Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihotang, Dewi Ririn
"Pola konsumsi daging pada masyarakat Indonesia menyebabkan jumlah industri rumah pemotongan hewan (RPH) semakin bertambah. RPH yang menghasilkan limbah cair dan limbah padat berpotensi mencemari lingkungan di sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, RPH Cakung menerapkan teknologi produksi bersih dalam pemanfaatan limbah cair dan limbah padatnya. Namun, dalam pelaksanaannya produksi bersih tidak berjalan dengan baik karena terkendala dalam segi operasional maupun metode penerapannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi penerapan teknologi produksi bersih, melakukan audit penerapan teknologi produksi bersih, dan memberikan rekomendasi upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk optimalisasi penerapan teknologi produksi bersih di RPH Cakung.
Penelitian dilakukan dengan metode survei lapangan, pengukuran terhadap berbagai sampel yang diambil, wawancara dengan pekerja, serta metodologi penilaian produksi bersih berdasarkan Guidance Manual: How to Establish and Operate Cleaner Production Centres (UNIDO dan UNEP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia, metode, mesin, dan material dapat menyebabkan masalah di RPH Cakung. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi-rekomendasi mengenai opsi yang dapat diambil untuk mengoptimalkan produksi bersih, yakni: (1) pemasangan keran pada RPH Tradisonal, (2) pemasangan water sprayer gun pada RPH Jalur, (3) memanfaatkan limbah padat untuk menghasilkan biogas, (4) penggunaan masker, dan (5) pembuatan poster mengenai produksi dengan penghematan mencapai Rp 71.982.621,72/tahun.

The increasing consumption of meat among the societies in Indonesia affects the increasing of slaughterhouse industries as well. Yet slaughterhouses with high level of liquid and solid waste could potentially pollute the environment. To overcome the aforementioned problem, Cakung Slaughterhouse applies cleaner production technology by the utilization of its liquid and solid waste. However, the implementation of cleaner production does not end up well due to operational and implementation method constrains. This research aims to identify and to audit the implementation of cleaner production technology, and to finally offer several recommendations to optimize the implementation of cleaner production technology in Cakung Slaughterhouse.
The research is conducted with field survey methods, measuring various samples of measurement, interviewing the worker, and assessing the cleaner production based on ?the Guidance Manual: How to Establish and Operate Cleaner Production Centres (UNIDO and UNEP).? The result of this research invents that human factors as well as methods, machines, and materials factors responsible for the problems in Cakung Slaughterhouse. This research then provides several recommendations to optimize cleaner production, which are: (1) installation of taps at Traditional Slaughterhouse, (2) installation of water sprayer guns at Line Slaughterhouse, (3) utilize solid waste to produce biogases, (4) the use of masks, and (5) making posters of the production which can save Rp 71.982.621,72 per year.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43074
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rismiati
"Tesis ini dimotivasi oleh serangkaian kebijakan penetapan lokasi Rumah Pemotongan Hewan(RPH) baru sebagai pengganti Rumah Pemotongan Hewan Tanjung Priok yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah(Pemda) DKI Jakarta pada tahun 2002. Pemindahan operasi RPH Tanjung Priok ke lokasi RPH baru tidak direspon positif oleh pengguna jasa(pedagang penerima, pedagang pemotong, dan pedagang pasar) RPH Tanjung Priok Jakarta Utara. Meningkatnya biaya transportasi, kurangnya keamanan lingkungan, dan potensi turunnya kwalitas daging merupakan faktor kendala bagi para pemakai jasa RPH Tanjung Priok jika pemotongan dilakukan di RPH yang ditetapkan. Dampak pencemaran lingkungan dan tidak layak operasi secara tehnis kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) merupakan faktor kendala dari operasi RPH Tanjung Priok. Berdasarkan uraian diatas, maka keberadaan RPH Tanjung prick di lokasi sekarang menimbulkan sikap pro kontra diantara berbagai pihak kepentingan. Dengan demikian, diperiukan penelitian yang komprehensif untuk dapat memilih satu lokasi RPH yang tepat.
