Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
David Hamzah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S10449
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Polikarpus Bayu Prasetio
"Pengelapan dan penghindaran pajak kerap terjadi di Indonesia, hal tersebut didasarkan pada pajak dianggap memberatkan bagi wajib pajak terutama bagi wajib pajak berbentuk korporasi yang terbukti dengan maraknya penggunaan SPV sebagai media penghindaran pajak yang cenderung tidak melaporkan beban pajaknya. Penggelapan pajak sebenarnya dapat diberikan sanksi pidana perpajakan apabila terbukti oleh fiskus, namun menjadi masalah ketika terdapat keterbatasan data hal tersebut. Oleh sebab itu pemerintah perlu mengeluarkan peraturan penghindaran pajak guna mempersempit ruang gerak penggelapan pajak yang dilakukan SPV dengan dikeluarkanya PMK No. 127/PMK.010/2016 berdasarkan Undang ndash; undang 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle SPV.
Berdasarkan hal tersebut penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah SPV dapat menjadi media dari penghindaran pajak yang dilakukan 2. Apakah peraturan tax amnesty dapat menjadi solusi dalam penanggulangan tax avoidance yang dilakukan oleh SPV yang cenderung menggelapkan pajak. Berdasarkan dengan penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif serta analitis deskriptif. Sebagai jawabanya, SPV digunakan sebagai media penghindaran pajak melalui jenis ndash; jenis penghindaran pajak yang anatara lain transfer pricing, thin capitalization, controlled foreign agreement dan treaty shopping dengan dasar adanya hubungan istimewa dengan wajib pajak yang menghindarkan pajak. Tax amnesty nyatanya dalam hal ini belum dapat menjadi solusi untuk penanggulangan penghindaran pajak yang dilakukan oleh SPV.

Tax avoidance and evasion often occurs in Indonesia, it is based on taxes considered burdensome for taxpayers, especially for taxpayers in the form of corporation by the facts widespread uses of SPV as a tax evasion medium that tends not to report the tax burden. Tax evasion may actually be subject to criminal sanctions if could be proven by the tax authorities, but it would become a problem when there is limited data to trace them. Therefore, the government needs to issue tax avoidance regulations to narrow the space for tax evasion by SPV with the issuance of PMK No. 127 PMK.010 2016 pursuant to Law 11 of 2016 on Tax Forgiveness of Taxpayers Individual Owned Through Special Purpose Vehicle SPV.
Based on this the authors propose the subject matter, namely 1. How SPV can be a medium of tax evasion made 2. Whether tax amnesty regulations can be a solution in tax avoidance prevention by SPV that tend to embezzle taxes. Based on research using normative juridical method and descriptive analytical. In response, SPV is used as a medium for tax evasion through tax avoidance types such as transfer pricing, thin capitalization, controlled foreign agreements and treaty shopping on the basis of a special relationship with taxpayers avoiding taxes. Tax amnesty in fact in this case cannot be a solution to the prevention of tax avoidance by SPV.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Natalia Handoko
"Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan transfer pricing yang dilakukan oleh PT XYZ dilihat dari ketentuan perpajakan di Indonesia; menjelaskan kebijakan yang akan diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengatasi praktik transfer pricing di Indonesia baik dari sisi administratif maupun pidana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif . Hasil penelitian ini menyimpulkan mengenai praktik transfer pricing yang dilakukan PT XYZ yaitu dengan cara cara menjual produksi batubara dengan harga rendah ke luar negeri, dimana pembeli di luar negeri yang umumnya terafiliasi dengan perusahaan di Indonesia akan menjual kembali barang tambang itu dengan harga lebih tinggi (harga pasar) ke pembeli lainnya. Transaksi transfer pricing yang dilakukan oleh PT XYZ memiliki indikasi adanya hubungan istimewa antar perusahaan dalam satu grup perusahaan dan transaksi tersebut tidak menunjukkan kewajaran akan kelaziman usaha; Transfer Pricing sebaiknya lebih ditempuh dengan kebijakan administratif daripada pemidanaan. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa tujuan pajak bukan pada aspek pidana melainkan untuk mengoptimalisasikan penerimaan negara. Dengan penerapan kebijakan pidana justru akan menyebabkan kriminalisasi transfer pricing yang kurang jelas dasar hukum pajaknya.

