Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufik Zulkarnaen
"Jakarta sebagai kota primat yang terbesar di Indonesia merupakan kota yang paling banyak menjadi tujuan urbanisasi. Seiring dengan semakin majunya pertumbuhan ekonomi kota, maka Jakarta tidak dapat menghindari derasnya arus urbanisasi yang datang dari berbagai daerah. Banyaknya kaum urban yang datang dengan latar belakang pendidikan rendah menimbulkan masalah yang cukup pelik, salah satunya adalah penyediaan perumahan sebagai fasilitas primer. Bogor sebagai salah satu kota metropolitan yang dekat dengan Jakarta juga terkena dampak akibat arus urbanisasi tersebut. Bogor harus memikul beban dari kepesatan perkembangan kota Jakarta. Kenyataan itu telah menyebabkan kepadatan penduduk kota melampaui ambang batas ideal. Dengan kepadatan penduduk yang tinggi, sebagai kota penyangga, kebutuhan akan sarana perumahan bagi warganya pun menjadi prioritas yang utama. Sebagai sebuah program nasional, pembangunan Perum Perumnas merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan akan sarana perumahan. Untuk itu diperlukan tanah sebagai faktor terpenting demi tercapainya pembangunan ini. Tanah akan didapat melalui suatu proses pembebasan tanah terlebih dahulu, atau istilah terbaru yang digunakan yaitu pengadaan tanah. Pengadaan tanah bagi pembangunan pemukiman Perum Perumnas, adalah salah satu wujud adanya pembangunan kota secara berkelanjutan yang disesuaikan dengan tata ruang kota yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses sosial yang terjadi dalam pengadaan tanah di Perum Perumnas Regional III Cabang Bogor menyangkut pengetahuan pemilik tanah tentang rencana pengadaan tanah oleh Perum Perumnas, bagaimana proses musyawarah harga ganti rugi, serta dengan cara atau pola seperti apa pihak Perum Perumnas melakukan pengadaan tanah. Jenis pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kuahtatif melalui studi kasus. Semua data yang didapat dari para informan dikumpulkan melalui wawancara mendalam dari tiap-tiap informan. Para pemilik tanah yang menjadi informan adalah mereka yang memiliki tanah atau bangunan yang dibebaskan oleh Perum Perumnas Regional III Cabang Bogor, Bogor. Dari hasil wawancara yang didapat dengan para informan tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua pola pembebasan tanah, yaitu melalui konsolidasi tanah dan ganti rugi. Konsolidasi tanah adalah sebuah solusi yang ditawarkan oleh pemerintah jika pemilik tanah tidak mau membebaskan tanahnya dengan ganti rugi berupa uang. Sedangkan semua informan mendapatkan tekanan moral yang mempengaruhi keputusan mereka dalam melakukan pembebasan tanahnya oleh aparat pemerintah. Selain itu didapat juga peran panitia 9 yang terlibat di dalam proses musyawarah ganti rugi yang salah satu tugasnya adalah menetapkan harga ganti rugi tanah yang akan dibebaskan berdasarkan acuan pada peraturan atau pedoman yang ada. Penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah selalu dikonotasikan negatif oleh masyarakat pada umumnya dan oleh para pemilik tanah pada khususnya. Dan bahkan intervensi melalui tekanan moral pada para pemilik tanah, sebelum adanya musyawarah ganti rugi, dilakukan oleh beberapa aparat pemerintah untuk mencapai tujuan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joune James Esau Ganda
"BIMINDO adalah salah satu kawasan metropolitan di Indonesia yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional melalui Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017, dan menjadi prioritas pembangunan tata ruang aglomerasi kota Indonesia bagian timur. Kawasan Metropolitan BIMINDO, Sulawesi Utara direncanakan dengan Bitung dan Manado sebagai kota inti dan Minahasa sebagai kawasan kota pendukung, dengan kawasan ekonomi industri, pertanian dan pariwisata sebagai andalan penggerak pertumbuhan. Pembangunan dan perkembangan BIMINDO masih belum maksimal, terlihat dari berbagai isu seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta fasilitas jalan tol sebagai akses utama Manado-Bitung