Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novia Wulandari
"Karaginan merupakan polimer alam yang bersifat anionik. Sifat anionik tersebut membuat karaginan dapat berinteraksi dengan polimer kanionik membentuk kompleks polielektrolit (KPE). Dalam penelitian ini, gelatin digunakan sebagai polimer kationik yang berinteraksi secara ionik dengan karaginan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat eksipien kompleks polielektrolit gelatin-karaginan (KPGK) yang akan digunakan sebagai basis gel topikal ketoprofen serta mengevaluasi gel yang dihasilkan. Larutan gelatin dan larutan karaginan masing-masing 3% (b/v) dicampur dengan perbandingan 1:1. Karakteristik KPGK ditunjukkan dengan indeks mengembang, dan kekuatan gel. Hasil dari sintesis KPGK menunjukkan kemampuan mengembang dalam aquadest sebesar 177% selama 2 jam sedangkan pada medium dapar fosfat pH 7,4 mencapai 193%, dan medium dapar HCl pH 1,2 mencapai 287%. Kekuatan gel dari polimer yang disintesis bernilai 71,216 gf/cm2 pada konsentrasi 4%. KPGK kemudian diformulasikan dalam sediaan gel dengan atau tanpa penambahan peningkat penetrasi menthol. Pada penelitian ini, ketoprofen digunakan sebagai model obat. Gel yang dihasilkan berwarna putih dan memiliki sifat alir pseudoplastis tiksotropik. Daya penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus dan sebagai pembanding digunakan gel ketoprofen yang beredar dipasaran. Berdasarkan uji penetrasi diperoleh bahwa formula ketiga yang mengandung menthol 2% b/v memiliki nilai fluks tertinggi 375,77 ± 75,08 μg cm-2jam-1.

Carrageenan is a natural anionic polymer. That anionic property makes carrageenan can form polyelectrolyte complex (PEC) with cationic polymer. In this research, gelatin was used as anionic polymer that interact ionically with carrageenan. The aim of this research is to produce excipient gelatin-carrageenan PEC that would be used as a gel base in topical dosage form. The solution of gelatin 3% w/v and carrageenan 3% w/v were mixed in ratio 1:1 v/v. Characteristics of gelatin-carrageenan PEC were indicated by functional group analysis, thermal analysis, swelling index and gel strength. Gelatin-carrageenan PEC showed swelling index up to 177% indestilled water within 2 hours, 193% in buffer phosphate pH 7,4, and 287% in buffer HCl pH 1,2. Gel strength from gelatin-carrageenan PEC were 71,216gf/mm2. Gelatin-carrageenan PEC then formulated in to a gel dosage form with or without enhancer menthol. In this study, ketoprofen was used as model drug. Gel had white color and rheology properties pseudoplastic tixotropic. In vitro penetration study was determined with franz diffusion cell using rat abdominal membrane. The penetration study revealed that the third formula with menthol 2% b/v had the highest flux value which was 375,77 ± 75,08 μg cm-2jam-1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42680
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Dwi Noviyanti
"Kompleks polielektrolit (KPE) adalah kompleks yang terbentuk antara muatan partikel yang berlawanan. Dalam penelitian ini, kompleks polielektrolit yang digunakan adalah alginat (bersifat anionik) dan gelatin (bersifat kationik). Gugus karboksilat dari alginat dapat memberikan muatan negatif yang dapat berikatan secara ionik dengan gugus amin dari gelatin yang bermuatan positif. Larutan alginat dan gelatin 2% b/v dicampur dengan perbandingan 3:7 dan 4:7. Kondisi terbaik untuk menghasilkan KPE adalah perbandingan larutan alginat-gelatin 4:7. Perbedaan karakteristik KPE alginat-gelatin dengan polimer asalnya ditunjukkan dengan analisis gugus fungsi, analisis termal, daya mengembang dan kekuatan gel. Selanjutnya KPE digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet lepas lambat dengan verapamil HCl sebagai model obat. Formula I dan II masing-masing mengandung KPE 420 dan 478 mg, formula III dan IV masing-masing mengandung alginat dan gelatin 478 mg. Hasil uji disolusi terbaik yaitu formula II menunjukkan pelepasan kumulatif sebesar 65,38% selama 8 jam. Berdasarkan Banakar, nilai ini masuk dalam kisaran Q0,5 (45-75% terlarut) sehingga tablet dapat digunakan selama 16 jam untuk sekali pemakaian.

