Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hengki Purwowidagdo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S21947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Hanifah
"Pembangunan tidak akan mencapai kemajuan yang berarti tanpa disertai dengan kegiatan industrialisasi. Di sisi lain pembangunan industri juga membawa dampak negatif terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada, baik makhluk hidup maupun benda mati termasuk daya dan kondisi yang terdapat dalam ruang dimana kita hidup dan dapat mempengaruhi kehidupan.
Suatu sistem ekologis terj adi secara alamiah, namun seringkali manusia berperan dalam menciptakan keseimbangan bahkan ketidak-seimbangan ekosistem. Kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup pada umumnya terjadi karena adanya over exploitation terhadap sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampaknya dalam dimensi waktu yang lebih panjang, atau industriawan enggan mengeluarkan biaya untuk menanggulangi limbah pabrik yang berbahaya (hazadous waste)
Terhadap pencemaran dan perusakan lingungan hidup ini tindakan hukum harus diambil segera untuk menunjukan bahwa pelaku harus embayar mahal setiap perbuatan mereka yang merusak dan mengakibatkan kerugian pada orang lain. Undang-Undang No. 4 tahun 1982 pasal 23 menjadi dasar hukum acuan untuk dapat menuntut pihak pelaku dengan ketentuan hukum. pidana yang telah ada. Untuk mengaktualisasi pasal 20 dan 21 UULH, pihak masyarakat korban atau LSM lingkungan hidup dapat menggugat secara perdata dengan menggunakan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata t entang perbuatan melanggar hukum (PMH) di forum pengadilan.
Adanya peluang hukum tersebut memberikan keberanian kepada WALHI untuk mengajukan gugatan PMH terhadap PT. IIU dan Pemerintah RI di forum pengadilan pada 20 Desember 1988. Kasus ini menjadi kasus lingkungan hidup paling menarik dan paling revolusioner ditahun 1989 dimana secara implisit lingkungan hidup diakui sebagai subyek hukum. Dengan demikian setiap pelaku dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang merugikan orang lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isharyanto
"Upaya menegakkan hukum dilakukan dengan gencar tanpa memperhitungkan sifat UULH sebagai "kaderwet" yang perlu penjabaran lebih lanjut dalam seperangkat peraturan perundang-undangan lingkungan. Di samping itu, menghadapi masalah lingkungan yang relatif baru, kemampuan aparat penegak hukum kurang pula dipersiapkan. Kenyataan bahwa aparat penegak hukum yang bergelar Sarjana Hukum pada masa studinya di Fakultas Hukum belum pernah mendapat bekal mata kuliah Hukum Lingkungan tidak disadari sebagai kendala, apalagi penegakan hukum terhadap UULH lebih ditekankan kepada aspek pidananya (represif). Masalah lingkungan yang kompleks yang memerlukan persyaratan pembuktian ilmiah (scientific proof) dalam prosedur perkara belum pula dipahami oleh penegak hukum.
Mudah dipahami apabila kemampuan yang "kurang" akan menjadi kendala bagi penegakan hukum pidana lingkungan. Apalagi masalah lingkungan yang kompleks memerlukan persyaratan pembuktian ilmiah (scientific proof) yang menuntut pemahaman dan penguasaan oleh pihak aparat penegak hukum yang bertugas dalam bidang penegakan hukum pidana lingkungan.
Tujuan penelitian ini adalah menemukan jawaban dari permasalahan sebagaimana telah dirumuskan di atas, yaitu di samping mengetahui sejauh manakah peranan sanksi pidana yang ada dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 dan sampai sejauh manakah penerapan sanksi pidananya, juga untuk mengetahui hambatan-hambatan apakah yang ada dalam proses penerapan sanksi pidana dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan menggunakan tinjauan literatur dan penelitian lapangan. Penentuan daera sampel dilakukan dengan purposive random sampling dengan subyek penelitian Kejaksaan Agung RI, MABES POLRI, Pengadilan Negeri Sidoarjo. Analisis data secara kualitatif."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
T3129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Sulastri
"Salah satu tujuan dari penggantian dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah peningkatan efektivitas penegakan hukum lingkungan.
