandung with registration number 58/G/2008/PTUNBDG. Panel Judges gave solution that can be used for solving the problem of the denial of speedy procedure?s request."
Depok: [Universitas Indonesia, ], 2009
S22480
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Dalam Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa apabila keadaan suatu daerah tidak
mengizinkan suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu
perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau
menunjuk Pengadilan Negeri lain untuk mengadili perkara
tersebut. Namun dalam KUHAP tidak disebutkan dengan jelas
apakah yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
megizinkan” yang dijadikan dasar oleh Menteri Kehakiman
untuk mengalihkan wewenang mengadili suatu perkara pidana
kepada Pengadilan Negeri lain. Karena dalam Penjelasan
Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
mengizinkan” ialah antara lain tidak amannya daerah atau
adanya bencana alam. Akan tetapi pada prakteknya, aparat
penegak hukum terkadang dalam menunjuk Pengadilan Negeri
lain dalam hal terjadinya pengalihan wewenang memeriksa dan
mengadili suatu perkara pidana tidak mempertimbangkan
faktor tempat tinggal sebagian besar saksi-saksi sebagai
bahan pertimbangan, padahal faktor jauh dekatnya tempat
tinggal sebagian besar saksi-saksi dengan tempat
persidangan juga mempengaruhi kemudahan dan kelancaran
jalannya persidangan. Demikian juga dengan dasar aturan
yang digunakan, tidak ada satupun peraturan perundangundangan
atau surat penetapan di Indonesia yang mengatur
masalah dasar pertimbangan yang dipakai untuk menentukan
Pengadilan Negeri mana yang akan ditunjuk untuk memeriksa
dan mengadili suatu perkara pidana dalam hal terjadi
pengalihan wewenang memeriksa dan mengadili suatu perkara
pidana. Kemudian dengan diundangkannya Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman maka ketentuan
Pasal 85 KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang ini."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S22139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>