Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dalam suatu bahasa negasi mendukung fungsi yang sangat penting. Fungsi utama negasi ialah untuk menyangkal atau mengingkari pernyataan lawan bicara atau pembicara yang dianggap keliru oleh pembicara itu sendiri. Manusia menggunakan konstitun negatif sebagai alat yang paling sempurna untuk menyangkal atau mengingkari sesuatu, oleh karena itu kehadiran konstituen negatif dalam suatu kalimat akan mengubah makna kalimat semula atau kalimat tanpa negasi., yaitu konstituen negatif dasar yang terdiri dari ora dan dudu, sednagkan negatif yang di samping menyatakan negasi hal lain menyangkut aspek seperti imperatif, kesertaan, penolakan, larangan dan lain sebagainya. Kelompok kedua ini diwakili oleh aja 'jangan', embuh 'tidak tahu', durung ;belum', dan wurung 'tidak jadi' atau 'urung.
Dari hasil analisis diketahui bahwa ora dan dudu berbeda dalam segi morfologi, sintaksis dan semantik. Dalam segi morfologi, keduanya berbeda dalam proses morfologi. Dalam segi sintaksis, keduanya berbeda hal jangkauan penegasian dalam suatu konstruksi kalimat. Pada segi semantik, perbedaan yang timbul adalah bahwa ora lebih bersifat polisemi dibandingkan dengan dudu.
Ciri lain dari konstituen negatif dasar adalah bahwa kedua konstituen ini mempunyai sifat sebagai penbentuk negatif kontradiktif dan negatif alternatif, walaupun untuk mengetahuinya harus dikembalikan pada data-data yang mencukupi.
Konstituen negatif paduan mempunyai ciri khusus yaitu bahwa kelompok ini bersifat dasar polisemu dalam segi semantik. Dari konotasi dasarnya paduan yaitu, bahwa kelompok ini mempunyai paduan atau parafrasa dengan kata-kata lainnya. Dalam segi sintaksis sifatnya tidak jauh berbeda dengan konstituen negatif dasar dalam menjangkau sebuah konstruksi kalimat.
Negasi dalam bahasa Jawa, sebagai salah satu bagian dari permasalah yang timbul dari perkembangan bahasasejauh ini belum pernah dibatasi secara khusus. Oleh karena itu, tujun dari penulisan ini adalah mengetahui konstituen negatif dan bagaimana jangkauan sintaksis dan semantisnya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S11497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyani
"Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa literatur yang ditulis oleh para ahli tata bahasa Arab diketahui bahwa pembahasan negasi hanya dibahas secara parsial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara komprehensif mengenai negasi dalam bahasa Arab pada tataran sintaksis. Penelitian ini menggunakan metode telaah teks secara berulang-ulang. Ketika ditemukan kalimat berpartikel negatif maka kalimat tersebut dikumpulkan dalam korpus data dan mengklasifikasikannya berdasarkan jenis, tipe dan bentuk kalimat. Kajian pustaka Negasi dalam bahasa Arab ini dilakukan dengan mengemukakan teori kalimat menurut Kentjono dan Soepamo, teori-teori yang membahas tentang partikel negatif menurut para ahli bahasa Arab di antaranya menurut al-Ghalayini, Wright, Haywood, Abboud, Holes, dan Kapliwatzky. Kerangka teori memuat mengenai teori kalimat berdasarkan jumlah klausanya yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk, teori konsep kalimat dalam bahasa Arab, kasus dan modus serta struktur kalimat bahasa Arab baik afirmatif maupun negatif yang merupakan arahan dalam pembuatan analisis. Dalam analisis Negasi dalam Bahasa Arab dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan adanya partikel negatif yang menegasikan secara total atau menegasikan kalimat dan yang menegasikan sebagian yaitu menegasikan unsur-unsur kalimat yang terbagi atas penegasian terhadap subjek, predikat, objek dan keterangan. Selain itu untuk memudahkan dalam mengamati penegasiannya, contoh-contoh kalimat dilengkapi dengan diagam pohon. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diperoleh informasi yaitu diketahui bahwa ada beberapa partikel negatif yang dapat digunakan untuk menegasikan kalimat adalah partikel la: nafiyatu liljinsi, La: na:fiyah, dan verba laysa. Partikel negatifyang menegasikan unsur kalimat subjek yaitu partikel ghaira, partikel yang menegasikan predikat yaitu partikel la-, lam, lam, ma: ghaira dan verba laysa. Partikel yang menegasikan objek yaitu partikel ghaira dan partikel yang menegasikan keterangan yaitu nomina du:na."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiman
"Negation as a modality has been interest scholars. At first, negation was described in the logical approach, but this description did not satisfie by linguists. As we know, Jespersen (1917) described it from a linguistic poini of view. I lis approach was developed by Klima (1964), Payne (1985), and Quirk el cri. (1985). In my thesis I try to describe the concept of negation in Javanese by referring to the concept which Payne has developed using a syntactic and semantic approach. The data collected for this thesis belong to the Ngoko variety of Javanese in magazines i.e. Jawa Anyar, Jaya Baya, Jaka Lot/hang, Alekar Seri, and l'wiyehar Semangal, further from the recording of a waywig kalif performance: Dewa Ruci. Being a Javanese native speaker. I have also included intuitive data. Negation in Javanese can De expressed syntactically by placing negative constituent in the sentence. The negative constituent can be a free or bounded form. The placement of the negative constiuent before the predicate, establishes standard negation. The negative constituent preceeding an adverbial forms a constituent- or special-negation. Negative constituents in Javanese can also form idiomatic expressions. Negation can be found in all types of sentence in the language. Syntactically, idiomatic expressions function as adverbials and semantically express modality. The negative marker ora 'not' underlies the derived affixed form, i.e. ngorakake 'say Not' which functions as a predicate and which semantically suggests the concept of denying ngiyakake 'say Yes'. Its derived form by reduplication, i.e. ora-ora functions as an adverbial and expresses the epistemic modality. Double negation causes the negative sentence to an affirmative one. Furthermore, double negative forms result in idiomatic expressions and syntactically function as adverbials. Semantically, it expresses the deontic modality."
