Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risa Rizania
"Penelitian ini menjelaskan tentang sejarah, fungsi, dan peran Bait al-Hikmah pada masa Dinasti Abbasiyah. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dan pendekatan teori perpustakaan. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa Bait al-Hikmah didirikan pada 830 M dan berakhir pada 1258 M. Perkembangan ilmu pengetahuan di masa Dinasti Abbasiyah diawali dengan aktivitas penerjemahan yang kemudian diikuti oleh babak aktivitas kreatif berupa perkembangan ilmu agama, sains, filsafat, dan humaniora. Kebangkitan ilmu pengetahuan ini terkait oleh peranan tokoh-tokoh intelektual yang terdiri dari khalifah dan para ilmuwan. Bait al-Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan, lembaga pendidikan, lembaga riset dan observatorium, serta biro penerjemahan. Bait al-Hikmah juga memiliki peran sebagai tempat berkembangnya para ilmuwan, pembentuk pola pikir, dan percampuran kebudayaan.

This research explains the history, the function, and the role of Bait al-Hikmah in the Abbasid period. This research uses historical method and library theories. The findings of this research is that Bait al-Hikmah was established in 830 AD and ended up in 1258 AD. The development of human knowledge in the Abbasid period was started with the activity of translating which was later followed by many raising events such as the emergence of the religious subjects, science, philosophy, and humanities. This improving human knowledge cannot be separated from the role of the intellectuals consist of caliphs and scientists. Bait Al-Hikmah was functioned as library, education center, research center and observatory, and translation center. Bait Al-Hikmah also became a place where many scientists were born, many thoughts were shaped, and many cultures were acculturated."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42718
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Candra Kirana
"Karya ilmiah ini membahas mengenai Perkembangan Puisi Arab pada Zaman Dinasti Abbasiyah. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode studi pustaka dan metode deskriptif. Menurut Ahmad Asy-Syayib, puisi Arab adalah ucapan atau tulisan yang memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi atau ritme gaya lama) dan qafiyah (rima akhir atau kesesuaian akhir baris/satr) serta unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih dominan dibanding prosa. Puisi atau syair sangat penting kedudukannya di dunia Arab. Pada masa Dinasti Abbasiyah puisi berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan adanya dukungan dari para khalifah, semakin tinggi nilai sebuah puisi maka semakin tinggi pula kedudukan penyair tersebut. Penyair-penyair hebat banyak bermunculan pada masa ini, seperti: Abu Tamam, Al-Mutanabbi, dan Al-Buhturi. Karakteristik puisi pada zaman ini tidak berbeda jauh dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Terjadinya percampuran kebudayaan antara kebudayaan Arab dengan kebudayaan non-Arab menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi puisi. Pada zaman Abbasiyah, para penyair terutama keturunan non-Arab memperkenalkan beberapa wazan baru yang sesuai dengan puisi Arab. Wazan baru ini terbagi menjadi dua, yaitu wazan yang diubah dari wazan lama dan wazan asing atau buhur lama. Di masa ini, terdapat tema-tema puisi baru, seperti tema pemujaan arak, ghazal lelaki, zuhud, syu’ubiyyah, dan tema zandaqah.