Polyelectrolyte complexes (PECs) are the complexes formed between oppositely charged particles. In this study, polyelectrolyte complexes used is alginate (anionic) and gelatin (cationic). Carboxylate groups of alginate may provide a negative charged which may be an ionic bond with the amine group of gelatin is positively charged. The solution of alginate and gelatin 2% w/v mixed in the ratio 3:7 and 4:7. The best conditions to produce the PEC is a solution of alginate-gelatin ratio of 4:7. The differences in the characteristics of PEC alginate-gelatin with origin polymer is indicated by functional group analysis, thermal analysis, swelling index and gel strength. The PEC subsequently used as a matrix in sustained release tablet dosage with verapamil hydrochloride as model drug. Formula I and II each containing PEC 420 and 478 mg, formula III and IV each containing alginate and gelatin 478 mg. The results of the best dissolution testing is formula II shows the cumulative release of 65,38% for 8 hours. Based Banakar, this value is entered in the range Q0, 5 (45-75% dissolved) so that the tablet can be used for 16 hours for a single use."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42935
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaela Ramdhani
"Fabrikasi film polielektrolit terhadap permukaan padatan dengan menggunakan metode adsorpsi layer by layer adalah teknik yang menjanjikan untuk memodifikasi permukaan. Sifat penting Polyelectrolyte Bilayer Modified Zeolite (PEB-MZ) adalah bahwa PEB-MZ memiliki kelebihan muatan positif dan negatif. Kelebihan muatan ini memungkinkan adsorpsi berbagai macam senyawa dengan interaksi elektrostatik.
Penelitian ini memberikan usulan model untuk mengatasi masalah limbah surfaktan dengan metode adsorpsi surfaktan pada adsorben Polyelectrolyte Bilayer Modified Zeolite (PEB-MZ) PAH/PSS. Pembuatan PEB-MZ PAH/PSS dibuat dengan membuat Polymer Modified Zeolite (PMZ) PAH terlebih dahulu pada kondisi optimum hasil penelitian sebelumnya, kemudian melapisi PSS dengan memvariasikan konsentrasi PSS, pH dan kuat ion. Kondisi optimum PEB-MZ PAH/PSS didapat pada konsentrasi PSS 5,0x10-5 M, pH 3 dan konsentrasi kuat ion pada 0.06 M,% PSS yang diadsorpsi sebesar 45.45%. PEB-MZ PAH/PSS diaplikasikan untuk mengadsorpsi HDTMA-Br dan SDS.
