Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gaya Mentari
"Skripsi ini membahas mengenai keadaan bentuk dan tata letak stupa yang terdapat di Candi Borobudur. Penelitian ini menggunakan analisis khusus dan analisis konteks yang digunakan di dalam bidang studi arkeologi. Hasil penelitian menemukan bahwa berdasarkan hubungan antara bentuk dan keletakan stupa di Candi Borobudur, terdapat empat macam stupa pada candi, yakni stupa puncak, stupa teras lingkar bercelah bujur sangkar, stupa teras lingkar bercelah belah ketupat, dan stupa pagar langkan.

The focus of this study is the form and space of stupa in Borobudur Temple. The purpose of this study is to understand how the form can connected with the space of stupa in Borobudur Temple. This research is use form analysis and context analysis which used on archaeology. The data were collected by observation. The researcher suggests that from the connection between stupa's form and space, there are four stupa's variation, there are center stupa, stupa round terrace with rectangle slot, and stupa langkan fence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42681
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Dwi Nugroho
"Skripsi ini membahas tentang menara sudut pipi tangga candi, khususnya pada candi masa Singhasari dan Majapahit dengan meninjau dari segi bentuk dan keletakannya. Data penelitian diperoleh melalui studi lapangan dan kepustakaan. Data lapangan diperoleh dengan melakukan pengamatan untuk kegunaan deskripsi dan dokumentasi. Data kepustakaan diperoleh melalui penelaahan terhadap sejumlah buku, jurnal ilmiah dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan candi masa Singhasari-Majapahit. Data tersebut dikumpulkan dan kemudian diolah menggunakan analisis bentuk dan keletakan. Pada analisis ini beragam menara sudut pipi tangga yang terdapat pada candi masa Singhasari-Majapahit dikelompokan berdasarkan atribut bentuk dan keletakan. Hasilnya berupa gambaran mengenai bentuk-bentuk menara sudut yang terdapat pada candi masa Singhasari-Majapahit, fungsi serta peranannya dalam system arsitektur candi.
This study discusses about the corner tower of temples stairs (menara sudut pipi tangga candi), especially at the temples of Singhasari-Majapahit periods by reviewing the terms of form and position. The research data obtained through field studies and literature. Field data obtained by making observations for a description and documentation usability. Data obtained through a literature review of a number of books, scientific journals and research results related to the Singhasari-Majapahit temple. The data that was collected and then processed using the analysis of shape and position. In this analysis various the corner tower of temples stairs (menara sudut pipi tangga candi) that contained on the temples of Singhasari-Majapahit's periods are grouped based on attributes of shapes and position. The result is an overview of the forms contained on the corner tower of temples stairs (menara sudut pipi tangga candi) at the temples of Singhasari-Majapahit periods, function and role in the system of temple architecture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S228
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ufi Saraswasi