This paper discusses about the development of Arabic Poetry in the Age of the Abbasid dynasty. The method used in writing this journal is book study method and descriptive method. According to Ahmad Ash-Syayib, Arabic poetry is spoken or written that has wazan or bahr (follow the prosody or rhythm of the old style) and qafiyah (rima end or suitability end of line / satr) as well as elements of the expression of flavor and imagination should be more dominant than prose. Poetry or syair has very important position in the Arab world. During the Abbasid dynasty poetry thrived. This is due to the support of the caliphs, the higher the value of a poem, the higher the position of the poet. Many great poets to emerge during this period, such as: Abu Tamam, Al-Mutanabbi and Al-Buhturi. Characteristics of poetry in this era is not much different than inprevious times. The cultural cauldron of Arab culture with non-Arab cultures became one of the factors that influence the poetry. In the Abbasid era poets mainly non-Arab descent introduces several new wazan that correspond to Arabic poetry. This new wazan divided into two, namely wazan converted from old wazan and foreign wazan or old buhur. At this time, there are themes of new poems, such as the theme of the cult wine, ghazal man, ascetic, syu'ubiyyah and zandaqah theme.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Maghriza Pradana Putra Saeful
"Artikel ini membahas satu bangunan bersejarah di Aleppo yaitu Benteng Aleppo. Penelitian ini membahas sejarah Benteng Aleppo dan perkembangan fungsinya dari tahun 1300 SM – 637 M. Di bahas juga perubahan bentuk bangunan benteng itu pada masa kekuasaan pemerintahan Islam tahun 1128 M – 1918 M. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif, dengan pengumpulan data studi pustaka. Teori yang digunakan adalah teori ashhabiyah dari Ibnu Khaldun yang berkaitan dengan benteng sebagai penunjang sistem pertahanan suatu wilayah. Penelitian ini mennyimpulkan bahwa Benteng Aleppo memiliki sejarah panjang, berawal dari sebuah kuil kerajaan Hettit pada tahun 1300 SM. Kemudian banyak kerajaan sebelum masa pra Islam yang menguasai Benteng Aleppo sampai tahun 637 M, di antaranya kerajaan Aramaen, Persia, Romawi, dan Byzantium. Pada masa Islam mulai dari tahun 637 M – 1918 M, dinasti-dinasti Islam yang berkuasa yaitu dinasti Umayyah, Abbasiyah, Hamdaniyah, Zenkiyah, Ayyubiyah, Mamluk, dan Utsmaniyah. Fungsi benteng Aleppo mengalami perkembangan, bermula dari sebuah kuil untuk penyembahan kepada dewa-dewa menjadi tempat tinggal, pusat pemetintahan, menjaga wilayah, dan pusat keagamaan. Bentuk bangunannya mengalami perkembangan pada masa Islam dari tahun 1128 M – 1918 M, perkembangan yang pesat terjadi pada masa dinasti Ayyubiyah tahun 1183 M – 1260 M.

This article discusses one historic building in Aleppo, the Aleppo Citadel. This research discusses the history of Aleppo Fortress and the development of its function from 1300 BC - 637 AD. Discussed also the change in the shape of the fort building during the reign of Islam in 1128 AD - 1918 AD. This research uses descriptive-qualitative methods, with the collection of literature study data. The theory used is the ashhabiyah theory of Ibn Khaldun related to the fort as a support for the defense system of a region. This study concludes that aleppo fortress has a long history, starting from a temple of the kingdom of Hettit in 1300 BC. Then many kingdoms before pre-Islamic times controlled the Citadel of Aleppo until 637 AD, among them the kingdoms of Aramaen, Persia, Rome, and Byzantium. During Islam from 637 AD to 1918 AD, the ruling Islamic dynasties were the Umayyad, Abbasid, Hamdaniyah, Zenkiyah, Ayyubid, Mamluk, and Ottoman dynasties. The function of aleppo's fortifications has been developed, across from a temple for worship of the gods to a residence, a center for government, guarding territory, and a religious center. The shape of the building developed during the Islamic period from 1128 AD - 1918 AD, rapid development occurred during the Ayyubid dynasty in 1183 AD - 1260 AD."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
Depok: LSM Males Arts Studio, 2018
297.09 NAS f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
As-Sirjani, Raghib
Jakarta : Pustaka Al-Kautsar , 2019
297.09 ASS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Najmia Hermawati
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang puisi Arab di zaman Abbasiyah pada periode 750 ndash; 874 M / 132 ndash; 260 H. Pada perkembangannya, puisi arab mengalami kemajuan yang pesat di zaman dinasti Abbasiyah ini, salah satu pelopor kemajuan puisi Arab adalah peran dari khalifah saat itu. Menjadi lebih berkembang pada saat Dinasti Abbasiyah, pada perjalanannya dinasti ini banyak terpengaruh budaya asing yang masuk khususnya bangsa Persia, bersifat terbuka sehingga perkembangan puisi Arab ketika itu mengalami kemajuan. Dan kedudukan penyair saat itu juga disambut baik oleh para khalifah. Metode yang digunakan pada penulisan jurnal ini adalah metode studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan sejarah dan dinamika yang ada pada perkembangan puisi Arab. Setelah meneliti sumber-sumber yang ada, penulis mendapatkan tujuan dari penulisan jurnal ini, yaitu untuk mengetahui puisi arab di zaman Dinasti Abbasiyah pada periode tersebut, dan bagaimana perkembangan puisi arab di Dinasti Abbasiyah dapat maju hingga saat ini.