Hasil HDTMA-Br 2,0x10-2 M yang diadsorpsi PEB-MZ PAH/PSS sebesar 93.5% dan SDS 3,5x10-2 M yang diadsorpsi pada PEB-MZ PAH/PSS sebesar 32%. Hasil karakterisasi spektrum FTIR PEB-MZ PAH/PSS terlihat adanya puncak serapan pada í = 714,3 cm-1 yang menunjukkan vibrasi regang S-O dari PSS. Hasil karakterisasi spektrum FTIR HDTMA-Br yang teradsorpsi pada PEB-MZ PAH/PSS terlihat adanya puncak serapan pada í = 2923,29 dan 2851,64 cm-1 yang menunjukkan vibrasi regang alifatik sp3 CH dari HDTMA-Br dan pada í = 1473,27 cm-1 yang menunjukkan vibrasi N-H bending dari HDTMA-Br."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
KIM.028/08 Ram s
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Zulfia
"Pelat bipolar merupakan komponen utama dari polymer electrolyte membrane (PEM) fuel cell yang memiliki fungsi utama mengumpulkan dan memindahkan elektron dari anoda dan katoda. Oleh karena itu material untuk pelat bipolar harus memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. Untuk mendapatkan pelat bipolar yang murah, ringan, dan memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, maka dikembangkanlah pelat bipolar yang terbuat dari komposit PP/C-Cu. Proses pembuatan komposit PP/C-Cu ini menggunakan proses compounding, rheomix, hot blending, dan hot press. Pada penelitian ini dilakukan variasi komposisi tembaga yaitu 0,1 wt%, 1 wt%, dan 2 wt %. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan serbuk tembaga secara umum meningkatkan nilai densitas, kekuatan tarik, kekuatan tekuk, modulus tekuk, modulus tarik, elongasi, konduktivitas, dan mengurangi porositas, tetapi nilai konduktivitas listrik masih di bawah standar yang dipersyaratkan untuk bipolar plate fuel cell.

Bipolar plate is a major component in PEM fuel cell which possess main function of collecting and removing electrons from anode to cathode. Therefore, materials for bipolar plates produced must have high electrical conductivity. To obtain bipolar plate materials which is cheap, lightweight and high conductivity, so it is developed bipolar plates material based on PP/C-Cu composite. PP/C-Cu composites has been made by mixing all materials then compounding, rheomix, hot blending and hot press. Cu (Copper) has been used various from 0.1 wt%, 1 wt% to 2 wt% to increase electrical conductivity of PP/C-Cu composite. It is found that the effect of Cu addition in PP/C-Cu composite has increased tensile strength, flexural strength, flexural modulus, tensile modulus, elongation, electrical conductivity and decreasde porosity, unfortunately the value of electrical conductivity was still lower than standard requirement for bipolar plate fuel cell."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Mayangsari
"ABSTRAK
Gelatin merupakan polimer alam yang bersifat kationik. Sifat kationik tersebut membuat gelatin dapat berinteraksi dengan polimer anionik membentuk kompleks polielektrolit (KPE). Dalam penelitian ini, karaginan digunakan sebagai polimer anionik yang berinteraksi secara ionik dengan gelatin. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi KPE gelatin-karaginan yang akan digunakan sebagai basis dalam sediaan film bukal. Larutan gelatin dan karaginan masing-masing dibuat 3% (b/v) dicampur dengan perbandingan 1:1. Perbedaan karakterisasi KPE gelatin-karaginan dengan polimer asalnya ditunjukan dengan analisis gugus fungsi, analisis termal, daya mengembang, kekuatan gel dan uji mukoadesif. Selanjutnya KPE digunakan sebagai basis dalam tiga formula sediaan film bukal. Formulasi sediaan dibuat dengan memvariasikan konsentrasi propilen glikol sebagai plastisizer yaitu pada konsentrasi 20%, 30% dan 40%. dengan ketoprofen sebagai model obat. Film bukal formula dua dengan konsentrasi propilen glikol 30% memiliki kekuatan bioadesif terbesar yaitu 7,17 gF.

Abstract
Gelatine is a natural cationic polymer. That cationic character makes gelatine can interact with anionic polymer to form polyelectrolyte complex (PEC) . In this research, carrageenan is used as anionic polymer that interact ionically with gelatine. The purpose of this research is to produce and to characterize gelatin-carrageenan PEC that will be used as basis of bucal film. Gelatine solution and carrageenan, each of it is made 3% (b/v), are mixed with a ratio of 1:1 (v/v). The differences between gelatine-carrageenan PEC and its origin polymer are shown by functional group analysis, thermal analysis, swelling capacity, gel strength, and mucoadhesive test. The PEC is then used as basis for 3 formula of bucal film . The formulation is also combined with propylene glycol as plastisizer with concentration of 20%, 30% and 40% with ketoprofen as a model. The mucoadhesive test shows that the highest bioadhesive strength of PEC gelatine-carrageenan bucal film with propyleneglycol concentration of 30% is 7.17 gF.