"Candi di dalam Sejarah Kesenian Indonesia, dikenal sebagai istilah generik untuk menamakan golongan bangunan. Candi merupakan salah satu peninggalan Indonesia kuno, khususnya dari masa Hindu dan Budha yang mempunyai fungsi keagamaan. Pada dinding Candi adakalanya terdapat bidang hias berisi pahatan timbul, yang lazim dikenal dengan istilah relief. Relief dapat dibedakan atas relief cerita (naratif) dan relief penghias bidang. Relief cerita sebagian besar didasarkan atas naskah-naskah agama, wiracarita dan sebagainya, sedangkan relief penghias bidang adalah relief yang merupakan hiasan belaka, misalnya berupa roset atau apsara, dan relief berupa pemandangan yang melukiskan keindahan alam (Satan, 1987:288). Berdasarkan motifnya, relief dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : (1) motif geometris, (2) motif manusia dan bagiar-bagian tubuh manusia (3) motif flora, (4) motif fauna, (5) dan lain-lain (Satan, 1987:289). Penampilan gaya relief selama ini dibedakan oleh para ahli dalam dua gaya, yaitu relief gaya Jawa Tengah, yang berkembang pada abad VIII -X M dan relief gaya Jawa Timur, yang berkembang pada abad XI-XV M. Penggunaan istilah gaya untuk seni pahatan relief sebenarnya berawal dari suatu kebiasaan penyebutan gaya seni untuk bangunan Candi. Pengelompokan gaya seni Candi atas dasar aspek wilayah, selanjutnya diajukan suatu keberatan oleh Harlan. Santiko pada saat "Pidato Pengukuhan Guru Besar Sastra Universitas Indonesia". Dinyatakan oleh Santiko, bahwa penamaan gaya seni berdasarkan aspek wilayah merupakan suatu hal yang kurang tepat, karena seringkali menimbulkan kerancuan. Santiko, mengusulkan penamaan gaya seni Candi berdasarkan aspek zaman atau periode, misalnya Candi gaya Mataram Kuno (abad VIII-X M), Candi gaya Singasari (abad XII-XIV M), dan Candi gaya Majapahit (abad XIII - XV M) (Santiko, 1995:4), Candi gaya Mataram Kuno ditandai dengan pahatan relief motif geometris, motif flora, motif fauna. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aris Munandar
"ABSTRAK
Candi batur adalah bangunan candi yang bentuknya hanya merupakan batur, dan di ataanya terdapat obyek sakral. Candi batur merupakan genre arsitektur bangunan suci tersendiri dalam periode Majapahit, oleh karena itu arsitekturnya menarik untuk dikaji lewat pengamatan terhadap komponen arsitektur, obyek sakral, dan relief. Lewat penelitian terhadap candi batur dapat diketahui keistimewaan bangunan jenis tersebut. Selain itu merupakan pendataan ulang terhadap jenis bangunan yang dapat dinamakan dengan Candi Batur.
Berdasarkan penelitian terhadap arsitektur candi batur dapat diketahui bahwa bangunan jenis ini mempunyai beberapa ciri, antara lain, (1) denahnya sederhana(bujur sangkar); (2) terdiri dari 1 atau 2 batur bertingkat; (3) terdapat obyek sakral berupa arca, altar persajian, atau lingga-yoni; (4) tanpa dinding, tertutup atap yang cepat rusak.
Sangat mungkin bangunan candi batur digunakan olah kaum rsi untuk sarana peribatannya, karena berdasarkan berita Nagarakrtagama pupuh 78:1 kaum mempunyai dua jenis bangunan yaitu Pratista Sabha dan Lingga-Pranala. Kedua jenis bangunan itu terletak di tempat-tempat yang jauh dari keramaian, di lereng gunung dan hutan-hutan. Keadaan demikian sesuai dengan lokasi candi-candi batur saat ini yang juga terletak di lereng pegunungan. Namun banyak juga candi batur yang telah rusak atau mengalami perombakan, sehingga data yang berkenaan dengan ciri candi batur tidak lengkap lagi. Berdasarkan ciri bangunannya sebenarnya candi batur mempunyai gaya arsitektur tersendiri, walaupun ciri tersebut sangat dekat dengan gaya Jago."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi S. Wahyono
"Tarabhavanam selama ini dikaitkan dengan candi Kalasan yang sekarang terlihat. Prasasti Kalasan tahun 700 S. (778 M.) dengan pasti menyatakan bahwa Tarabhavanam dan arca Taradevi dibangun oleh Mahar"ajaran Dyah Pancapanam Panamkaranam, yang disebut dalam dengan kata-majemuk sailendravamsatilakasya.
Bersama-sama dengan peresmian Tarabhavanam tersebut oleh Maharajam Panangkaran desa bernama Kalasa dipersembahkan kepada bhiksu samgha yang melaksanakan vinaya Mahayana.