Badan perencana perlu ikut serta di dalam proses penyelesaian kasus RPH Tanjong Priok. Jenis perencanaan yang digunakan oleh perencana adalah dengan mengadopsi teori popular planning. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perencana untuk menyelesaikan kasus ini adalah dengan menerapkan rational comprehensif. Pekerjaan dimulai dari mendefinisikan permasalahan, mengumpulkan dan menganalisa fakta, menseleksi tujuan dan pengembangan starategi pencapaian tujuan. Untuk menseleksi beberapa tujuan menjadi satu tujuan pilihan, maka digunakan metode Analytic Hierarchy Process(AHP) untuk analisa manfaat dan biaya. Tujuannya adalah untuk menentukan lokasi RPH yang dapat mengakomodir semua pihak kepentingan dengan pilihan alternatif. Alternatif pertama adalah tidak pindah atau status quo dengan perbaikan sarana dan fasilitas RPH. Alternatif ke dua adalah bergabung atau relokasi ke RPH Cakung atau Pulogadung. Alternatif ketiga adalah mencari lokasi baru atau relokasi Jakarta Utara.
Data berupa persepsi manusia dengan kriteria expert kemudian diolah dengan menggunakan program expert choice educational version 9.50A05. Hasil olah data menunjukkan bahwa pilihan kebijakan yang layak dilakukan atau menghasilkan manfaat paling besar bagi semua pihak kepentingan adalah mencari lokasi baru atau relokasi Jakarta Utara. Angka rasio manfaat dan biaya menunjukkan lebih besar dart satu atau sebesar 1,53. Pilihan kebijakan yang tidak layak dilakukan atau menyebabkan biaya besar adalah bergabung atau relokasi ke RPH CakunglPulogadung 0,82 dan status quo dengan perbaikan sarana dan fasilitas 0,76. Angka rasio manfaat dan biaya menunjukkan kurang dart satu. Pilihan kebijakan mencari lokasi RPH baru atau relokasi Jakarta Utara disarankan diikuti dengan optimalisasi jumlah pemotongan ternak. Optimalisasi jumlah pemotongan ternak dapat dicapai, jika PD Dharma Jaya melakukan strategi pencapaian tujuan. Menurut (Levy,1990) strategi pencapaian tujuan dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas penjualan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa Pranadila
"Daging sapi merupakan salah satu pangan pokok, namun konsumsi daging sapi di Indonesia masih jauh dari rata-rata standar konsumsi daging sapi di dunia, sehingga perlu adanya usaha untuk mendistribusikan daging sapi pada penduduk Indonesia khususnya Jabodetabek sebagai daerah dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis wilayah jangkauan Rumah Potong Hewan RPH berdasarkan karakteristik pedagang daging sapi serta hubungan karakteristik pedagang daging sapi dengan jarak jangkauan RPH. Fasilitas, tenaga kerja dan volume produksi RPH digunakan untuk mengkategorikan RPH di Jabodetabek menjadi tiga kategori dan karakteristik pedagang daging sapi digunakan untuk menganalisa hubungan antara jarak jangkauan dari RPH dengan karakteristik pedagang sapi itu sendiri.
Analisis yang dilakukan adalah analisis spasial deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis spasial deskriptif menggunakan metode buffer sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis chi-square. Masing-masing wilayah jangkauan RPH memiliki karakteristik pedagang yang beberda. Wilayah jangkauan RPH Kategori I dan RPH Kategori III memiliki hubungan yang cukup kuat dengan keuntungan, pendapatan dan biaya transportasi, sedangkan wilayah jangkauan RPH Kategori II memiliki hubungan yang cukup kuat dengan volume belanja dan biaya transportasi.

As a staple food, meat consumption in Indonesia is still far below the world rsquo s standard, so there will be need for a fair meat distribution, especially in Jabodetabek which has the most densely populated areas in Indonesia. The purpose of this research is to analyze the range area of Slaughterhouse RPH based on the characteristics of butchers and the how it relates to each other. RPH is facilities, labor and production volume are used to categorize RPH in Jabodetabek into three categories and butchers characteristics are used to analyze the relation between range area of RPH and characteristics of butchers itself.
