Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saragih, Daud Jahya
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafael Alun Trisambodo
"Penerimaan pajak memegang peranan penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlebih setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satunya adalah menghilangkan fasilitas perpajakan yang tidak bermanfaat.
Fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai yang menarik untuk dibahas adalah adanya penundaan penyetoran pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 Pemungut PPN diperbolehkan menyetorkan PPN yang dipungut 15 hari bulan berikutnya setelah pelunasan dilakukan. Penundaan ini menimbulkan pelanggaran atas Ketentuan Perpajakan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pemungutan dan penyetoran serta pelaporan PPN oleh pemungut Pajak Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya, serta menganalisis kerugian negara yang timbul karena keterlambatan penyetoran oleh Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan melakukan studi kasus pada tiga perusahaan yang menjadi supplier Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan tiga perusahaan yang menjadi supplier Kontrak Karya. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Data yang diolah berupa data bukti setoran pajak yang diterima perusahaan untuk transaksi tahun 2001. data diambil sampai dengan September 2002 untuk melihat besarnya kerugian negara dari PPN yang belum disetor ditambah dengan sanksi bunga karena keterlambatan penyetoran.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa mekanisme pemungutan dan penyetoran serta pelaporan PPN yang dipungut oleh Pemungut Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya berbeda dari mekanisme PPN umumnya, yaitu adanya hak untuk menyetorkan 15 hari bulan berikutnya dari pelunasan transaksi. Hal itu menimbulkan kerugian karena adanya pelanggaran Ketentuan Perpajakan dengan menunda penyetoran lebih lama dari waktu yang ditentukan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieza Zainal
"Perusahaan pertambangan batubara dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia didasarkan atas suatu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Pemerintah Indonesia dengan yang memiliki sifat lex specialis derogat lex generalis. Di dalam PKP2B tersebut mengatur segala hak dan kewajiban bagi kedua pihak atas kegiatan usaha termasuk mengenai pajak-pajak dan lain-lain kewajiban perusahaan.
Latar belakang penulisan ini didasari karena adanya perubahan kebijakan publik dalam perpajakan atas pengenaan PPN atas hasil tambang batubara sejak reformasi perpajakan tahun 2000 dengan diterbitkannya suatu kebijakan dalam PP Nomor 144 Tahun 2000 yang mengubah status batubara menjadi Barang Tidak Kena Pajak (BTKP). Dalam implementasinya, proses kebijakan tersebut melalui ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (instrument fiscal arrangements) menimbulkan perubahan persepsi antara otoritas perpajakan dengan Wajib Pajak sehingga menyulitkan administrasi PPN. Selain itu, diterbitkannya PP tersebut kurang memenuhi asas-asas perpajakan dan perundang-undangan maupun konsepsi dari PPN atas nilai tambah dari hasil tambang batubara. Usaha-usaha dari Wajib Pajak sendiri berupaya kepada pemerintah untuk menunda PP tersebut karena akan merugikan investor maupun harga batubara Indonesia di pasar internasional.
Oleh karena itu atas dasar permasalahan-permasalahan tersebut, maka dalam penulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian atau analisis terhadap perubahan kebijakan PPN atas pengusahaan pertambangan batubara di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi analisis dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan dokumen serta penelitian lapangan melalui kuesioner dan wawancara kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian.
Berdasarkan analisis, bahwa perumusan kebijakan dalam PP tersebut sebagai pelaksana UU PPN hendaknya tidak mengubah atau mengesampingkan ketentuan pada undang-undang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama (lex superiors derogat lex inferior). Demi menciptakan kepastian hukum, penyempitan atau perluasan materi tidak dibenarkan menambah norma-norma baru serta tidak dapat mengganti ketentuan perundangan-undangan lama sepanjang mengatur hal yang tidak sama (lex posteriori derogat lex priori). Bagi PKP2B yang terbagi dalam tiga generasi (Generasi I, II dan III), adanya kebijakan tersebut akan membawa konsekuensi pada masing-masing generasi mengalami perlakukan pengenaan PPN yang tidak sama.