This thesis discusses the implementation of transfer pricing conducted by PT XYZ from the tax regulation side in Indonesia; explain the policies to be taken by the Directorate General of Taxation to address the transfer pricing practices in Indonesia, both in terms of administrative and criminal. This study uses qualitative methods to the descriptive approach. The results of this study concluded that the transfer pricing practices that do XYZ that is by selling lowpriced coal production overseas, where overseas buyers are generally affiliated with the company in Indonesia will be mine to resell the goods at a higher price (the price market) to another buyer. Transfer pricing of transactions conducted by XYZ Ltd. has indications of a special relationship between companies within a group of companies and the transaction will not show the reasonableness of the prevalence of business; Transfer Pricing policies should be further pursued by administrative rather than criminal prosecution. This is based on the consideration that the purpose of taxes is not the criminal aspect but rather to optimize revenues. With the application of penal policy would likely lead to the criminalization of transfer pricing is less clear legal basis for the tax."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29335
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Ananta Setyawan
"Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan antar negara dan semakin intesifnya transaksi antar negara, maka transaski perdagangan dan arus investasi dari satu negara ke negara lain juga semakin banyak, di sisi lain masing-masing negara mempunyai yuridiksi perpajakan yang berbeda sehingga mengakibatkan terhambatnya interaksi antar negara tersebut yang berarti menghambat penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi investor asing. Setiap negara mempunyai undang-undang pajak yang berbeda dalam hal menentukan hak pemajakan internasionalnya, baik yang menyangkut obyek maupun subyek pajak. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda apabila dua yuridiksi pajak tersebut berinteraksi sebagai akibat dari terjadinya economical cross boorder transaction. Oleh karena itu suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) antara dua negara sangat penting untuk memecahkan permasalahan tersebut. Melihat kenyataan tersebut, diperlukan suatu proses kompromi untuk membagi hak pemajakan antar dua negara tersebut terhadap economical cross boorder transaction yang dalam bentuk perjanjian dimana pada hakikatnya merupakan distributive rules. Perjanjian perpajakan yang semula bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda pada akhirnya justru dimanfaatkan oleh wajib pajak, khususnya perusahaan multinasional untuk memaksimalkan laba karena berpotensi dilakukannya praktik penghindaran pajak internasional (internasional tax avoidance) yang disebabkan oleh perbedaan isi dari setiap perjanjian antara treaty partner yang dikenal sebagai treaty shopping atau treaty abuse. Dalam hubungan inilah muncul istilah: tax avoidance, treaty shopping, dan beneficial owner, dimana tax avoidance merupakan tindakan menghindari pajak dengan cara yang tidak sesuai dengan original spirit perumus kebijakan pajak, akan tetapi karena ketentuan pajaknya belum diatur dengan jelas, maka terhadap praktik penghindaran pajak tersebut, pihak otoritas pajak tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali diatur mengenai anti avoidance rule. Fakta di lapangan tentang praktik treaty shopping yang sempat menjadi isu publik dan dimuat di media massa, antara lain dilakukan oleh PT Indofood Sukses Makmur melalui pembentukan Special Purpose Vehicle (SPV) bernama Indofood International Finance, Ltd. di Mauritius sebagai sebuah negara berpredikat Tax Heaven Country (THC). Selain itu terdapat juga beberapa perusahaan yang mempraktikkan treaty shopping, yaitu: PT Indosat, PT Excelcomindo Pratama, Paiton Energy, ArindoGlobal, PT Indocement Tunggal Prakarsa, anak perusahaan HeidelbergCement AG. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah kajian Anti Treaty Shopping Rule didalam tax treaty Indonesia dengan tax haven country, dengan menjelaskan definisi Beneficial owner didalam setiap treaty. Dampak dari tidak adanya Anti Treaty Shopping Rule tersebut terhadap tax avoidance melalui rekayasa transaksi bisnis dari dan ke luar negeri, dengan menutupi informasi tentang identitas sebenarnya dari pelaku utama yang sebetulnya mempunyai hak yaitu Beneficial Owner. Hal ini yang menyebabkan suburnya SPV-SPV yang bermunculan yang tidak sesuai dengan spirit pembuat kebijakan perpajakan tetapi hanya untuk menghindari pajak. Dalam rangka menganalisis pokok masalah tersebut, Penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : (i) Bagaimana teknik-teknik treaty abuse dilakukan sehubungan dengan pembentukan Special Purpose Vehicle di Tax Haven Country? (ii) Apakah konsep Limitation On Benefits dalam OECD, United Nation dan USA Model untuk menentukan beneficial owner bisa diterapkan didalam pembuatan tax treaty antara Indonesia dengan Tax Haven Country sehingga mempunyai peranan dalam mencegah treaty abuse? Untuk menjawab rumusan pertanyaan di atas.