The analysis used in this research are descriptive spatial analysis and quantitative analysis. Buffer method is used for descriptive spatial analysis while Chi Square analysis is used for quantitative analysis. Each of the RPH's range areas has their own butchers characteristic. The range areas of First Category RPH and Third Category RPH are strongly linked to the benefits, revenues and transportation costs, while the range area of Second Category RPH has a strong relationship with the volume of expenditure and transportation costs.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma
"Air limbah RPH yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan masalah lingkungan dan sosial. Rumusan masalah pada riset ini adalah praktik pemotongan sapi di RPH X yang belum sesuai dengan prinsip GSP dan fasilitas RPH X yang belum sesuai dengan persyaratan mempengaruhi pengelolaan air limbah RPH X yang berpotensi menyebabkan kualitas air limbah RPH X tidak memenuhi baku mutu dan menimbulkan dampak limbah RPH pada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar RPH X, sehingga dibutuhkan alternatif peningkatan pengelolaan air limbah RPH X. Riset ini mencoba menganalisis praktik pemotongan sapi, fasilitas RPH, pengelolaan air limbah RPH, kualitas air limbah RPH, dan dampak limbah RPH pada masyarakat serta menyusun alternatif peningkatan pengelolaan air limbah RPH X. Riset ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Hasil riset menunjukkan bahwa praktik pemotongan sapi di RPH X termasuk kategori kurang sesuai dengan prinsip GSP, fasilitas RPH X termasuk kategori kurang sesuai dengan persyaratan, pengelolaan air limbah RPH X cukup baik, kualitas air outlet IPAL telah memenuhi baku mutu, dan dampak limbah RPH X pada masyarakat berupa gangguan bau yang dirasakan oleh 100% responden dan gangguan kesehatan berupa mual yang dirasakan oleh 41% responden. Alternatif peningkatan pengelolaan air limbah RPH yang dapat dilakukan adalah minimisasi melalui segregasi dan pemanfaatan air limbah RPH X serta pemanfaatan limbah padat RPH X menjadi biogas.

Wastewater of slaughterhouse is not managed optimally can cause environmental and social problems. The study issue is practice of cattle slaughtering in slaughterhouse X that has not in accordance with GSP principle and slaughterhouse X facilities that have not in accordance with standards affecting wastewater management of slaughterhouse X which has potential to cause wastewater quality of slaughterhouse X exceeds water quality standards and cause impact of slaughterhouse waste to communities living around the slaughterhouse, so an alternative to improving wastewater management is needed. This study analyzes the practice of cattle slaughtering, the slaughterhouse facilities, the wastewater management of slaughterhouse, the wastewater quality, the impact of slaughterhouse waste, and compose alternative to improving wastewater management of slaughterhouse. This study exercises quantitative and qualitative methods.
The results showed that the practice of cattle slaughtering was categorized into less suitable with GSP principle, the slaughterhouse facilities were categorized into less suitable with standards, the wastewater management of slaughterhouse is quite good, the wastewater quality of WWTP outlet is comply with the water quality standards, and the impact of slaughterhouse waste to the communities living around the slaughterhouse is odor disruption felt by 100% of respondents and health issue are nauseous felt by 41% of respondents. The alternative to improving wastewater management of slaughterhouse is minimization through segregation and utilization of slaughterhouse wastewater and utilization of slaughterhouse solid waste into biogas.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2018
T50813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Ayu Widyasari
"Beef cattle is a source of protein that needed in fulfilling community nutrition. However, beef cattle can be contaminated by pathogenic bacteria such as Salmonella sp. due to the handling process in slaughterhouses. This study aims to know the Salmonella contamination on beef tenderloin and cube roll in X Slaughterhouse.
Method. This study was conducted on March-July 2018, using cross-sectional design study in which primary data were taken by taking 9 tenderloin samples, 9 cube roll samples, 30 hand swabs, and 30 knife swabs.
Results. Research shows that there is no significant relationship between bacteriological quality of the hand and tenderloin and cube roll because it has the p-value 1,0, and p-value =1,0, but has the value OR=1,33 and 1,733. Also, there is no significant relationship between the bacteriological quality of the knife and tenderloin and cube roll, with p-value=0,709 and p-value 0,464 but has the value OR=1,5 and OR=2,222.
Conclusion. To handle this matter, monitoring workers personal hygiene and their knifes hygiene are needed. As for the next research, suggested that it ll be better to increase the sample size to get more reliable results.

Latar Belakang. Daging sapi merupakan sumber protein yang dibutuhkan dalam pemenuhan gizi masyarakat. Namun, daging dapat terkontaminasi bakteri patogen seperti Salmonella sp. akibat proses handling di Rumah Potong Hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi Salmonella pada tenderloin dan lamusir sapi di RPH X.
Metode. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juli tahun 2018 dengan desain studi cross-sectiona menggunakan data primer yang diambil dengan pengambilan 9 sampel tenderloin, 9 sampel lamusir, 30 swab tangan dan 30 swab pisau pekerja Data dianalisis secara univariate dengan distribusi frekuensi dan bivariate dengan fishers exact.