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T37253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muna Mardhiyah Amini
"Dudu dan ora merupakan penanda negasi dalam bahasa Jawa yang menempati fungsi sintaksis predikat dengan jenis kata tertentu yang mendampinginya contohnya, dudu dengan nomina dan ora dengan verba. Namun, pada data yang ditemukan terdapat dudu dan ora tidak berkedudukan sebagai bagian dari predikat mau pun menegasi predikat. Hal tersebut melatarbelakangi penelitian ini yang bertujuan untuk menjelaskan posisi penanda negasi dudu dan ora di dalam kalimat dan cakupan penanda negasi dudu dan ora. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan sebuah novel berjudul Dom Sumurup Ing Banyu oleh Suparto Brata pada tahun 2006 sebagai sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan kalimat dengan penanda negasi dudu dan ora. Data tersebut lalu dikelompokkan berdasarkan data berupa kalimat yang memiliki pola fungsi sintaksis minimal Subjek-Predikat dan data berupa wacana. Pada penelitian ini ditemukan dudu dan ora yang menempati fungsi predikat bersama dengan kata lain yang mendampinginya. Namun, yang dinegasi oleh penanda negasi bukan kata yang mendampinginya melainkan kata pada fungsi sintaksis lainnya. Selain itu, ditemukan dudu dan ora yang tidak menempati fungsi predikat dan tidak didampingi oleh jenis kata apa pun. Dengan demikian cakupan negasi dudu dan ora mampu melewati batas 1 fungsi sintaksis.

Dudu and ora are negation markers in Javanese that occupy the syntactic function of predicates with certain types of words accompanying them, for example, dudu with nouns and ora with verbs. However, in the data found, dudu and ora do not function as part of the predicate or negate the predicate. The background of this study aims to explain the position of dudu and ora negation markers in the sentence and the scope of dudu and ora negation markers. This research was conducted by using qualitative research method and using a novel entitled Dom Sumurup Ing Banyu by Suparto Brata in 2006 as data source. Data collection was done by collecting sentences with negation markers dudu and ora. The data was then categorized based on the data in the form of sentences that have a minimal syntactic function pattern of Subject-Predicate and data in the form of discourse. In this study, dudu and ora were found to occupy the predicate function along with other words that accompany them. However, what is negated by the negation marker is not the word that accompanies it but the word in other syntactic functions. In addition, dudu and ora are found that do not occupy the predicate 2 function and are not accompanied by any type of word. Thus, the scope of dudu and ora negation is able to cross the boundary of 1 syntactic function.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryono
"ABSTRAK
karena perubahan itu dapat berarti pembatalan, penolakan, atau peniadaan yang kesemuanya itu akan menentukan tindak lanjut komunikasi yang sedang dilakukan. Mengingat pentingnya negasi bagi kelanjutan suatu komunikasi, maka negasi menjadi pusat perhatian dalam pembentukan dan pemahaman makna suatu tuturan.
Pentingnya negasi dalam suatu bahasa dikemukakan oleh Lehmann. Melalui penelitiannya terhadap tiga puluh bahasa di dunia Lehmann (1973:52-53) berasumsi bahwa konstituen negatif, bersama dengan konstituen lain yang disebut qualifier, bersifat universal. Keuniversalan negasi juga ditunjukkan oleh Bloomfield (1933:249), Greenberg (1963), Langacker (1972:22), dan Payne (1985:233). Fakta bahwa negasi itu bersifat universal menunjukkan bahwa kehadirannya dalam setiap bahasa mendukung fungsi yang panting.