Berdasarkan hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup, sampai saat penelitian ini dilakukan, efektivitas penegakan hukum lingkungan di DKI Jakarta belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan melalui sarana administratif maupun keperdataan di Propinsi DKI Jakarta kurang didayagunakan sehingga memberikan peluang untuk didayagunakannya instrumen penegakan hukum lingkungan melalui sarana kepidanaan terhadap pelaku pencemaran lingkungan;
2. Penegakan hukum lingkungan melalui sarana kepidanaan kurang didayagunakan. Indikator dari hal ini terlihat dari:
a. Dari 32 pengaduan kasus pencemaran lingkungan yang diajukan kepada Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta dan BPLHD Kotamadya Jakarta Barat, Utara, Pusat, Timur selama Tahun 2001 tidak ada satu kasuspun yang ditindaklanjuti dengan langkah penegakan hukum pidana (Laporan Program Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Tahun 2002);
b. Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sampai digantikannya dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sampai sekarang (21 tahun), hanya 2 kasus pencemaran lingkungan di Propinsi DKI Jakarta yang diproses melalui penegakan hukum pidana;
c. Kondisi kualitas lingkungan (misalnya air sungai) di Propinsi DKI Jakarta tidak membaik tetapi makin memburuk, misalnya kualitas sungai di Jakarta pada Tahun 2000 lebih buruk dari pada kualitas air sungai di Jakarta Tahun 1995 (Laporan Prokasih DKI Jakarta Tahun 1995 dan Tahun 2000).
Sehubungan dengan hal tersebut, pertanyaan timbul dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perbandingan efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup di propinsi DKI Jakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997;
2. Faktor-faktor apa yang secara signifikan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup di Propinsi DKI Jakarta.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, maka penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian penegakan hukum lingkungan, pengertian, ruang lingkup dan pelaksana penegakan hukum lingkungan melalui sarana kepidanaan serta teori-teori yang mendukung mengenai indikator efektivitas penegakan hukum pidana dan faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup.
2. Menentukan tindak pidana pencemaran lingkungan hidup yang akan diteliti, penentuan lokasi penelitian, menentukan responden penelitian secara purposif, menyusun pedoman wawancara, melakukan penelitian awal, memperbaiki pedoman wawancara, melakukan penelitian lapangan dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dengan responden, membaca data dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap PT. Menara Jaya dan UD. Kurnia. Langkah-langkah tersebut dilakukan untuk menguji pendugaan mengenai perbandingan efektivitas penegakan hukum pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan menggunakan metode analisis komparatif bertahap dan Penjumlahan (Scoring) yang didukung dengan penggunaan simbol (+) dan (-).
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa:
1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 ( kasus Munjul) lebih efektif dibandingkan dengan efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 (kasus PT. Menara Jaya) , yaitu dengan kategori cukup efektif dengan jumlah 5 simbol (+) atau 55,6% dan kategori kurang efektif dengan 3 simbol (+) atau 33,3%. Adapun 4 indikator dari efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup adalah kasus ini adalah: a).Pendayagunaan instrumen penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup; b).Kelancaran proses penegakan hukum pidana; c).Pelaksanaan penegakan hukum pidana dan dampaknya pada peningkatan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; dan d).Dampak pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup.
2. Penegakan hukum pidana terhadap PT. Menara Jaya kurang efektif . Hal ini ditunjukkan dengan indikator:
a). Daya tanggap pejabat penerima pengaduan lamban, instrumen penegakan hukum pidana digunakan, tetapi masih berdasarkan pengaduan pihak yang dirugikan;
b). Proses penegakan hukum pidana selesai, tetapi kurang lancar baik dari aspek waktu maupun teknis lingkungan hidup;
c). Putusan pengadilan tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum, kepentingan umum dan misi pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan pelaksanaan penegakan hukum pidana tidak meningkatkan ketaatan terdakwa terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;
d). Pelaksanaan penegakan hukum pidana meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lokasi pencemaran.