Penulis melakukan penelitian dengan pendekatan analisis data kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif (descriptive research) dimana penulis menguraikan data yang berupa informasi dan teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, kemudian melakukan analisis data tersebut untuk memecahkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sehingga dapat ditarik kesimpulan memberikan saran dan pemahaman atas konsep Anti Treaty Shopping dalam upaya pencegahan treaty abuse dalam perpajakan internasional. Dengan demikian penelitian ini tidak menguji sebuah teori atau mencari korelasi dari dua atau lebih variabel, tetapi mendeskripsikan suatu permasalahan yang diangkat dari suatu masalah pokok.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari literatur, buku, dokumen, dan jurnal penelitian yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini. Untuk mencapai tingkat obyektifitas yang optimal, wawancara dilakukan terhadap narasumber sebagai berikut: Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak di Indonesia, praktisi perpajakan internasional serta masyarakat pembayar pajak (dalam hal ini pendapatnya diwakili oleh konsultan pajak).
Dalam penelitian ini Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penyebab utama terjadinya praktik treaty shopping adalah karena di dalam tax treaty Indonesia dengan THC tidak didefinisikan dengan jelas pengertian mengenai Beneficial Owner serta tidak terdapat definisi dan syarat sebagai pengujian untuk menentukan siapa yang berhak menikmati treaty benefit tersebut. Oleh karena itu Penulis menyarankan bahwa sudah saatnya Direktorat Jenderal Pajak, memperjuangkan Anti Treaty Shopping Rule dengan memasukkan konsep Limitation on Benefit ayat-ayat dalam pasal 4 tentang pengertian ?Residence? sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari setiap tax treaty Indonesia dengan tax haven country.

In line with the development of inter-state trade and more intensive of inter-state transaction, then trade transaction and investment flow from one state to other one also increase, on the other hand each country also has different jurisdiction of taxation so that causing impediment of inter-state interaction which means to cause trouble for the creation of conducive investment climate for foreign investor. Each country has different law of taxation in the case of determining its right of international taxation both relating to object and subject of tax. This case causes the occurrence of imposition of double taxation in the event that those two tax jurisdictions carry out interaction caused by the occurrence of economical cross border transaction. Therefore, an agreement for prevention of double taxes (tax treaty) between two states is very important in order to solve such problem. Based on such condition, compromise process is needed in order to divide taxation right between such two countries against economical cross border transaction in the form of agreement that in principle constitutes distributive rules. Taxation agreement that originally has purpose to prevent imposition of double taxation, but further is even utilized by tax payer, especially by multinational company in order to optimize profit because it has potency for conducting practice of international tax avoidance caused by the different of content of each agreement between treaty partner known as treaty shopping or treaty abuse. In this context, then the terms appear like: tax avoidance, treaty shopping, and beneficial owner, where tax avoidance constitutes action to avoid tax by method that is not pursuant to the original spirit of formulator of tax policy, but due to its tax provision has not been adjusted clearly, then against such practice of tax avoidance, tax authority can do nothing, except if it is adjusted concerning anti avoidance rule. The fact in field concerning the practice of treaty shopping that once became public issue and published in mass media, was conducted among others by PT Indofood Sukses Makmur through the establishment of Special Purpose Vehicle (SPV) called Indofood International Finance, Ltd., in Mauritius as a country well known with its designation as Tax Heaven Country (THC). Besides, also there are some companies practicing treaty shopping i.e.: PT. Indosat, PT. Excelcomindo Pratama, Paiton E nergy, Arindo Global, PT. Indocement Tunggal Perkasa, subsidiary of Heidelberg Cement AG. The main issue in this thesis is the study concerning Anti Treaty Shopping Rule in tax treaty of Indonesia with tax heaven country, by explaining definition concerning Beneficial owner in each treaty. The impact of absence of Anti Treaty Shopping Rule