yang menderita kerugian besar. Kajian ini menganalisis faktor-faktor penyebab timbulnya isu tersebut, dan potensi Kabupaten Minahasa Utara terhadap pengembangan dan pembangunan kawasan metropolitan BIMINDO. Kajian ini menggunakan metode analisis mixed method analisis ekonometrika spasial GeoDa, navigasi Global Navigation Satellite System (GNSS), serta analisis kualitatif wawancara mendalam dan observasi lapangan. Kajian ini menekankan bahwa determinan populasi penduduk, penanaman modal asing, dan arus mobilitas kendaraan berdampak signifikan pada pengembangan dan pembangunan BIMINDO. Kebijakan terintegritas antar kawasan sangat diperlukan untuk mendukung arus lalu lintas yang baik pada akses utama antar kota inti, KEK dan DPSP pada Kawasan Metropolitan BIMINDO. Kabupaten Minahasa Utara memiliki potensi yang besar pada pengembangan dan pembangunan Kawasan Metropolitan BIMINDO pada bidang investasi, pertanian, industri, properti, dan pariwisata. Potensi lokasi Kabupaten Minahasa Utara yang strategis sebagai kawasan penghubung dan pendukung aglomerasi dua kota inti Manado dan Bitung juga memainkan peran yang penting. Aspek sumber daya manusia dan politik merupakan faktor yang dinilai perlu diperhatikan pada proses pengembangan dan pembangunan Kawasan Metropolitan BIMINDO.

BIMINDO is one of Indonesia’s metropolitan areas planned as National Strategic Area as in Decree of Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 and been targeted as prioritized eastern Indonesian cities development. BIMINDO Metropolitan Area, North Sulawesi is designed with two city centers: Manado Bitung and Minahasa as the buffer zone, with industrial economic, agriculture, and tourism as the main development factors. Development of BIMINDO Metropolitan Area is not as planned, with range of issues such as low productivity of special economic zone and inefficient facility of highway as the main access of Manado Bitung. This study analyses the influencing factors of the BIMINDO Metropolitan development issues and the potential of North Minahasa Regency in its strategic development. This study used mixed method analysis, including spatial econometric GeoDa, GNSS (Global Navigation Satellite System) navigation, and depth interview as well as field observation qualitative analysis. The result highlights that the population, foreign investment and vehicle mobility are the influencing determinant, while foreign investment is stressed as the significance determinant in BIMINDO Metropolitan development. Integrated policy among the area is needed to improve the vehicle mobility traffic in the main access of the two city centers, special economic zone and tourism centers in BIMINDO Metropolitan Area. North Minahasa regency shows a great potential in BIMINDO development especially in foreign investment, agriculture, industry, property, and tourism. The strategic location of North Minahasa Regency plays as significant role to accommodate the connectivity of the two city centers Manado Bitung agglomeration. Human development and politic are two important sectors to enhance in the strategic development of BIMINDO Metropolitan Area"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virania Widianto
"Berada di perguruan tinggi bukanlah sesuatu hal yang mudah, individu akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan perubahan baru. Dalam mewujudkan lingkungan perkuliahan yang baik dibutuhkan usaha untuk mengatasi segala masalah yang timbul serta keyakinan bahwa hal baik akan terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan strategi coping pada mahasiswa Universitas Indonesia. Sebanyak 669 partisipan yang merupakan mahasiswa aktif di Universitas Indonesia angkatan 2011 hingga 2014 diminta untuk mengisi kuesioner optimisme dan strategi coping. Pengukuran optimisme menggunakan Life Orientation Test-Revised (LOT-R) yang disusun oleh Scheier, Carver, dan Bridge (1994) dan pengukuran strategi coping dilakukan dengan menggunakan Brief COPE yang dikembangkan oleh Carver (1997).
Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara optimisme dengan strategi coping pada mahasiswa Universitas Indonesia. Artinya, tinggi rendahnya tingkat optimisme dapat memprediksi frekuensi penggunaan strategi coping yang digunakan oleh individu. Hasil penelitian ini juga menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara optimisme dengan problem-focused coping dan adaptive coping. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan sikap optimis serta menggunakan strategi coping secara efektif selama berada di perguruan tinggi.

Studying in university is not easy, student will be faced with new challenges and changes. Making a good college environment is needed effort to overcome all problems and belief of good things will happen. This research was proposed to understand the correlation between optimism and coping strategy on the student of University of Indonesia. Participants were 699 students of UI 2011 till (up to) 2014 by filling questionnaire of optimism and coping strategy. The measurement of optimism was with LOTR (Scheier, Carver, & Bridge, 1994) and coping strategy was measured by Brief COPE (Carver, 1997).
This study found that there was a significantly positive relationship between optimism and coping strategy on the University of Indonesia students. Which means the high and low level of optimism can predict frequency of using coping strategy was used by individual. Then, this study also found a significantly positive correlation between optimism and problemfocused coping and adaptive coping. So that, students should be able to develop optimism attitude and to use copying strategy effectively while they are in university.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adista Hanif Baskara Widya
"ABSTRAK
Seiring dengan semakin banyaknya individu yang tinggal di kota-kota
besar, populasi-nya menjadi semakin tersebar dalam kawasan perkotaan yang
secara spasial terus melebar. Meskipun telah banyak bukti empiris yang
menunjukan bahwa semakin besar jumlah populasi meningkatkan eksternalitas
aglomerasi kawasan perkotaan, sedikit yang diketahui mengenai pengaruh
distribusi populasi kawasan perkotaan dalam konteks tersebut. Termotivasi oleh
keadaan tersebut, riset ini bertujuan untuk melihat bagaimana konsentrasi
populasi kawasan perkotaan mempengaruhi produktivitas sepuluh kawasan
metropolitan di Indonesia. Studi ini menemukan bahwa organisasi spasial
kawasan perkotaan memiliki peran penting. Tidak hanya produktivitas lebih besar
di kawasan metropolitan yang terkonsentrasi, tetapi juga elastisitas produktivitas
terhadap populasi meningkat dengan tingkat konsentrasi populasi kawasan metropolitan

ABSTRACT
As more and more people come to live in large cities, its population has
become more dispersed across an increasingly spread-out urban area. While vast
amount of empirical evidences has shown that higher population enhances urban
agglomeration externalities, little is known whether urban population distribution
also has influence in that context. Motivated by this setting, this study examines
how urban population concentration of ten Indonesia metropolitan areas affect its
productivity. This study found that urban spatial organization matter. Not only
productivity is higher in concentrated metropolitan areas, but also the elasticity of
productivity with respect to population size increases with the degree of
metropolitan area?s population concentration"
2016
S64581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadhi Sanggakala
"Walaupun intensitas penggunaan ruang jalan sebagai ruang interaksi sosial di dalam lingkungan permukiman kampung kota dan perumahan Perumnas cukup tinggi. Aspek rancang kota yang berlaku belum menyentuh potensi tersebut. Panduan pembangunan ruang jalan pemukiman lebih menekankan pada standar lebar jalan.
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam upaya pemberdayaan ruang jalan ataupun pengembangan ruang terbuka lainnya pada permukiman menengah bawah perkotaan, baik pada permukiman kampung kota maupun perumahan Perumnas. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kajian secara kualitatif. Data yang didapat dirumuskan melalui pengamatan terukur (kuantitatif) melalui survey untuk menghitung intensitas interaksi yang terjadi.