ABSTRACT
This journal discusses the Arabic poetry in the Abbasid era in the period 750 874 M 132 260 H. On development, the Arabic poetry made progress in this Abbasid dynasty, one of the pioneers of progress of Arabic poetry is the role of the caliph at the time. Become more developed at the time of the Abbasid dynasty, the dynasty 39 s journey affected many incoming foreign cultures, especially the Persians, is open so that the development of Arabic poetry as it progressed. And the position of poet when it was also welcomed by the caliphs. The method used in writing this journal is a method of literature by reading books relating to the history and dynamics that exist in the development of Arabic poetry. After researching the sources that exist, I get the purpose of writing this journal, which is to know Arabic poetry at the time of the Abbasid dynasty in the period, and how the development of Arabic poetry in the 39 Abbasids can go forward to the present."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Rumawan Salain
Denpasar: Udayana University Press, 2013
720 PUT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Firas Alkhateeb
Yogyakarta: Bentang, 2016
297.09 FIR l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
"Kedatangan Islam di Nusantara pada awal abad ke 7 hingga terbentuknya kerajaan Islam pertama pada awal abad ke 13 telah menghasilkan tinggalan budaya yang amat kaya. Para ahli sepakat bahwa Islam datang dan berkembang melalui jalur perdagangan sehingga pada awalnya terbentuklah koloni-koloni perdagangan muslim di berbagai tempat di kota-kota pelabuhan, sebagaimana dicatat dalam berita Cina pada tahun 674, yang menyebutkan Palembang sebagai. salah satu koloni muslim.
Peninggalan yang berarti tentang adanya masyarakat muslim adalah sebuah situs di Leran yang menyimpan sebuah nisan dari seorang wanita muslim yang berangka tahun 1082 Masehi dan bukti lainnya adalah yang terdapat di situs Kota Gina (Sumatera Utara) dan kota Barus yang diperkirakan memiliki temuan-temuan keramik yang berangka thhun dari abad 10 sampai abad 12 Masehi.
Kemunduran dari kerajaan-kerajaan Indonesia Hindu diduga merupakan salah satu faktor berkembangnya Islam di bumi Nusantara, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah ditangan para pedagang Islam. Pantai utara Jawa adalah jalur perdagangan yang banyak dikunjungi para pedagang sejak lama, sehingga di wilayah ini banyak sekali ditemukan situs-situs dari masa Islam. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan oleh para ahli ,namun sangat sedikit yang mempersoalkan seni dekoratif yang dihasilkan kebudayaan islam di Nusantara. Sehingga perlu kiranya dilakukan penelitian ke arah ini.
Seperti apakah bentuk-bentuk dekoratif yang menandai masa Islam. Berbagai pernyataan telah disampaikan para ahli mengenai fungsi dan makna dekoratif pada tinggalan budaya Islam di dunia, seperti Faruqi yang menyatakan bahwa fungsi dari ornamen Islam adalah untuk mengingatkan manusia akan ke Esaan Tuhan, sehingga bentuk-bentuk yang dihasilkan adalah ornamen-ornamen yang penuh dengan abstraksi. Jabar Beg menggaris bawahi bahwa pusat daya normatif seni kaum muslim adalah Islam itu sendiri dan agama Islam tidak menggariskan bentuk-bentuk seni tertentu, tetapi sekedar memberi pagar lapangan ekspresi.
Para ahli berkebangsaan Asing yang melakukan penelitian tentang Islam di Nusantara banyak yang mengajukan pendapatnya bahwa Islam di Indonesia tidak menghasilkan apapun baik peninggalan berupa monumen maupun kemajuan dalam bentuk yang lain. Berbagai aspek dipandangnya sebagai semata-mata kelanjutan dari budaya masa Indonesia-Hindhu. Tentu saja hal ini sangat ditentang oleh para ahli Islam, seperti yang dilakukan Naguib Al- attas.