Prasasti Kalasan dan beberapa prasasti berbahasa Sanskerta sejaman pemerintahan Maharaja Panangkaran yang telah diteliti para sarjana merupakan sumber data untuk penelitian ini. Data tersebut berupa abhiseknama beberapa raja dan katamajemuk bahasa sanskerta seperti 'sailendra-vamsa, gailendra-vamsa-tilaka, tarabhavana, dan taradevi. Data tersebut secara deduktif dipergunakan dalam penelitian ini untuk membuktikan hipotesis, bahwa Tarabhavana mempunyai fungsi dan manfaat sebagai legitimasi pemerintahan Maharaja Panangkaran, baik sebagai penguasa (raja) Mataram maupun sebagai pohon-rilaka (pendiri) wangsa sailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Berangkat dari tidak jelasnya situs bangunan Tarahhavanam sebagai produk kebudayaan materi masa lalu, maka dipilih metodologi penelitian di luar metodologi arkeologi sebagai alternatif. Pendekatan multidimensional dipilih karena keunikan agama Buddha Mahayna. Analisis dan penyimpulan mempergunakan metode induktif-deduktif untuk membuktikan hipotesis yang diajukan.
Kesimpulan yang diperoleh menjawab pertanyaan penelitian dan tambahan yang diperoleh adalah, bahwa melalui pemahaman hermeneutik atas kata "tilaka" yang disebut prasasti-prasasti Kalasan, Kelurak dan Nalanda maka Maharaja Panangkaran yang dikiaskan sebagai ` pohon-tilaka" dipahami lebih dari sekedar perhiasan (ornament), tetapi lebih tepat sebagai pendiri wangsa sailendra.
Dengan pengertian kata function (fungsi) secara gramatikal Inggris berarti the role of a linguistic form in a Grammatical construction -- to perform usual or specified activity; to serve in a particular capacity, maka manfaat Tarabhavanam terjadi ketika fungsi yang dimaksudkan berlangsung seperti yang diharapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yazir Marzuki
Jakarta: Djambatan, 1993
726.143 YAZ b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"[Candi Blandongan merupakan salah satu candi di Komplek Percandian Batujaya,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Candi ini belum diketahui bentuk dan
fungsinya secara pasti. Bentuk dan fungsi pada candi ini penting untuk diketahui
guna merekonstruksi tingkah laku manusia pada masa lampau terutama dalam hal
pembangunan candi pada masa awal perkembangan agama Buddha di daerah
Jawa bagian barat. Penelitian mengenai bangunan Candi Blandongan dimulai
dengan pendeskripsian yang dilanjutkan dengan melakukan analisis khusus dan
kontekstual terhadap bangunan candi. Analisis dilakukan dengan cara
membandingkan bangunan Candi Blandongan dengan bangunan candi lain yang
ada di Komplek Percandian Batujaya. Hasil dari analisis tersebut adalah sebuah
eksplanasi bahwa bangunan Candi Blandongan diperkirakan merupakan bangunan
candi yang memiliki stupa pada bagian atasnya dan berfungsi sebagai pusat
pemujaan pada masa awal perkembangan agama Buddha di daerah Jawa bagian
barat., Blandongan Temple is one of the temples in Batujaya Enshrinement Complex.
The form and function is important to note in order to reconstruct human behavior
in the past, particularly in temple constructing matters in the early days of the
development of Buddhism teachings in western Java. The research is started by
describing the temple physical building and followed by performing form analysis
and contextual analysis. Analysis is done with comparing Blandongan Temple
building to other building temples inside Batujaya Enshrinement Complex. The
result of said analysis explains that Blandongan Temple building probably is a
temple with stupa on top of it and had been used as worship place in the early
days of the development of Buddhism teaching in western Java.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sany Ustman
"Candi merupakan bangunan suci yang digunakan sebagai tempat ibadah. Di halaman pertama Percandian Prambanan terdapat delapan candi kecil yang terletak pada delapan arah mata angin. Penelitian ini membahas mengenai bentuk dan fungsi Candi ldquo;Mata Angin rdquo; tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa candi-candi ldquo;Mata Angin rdquo; mempunyai bentuk, ukuran, dan arah hadap yang sama, serta ragam hias yang sederhana. Fungsi Candi ldquo;Mata Angin rdquo; yaitu sebagai Candi Patok atau penanda titik-titik penting yang terdapat pada halaman percandian. Empat Candi ldquo;Mata Angin rdquo; yang letaknya berdekatan dengan gapura juga berfungsi sebagai kelir, penghalang magis agar kekuatan jahat tidak memasuki halaman candi.