against tax avoidance through business transaction engineering from and to abroad, by hiding information concerning actual identity of the main player that actually has right i.e., Beneficial Owner. It is this case that has caused fertility for the appearance of many SPVs the growth of which is not pursuant to the spirit of tax policy maker but it is only a tax avoidance. In the framework to analyze such main issue, the writer formulates it in the form of questions as follows: (1) How about the technique of treaty abuse is conducted relating to the establishment of Special Purpose Vehicle in Tax Heaven Country? (ii) What is the concept of Limitation On Benefits in OECD, United Nations and USA Model in order to determine that beneficial owner can be applied in the establishment of tax treaty between Indonesia and Tax Heaven Country so that having role in the prevention of treaty abuse?
In order to answer the formulation of the above questions, the writer has carried out research by the approach of qualitative data analysis with the type of descriptive research where the writer describes data in the form of information and theory obtained from study of literature, then conducting analysis against such data in order to solve the main issue that has been formulated so that conclusion can be made for the purpose to provide suggestion and understanding concerning the concept of Anti Treaty Shopping in the effort to prevent treaty abuse in international taxation. Thereby, this research does not evaluate theory or look for correlation from two or more variables but describing a problem obtained from main issue.
The source of data in this research is that primary data obtained from the result of interview and secondary data obtained from literature, books, documents and research journal having relevancy with the theme of this research. In order to reach the level of optimum objectivity, interview was conducted against resource persons as follows: Directorate General of Tax as Tax Authority in Indonesia, practitioner of international taxation and community of tax payers (in this case their opinion is represented by tax consultant).
In this research, the writer can make conclusion that the main reason for the occurrence of practice of treaty shopping because in tax treaty of Indonesia with THC there is no clear definition concerning the understanding of Beneficial Owner and the absence of definition and requirement for the purpose of evaluation in order to determine who has right to enjoy such treaty benefit. Therefore, the writer suggests that currently it is time for Directorate General of Tax to take action to establish Anti Treaty Shopping Rule by insertion of concept of Limitation on Benefit of paragraphs contained in Article 4 concerning the understanding of ?Residence? as the integral part from each tax treaty of Indonesia with tax heaven country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satria Jaya
"Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaturan Badan Pengelola Instrumen Keuangan sebagai special purpose vehicle sekuritisasi di Indonesia. Pada tahun 2023, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang melahirkan Badan Pengelola Instrumen Keuangan. Badan Pengelola Instrumen Keuangan ditujukan untuk menjadi special purpose vehicle sekuritisasi di Indonesia. Namun, Badan Pengelola Instrumen Keuangan sebagai sebuah lembaga baru, perlu untuk dianalisis secara mendalam guna memastikan pemenuhan kapasitasnya sebagai special purpose vehicle sekuritisasi di Indonesia dan memahami bagaimana kualitasnya apabila dibandingkan dengan special purpose vehicle yang berlaku di negara yang maju dalam konteks sekuritisasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum doktrinal, yaitu penafsiran dan analisis secara linguistik dan komparatif atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 yang mengatur mengenai Badan Pengelola Instrumen Keuangan. Lalu, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari kepustakaan yang membahas mengenai sekuritisasi. Dengan demikian, penelitian ini mempunyai dua poin analisis utama, yakni apakah Badan Pengelola Instrumen Keuangan telah sesuai dengan kapasitasnya sebagai special purpose vehicle sekuritisasi dan bagaimana perbandingan Badan Pengelola Instrumen Keuangan dengan special purpose vehicle sekuritisasi di negara lain yang unggul dalam kegiatan sekuritisasi, yakni Prancis. Penelitian ini menemukan bahwa Badan Pengelola Instrumen Keuangan telah sesuai dengan kapasitasnya sebagai special purpose vehicle sekuritisasi namun masih diatur secara lebih sedikit dibandingkan dengan special purpose vehicle sekuritisasi yang ada di Prancis.