Dari penelitian yang saya lakukan terhadap situs Demak dan Kudus di pesisir utara Jawa memperlihatkan bahwa memang masih banyak ornamen yang dipakai pada masa Islam yang merupakan kelanjutan dari masa Indonesia -Hindu yaitu seperti ornamen bunga lotus, sulur-suluran, motif sinar Majapahit dan bentuk-bentuk makara yang telah distilir. Namun demikian , hasil penelitian ini masih harus dipertimbangkan lebih lanjut karena bila memperhatikan beberapa situs lainnya seperti Cirebon, Mantingan dll kita akan menemukan berbagai ornamen yang sangat dekat kaidah-kaidahnya dengan kaidah ornamen Islam.
Selain ornamen yang disebut di atas ternyata, juga diperoleh kaligrafi Islam dan berbagai bentuk perbingkaian yang sangat banyak dipakai sebagai ornamen pada kedua Situs ini. Hal ini sangat menarik dan dapat saya anggap sebagai salah satu ekspresi seniman Islam di tempat ini yang tampaknya dengan sadar membatasi diri dari keinginannya untuk mengisi bingkai-bingkai dengan hiasan-hiasan mahluk hidup seperti yang umumnya ditemukan pada bangunan candi-candi. Lebih lanjut sangat menarik untuk melihat kasus ini pada menara Kudus yang oleh banyak sarjana Belanda di anggap sebagai sisa peninggalan dari masa Indonesia-Hindhu karena bentuknya yang sangat menyerupai candi. Namun bila kita lihat seluruh ornamen yang ada hanyalah bingkai-bingkai yang polos kadang-kadang diberi hiasan keramik Cina, tentu sangat berbeda dengan kebiasaan tradisi seni Hindu. Ada hal yang sangat disukai oleh para seniman di kedua situs ini adalah menempelkan keramik Cina, Pada tembok mesjid Agung Demak ada keramik cina yang selain menggambarkan bunga-bunga terutama lotus juga banyak dijumpai penggambaran binatang seperti , anjing yang berada di atas awan, burung merak dll. Bila dilihat dari bentuk mesjid kuno, maka kehadiran keramik cina pada dinding-dinding tembok mungkin merupakan tambahan yang kemudian.
Walaupun demikian dari hasil penelitian ini sangat terasa bahwa ornamen mahluk hidup sangat dibatasi dan hal ini mengingatkan kita akan larangan dari para ulama Islam untuk menggambarkan mahluk hidup apalagi di dalam bangunan mesjid. Fungsi dari ornamen tampaknya lebih pada penanda bagian-bagian penting dari bangunan.
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian yaitu tahap pertama pengumpulan data dan selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi data. Pada tahap pengumpulan data dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Pada penelitian lapangan dilakukan pendataan berbagai bentuk omamen dengan cara membuat foto dan gambar. Pada tahap analisis dilakukan pemilahan atas dasar variabei-variabel tertentu terutama aspek bentuk serta ketetakan. Pada tahap interpretasi dipakai analog' yang dapat dipakai untuk mengungkapkan keberadaan suatu gejala-gejala tertentu."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pernah mengalami kejayaan. Puncak kejayaan tersebut bukan dilihat dari luas wilayahnya. Namun dilihat dari kemajuan berbagai sektor. Kemajuan tersebut antara lain meliputi ranah seni, budaya, arsitektur bangunan, dan pendidikan. Semua kesuksesan tersebut diraih pada saat Dinasti Abbasiyah. Dinasti ini berbeda dengan imperiumn sebelumnya yaitu Umayah yang lebih fokus pada ekspansi wilayah dakwah. Dari Dinasti Abbasiyah, khalayak umum akan lebih paham apabila disebutkan nama-nama seperti Abu Nawas, Khalifah Harun Al-Rasyid, Baghdad, ataupun kisah 1001 Malam. Dinasti Abbasiyah lebih terbuka dibandingkan dengan Umayah. Imperium yang pemimpinnya merupakan keturunan dari Abbas ibn Abd al-Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW tersebut cenderung permisif terhadap sejumlah karya seni terutama musik. Kebijakan ini tentu sangat berbeda dengan Dinasti Umayah yang sering melarang penggunaan musik dalam segala aktifitas masyarakat. Dalam tulisan singkat dan sederhana ini dikupas tentang perkembangan seni pada masa Dinasti Abbasiyah yang merupakan salah satu indikator kemajuan Kekhalifahan Baghdad tersebut."
JKSUGM 1:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>