Khusus dalam bahasa Indonesia pentingnya negasi, disamping fungi utamanya sebagai alnt untuk menyangkal sesuatu, jugs ditunjukkan oleh terpakainya konstituen negatif sebagai salah satu parameter dalam penggolongan kata, terutama tidak den bukan untuk menentukan verba dan nomina. Beberapa ahli bahasa Indonesia itu menentukan verba sebagai kelas kata yang dapat bergabung dengan tidak, dan nomina sebagai kelas kata yang dapat bergabung dengan bukan dan tidak dengan tidak dalam konstruksi negatif. Walaupun negasi bukanlah parameter utama dan memadai2 untuk mengklasifikasikan kata-kata bahasa Indonesia, namun nomina den verba yang ditentu--ken olehnya adalah kelas kata yang utama dalam semua bahasa.
Kajian terhadap negasi dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa dan beberapa bahasa yang lain telah banyak dilakukan.3 Bahkan disertasi tentang negasi dalam bahasa-bahasa selain bahasa Indonesia telah banyak ditulis, misalnya disertasi yang ditulis oleh Chasagrande (1968), Lasnik (1972), Coombs {1976), Bhatia (1978), De Abrew (881), dan Choi (1983). Akan tetapi penelitian yang mendalam don tuntas mengenai negasi dalam bahasa Indonesia sampai saat ini belum pernah dilakukan. Dalam survei Teeuw (1961) dan Uhlenbeck (1971) juga tidak dijumpai pembahasan masalah negasi dalam bahasa Indonesia. Dalam buku-buku tatabahasa Indonesia masalah negasi juga hanya disinggung secara dangkal, dan itu pun tidak terdapat dalam memos buku tatabahasa Indonesia.
Lazimnya pembahasan masalah negasi dalam buku-buku tatabahasa Indonesia dimasukkan ke dalam pembicaraan mengenai penggolongan kata. Dalam sepuluh buku tatabahasa yang telah penulis amati (yaitu Mees (1953), Alisjahbana (1954), Simorangkir-Simandjuntak (1955), Poedjawijatna (1958), Hadidjaja (1968), Fokker (1972), Safioedin (1973) dan (1978), Keraf (1973), dan Ramlan (1978)) tidak satu pun pengarang membahas secara khusus don mendalam masalah negasi dalam bahasa Indonesia. Begitu pule. dalam Tate Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1888) dan dalam buku-buku pengajaran bahasa Indonesia untuk orang asing, seperti yang ditulis oleh MacDonald (1967), Wolff (1972), Soebardi (1973), Danusoegondo (1976) dan Nothofer (1986) masalah negasi juga tidak dibahas secara khusus."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
D333
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryono
"Pada Bab,d pasal 3 telah dinyatakan bahwa tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimanakah negasi diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Tujuan ini didasari asumsi bahwa negasi bersifat universal, tetapi diungkapkan secara berbeda-beda dalam bahasa yang satu dan yang lain. Sebagai kategori semantis, negasi dalam bahasa Indonesia diungkap_kan dengan beberapa cara, baik secara suprasegmental (dengan pemberian intonasi tertentu) atau segmental (dengan menggunakan konstituen nega_tif). Dengan membatasi pada negasi yang dinyatakan secara segmental, penelitian ini menemukan adanya tiga macam konstituen yang lazim dipakai sebagai pengungkap negasi, yaitu (1) tidak, bukan, dan berbagai varian_nya, (2) a-, non-, dan seterusnya, dan (3) jangan, belurn, dan lainnya. Pengungkap negasi yang pertama dan kedua disebut konstituen negatif formal babas dan terikat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
D1821
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Novayani
"Skripsi ini membahas negasi dalam bahasa Jawa Kuno pada teks diparwa Penelitian difokuskan kepada varian perilaku sintaktis makna dan jangkauan penegasian konstituen negatif Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat berbagai varian perilaku sintaktis dan makna konstituen negatif sedangkan jangkauan penegasiannya adalah sama.