Melalui telaah arsitektur yang berperan dalam pernbentukan ruang kota, kajian ini berhasil mengidentifikasikan unsur-unsur pembentuk ruang interaksi pada ruang jalan. Secara terukur (fisik) unsur-unsur pembentuk ruang interaksi meliputi kualitas dan bentuk keterlingkupan, orientasi, tempat duduk, lantai, sinar matahari, iklim, sirkulasi, pejalan kaki, fungsi kegiatan hunian dan komersil, dan elemen pendukung kegiatan. Unsur-unsur fisik tersebut dikaji melalui intensitas interaksi yang terjadi dalam kerangka waktu, kegiatan yang terjadi Serta jenis kelamin dan usia pelaku interaksi.
Ditinjau dari segi titik-titik (spots) ruang kegiatan interaksi yang terjadi, terdapat perbedaan berdasarkan fungsi kegiatan hunian dan fungsi kegiatan komersial (misalnya warung) yang menjadi Iatar interaksi. Ruang interaksi dibentuk oleh elemen atap sebagai peneduh terjadi pada setting fungsi kegiatan hunian dengan jarak sosial pada lebar jalannya. Pada setting fimgsi kegiatan komersil, ruang interaksi yang terjadi ditentukan oleh faktor perletakan atau lokasinya yang efektif berada pada persimpangan jalan. Ditinjau dan bentuk penggal jalan, pembentukan ruang interaksi dipengaruhi oleh keberagaman setting kegiatan yang terjadi, jarak bangunan dan sifat transparansi/keterbukaan, kepadatan serta keberadaan elemen-elemen yang mampu memfasilitasi posisi duduk dan lebar jalan.
Perbedaan ruang interaksi sosial antara pennukiman kampung dan Perumnas mempengaruhi intensitas pembentukan ruang interaksi baik dari jumlah pengguna maupun lamanya waktu penggunaan ruang interaksi itu sendiri.

Even high intensity the use of street space, as a social interaction space in kampong settlement environment & Perumnas settlement, urban design aspect has not been touching its potential. Design guidelines of street space for Settlement just talk about standard on width of street.
These research findings expect to be a consideration in case of street space empowerment, or another open space development at middle-low income settlement in urban area.
The research approach uses qualitative method. All data are from surveying and then it is formulated by quantitative method to count how high its intensity interaction.
By architectural literature observation on urban space typology, its findings are identifying interaction space factors on street space. Physically, interaction space factors are quality and form of enclosure, orientation, place for sitting, floor, sunlight, climate, circulation, pedestrian, activity on settlement and commercial function, supporting activity element. These physical factors are studied by interaction intensity in term of time, activity, sex and age of actors.
Based on interaction activity space spots, there is dilference between settlement activity function and commercial activity function (ex. warung) that become an interaction setting. Interaction space is formed by roof element, as shading, happened on settlement activity function with its special social distance and width of street On commercial activity function setting, interaction space is formed by site and location factors, that effective on street quarter.
Based on street space form, interaction space formation is influenced by diversity of activity setting, building distance and transparency, density and elements that facilitates place for sitting and width of street.
Social interaction space difference between kampong settlement and Perumnas influence intensity of interaction space, which is sum of users and how long their spent times in interaction space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Jaya Suciningrum
"Penelitian ini membahas berbagai kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Giawa Saryuk karya Choe Seohae beserta cara pengungkapan kritik tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan berbagai kritik sosial dan cara penyampaian kritik yang terdapat dalam cerpen Giawa Saryuk. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis secara deskriptif dan close reading dengan seluruh analisis yang merujuk pada teks. Dalam hal ini, latar belakang sejarah pun dipertimbangkan sebagai dasar analisis. Dalam cerpen Giawa Saryuk, terdapat tiga kritik yang ditujukan kepada pemerintah Jepang, masyarakat Korea dan Manchuria, dan keadaan sekitar. Selain itu, Choe Seohae menggunakan tiga cara yang khas untuk mengungkapkan kritik dalam cerpennya tersebut.