"
Universitas Indonesia, 2012
14-17-300794733
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Octafiona Darussalam
"Ekstrak kunyit, kulit manggis, dan jahe mengandung senyawa fenolik yaitu kurkumin, α-mangostin, dan 6-gingerol yang memiliki aktivitas antioksidan. Ketiga senyawa bioaktif tersebut dapat dijadikan suplemen antioksidan untuk kesehatan, namun senyawa-senyawa ini sangat rentan terhadap kondisi lingkungan pencernaan sehingga mudah terdegradasi sebelum diserap oleh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mikropartikel kitosan-gum arab-ekstrak agar dapat lepas secara lambat pada daerah usus halus. Enkapsulasi senyawa bioaktif dilakukan dengan pembentukan kompleks polielektrolit kitosan-gum arab. Kitosan digunakan sebagai carrier karena bersifat biodegradabel, biokompatibel, non-toksik, dan mukoadhesif. Namun, kitosan mudah larut dalam asam sehingga diperlukan penambahan gum arab sebagai polimer aditif untuk melindungi kitosan dalam suasana asam. Metode pengeringan beku digunakan untuk preparasi mikropartikel kitosan-gum arab yang dimuati ketiga ekstrak karena dapat meminimalisir kehilangan senyawa bioaktif selama proses preparasi dan diharapkan memberikan yield dan pemuatan yang tinggi. Seluruh formulasi menghasilkan yield di atas 90% dan memiliki pemuatan sekitar 12% (ekstrak kunyit), 8% (ekstrak kulit manggis), dan 1% (ekstrak jahe). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gum arab memiliki dampak yang signifikan dalam menahan pelepasan senyawa bioaktif sehingga didapatkan profil extended release. Berdasarkan hasil uji pelepasan secara in-vitro, formulasi dengan komposisi 0,1 gram gum arab terbukti dapat dijadikan sediaan guna penghantaran bertarget usus halus.

Turmeric, mangosteen peel, and ginger extracts contain substances such as curcumin, α-mangostin, and 6-gingerol which can be used as an antioxidant supplements, but they are very susceptible to the digestive environment and easily degraded before being absorbed by the body. This research aims to obtain a formulation of chitosan-arabic gum microparticles loaded bioactive compounds so that it could be released in small intestine. Encapsulation of the bioactive compounds was carried out by chitosan-arabic gum polyelectrolyte complex. Chitosan is used as a carrier because it has biodegradable, biocompatible, non-toxic, and mucoadhesive properties. However, chitosan is easily dissolved in acidic conditions so arabic gum is needed to protect chitosan under acidic environment. The preparation used freeze-drying method because it can minimizes the loss of bioactive compounds during preparation and it is also expected to provide high yields and loading. All formulations resulted yields percentage above 90% and loading capacity around 12% (turmeric extract), 8% (mangosteen peel extract), and 1% (ginger extract). The results showed that arabic gum had an important significant in the release of bioactive compounds to obtain extended release profile. Based on the in-vitro release test, formulation with 0.1 gram arabic gum can be regarded as a promising candidate for intestinal targeted drug delivery.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, 2013
541.372 POL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Liya Haryuni
"Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat polikationik sehingga dapat berinteraksi dengan bahan lain yang bermuatan negatif. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai penaut silang untuk kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi kitosan-tripolifosfat (KTPP) yang akan digunakan sebagai basis gel dalam sediaan topikal serta mengevaluasi sediaan gel yang dihasilkan. Larutan kitosan 3% b/v dan natrium tripolifosfat 0,145% b/v dicampur dengan perbandingan 5:1. Karakteristik KTPP ditunjukkan dengan indeks mengembang, kekuatan gel, dan viskositas.