3. Penegakan hukum pidana terhadap UD. Kurnia (kasus Munjul) cukup efektif, hal ini ditunjukkan dengan indikator:
a). Daya tanggap pejabat penerima pengaduan lamban, instrumen penegakan hukum pidana telah digunakan, tetapi masih berdasarkan pengaduan pihak yang dirugikan;
b). Proses penegakan hukum pidana selesai, cukup lancar baik dari aspek waktu maupun teknis lingkungan hidup;
c). Putusan pengadilan sesuai dengan fakta-fakta hukum, kepentingan umum dan misi pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan pelaksanaan penegakan hukum pidana tidak meningkatkan ketaatan terdakwa terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;
d). Pelaksanaan penegakan hukum pidana tidak meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lokasi pencemaran.
4. Faktor Aparat Penegak Hukum dan Aparat Penerima Pengaduan yang terdiri dari sub-faktor Kapasitas Aparat Penegak Hukum dan Aparat Penerima Pengaduan, Komitmen Aparat Penegak Hukum dan Aparat Penerima Pengaduan, Koordinasi antara Aparat Penegak Hukum dan antara Aparat Penegak Hukum dengan Instansi Teksnis Terkait merupakan faktor (sub-sub faktor) signifikan yang mempengaruhi kurang efektivitas penegakan hukum pidana terhadap PT. Menara Jaya (kasus PT. Menara Jaya) dan terhadap UD. Kurnia (Kasus Munjul), yaitu memiliki angka signifikasi terbesar yaitu 88,3% dan 75%.
5. Faktor-faktor berikutnya yang cukup signifikan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap kasus PT. Menara Jaya adalah Faktor Peran Kontrol Legislatif dan Masyarakat dan Faktor Budaya Hukum dengan angka signifikasi 50%, disusul dengan Faktor Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 dan Peraturan-peraturan Terkait Lainnya yaitu dengan angka signifiknasi 33,3% dan yang terakhir adalah Faktor Sarana dan Fasilitas dengan angka signifikasi pengaruh terendah yaitu 20%.
6. Faktor-faktor berikutnya yang cukup signifikan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap kasus Munjul adalah Faktor Budaya Hukum dengan angka signifikasi pengaruh sebesar 50%. Berikutnya secara berurut adalah Faktor Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Peraturan-peraturan Terkait Lainnya serta Faktor Peran Pengawasan Masyarakat dan Legislatif dengan angka signifikasi pengaruh 33,3% dan 25%. Selanjutnya yang terakhir adalah Faktor Sarana dan Fasilitas dengan angka signifikasi pengaruh terendah yaitu 20%.

An objective of alteration of Act Number 4 of 1982 concerning Basic Provisions For The Management of The Living Environment by Act Number 23 of 1997 concerning The Management of Living Environment is to improve effectiveness of environmental law enforcement.
According to the monitoring of Ministry of Environment, until right now implementation of environmental law enforcement in Province of Jakarta is uneffective. As shown by following indicators:
1. 32 cases environmental complaints to Environmental Management Agency of Province of Jakarta and Environmental Management Agency of West, Central, North, East and south Jakarta in 2001, were not handled by criminal law enforcement;
2. Since of enactment Act No.4 of 1982 concerning Basic Provisions For The Management of The Living Environment until changed by Act No23 of 1997 concerning The Management of Living Environment until right now (21 years), only 2 environmental pollution cases which be handled by Criminal Law Enforcement:
3. Environmental condition (air, water dan land) in Province of Jakarta in 2000 more bad than environmental condition of Jakarta in 1995 (Report of Prokasih Programme of 1995 and 2000).
According of above condition, the problems that rised in this research are:
1. How are the comparation of effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters in Province of of Jakarta based on Act Number 4 of 1982 with based on Act Number 23 of 1997;
2. What are significant factors that influences the effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters in Jakarta Province.
To answer the research questions, the research is conducted by following processes:
1. To understand the meaning of environmental law enforcement, definition, scopes and actors of environmental law enforcement by criminal sanction and theories of the effectiveness and significant factors that influences of the effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters.
2. To determinate environmental pollution cases that be researched, to determinate of research location, to determinate the purposive repondent, to create the guidelines of interview, act the preliminary research, to improve the guidelines of interview, act the field research by qualitative methodology by dept interview with respondents, read of data and documents linked with the implementation of criminal law enforcement for PT. Manara Jaya and UD. Kurnia.