This thesis explained the negation in Old Javanese language on diparwa text The research pointed out on variant syntactical behavior meanings and scope of the negation To that end this research implemented the analytical descriptive method In conclusion the result of the research revealed that there are several variants syntactical behavior and negative constituent meanings while the concerning scope of the negation is exactly the same. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uti Aryanti
"Kehadiran konstituen negatif sebagai alat untuk menyangkal sesuatu dalam suatu kalimat mengubah makna kalimat semula, yaitu kalimat yang tidak mengandung makna penyangkalan atau pengingkaran. Perubahan makna itu dapat berarti pembatalan, penolakan atau peniadaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S12705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helma Rizkiana
"Penelitian mengenai negasi dalam bahasa isyarat belum banyak dilakukan di Indonesia. Memperhatikan situasi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan negasi dalam bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) yang berfokus pada analisis terhadap bentuk penanda manual dan nonmanual serta pola susunan kata dari satu jenis kalimat, yaitu kalimat pernyataan. Penelitian ini menggunakan data berupa rekaman video berbahasa isyarat informan tuli yang berisi 60 kalimat pernyataan negasi dalam Bisindo. Data yang sudah dikumpulkan, selanjutnya ditranskripsi terlebih dahulu untuk mengetahui bentuk penanda manual, penanda nonmanual, serta pola susunan kata dalam kalimat pernyataan negasi Bisindo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa (1) kalimat pernyataan negasi pada Bisindo dominan menggunakan penanda manual untuk menyatakan negasi; (2) penanda manual yang digunakan untuk menegasikan kalimat adalah TIDAK/BUKAN, BELUM, TIDAK-ADA, TIDAK-MENGERTI, TIDAK-PERNAH/BELUM-PERNAH, TIDAK-SUKA, dan TIDAK-MAU yang cenderung muncul di akhir kalimat; (3) jenis gerakan penanda nonmanual yang digunakan dalam kalimat pernyataan negasi adalah alis naik, alis turun, dan kepala menggeleng, (4) gerakan nonmanual yang paling banyak muncul adalah alis naik, sedangkan penanda manual negasi yang paling banyak digunakan adalah TIDAK/BUKAN; (5) untuk pola susunan kata, ditemukan sebanyak 10 jenis/tipe dan pola SP-Neg muncul dengan jumlah yang paling signifikan.
Research on negation in sign language has not been extensively conducted in Indonesia. Recognizing this gap, this study aims to describe negation in Indonesian Sign Language (Bisindo) which focuses on analyzing the forms of manual and nonmanual markers, as well as word order patterns in one type of sentence: statement sentences. This study utilizes data in the form of video recordings of deaf informants using sign language, comprising 60 negation statement sentences in Bisindo. The collected data is transcribed to identify the forms of manual markers, nonmanual markers, and word order patterns in Bisindo negation statement sentences. The findings show that (1) negation statement sentences in Bisindo predominantly employ manual markers to express negation; (2) manual markers such as NOT/NOT, NOT-YET, NOTHING, NOT-UNDERSTAND, NEVER, NOT-LIKE, and NOT-WANT are used to negate sentences, often appearing at the end of the sentence; (3) the types of nonmanual marker gestures used in negation statement sentences include raising eyebrows, lowering eyebrows, and shaking the head; (4) the most prevalent nonmanual gesture is raising eyebrows, while the most frequently used negation manual marker is NOT/NOT; (5) concerning word order patterns, 9 types are identified, with the SP-Neg pattern being the most significant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Prabu Yahya Farreledo Oetomo
"Negasi adalah tindakan penyangkalan, peniadaan atau kata sangkalan. Dalam kajian linguistik, negasi adalah salah satu elemen dasar dalam pikiran manusia yang menjadikannya bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa karena sebagai alat untuk pemikiran manusia. Negasi merupakan sebuah sanggahan dari jenis kalimat, baik itu deklaratif, imperatif, maupun interogatif. Dalam praktiknya, negasi dalam bahasa Korea terdapat dua bentuk negasi yang berbeda, negasi bentuk pendek dan negasi bentuk panjang. Korpus data kalimat negasi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari drama Sarangui Bulsichak. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan kalimat negasi yang ada di drama tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis dengan teknik simak catat, dan menggunakan klasifikasi Seo . Menurut hasil penelitian, penggunaan kalimat negasi di ketiga episode drama Sarangui Bulsichak terdapat 529 kalimat negasi yang terdiri dari negasi dasar sebanyak 182 kalimat, negasi imperatif sebanyak 34 kalimat, negasi khusus sebanyak 271 kalimat, negasi prefiks 34 kalimat dan 8 negasi ganda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi bahan referensi mengenai kalimat negasi bahasa Korea.

Negation is an act to denial, negate or refusal. In linguistic studies, Negation is one of the basic elements in the human mind which makes it an inseparable part of language because it is a tool for human thought. Negation is a rebuttal of declarative, imperative, or interrogative sentences. In practice, there are two different forms in Korean negation, short form negation and long negation. The corpus of negation sentence data used for this research is taken from Sarangui Bulsichak drama. The aims of this research is to explain the negation sentences in that drama. This study uses descriptive-analytics qualitative method with listening, note-taking technic, and Seo classification. According to the results, the use of negation sentences in the three episodes of Sarangui Bulsichak drama contained 529 negation sentences consisting of 182 basic negations, 34 imperative negations, 271 special negations, 34 prefix negation and 8 double negations. The results of this study are expected to provide additional knowledge and become a reference material regarding Korean negation sentences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>