Hasil dari sintesis KTPP menunjukkan kemampuan mengembang dalam aquadest sebesar 100% selama 8 jam. Kekuatan gel dari polimer yang disintesis bernilai 10,89 g/cm2 pada konsentrasi 3,5% dan memiliki viskositas rata-rata sebesar 16050,70 cps. KTPP kemudian diformulasikan dalam sediaan gel dengan atau tanpa penambahan HPMC.
Pada penelitian ini, kofein digunakan sebagai model obat. Gel yang dihasilkan berupa warna kuning namun tidak homogen. Daya penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus. Berdasarkan uji penetrasi diperoleh bahwa formula dengan kombinasi KTPP 3% dan HPMC 0,25% dengan adanya menthol 0,25% memiliki nilai fluks -1 tertinggi dengan nilai 381,62 ± 0,05 µg cm-2 jam -1.

Chitosan, a natural cationic polymer, can interact with negatively charged materials. In this research, sodium tripolyphosphate was used as anionic substance that interact ionically crosslink with chitosan. The aim of this research was to synthesize and characterize chitosan-tripolyphosphate (ChTPP) which would be used as a gel base in topical dosage form. The solutions of chitosan 3% w/v and sodium tripolyphosphate 0.145% w/v were mixed in ratio 5:1.
Characteristics of ChTPP were indicated by swelling index, gel strength and viscosity. ChTPP showed swelling index up to 100% in distilled water within 8 hours. Gel strength and viscosity from ChTPP were 10.89 g/cm2 and 16050.71 cps, respectively. the obtained ChTPP was then formulated in to a gel dosage form with or without the addition of HPMC.
In this study, caffeine was used as a model drug. Gel had yellow colour but not homogeneous. In vitro penetration study was determined with Franz diffusion cell using rat abdominal membrane. The penetration study revealed that the formula with combination of ChTPP 3% and HPMC 0.25% with the addition of menthol 0.25% had the highest flux value which was 381.62 ± 0.05 µ g cm -2 jam-1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S937
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Fadjri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan kompleks polielektrolit kitosan-xanthan (KPKX) dan menggunakannya sebagai matriks dalam tablet lepas terkendali dengan sistem mengapung. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kitosan, yang bermuatan positif pada suasana asam, dan xanthan, yang bemuatan negatif, dapat membentuk kompleks polielektrolit yang memiliki daya mengembang yang baik untuk sediaan dengan pelepasan terkendali. KPKX dibuat dengan cara melarutkan kitosan (1,0% b/v) dan xanthan (1,0% b/v) di dalam medium masing-masing kemudian mencampurkan keduanya pada pH 4,3-4,5 dengan perbandingan 1:1. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional. Selanjutnya, KPKX digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet mengapung dengan 2 variasi jumlah polimer pembentuk matriks (35,71% dan 57,14%). Asam sitrat dan natrium bikarbonat digunakan sebagai gas forming dalam 2 variasi (14,29% dan 21,43%). Kitosan, xanthan, dan campuran fisik keduanya digunakan sebagai polimer matriks pada formula pembanding. Diltiazem HCl digunakan sebagai model obat. Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan dikempa menjadi tablet 700 mg. Seluruh tablet mengapung yang dihasilkan memenuhi persyaratan fisik yang tertera di Farmakope Indonesia. Tablet mengapung F3 yang mengandung 57,14% KPKX dan 21,43% gas forming menunjukkan karakteristik yang terbaik dengan floating lag time 39,33 ± 1,53 menit dan dapat mengapung hingga 12 jam. Tablet F3 juga terbukti dapat menahan pelepasans obat hingga 12 jam dan menunjukkan profil pelepasan obat yang sesuai dengan kinetika orde nol.