This research discusses the social critics and the writer?s method of telling his critics in the short story, Giawa Saryuk by Choe Seohae. The aim of this research is to point out all of the social critics, and to show how the writer presents it in the short story. This research is using sociology literature approache. The research method used in this study is qualitative method with descriptive analysis and close reading method with all its analysis refers to the text. Historical background is considered as a basis a well. There are three critics for the government of Japan, Korean and Manchuria society, and the surrounding environment within the short story. From this research, we also know that writer uses three distinctive style to present his critics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60730
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aris Ashari
"Kepadatan penduduk di Jakarta menimbulkan berbagai masalah perkotaan. Salah satu permasalahan yang timbul adalah kenyamanan termal dengan sensasi panas yang tidak nyaman. Hal ini juga diperparah dengan pemanfaatan ruang perkotaan yang tidak proporsional sehingga perbaikan sensasi termal sulit untuk diwujudkan. Perbaikan kenyamanan termal dilakukan terhadap wilayah mikro kemudian perlahan melakukan evaluasi dengan skala yang lebih besar. Penelitian-penelitian sebelumnya banyak membahas mengenai hubungan antar variabel meteorologi dengan Thermal Sensation Vote (TSV) dan Thermal Comfort Vote (TCV) dan kaitannya terhadap rekomendasi penambahan vegetasi. Namun sangat jarang dibahas terkait peluang responden untuk merubah persepsinya terhadap sensasi termal yang dirasakan setelah adanya evaluasi dan perbaikan kenyamanan termal. Teknik Ordinal Logistic Regression (OLR) digunakan dalam penelitian ini untuk menghasilkan model prediktif dari pengamatan yang melibatkan TSV dan TCV terhadap variabel meteorologi. Sedangkan metode ANOVA, digunakan untuk mendapatkan kisaran netral suhu yang dapat diterima di dua lokasi studi, Kelurahan Gunung Sahari Selatan dan Kelurahan Tanjung Priok. Simulasi pemanfaatan ruang di kedua lokasi studi dilakukan dengan evaluasi kenyamanan termal serta penambahan vegetasi menggunakan bantuan ENVI-Met. Penelitian menemukan kisaran netral suhu yang dapat diterima untuk membentuk TSV = 0 (Netral) di Gunung Sahari Selatan adalah 31,29 ± 0,96 ºC, sedangkan di Tanjung Priok adalah 31,32 ± 0,87 ºC. Juga didapatkan kisaran netral suhu yang dapat diterima untuk pembentuk respon TCV = 0 (Netral) di Gunung Sahari Selatan sebesar 31,21 ± 1,23 ºC dan di Tanjung Priok sebesar 31,12 ± 0,93 ºC. Model OLR yang terbentuk menyimpulkan bahwa setiap peningkatan suhu 1ºC dan kecepatan angin 1 m/s akan meningkatkan peluang respon untuk TSV=+3/7 (Panas) adalah sebesar 200% di Gunung Sahari Selatan. Sedangkan OLR untuk pengamatan di Tanjung Priok, disimpulkan bahwa setiap peningkatan suhu 1ºC dan penurunan kelembaban relatif 1% akan meningkatkan peluang respon untuk TSV=+3/7 (panas) sebesar 0%. Hasil evaluasi kenyamanan termal melalui simulasi penambahan vegetasi membuktikan bahwa terjadi penurunan batas bawah suhu hingga 0,08 ºC di Gunung Sahari dan penurunan batas atas suhu hingga 0,33 ºC di Tanjung Priok. Fakta-fakta tersebut memperlihatkan bahwa pemanfaatan ruang di Jakarta belum proporsional sehingga mayoritas dari responden memilih TSV = +3 (Panas) dan TCV = -1 (Sedikit Tidak Nyaman). Hal tersebut membuktikan pemanfaatan ruang yang tidak proporsional dapat memperburuk kenyamanan termal iklim mikro.