Temple is a sacred building used as a place of worship. On the first courtyard of Prambanan Temple, there are eight small temples located on its eight cardinal points. This research discuss about the shape and function of those lsquo cardinal rsquo temples. The result shows that all the lsquo cardinal rsquo temples has the same size, same shape with simple decoration, and facing the same direction. These temples serve as a patok or a marker of important points on the temple courtyard. Four temples that located near the gates also have a function as kelir, a magical barrier to prevent evil force from entering the temple grounds.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S70174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosy Putri Dwi Jayanti
"Kawasan Percandian Muarajambi merupakan situs arkeologi tinggalan dari masa Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya yang terluas dan terlama masa berfungsinya, tidak hanya di Sumatera tetapi juga di Indonesia. Di Kawasan ini, selain bangunan monumental juga banyak ditemukan fragmen keramik baik yang berbahan tembikar, stoneware, maupun porselen. Keberadaan fragmen keramik terutama tembikar masih tidak terlalu diperhatikan baik dalam survei dan ekskavasi arkeologi, padahal fragmen tembikar dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai teknologi masyarakat pembuatnya, serta kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang menggunakannya. Daerah antara Candi Astano dan Candi Kembarbatu di Kawasan Percandian Muarajambi merupakan daerah yang diindikasikan sebagai bekas hunian oleh beberapa peneliti. Di daerah ini ditemukan fragmen tembikar dalam berbagai ukuran, baik di permukaan maupun di bawah tanah. Berdasarkan identifikasi dan analisis khusus terhadap bentuk, teknologi pembuatan dan ornamen yang ada, diketahui bahwa fragmen tembikar tersebut merupakan wadah-wadah perkakas yang diperuntukkan untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Hal ini memperkuat pendapat bahwa daerah diantara Candi Astano dan Kembarbatu merupakan daerah bekas hunian di masa lalu.

Muarajambi Temple Compound is an archaeological site remnants of the era of Ancient Melayu Kingdom and Sriwijaya which were the widest and longest period of functioning, not only in Sumatra but also in Indonesia. In this area, besides monumental buildings, there are also many ceramic fragments found such as pottery, stoneware, and porcelain. The existence of ceramic fragments, especially pottery, is still not given much attention both in surveys and archeological excavations, even though pottery fragments can be used to provide information about technology of the community that made it, as well as the activities and habits of the people who used it. The area between Astano Temple and Kembarbatu Temple in Muarajambi Temple Compound were an area indicated as a former residence by several researchers. In this area pottery fragments were found in various sizes, both on the surface and underground. Based on the identification and special analysis of the existing forms, manufacturing technology and ornaments, it is known that the pottery fragments are household vessels intended to support daily needs. This reinforces the opinion that the area between Astano and Kembarbatu Temples were a former residential area in the past."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Anindita Parama Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana arsitektur candi di Sumatra, khususnya Candi Kedaton yang berada di Kawasan Percandian Muarajambi. Metode yang dilakukan dalam penulisan ini adalah dengan studi literatur, survei ke lapangan, dan wawancara. Berdasarkan hasil yang didapatkan, Candi Kedaton, yang memiliki ruang-ruang yang cukup besar berfungsi sebagai tempat pembelajaran (vihara). Candi Buddha yang umumnya bersifat memusat ini terlihat jelas di Candi Kedaton. Halaman inti yang begitu luas dapat menampung sekitar 2000 biksu di dalamnya. Di sekeliling halaman inti, terdapat ruang-ruang pendukung yang berfungsi sebagai tempat pembelajaran, tempat pemujaan, mau pun tempat tinggal. Selain itu, bahan penyusun Candi Kedaton merupakan sumber daya yang mudah dijumpai di sekitar lingkungan candi.

This writing is talking about temple architecture in Sumatra, especially Kedaton Temple in Muarajambi. The methods that used in this writing are literature study, site visit, and interview. Kedaton Temple has many big space that used to study. The Buddhist temple character mostly always centralised that is clearly visible in the Kedaton Temple. The very large temple core can accommodate around 2000 monks in it. Around the core courtyard, there are supporting rooms that function as places of learning, places of worship, and places to live. In addition, the building materials for Kedaton Temple are easily found around the temple environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>