Pada akhir tulisan ini, penulis memberikan input bagi pemerintah sebagai tax policy maker , sovereign tax power dan government as resources owner dalam menetapkan kebijakan PPN atas hasil tambang batubara demi memaksimalkan penerimaan negara sehingga menimbulkan keadilan (equality), kepastian (certainty), kemudahan (convenience) dan tidak menimbulkan biaya tambahan ekonomi (economy) bagi masing-masing generasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Silvia M.
"Kilau pesona berbagai hasil tambang di Indonesia mampu menarik minat kalangan investor untuk menanamkan modalnya di bidang pertambangan. Meski gejolak moneter tengah melanda Indonesia, ternyata minat pengusaha asing untuk melakukan bisnis di sini tetap tinggi. Salah satu pemenuhan kewajiban perpajakan yang diterapkan dalam bidang pertambangan adalah pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan atau lebih dikenal dengan Pajak Penghasilan Pasal 25.
Pokok permasalahan adalah bagaimana ketepatan pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan selama ini di bidang pertambangan. Permasalahan lainnya adalah bagaimana pendapat pihak - pihak yang berkait dengan sistem pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan tersebut serta bagaimana seyogyanya diterapkan pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalannya, sehingga lebih mendekati pajak yang terutang di akhir tahun,
Penulisan dalam tesis ini bersifat kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Dengan menguraikan data yang diperoleh dari penelitian kemudian mengadakan analisis sehingga dapat ditarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan melalui penelitian dokumen yang terkait dan data lapangan.
Indonesia mengenal 2 metode pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan, yaitu Metode Pasal 25 ayat (1) atau dikenal dengan Metode Umum dan Metode Pasal 25 ayat (7) atau dikenal dengan Metode Triwulan. Pada pertambangan, perlakuan pajak tahun berjalan diterapkan dengan Metode Pasal 25 ayat (1). Penerapan Metode Pasal 25 ayat (1) pada perusahaan pertambangan selalu mengalami perbedaaan yang signifikan, baik pada saat produksi naik maupun pada saat produksi menurun. Hal ini tentu berpengaruh bagi cash flow perusahaan pertambangan. Sementara, Pasal 25 ayat (7) Undang - Undang Pajak Penghasilan tidak memberikan defenisi " badan - badan tertentu lainnya" yang diperkenankan menerapkan Metode Pasal 25 ayat (7),
Pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan pada perusahaan tambang berdasarkan kenyataan seyogyanya diizinkan menggunakan Metode Pasal 25 ayat (7), sehingga tidak bertentangan dengan prinsip perpajakan yaitu keadilan dan kepastian hukum. Peraturan perundang-undangan seyogyanya tegas, jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari Wajib Pajak dan fiskus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elina Magdalena D.