Hasil. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas bakteriologis tangan dengan tenderloin dan lamusir dengan p-value=1,0 dan p-value=1,0, namun memiliki OR=1.33 dan OR=1,733. Selain itu, tidak terdapat hubungan yang signifkan antara kualitas bakteriologis pisau dengan tenderloin dan lamusir dengan p-value 0,709 dan p-value 0,464, namun memiliki OR=1,5 dan OR=2,222.
Kesimpulan. Langkah yang perlu dilakukan diantaranya adalah melakukan monitoring personal hygiene pekerja serta higienitas pisau yang digunakan pekerja untuk memproses pemotongan sapi walaupun kedua variabel tersebut bukan merupakan faktor yang signifikan dalam kontaminasi Salmonella pada tenderloin dan lamusir di RPH X. Sedangkan penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbesar ukuran sampel, agar didapatkan hasil yang lebih."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandar Seri Begawan: Jabatan Mufti Kerajaan, Jabatan Perdana Menteri, Negara Brunei Darussalam, 2011
297.14 BRU p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bandar Seri Begawan: State Mufti's Office, Prime Minister's Office Brunei Darussalam, 2011
297.14 BRU a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sufenal Healthy
"Tata Kelola yang Apik (Good Housekeeping, GHK) merupakan salah satu metodologi tentang cara mencapai penerapan Produksi Bersih. Good Housekeeping memfokuskan pada peningkatan produktifitas, penghematan biaya, pengurangan dampak lingkungan dan peningkatan prosedur organisasi serta keselamatan di tempat kerja. Langkah-langkah Tata Kelola yang Apik sangat mudah, cepat diidentifikasi dan diterapkan, murah/tanpa biaya investasi dan seringkali tidak membutuhkan dukungan eksternal. Penerapan GHK dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja lingkungan pada perusahaan. Berdasarkan evaluasi akan dapat diidentifikasi hal-hal sederhana, praktis yang menjadi kelemahan untuk dapat ditindaklanjuti guna meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan secara berkelanjutan. Perangkat GHK juga dapat membantu penanggung jawab lingkungan untuk memahami elemen-elemen pokok yang terdapat dalam GHK. Elemen-elemen ini dapat diselaraskan dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari untuk meningkatkan ekoefisiensi dan daya saing perusahaan. Hasil evaluasi penerapan GHK di PT. X Tbk menyatakan bahwa PT. X Tbk telah menerapkan GHK dengan baik. Kelemahan penerapan GHK yang perlu menjadi perhatian adalah bidang air dan air limbah untuk semua unit dan bidang energi pada unit yang Processing dan engineering. Penyebab kelemahan bidang air dan air limbah adalah masih ditemukannya kebocoran air baik pada produksi maupun non produksi, tindakan penggunaan air yang belum mengarah pada konservasi air, dan belum adanya pengelolaan air limbah bagian roter grinding pada unit spinning. Penyebab kelemahan bidang energi adalah pemilihan kualitas batubara yang kurang baik, belum dilakukan pengukuran efisiensi pembakaran, dan penempatan batubara yang belum memadai.

Good Housekeeping, GHK is one methodology that provides the method to accomplish Cleaner Production implementation. Good Housekeeping focuses on the Improvement of productivity, cost effidency, reduction of environmental Impact and organizational procedure improvement as well as safety at work places. Good Housekeeping implementation steps are so easy, quickly identified and applied, low price/ no investment and often does not require external support. GHKapplication can be used to evaluate the performance in oompany organization/environment On the basis of evaluation, simple and practical things can be identified which will constitute the weaknesses that can be followed up in order to improve of the performance in company organization/environment in sustainable manner. GHK and its tools can also assist the persons In charge of the environment to understand the main etements existing in GHK. These elements can be synchronized and put into practlce in the daily activities in order to increase the eco-effidency and competitiveness of a company. The results of GHK implementation evaluation States that FT. X Tbk has implemented GHK in good manner. The GHK weakness that needs attention is the water and waste water for all unlts and in addltion to that, the energy for yam processing and engineering unit. The causes of the weaknesses in water and waste water fields are that some water leakages are sbll found, both for production water and for non production water, the use of water that is not intended for water conservabon, and there is no waste water management existing in roler grinding at spinning unit. The causes of the weaknesses in energy sector is the selection of coal quality which is not good, there is no indneration effidency measurement available, and no appropriate coal storage."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T26828
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Ruth Maharini
"Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Indonesia seringkali belum memenuhi standar operasional, higienis dan sanitasi yang berlaku. Dengan demikian, hal tersebut dapat menimbulkan risiko pencemaran udara mikrobiologis oleh bakteri dan jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara mikrobiologis pada RPH, serta pengaruh parameter fisik lingkungan dan jumlah hewan ternak terhadap konsentrasi mikroba di udara dengan parameter bakteri, jamur, dan bakteri E. coli. Pengambilan sampel udara mikrobiologis dilakukan sebanyak 5 kali. Sampel diambil diambil menggunakan alat EMS Bioaerosol Sampler, dengan menggunakan media TSA untuk bakteri, media MEA untuk jamur, dan media EA untuk E. coli, serta dilakukan secara triplo. Kemudian, hubungan antara jumlah hewan ternak dalam kandang hewan dan konsentrasi mikroba di udara akan dianalisis menggunakan uji statistik parametris dengan uji korelasi. Hasil pengukuran sampel menunjukkan konsentrasi bakteri dan jamur yang sebagian besar belum memenuhi baku mutu indoor Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002, sementara baku mutu outdoor Polish Standard PN-Z-04111-02:1989 telah terpenuhi pada dua lokasi outdoor. Konsentrasi mikroba indoor rata-rata 2.565 CFU/m3 dan seluruh lokasi tidak memenuhi baku mutu, dan konsentrasi mikroba outdoor rata-rata 2.983 CFU/m3 . Hasil korelasi statistik menunjukkan korelasi yang kuat antara peningkatan jumlah hewan ternak dengan konsentrasi mikroba di udara dengan nilai korelasi rata-rata diatas 0,5.

Abattoirs (RPH) in Indonesia often do not meet operational standards, hygienic and sanitary regulations. Thus, it can pose a risk of microbiological air contamination by bacteria and fungi. This study aims to determine the microbiological air quality at the abattoir, also the influences of the physical parameters of the environment and the number of cattle on the concentration of airborne microbes with the parameters of bacteria, fungi, and E. coli. Microbiological air sampling was performed 5 times. Samples were taken using EMS Bioaerosol Sampler, using medium TSA for bacteria, MEA medium for fungi, and EA medium for E. coli, the samples were taken in triplo. Then, the correlations between the number of cattles and microbial air concentration were analyzed with statistic parametric test using the correlation test. The samples measurement showed that most of the concentrations of bacteria and fungi haven?t meet the indoor microbial air quality standard (Kemenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002) and outdoor microbial air quality standard (Polish Standard PN-Z-04111-02: 1989) that has been fulfilled by two outdoor locations, with the average concentration of indoor microbial air concentration at 2.565 CFU/m3, and the average of outdoor microbial air concentration at 2.983 CFU/m3. Statistical correlation analysis showed a strong correlation between the increase of the number of cattles along with microbial air concentration by the average correlation values of above 0.5."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Yovieta Christanty
"Rumah Pemotongan hewan (RPH) babi Kapuk merupakan RPH babi terbesar di DKI Jakarta, yang mulai beroperasi sejak tahun 1975. Babi yang terdapat di RPH babi Kapuk ini berjumlah sekitar 500 ekor setiap harinya. Masalah yang timbul akibat keberadaan RPH babi Kapuk ini adalah pencemaran udara oleh gas amoniak yang bersumber dari kotoran babi.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis konsentrasi gas amoniak pada RPH babi Kapuk. Pengukuran konsentrasi gas amoniak dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer-Nessler pada panjang gelombang 425 nm. Titik sampling diambil di luar dan didalam kandang babi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi gas amoniak minimum pada kawasan RPH babi Kapuk adalah 6,75 ppm, sedangkan konsentrasi maksimum adalah 20,5 ppm. Adapun konsentrasi gas amoniak rata-rata pada kawasan RPH babi Kapuk adalah 14,15 ppm. Hal ini berarti konsentrasi gas amoniak pada RPH babi Kapuk berada dibawah standar yang berlaku.

Kapuk swine slaughter house is the biggest in DKI Jakarta that has been operated since 1975. Total swine in this Kapuk swine slaughter house is about 500 swines per day. The problem that caused by the existence of Kapuk swine slaughter is air pollution by ammonia gas that sourced from pig manure.
This study analyzes ammonia gas concentration in Kapuk swine slaughter house. Ammonia gas concentration was measured by Spectophotometer-Nessler method with 425 nm wavelength. Sampling point was taken outside and inside the swine pen.
The result of this research show that minimum concentration of ammonia gas at Kapuk swine slaughter house was 6.75 ppm, whereas the maximum concentration was 20.5 ppm. The average ammonia concentration was 14.15 ppm. It means that the concentration of ammonia gas at Kapuk swine slaughter below the applicable standards.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43212
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>