The population density in Jakarta has been raising various urban problems. One of those problems that arise are thermal comfort with an uncomfortable hot sensation. That’s also exacerbated by the disproportionate use of urban space so the improvement of thermal sensations is difficult to realize. The improvement of thermal comfort are generally carried out on the micro region then slowly evaluating it on a larger scale. Previous studies have discussed the relationship between meteorological variables with the Thermal Sensation Vote (TSV) and Thermal Comfort Vote (TCV) and their relation to recommendations for adding vegetation. However, it rarely discussed regarding the opportunity for respondents to change their perception of thermal sensation that felt after an evaluation and improvement of thermal comfort. Ordinal Logistic Regression (OLR) technique applied in this study to produce predictive models from observations involving TSV, TCV and meteorological variables. Meanwhile, the ANOVA method used to obtain a neutral range of acceptable temperatures in two locations; Gunung Sahari Selatan and Tanjung Priok. Spatial utilization simulation in both study locations was carried out by evaluating thermal comfort and adding vegetation using the ENVI-Met. The study found that the acceptable temperature neutral range for forming TSV = 0 (Neutral) at Gunung Sahari Selatan was 31.29 ± 0.96 ºC, while at Tanjung Priok it was 31.32 ± 0.87 ºC. Also obtained the acceptable temperature neutral range to form a TCV = 0 (neutral) response at Gunung Sahari Selatan of 31.21 ± 1.23 ºC and at Tanjung Priok of 31.12 ± 0.93 ºC. The OLR model concluded that every 1ºC increase in temperature and 1 m/s wind speed will increase the chance of a response for TSV=+3/7 (Hot) by 200% at Gunung Sahari Selatan. While the OLR for observations at Tanjung Priok concluded that every 1°C increase in temperature and 1% decrease in relative humidity would increase the chance of a response for TSV=+3/7 (Hot) by 0%. The results of the evaluation of thermal comfort through the simulation of adding vegetation proved that there was a decrease in the lower temperature limit to 0.08 ºC at Gunung Sahari and a decrease in the upper temperature limit to 0.33 ºC at Tanjung Priok. These facts shown that space utilization in Jakarta is not proportional enough so that the majority of respondents choose TSV = +3 (Hot) and TCV = -1 (Slightly Uncomfortable). It was also proves that disproportionate space utilization can exacerbated the microclimate thermal comfort."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizka Chandra Dewanti
"ABSTRAK
Berbagi merupakan sebuah bentuk aktivitas manusia sebagai makhluk sosial, yang dilakukan atas sumber daya atau ruang. Secara umum manusia membatasi ruangnya sesuai dengan kebutuhan psikologis dan biologis manusia. Namun, bagaimana jika berbagi ruang itu terjadi pada ruang lingkup kawasan perkotaan? Di kawasan Kemang, fenomena berbagi ruang terjadi oleh dua sektor yang berbeda, yakni sektor formal dan informal, dimana keduanya melakukan kegiatan komersial secara mandiri. Dalam kajian mengenai teritori dan latar perilaku manusia, kualitas lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap terbentuknya pola kegiatan manusia, sehingga terjadi aktivitas berbagi dalam sebuah ruang. Skripsi ini membahas dan memaparkan gambaran ruang yang terbentuk oleh sektor formal dan informal di area komersil melalui kualitas lingkungan yang berbeda-beda. Suatu bentuk berbagi ruang bisa meningkatkan nilai ruang tersebut hingga menghasilkan ruang bersama, dimana kedua sektor sama-sama mengambil manfaatnya. Namun, dalam kondisi lain bisa berakibat sebaliknya. Nyata bahwa perbedaan dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial memberikan pengaruh terhadap terbentuknya cara berbagi ruang serta nilai ruang yang dihasilkan dalam sebuah kaw asan.