"Karena kaya dengan mineral, Indonesia menjadi tempat yang menarik bagi para investor asing untuk menanamkan modalnya. Sebagai pebisnis di bidang pertambangan, investor memiliki kelebihan berupa modal dan keahlian. Agar menjadi negara tujuan investasi, Indonesia haruslah tetap memiliki keunggulan, selain ketersediaan sumber energi juga berupa kearifan para pembuat kebijakan untuk menjaga kepentingan demi kesejahteraan rakyat. Dalam upaya mengelola suatu investasi bisnis yang padat modal, cara-cara yang lazim digunakan oleh investor dalam pembiayaan proyek pertambangan adalah dengan hutang dan atau dengan modal. Pilihan yang menarik adalah maksimalisasi keuntungan yang akan diperoleh investor dengan berhutang kepada pihak ketiga, baik yang memiliki hubungan istimewa maupun tidak, karena biaya hutang merupakan unsur biaya yang boleh menjadi pengurang dari penghasilan yang diperolehnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implementasi kebijakan anti "Thin Capitalization" dalam perjanjian Kontrak Karya Pertambangan Umum khususnya pada 7 (tujuh) perusahaan pertambangan dan apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan di lapangan oleh Direktorat Jendral Pajak dan Direktorat Jendral Mineral, Batubara dan Panas Bumi serta untuk menganalisis perbedaan kebijakan anti "thin capitalization" di beberapa negara. (1)Jenis penelitian yang digunakan adalah adalah penelitian kualitatif. Pemilihan jenis ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam membahas suatu masalah pertama-tama akan digambarkan secara rinci sumber dan penyebab permasalahan yang akan dianalisa. Beberapa pertanyaan yang menjadi titik berat pembahasan penelitian ini adalah Apakah ada pedoman umum dalam menentukan besarnya rasio hutang dengan modal dari 7 (tujuh) perusahaan kontrak karya? (2)Apakah pelaksanaan pedoman rasio hutang dengan modal oleh 7(tujuh) perusahaan telah sesuai dengan perjanjian Kontrak Karya ?. (3)Bagaimanakah indikasi-indikasi terjadinya praktik ?thin capitalization? dari 7 (tujuh) perusahaan kontrak karya serta kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaannya tersebut?, (4)Bagaimana pedoman kebijakan anti ?thin capitalization? di negara lain?.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tekhnik pengumpulan data berupa studi literatur ,pengolahan data sekunder, dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pedoman umum dalam menentukan besarnya rasio hutang dengan modal telah dimiliki pada perjanjian kontrak karya generasi IV, V, VI, VII, VIII namun untuk kontrak karya generasi I, II III belum diatur tentang rasio hutang dengan modal. (2) Dalam proses penelitian ditemukan adanya pelanggaran rasio hutang dengan modal oleh perusahaan pertambangan umum dengan kontrak karya sebagai praktik minimalisasi modal ( thin capitalization). Objek penelitian yang melanggar adalah PT Galuh Cempaka dan juga terdapat perusahaan yang memiliki rasio tidak wajar yaitu PT Indo Muro Kencana selama tahun 2006 dan 2007. (3)Terdapat indikasi-indikasi yang dapat menjadi acuan dari adanya praktik "Thin Capitalization" sebagai berikut : DER-Arms Length Principle (DER yang wajar), interest non-bearing loan (pinjaman tanpa bunga), rate interest by market (bunga pasar), fixed repayment (jadwal pembayaran tetap), loan from related parties (Pinjaman dengan hubungan istimewa). Terdapat kendala-kendala dalam implementasi kebijakan anti "thin capitalization" yaitu : (a) pemahaman atas praktik "thin capitalization" yang belum matang, (b) Peraturan pelaksanaan anti "thin capitalization". (4)Panduan OECD, Amerika Serikat dan China mengenai "thin capitalization" telah dilaksanakan dan dengan peraturan pelaksanaan yang lebih jelas dan rinci mengenai aturan mainnya sehingga penerimaan pajak di negara mereka dapat lebih maksimal. Upaya-upaya yang dilakukan Direktorat Jendral Mineral, Batubara dan Panas Bumi untuk mengatasi kendala-kendala adanya praktik ?thin capitalization? khususnya pada perusahaan pertambangan umum relatif masih kurang, sehingga kasus-kasus penghindaran pajak masih terus dapat dilakukan oleh wajib pajak."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26806
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irawan
"Dalam rangka merangsang iklim investasi di bidang pertambangan di Indonesia, menurut perundang-undangan Penanaman Modal Pengusaha Pertambangan Umum, salah satunya diatur melalui Kontrak Karya yang dibuat berdasarkan persetujuan antara pengusaha pertambangan dengan Pemerintah Indonesia. Di Indonesia saat ini sudah ada sebanyak 7 Generasi. Didalam Kontrak Karya diatur mengenai hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak termasuk di dalam bidang perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam kaitannya dengan Kontrak Karya Generasi IV, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai, Reformasi perpajakan dari Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 dengan terbitnya petunjuk pelaksanaan yang tertuang dalam PP Nomor 144 Tabun 2000 mengubah status barang hasil tambang berupa emas batangan dari Barang Kena Pajak menjadi Barang Tidak Kena Pajak. Didalam pelaksanaan, proses kebijakan tersebut menimbulkan perbedaan persepsi antara otoritas pajak dengan wajib pajak pertambangan Kontrak Karya Generasi IV dalam hal PPN atas barang hasil tambang.