The above actions be done for examine the hypothesis of comparation of the effectiveness of criminal law enforcement based on Act Number 4 of 1982 concerning Basic Provisions For The Management of The Living Environment and Act Number 23 of 1997 concerning The Management of The Living Environment.
3. The collected data will be analysed descriptively by The Stage Comparation Analysis Methodology and Scoring that use symbol (+) and (-).
According of the result of the data analysis, it can be concluded that:
1. The effectiveness of criminal law enforcement based on Act Number 23 of 1997 (a case study UD.Kurnia) is more effective than the effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters based on Act Number 4 of 1982 (a case study PT.Menara Jaya), with sufficiently effective category with 5 symbol (+) or 55,6,3% and lack of effective with 3 symbol (+) or 33,3%. Four (4) of indicators are: a. Use the instrument of crminal law enforcement for environmental polluters; b. The fluent the process of criminal law enforcement; c. Implementation old criminal law enforcement and its impact for the improvement of the compliance of environmental regulation; and d. The impacts of implementation of criminal law enforcement for the improvement of environment quality.
2. Criminal law enforcement for PT. Menara Jaya are lack of effective. As shown by indicators:
a). Responsibility of officials to handle the received public complaints officials is indolent, the instrument of Criminal law enforcement be used, but based on the complaints of the victim;
b). The process of criminal law enforcement has finished, but lack of fluent, timely as well as environmental technics;
c). Court decision are not suitable with the legal facts, the public interest and the mission of environmental sustainability and implementation of criminal law enforcement does not improved the suspected compliance;
d). Implementation of criminal law enforcement has improved environmental quality in the criminal law location.
3. Criminal Law Enforcement for UD. Kurnia (Munjul case) is sufficiently effective. As shown by following indicators:
a). Responsibility of officials to handle the received public complaint is indolent, instrument of criminal law enforcement be used, but based on the complaints of the victim;
b). The Process of criminal law enforcement has finished, sufficiently fluent, timely as well as environmental technics;
c). Court decision are suitable with the legal facts, the public interest and the mission of environmental sustainability and implementation of criminal law enforcement does not improved the suspected compliance;
d). Implementation of criminal law enforcement has not improved the environmental quality in the criminal law location.
4. Factors of The Law Enforcement Apparatus and The Complaint Received Apparatus , which consist of sub factors of the The Law Enforcement Apparatus and The Complaint Received Apparatus capacity and commitment and coordination among the Law Enforcement Apparatus and between The Law Enforcement Apparatus with The Relevanced of Technical Agencies are the significant factors that influences effectiveness of criminal law enforcement for PT. Menara Jaya (PT. Menara Jaya case) and UD. Kurnia (Munjul case), that has biggest signification cipher of 88,3% and 75%.
5. The next factors that sufficiently significant influences the effectiveness of criminal law enforcement for PT. Menara Jaya are Control Role of Public and Legislative and Public Law Culture Factors with signification chipper of 50%, continued by significantless influenced factors are Act Number 4 of 1982 and The Relevant Regulations Factors and Tools and Facilities Factor with signification chipper 33,3% and 20%.