This research analyzes how Badan Pengelola Instrumen Keuangan is regulated as securitization special purpose vehicle in Indonesia. In 2023, Indonesia enacted Law No. 4 Year 2023 on Developing and Strengthening Financial Sector which gave birth to Badan Pengelola Instrumen Keuangan. Badan Pengelola Instrumen Keuangan is aimed to be a securitization special purpose vehicle in Indonesia. However, Badan Pengelola Instrumen Keuangan as a new institution, needs to be analyzed profoundly in order to ensure its fulfillment as a securitization special purpose vehicle in Indonesia and comprehend its quality compared to another securitization special purpose vehicle effective in a country advanced in securitization. The research method utilized in this research is doctrinal legal method, which comprises interpretation and analysis linguistically and comparatively of Law No. 4 Year 2023 legislating Badan Pengelola Instrumen Keuangan. Moreover, the data type being used in this research is secondary data, which is data derived from literatures explaining securitization. Therefore, this research has two main analysis points, whether Badan Pengelola Instrumen Keuangan is in accordance with its capacity as securitization special purpose vehicle and the comparison between Badan Pengelola Instrumen Keuangan and a securitization special purpose vehicle in the other country excelled in securitization, which is France. This research has found that Badan Pengelola Instrumen Keuangan has been in accordance with its capacity as securitization special purpose vehicle but still less-regulated compared to its counterpart in France. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Rico Saputra
"Transfer pricing adalah suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Sebenarnya tujuan utama dari transfer pricing pada mulanya adalah sebagai alat untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Namun, praktik transfer pricing sebagian besar yang sudah dilakukan oleh perusahaan multinasional semata-mata menginginkan laba tinggi melalui penghindaran pajak ini. Dampak transfer pricing berpotensi merugikan pendapatan negara pada sektor perpajakan, dikarenakan perusahaan akan mengalihkan laba kena pajaknya pada negara yang memiliki tarif pajak yang lebih rendah. Transfer Pricing saat ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai suatu Penghindaran Pajak, melainkan lebih ke penggelapan pajak. Hal tersebut dikarenakan atas pelanggaran hukum yang terjadi, tindakan penghindaran pajak melalui metode Transfer Pricing ini telah memanipulasi harga di luar prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaturan transfer pricing saat ini sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) apakah transfer pricing bisa dikategorikan sebagai salah satu metode penggelapan pajak apabila dilihat dari kepentingannya. Sehingga disini perlu dilakukan penelitian dalam bentuk tesis, dengan mengidentifikasi beberapa masalah yaitu, Bagaimana Praktik Transfer Pricing sebagai upaya penghindaran pajak. Dan yang Kedua, bagaimana pengaturan hukum yang sudah terjadi dalam meminimalisir terjadinya penggelapan pajak pada praktik transfer pricing. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memecahkan permasalahan serta memberikan saran terkait permasalahan yang dihadapi yaitu agar wajib pajak dalam hal ini Perusahaan multinasional menghindari melakukan kegiatan tax avoidance dengan mengandalkan praktik transfer pricing karena berpotensi tinggi dalam pengurangan pendapatan Negara demi kepentingan masyarakat. Kedua, harus dilakukan reformasi mendasar baik itu dari sistem regulasi, kelembagaan serta peningkatan kapasitas kualitas dan kuantitas aparatur penegaknya demi terwujudnya suatu kepastian hukum.