ABSTRACT
Sharing is a form of human activity as a social being, over resources or spaces. Humans generally define their space according to their psychological and biological needs. However, what if space sharing takes place in an urban scope The phenomenon of space sharing happens in Kemang area done by two distinct sectors, formal and informal which both are engaged in commercial activities independently. In the study of territory and the behavior settings, the quality of environment can affect the formation of human activities in a space, occurs a phenomenon of space sharing. The researcher will discuss and present a form of the space sharing by the formal and informal sectors in a commercial area through different environmental qualities. In some circumstance, a form of space sharing can increase the value of space and obtain to a shared space, where both sectors mutually take benefits. Otherwise, it leads to an adverse impact in some others. It is clear that differences in the physical environment and social environment have an impact on the formation of space sharing and the value of space in an urban region. "
2017
S67585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Arsin Lukman
1983
D1079
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Octavianne Risti
"ABSTRAK
Hak cuti melahirkan dan hak cuti haid merupakan dua hak terhadap kesehatan reproduksi yang secara adikodrati melekat pada kondisi biologis perempuan. Posisi kedua hak tersebut telah diakomodasi dalam instrumen hukum di tataran internasional maupun nasional. Penelitian ini menggunakan metode sosio-legal menelaah implementasi pemenuhan hak cuti melahirkan dan hak cuti haid bagi profesi perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Kota Bogor. Instrumen hukum hak cuti melahirkan dan cuti haid diklasifikan menurut status kepegawaian perawat yang dibagi menjadi perawat Aparatur Sipil Negara ASN dan perawat non-ASN. Bagi jenis hak cuti melahirkan, Perawat ASN telah diakomodasi oleh instrumen Pasal 325-327 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sedangkan perawat non-ASN dapat merujuk pada pengaturan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, permasalahan pemenuhan hak cuti melahirkan bagi perawat di RSUD Bogor terletak pada periode pengambilan cuti. Sedangkan bagi hak cuti haid, kekosongan hukum ditemui dalam pengaturan bagi perawat ASN dimana Undang-Undang Aparatur Sipil Negara beserta peraturan turunannya tidak mengatur hak cuti haid. Di satu sisi, pengaturan cuti haid bagi perawat non-ASN mengandung inkonsistensi dalam tingkat Peraturan Daerah. Dalam tataran implementatif, cuti haid sering pula diperlakukan hanya sebagai cuti sakit, sehingga menghilangkan kekhasan filosofis urgensi cuti haid dalam siklus alamiah mensutrasi dalam realitas biologis perempuan. Penemuan tersebut turut disertai oleh minimnya pengetahuan perawat perempuan terhadap eksisten hak cuti haid sebagai salah satu hak pekerja serta penyamarataan lsquo;subjek rsquo; perawat ASN dengan perawat non-ASN oleh pihak manajemen RSUD Bogor yang pada akhirnya meniadakan instrumen cuti haid bagi perawat non-ASN.

ABSTRACT
Menstrual leave and Maternity leave are rights regarding women reproductive health that attached to the biological conditions of women and these rights has been accommodated in international and national legal instruments. The purpose of this research, through socio legal methods, is to examine the implementation of maternity leave and menstrual leave rights for the nurses whose working in the General Hospital of Bogor City RSUD . The legal instruments use for maternity leave and menstrual leave can be classified based on their employment status, which divided into Nurses as a civil servant ASN and non civil servant nurses Non ASN nurses . For the maternity leave ASN Nurses has been accommodated by Article 325 327 of Government Regulation Number 11 of 2017 regarding Civil Servant Management while for non ASN nurses has been regulated through Article 81 of Law Number 13 of 2003 regarding Labor Law. However, there are issues in the implementation of maternity leave for nurses in RSUD Bogor, which lies in the period of the leave. While for Menstrual leave, there has been no legal basis for ASN nurses to have such right, because The Civil State Apparatus Act and its derivative regulations do not regulate such rights. While menstrual leave for non ASN nurses has inconsistencies within the level of Regional Regulations and its implementation. On the implementation, menstrual leave is often treated as a sick leave, thus eliminating the philosophical uniqueness of menstrual leave as the natural cycle of menstruation as part of the biological reality of women. Also based on the findings, there are several other issues, the lack of knowledge by the female nurses of the existence of the menstrual leave as part of the workers 39 rights, also the over generalization of the 39 subject 39 of the nurses over their employment status as ASN nurses and non ASN nurses by the management of RSUD Bogor which ultimately abolished the menstrual leave for non ASN nurses. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>