Kebijakan Perpajakan yang diatur didalam Kontrak Karya Generasi IV disesuaikan dengan Undang-undang Pajak dan Peraturan-peraturan yang berlaku (prevailing law). Sehingga menimbulkan perbedaan interpretasi mengenai aspek Pajak Pertambahan Nilai antara pemerintah dengan wajib pajak.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah, untuk menganalisis perubahan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan dokumen serta dilakukan melalui kuesioner dan wawancara.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah hendaknya tidak mengubah ketentuan di dalam Kontrak Karya yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.
Dengan adanya kebijakan tersebut membawa dampak pada Perusahaan Kontrak Karya Generasi IV terhadap perlakuan PPN masukan yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan pertambangan dibidang produksi, pemasaran, distribusi, dan manajemen menjadi tidak dapat dikreditkan.

In order to encourage investment climate in mining in Indonesia, according to the laws of the capital investment of general mining entrepreneurs, one of many ways to do it is managed by a Contract of Work which was made based on the agreement between the mining entrepreneurs and Indonesian's government. At the moment there are 7 Generations in Indonesia. Contract of Work manage the right and the obligation for both sides including the tax, especially the Value Added Tax.
In the connection with the Contract of Work fourth Generation, the government launched the Value Added Tax policy, the tax reform from laws number 18 year 2000 by releasing the direction of execution which is stated in government regulation number 144 year 2000 changing mining product status from Taxable Goods into Non-Taxable Goods. In its application, this policy creates different perception between the tax authorities and the mine tax payer of the fourth Generation of The Contract of Work in the subject of Value Added Tax on mining product.
Taxation policy, which is regulated under the fourth Generation of The Contract of Work, is adjusted to the Taxation laws and the prevailing law. This gives rise to different interpretation about Value Added Tax aspect between the government and taxpayer.
The objective of this research is to analyze the changes of Value Added Tax policy. The research method used is descriptive analytic method with data collecting technique through library and document research as well as questionnaire and interviews.
From the result of the research we conclude that the policy, which was made by the government through government regulation, should not change the points in the Contract of Work which has higher legal footing 1 position in regulating tax issues.
The existence of that policy brings the effect to the Contract of Work fourth Generation's company to the treatment of Value Added Tax as a input which is connected to the activity of mining companies; production, marketing, distribution, management, making it unpredictable.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S17935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhendrawan
"Mekanisme pemungut PPN/WAPU PPN telah dimanfaatkan oleh kontraktor kontrak karya/Badan-badan Tertentu utk melakukan keterlambatan penyetoran PPN. Dengan dicabutnya ketentuan pemungut PPN pada Badan-badan Tertentu oleh pemerintah telah menimbulkan reaksi dari Badan-hadan Tertentu khususnya Badan-badan Tertentu pada sektor Migas untuk tetap menjadi Pemungut PPN/WAPU PPN. Kontrak Karya yang ditandatangani setelah tahun 1994 menyebutkan bahwa Kontraktor sebagai Pemungut Pajak berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN berdasarkan UU PPN tahun 1994 dan peraturan pelaksananya sehingga berdasarkan Kontrak Karya tersebut Kontraktor Kontrak Karya masih berstatus sebagai Pemungut PPN.