Transfer pricing is a special selling price used in inter-divisional exchanges to record the income of the selling division and the cost of the buying division. Actually the main purpose of transfer pricing was initially as a tool to evaluate and measure company performance. However, most of the transfer pricing practices that have been carried out by multinational companies simply want high profits through this tax avoidance. The impact of transfer pricing has the potential to harm state revenues in the taxation sector, because companies will divert their taxable profits to countries that have lower tax rates. Transfer Pricing can no longer be said as a Tax Avoidance, but rather tax evasion. That is because for violations of the law that occurred, tax avoidance through the Transfer Pricing method has manipulated prices outside the principle of fairness and custom of business. This study aims to look at how current transfer pricing arrangements are as tax avoidance whether transfer pricing can be categorized as one of the methods of tax evasion when viewed from its importance. So here it is necessary to do research in the form of a thesis, by identifying several problems namely, How is the Transfer Pricing Practice as an effort to avoid taxes? And Second, how are the legal arrangements that have occurred in minimizing the occurrence of tax evasion in the practice of transfer pricing. The results of this study are expected to be able to solve the problem and provide suggestions related to the problems faced, namely that taxpayers in this case multinational companies avoid tax avoidance activities by relying on transfer pricing practices because of the high potential in reducing state revenues for the benefit of the community. Second, fundamental reforms must be carried out both from the regulatory, institutional system and increasing the quality and quantity capacity of the enforcement apparatus for the realization of a legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Athaya Zahira
"Special Purpose Vehicle atau entitas yang didirikan dengan tujuan khusus dianggap sebagai salah satu konsep yang biasa digunakan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Sifat fleksibilitas dari konsep tersebut menyebabkan penggunaannya dapat ditemukan di berbagai sektor perekonomian. Meski demikian, hukum Indonesia masih belum memiliki pengaturan spesifik dan khusus terkait konsep Special Purpose Vehicle sehingga perkembangannya masih terbatas. Maka sebagai upaya untuk memberdayakan penggunaan Special Purpose Vehicle, pemerintah kemudian menyusun strategi Penguatan Skema Alternatif Penerapan Special Purpose Vehicle yang tertuang dalam Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024. Strategi tersebut diwujudkan oleh pemerintah dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Melalui penelitian yang menggunakan metode doktrinal dan bentuk penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, Penulis berusaha untuk menganalisis strategi tersebut lebih mendalam. Dalam rangkaian strategi tersebut, pemerintah secara khusus hanya berfokus pada Special Purpose Vehicle dalam rangka penyelenggaraan sekuritisasi aset, dan bukan pada Special Purpose Vehicle dalam lingkup luas. Hal ini karena sekuritisasi aset merupakan salah satu sumber pembiayaan baru yang dianggap dapat meningkatkan kegiatan investasi untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Melalui undang-undang tersebut, maka pemerintah kemudian memperkenalkan konsep baru, yakni Badan Pengelola Instrumen Keuangan yang merupakan salah satu bentuk dari Special Purpose Vehicle dalam rangka sekuritisasi aset di Indonesia. Pengenalan konsep Badan Pengelola Instrumen Keuangan diharapkan dapat meningkatkan penggunaan Special Purpose Vehicle untuk kegiatan sekuritisasi aset di Indonesia karena konsep ini dianggap memiliki karakteristik yang paling menyerupai bentuk murni dari suatu Special Purpose Vehicle.

Special Purpose Vehicles or entities established with a special purpose are considered as one of the concepts commonly used by business actors in Indonesia. The flexibility of the concept causes its use to be found in various economic sectors. However, Indonesian law still does not have a specific and special arrangement related to the Special Purpose Vehicle concept so that its development is still considered limited. Therefore as an effort to empower the use of Special Purpose Vehicles, the government developed a strategy called Strengthening Alternative Schemes for the Application of Special Purpose Vehicles as stated in the 2018- 2024 National Strategy for Financial Market Development and Strengthening. The strategy was then realized by the government by the passing of Law Number 4 of 2023 on Financial Sector Development and Strengthening. Through research that uses doctrinal methods and a form of analytical descriptive research with a qualitative approach, the Author seeks to analyze said strategy more thoroughly. In that series of strategies, the government chooses to specifically focus only on Special Purpose Vehicles in the context of asset securitization, and not on Special Purpose Vehicles in a broad scope. This is because asset securitization is known as one of the new sources of financing that is considered to increase investment activities that could boost Indonesia's economic growth. Through said provision, the government then introduced a new concept, which is called Badan Pengelola Instrumen Keuangan, which is a form of Special Purpose Vehicle in the context of asset securitization in Indonesia. The introduction of the Badan Pengelola Instrumen Keuangan concept is expected to increase the use of Special Purpose Vehicles for asset securitization activities in Indonesia due to its resemblance on the characteristics of the pure form of a Special Purpose Vehicle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Budijaya
"Skripsi ini membahas mengenai adanya Special Purpose Vehicle dalam hukum Indonesia, khususnya yang terdapat pada beberapa sektor peraturan perundangundangan. Terdapat berbagai persoalan terkait dengan konsep pengaturan Special Purpose Vehicle yang berbeda pengaturannya dan penggunaannya dalam praktik terkait konsep hubungan Holding-Subsidiaries, hubungan afiliasi, serta hubungan istimewa dalam sektor perpajakan dan praktik penyalahgunaannya.
Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai Special Purpose Vehicle (SPV) di Indonesia? 2. Bagaimanakah urgensi harmonisasi dari pengaturan Special Purpose Vehicle (SPV) di Indonesia? Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa pengaturan Special Purpose Vehicle di Indonesia tidak konsisten dan terdapat urgensi untuk melakukan harmonisasi pengaturan Special Purpose Vehicle di Indonesia. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.

The focus of this thesis is on the existence of the Special Purpose Vehicle in Indonesian law, particularly the provisions that are contained in a few cross sector legislations. There are various issues regarding the concept of Special Purpose Vehicle that are regulated and used in practice differently related to the consept of holding-subsidiaries, affiliation, special relationship in the taxation sector and misuse in practice.
Hence, the author formulated and discussed the following problems: 1. How is the regulation of the Special Purpose Vehicle (SPV) in Indonesian? 2. How urgent is the harmonization of Special Purpose Vehicle (SPV) regulations in Indonesia? At the conclusion that regulation of Special Purpose Vehicle is not consistent and that there is an urgency to harmonize the regulation of Special Purpose Vehicle in Indonesia. This research uses the normative juridical approach with a descriptive typology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stania Kurniati
"Tesis ini dibuat untuk mengetahui bagaimana praktik transfer pricing diatur di Indonesia dan untuk mengetahui apakah pengaturan transfer pricing di Indonesia sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena melibatkan serangkaian Peraturan Direktur Jenderal. Metode penelitian adalah yuridis normatif. Pengolahan, analisa dan pengumpulan data dalam penelitian ini mempergunakan pendekatan yang bersifat kualitatif, dan hasil dari penelitian ini dituliskan secara deskriptif analisis. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, tesis ini menemukan bahwa praktik transfer pricing di Indonesia secara signifikan diatur oleh serangkaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dimana menurut Pasal 8 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Direktur Jenderal bukan merupakan lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan Padahal, Pasal 23A Undang-Undang Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan transfer pricing tidak sejalan dengan pengaturan Pasal 23A UUD NRI 1945, dan oleh sebab itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Karena Peraturan Direktur Jenderal pajak tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam mengatur substansi perpajakan, maka penelitian ini menyarankan ini untuk ditingkatkan levelnya menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini untuk mencegah terjadinya ketidakpastian hukum lebih lanjut.

This thesis is made to know how transfer pricing practice being regulated in Indonesia, and also to know whether the regulation of transfer pricing in indonesia is in harmony with Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, since the regulation involved sets of Peraturan Direktur Jenderal. The research methods is normative. Analysis and gathering of data in this research used qualitative approach, and the results are written descriprive analytically. Based on the research, this thesis found that transfer pricing practice in Indonesia significantly being regulated by sets of Peraturan Direktur Jenderal Pajak, while according to Pasal 8 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Direktur Jenderal is not considered authorized institution to make legislations. Meanwhile, Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 clearly stated that tax must be regulated by legislation. It is concluded that the regulation of transfer pricing in Indonesia is not in harmony with Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, and therefore inconstitutional. Because of this reason, this thesis recommend that the level of significant regulation of transfer pricing practise should be enhanced from Peraturan Direktur Jenderal Pajak to Peraturan Pemerintah. This is to prevent further law uncertainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>