6. The next factors that influences the effectiveness of criminal law enforcement for UD. Kurnia are Public Law Culture Factors with signification chipper of 50%, continued by significantless influenced factors are Act Number 23 of 1997 and the Relevant Regulations and Tools and Facilities with signification chipper of 33,3% and 25% and Control Role of Public and Legislative Factor with lowest signification chipper of 20%;
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Entol Maliki Achyar
"Terjadi pencemaran akibat meluapnya air Kali Cipinang sehingga masuk ke dalam lagoon limbah PT. Century Textile Tbk yang terus mengalir hingga ke pemukiman penduduk di sekitar pabrik. Karena pencernaran ini disebabkan adanya keadaan memaksa (Banjir) maka PT. Century Textile Tbk. tidak diwajibkan untuk membayar ganti kerugian baik kepada orang yang terkena dampak juga untuk memulihkan kondisi lingkungan yang tercemar meskipun limbah PT. Century Textile Tbk adalah bahan berbahaya dan beracun. Keadaan memaksa/Overmacht merupakan alasan pemaaf bila menyebabkan pencernaran, dimana hal ini di atur dalam pasal 35 ayat (2) Undang-undang nomor 23 tahun 1997, sehingga terhadap pihak yang mencemari dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Bagi industri yang menggunakan dan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun seperti industri tekstil maka berlaku asas tanggung jawab mutlak/strict liability. Dengan asas ini unsur kehati-hatian menjadi suatu keharusan. Keadaan memaksa yang bersifat apa yang dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf. Bila semua keadaan memaksa dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf, maka orang yang terkena dampak akibat pencemaran akan semakin sengsara dan lingkungan semakin tercemar. Guna mendapatkan pemahaman tersebut maka karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan yakni wawancara. Dengan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan memaksa yang dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf adalah keadaan memaksa yang bersifat absolut yakni keadaan memaksa itu benar-benar tidak dapat di tanggulangi dan diluar perhitungan yang matang serta keadaan memaksa itu haruslah bersifat obyektif yakni keadaan memaksa tersebut memang keadaan memaksa menurut penilaian masyarakat pada umumnya. (EMA)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Zaharuddin Utama
Jakarta: Midada Rahma Press, 2012
344.046 ZAH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S20379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Wenas
"Paksaan pemerintah merupakan sanksi administratif dalam kasus lingkungan yang paling banyak digunakan di Indonesia. Terlepas banyaknya perubahan pengaturan lingkungan melalui UU Cipta Kerja, paksaan pemerintah ternyata masih berlaku di Indonesia. Tetapi bila pengaturan dan konsepnya dari awal sudah tidak tepat, hal ini berarti pemerintah layaknya menggunakan pisau yang tumpul untuk menyelesaikan pelanggaran lingkungan hidup. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap konsep dan pengaturan, pelaksanaan hingga memberikan solusi permasalahan dari paksaan pemerintah di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan penelitian yuridis-normatif dan analisis kualitatif terhadap berbagai jenis data. Data penelitian yang diperoleh berasal dari data sekunder, seperti peraturan maupun literatur jurnal atau buku. Selain itu, penelitian ini juga diperkuat dengan data lapangan melalui putusan maupun surat keputusan, serta wawancara dengan pihak KLHK. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pemerintah selama ini keliru mengerti dan menerapkan paksaan pemerintah. Konsep yang ada tidak tepat, seperti tindakan hukum belaka yang diperintahkan kepada pihak pelanggar. Pengaturannya juga tidak jelas dan tidak konsisten, seperti kapan paksaan pemerintah dapat diterapkan. Penerapan oleh pemerintah pusat juga bisa berbeda dengan pemerintah daerah. Belum lagi pemerintah keliru mengerti denda keterlambatan, uang paksa maupun eskalasi sanksi paksaan pemerintah. Terhadap berbagai permasalahan ini, pemerintah secara konseptual harus menggunakan tindakan nyata maupun mengubah payung hukum dan instrumen yang ada. Penyamarataan dan penegasan penerapan paksaan pemerintah antara pemerintah pusat dan daerah juga penting untuk memperbaiki dan memperkuat penegakan hukum lingkungan hidup kedepannya di Indonesia.

In Indonesia, administrative coercion is the first choice by governments when dealing with environmental offences. Despite huge amendments of environmental regulations through the Job Creation Act (UU Cipta Kerja) in 2020, administrative coercion itself remained unchanged. However, if the concepts and regulations are already flawed to begin with, that means the government is metaphorically sending someone on a fool’s errand to solve environmental enforcement. This research will try to provide answers to the real concepts and regulations, implementations and solutions for the problems facing administrative coercion in Indonesia. This will be done though normative-legal research and qualitative analysis on a variety of data. The data will be secondary sources derived from current regulations, journal and texts. Additionally, this research will also be adding interview with the officials as well as rulings and administrative decision to strengthen the results. This research found that the government misunderstood and implemented an incorrect form of administrative coercion. The concepts were false, such as mere orders given to offenders assumed as concrete actions. The regulations were also faulty as it is unclear and inconsistent such as parameters of when administrative coercions should be implemented. Implementation between regional and central government varies, and there are misconceptions regarding ‘daily fine’ and other related instruments. The government conceptually, need to implement concrete actions and amend the current rules and regulations. Moreover, equal and bold implementation between the central and regional government will be the key in improving and strengthening future enforcement for a better environmental management in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martono Thomas
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S26329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>