Dalam metode pemajakan pertambahan nilai terikat oleh 4 asumsi dasar yang merupakan ciri khas dari Pajak Pertambahan Nilai. (1) Sasaran akhir dari pemajakan pertambahan nilai adalah penerima unsur2 pertambahan nilai tsb, (2) pemungutan pajaknya terjadi di tempat dan pada waktu pertambahan nilai tersebut tercipta, (3) penanggung jawab perhitungan pemungutan dan penyetoran pajak ke kas negara adalah tempat terciptanya pertambahan nilai tersebut dan (4) beban pajak tersebut dapat atau secara konsep dimaksudkan untuk dilimpahkan kepada para konsumen. Pada mekanisme khusus/WAPU PPN, telah terjadi menyimpangan terhadap asumsi dasar pemajakan pertambahan nilai karena penanggung jawab perhitungan pemungutan dan penyetoran pajak ke kas negara dilakukan bukan pada tempat terciptanya pertambahan nilai tapi pada tempat dikonsumsinya pertambahan nilai.
Penelitian dilaksanakan di PT XYZ. Metode yang digunakan bersifat deskriptif analisis dengan pcndekatan kualitatif. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini bersamaan dengan pengumpulan data-data yang didapat. Di samping itu dibangun kerangka konseptual untuk membantu dalam melakukan analisa pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa status sebagai pemungut PPN masih diminati oleh Badan-badan Tertentu sebagai satu sarana unluk mengamankan kewajiban pembayaran PPN atas konsumsi barang dan jasa yang diperoleh dari Rekanan Badan-badan tertentu. Setelah PT XYZ tidak berstatus sebagai WAPU PPN dikelahui bahwa terdapat rekanan PT XYZ/Pengusaha Kena Pajak yang belum mengerti mekanisme PPN secara umum dan juga terindikasi adanya niat untuk melakukan penyelundupan pajak. Salah satu kelemahan mekanisme Pajak Pertambahan Nilai adalah sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak untuk itu dituntut adanya pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak serta tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dalam mekanisme khusus/WAPU PPN, Pemungut PPN dapat membantu melakukan pengawasan dalam melaksanakan kewajiban PPN karena setoran pajak ke kas negara dilakukan oleh WAPU PPN. Pada mekanisme khusus/WAPU PPN saat terutang Pajak Penambahan Nilai adalah saat dilakukan pembayar tagihan kepada rekanan oleh WAPU PPN. Hal ini tclah dimanfaatkan oleh Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya untuk melakukan keterlambatan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara menunda pembayaran tagihan kepada rekanan maupun menunda penyetoran PPN. Untuk itu PT XYZ telah menerapkan beberapa prosedur/program yaitu; Cash Discount , E-Invoicing dan Surat Setoran Pajak/SSP yang berbasis elektronik didalam proses pembayaran Tagihan kepada Rekanannya dan setoran pajak untuk meminimalkan tingkat keterlambatan pembayaran invoice-invoice dari Rekanan PT XYZ.
Atas dasar penelitian tersebut hendaknya pemerintah tegas menentukan kebijakan untuk meniadakan Pemungut PPN atau tetap meneruskan kebijakan menetapkan Badan-badan tenentu sebagai pemungut PPN . Ketegasan kebijakan itu harus diikuti dengan kepastian hukum sehingga tidak ada pertentangan dalam hukum yang menjadi dasarnya.

Work contract-based contractors/certain institution have long been taking advantages of the VAT/ VAT COLLECTOR mechanism to delay their VAT payment. The annulment of stipulation by the Govemmcnt on VAT collection performed by certain institutions has resulted in reaction from certain companies engaged in oil and gas sector (Migas) to continue being VAT COLLECTOR. Besides, work contract signed after 1994 stipulates that the contractors as VAT COLLECTORS are obliged to collect, to deposit, and to report VAT in accordance with Law No. 11 on VAT.