The aim of this study was to investigate the ability of chisotan-xanthan polyelectrolyte complex (CXPC) and use it as matrix of controlled release tablet with floating system. The previous study has shown that chitosan, which have positive charge in acid condition, and xanthan, which have negative charge, could form polyelectrolyte complex which have good swelling index for controlled release dosage forms. CXPC was prepared by dissolving chitosan (1.0% w/v) and xanthan (1.0% w/v) in their medium then mix them in pH 4.3-4.5 with a ratio of 1:1. The obtained CXPC were characterized physically, chemically, and functionally. Furthermore, CXPC was used as matrix of floating tablet in two variations (35.71% and 57.14%). Citric acid and sodium bicarbonate were used as gas forming in two variations (14.29% and 21.43%). Chitosan, xanthan, and physical mixture of both were also used as comparison formula. Diltiazem HCl was used as drug model. Tablet was formulated by wet granulation method and compressed into 700 mg tablets. All floating tablets fulfilled all the Pharmacopoeia requirements. Floating tablets containing 57.14% CXPC and 21.43% gas forming (F3) have shown the best characteristic with 39.33 ± 1.53 minutes of floating lag time and 12 hours of floating time. This formula revealed a profile of controlled drug release and appoached to zero-order kinetics model.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Dian Septysari
"Film transdermal merupakan sistem penghantaran obat yang diaplikasikan melalui kulit untuk menghantarkan obat ke sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari eksipien kompleks polielektrolit kitosan-xanthan (KPKX) sebagai eksipien pembentuk film yang dibuat dengan mencampurkan larutan gum xanthan 1% ke dalam larutan kitosan 1% dengan cara diteteskan dan disertai pengadukan. KPKX yang diperoleh dikarakterisasi gugus fungsi, indeks mengembang, kekuatan gel, dan sifat mekanik filmnya. Film transdermal dibuat dengan menggunakan KPKX 1:1 sebagai matriks, propilenglikol-gliserol (8:2) 50% sebagai plasticizer, dan ketoprofen sebagai model obat. Film transdermal ketoprofen yang dihasilkan memiliki sifat mekanis yang baik dengan persentasi elongasi sebesar 108,70 ± 1,56% dan tensile strength sebesar 791,05 ± 5,30 N/m2. Uji disolusi in vitro menunjukkan pelepasan ketoprofen dari film transdermal ketoprofen sebesar 99,57 ± 4,67% selama 12 jam dengan mekanisme difusi terkendali. Uji penetrasi in vitro menunjukkan bahwa penetrasi in vitro dari film transdermal ketoprofen sebesar 12,34 ± 0,22 mg/cm2 selama 12 jam dengan kecepatan penetrasi 1,051 ± 0,074 mg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa KPKX merupakan eksipien yang baik digunakan sebagai pembentuk film transdermal.

Transdermal film is a drug delivery system that is applied through the skin to deliver drugs to the systemic. This present study was intended to evaluate the ability of chitosan-xanthan polyelectrolyte complex (CXPC) as film-forming excipient which were made by dropwise a solution of 1% xanthan gum in a solution of 1% chitosan and aided with stirring. The obtained CXPC was characterized, including its functional group, swelling index, gel strength, and film mechanical properties. Transdermal films made using CXPC 1:1 as matrix, propylene glycol-glycerine (8:2) 50% as plasticizer, and ketoprofen as model of drug. Ketoprofen transdermal film which were produced from CXPC possessed good mechanical properties with elongation percentage of 108.70 ± 1.56% and the tensile strength of 791.05 ± 5.30 N/mm2. The in-vitro drug release study showed that 99.57 ± 4.67% of ketoprofen has been released from transdermal film in 12 hours by diffusion-controlled mechanism. In-vitro drug release study showed that 12.34 ± 0.22 mg/cm2 of ketoprofen able to penetrate through skin membrane with the flux of 1.051 ± 0.074 mg/cm2.hour. Therefore, it can be concluded that CXPC had good characteristics to be applied as excipient transdermal film.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57662
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>