Actually, VAT is theoretically based on four fundamental assumptions that: (1) the very targets of value-added tax are receivers of the value-added elements; (2) tax collection takes place at the place where and at the time when add-values are created; (3) the place creating add value is responsible to collect and to pay value-added tax to the state treasury; and (4) tax burden can conceptually be transferred to consumers. Special mechanism of VAT/VAT COLLECTOR has been marred by distortion to the fundamental assumption of VAT since the responsibility to collect and to deposit VAT to the State Treasury is bome not by the place producing the add values but by the place consuming the add values.
This research was conducted at PT XYZ with descriptive-analytic method and qualitative approach. The data were analyzed at the time they were collected. ln addition, a conceptual framework was made for analysis with qualitative approach.
The results of this research show that certain companies remain interested in VAT COLLECTOR status to secure their obligation to pay VAT upon consumption goods and services gained from their business partners. After VAT COLLECTOR status of PT XYZ was invalidated, it was found that many partners of the Company, or company taxpayers, have not understood the general mechanism of VAT. In addition, an indication that many PT XYZ's partners have an intention to embezzle VAT was alsorevealed in this research. One of the weaknesses of the current VAT collection mechanism is that it is prone to tax embezzlement. Therefore, it is imperative to apply higher level of monitoring and to demand high level of compliance from taxpayers in performing their obligations. In the Special mechanism of VAT Collection, VAT COLLECTORS can give their assistances to monitor VAT payment because it is VAT COLLECTORS that deposit VAT to the State Treasury. Under the special mechanism of VAT COLLECTOR, the indebtedness time of VAT is the time when VAT COLLECTORS make payment upon the invoice from their partners. Actually, Work Contract-based contractors/certain Institutions have taken advantages from this condition by delaying their VAT payments to the State Treasury. ln light of the above reasons, PT XYZ has applied several procedures or programs, including Cash Discount and E-invoicing in payment process to its partners and electronic-based Tax Payment Receipt (SSP) in payment process to the State Treasury in order to minimize delay in invoice payment fiom PT XYZ's partners.
Based on the research results and in order to provide legal certainty in VAT collection, the Govemment should decide whether or not it will continue the policy to appoint certain institutions as VAT collectors. This decision should be coupled by legal certainty to avoid legal contradiction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha
"Tesis ini membahas mengenai perlakuan PPN bagi Kontraktor PKP2B Generasi Pertama. Dilatarbelakangi oleh sengketa antara Kontraktor dengan Pemerintah karena Kontraktor menahan sebagian Dana Hasil Produksi Batubara sebagai kompensasi atas tidak digantinya PPN yang dibayar oleh Kontraktor. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa PPN bukan merupakan pajak baru sehingga pemerintah tidak perlu menggantinya. Namun ternyata penyelesaian sengketa dimana kedua pihak sepakat kembali kepada kontrak menyatakan pemerintah harus membayar kembali PPN tersebut kepada kontraktor dan kontraktor diwajibkan membayar Pajak Penjualan sampai habis masa kontrak. Penelitian ini menyarankan kepada Pemerintah agar menetapkan batubara sebagai Barang Kena Pajak.

This thesis is discussed about the treatment of the Value Added Tax for the Contractor of Coal Co-operation Agreement. Based on the lawsuit between the Contractor and the Government which is caused by the Contactor who kept the half of Government Part of Coal Production, as a compensation of the VAT, which has paid by the Contractor but has not been reimbursed by the Government. This research is a qualitative research using a descriptive design.
The result of this research is shown that the Government thought that VAT is not a new tax so that they do not need to reimburse it. However, it turned out into a lawsuit solution that both of parties have agreed to go back to the contract which declared that the Government has to repay the VAT to the Contractor, whereas the Contractor has an obligation to pay the Sales Tax until the end of the contract. This research suggests the Government to determine the Coal as a Taxable Goods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25850
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Yansen
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S17981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>