Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Kurniadi Asyari
"Sesuai peraturan Bank Indonesia dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, bank dapat melakukan hapus buku dan mengeluarkan piutang kategori macet dari neraca serta mencatatnya dalam rekening administratif. Namun, dalam perpajakan tidak dikenal istilah hapus buku dan hapus tagih. Perlakuan Pajak Penghasilan ketika bank menghapus buku piutang tak tertagih menimbulkan perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak dan juga antara Majelis Hakim.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saat piutang tak tertagih dihapus buku, upaya penagihan masih terus dilakukan sehingga belum merupakan penagihan maksimal atau terakhir. Dengan belum memenuhi ketentuan fiskal, piutang tak tertagih tersebut masih berada dalam saldo akhir cadangan pada golongan kualitas macet karena belum terjadi pembebanan pada perkiraan cadangan dan juga tidak terjadi dua kali pembentukan cadangan. Pembentukan cadangan pada tahun dilakukannya hapus buku akan sama jumlahnya secara komersial dan fiskal.
Mengingat persoalan penghapusan piutang hanya merupakan beda waktu, peraturan pajak perlu memperjelas kedudukan piutang yang nyatanyata tidak dapat ditagih, yaitu sama dengan hapus tagih. Selanjutnya, perlu dilakukan penyesuaian peraturan perpajakan mengenai saat pembebanan kerugian dari piutang tak tertagih dan pengertian penagihan maksimal atau terakhir. Dengan demikian, harmonisasi antara peraturan perpajakan dengan peraturan Bank Indonesia perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan Wajib Pajak.

In accordance with Bank Indonesia regulation and Indonesian Banking Accounting Guidelines (PAPI), the bank can write off and remove loss category accounts of the issued also recorded it off balance sheet. However, in terms of taxation not recognized written off and charged off bad debts. Income tax treatment when a bank write off bad debts caused disagreement between the taxpayer by the Directorate General of Taxes and also among the judges.
The analysis results showed that when bad debts written off, collection efforts still continue to do so has not already made a maximum or last effort. Not fulfilled tax requirement, the accounts are still in ending balances of allowance of the loss collectibility because allowance accounts has not debited and also bad debts expense do not made twice. Bad debt expense in the year of write off will be the same amount of commercial and fiscal.
The issue of deductible write off is a time different only, tax laws need to clarify the position of debts which are actually uncollectible, which is equal to charged off bad debts. Furthermore, adjustments need to be done as well as the imposition of tax laws regarding loss of bad debts and the maximum or last effort interpretation. Thus, harmonization of tax laws with Bank Indonesia regulations need to be done in order to provide legal certainty for tax officer and taxpayer.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Prima
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan dasar argumentasi Direktorat Jenderal Pajak bahwa piutang tak tertagih pada PT BNI, Tbk tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto serta mengetahui upayaupaya yang dilakukan PT BNI, Tbk dalam menghadapi perbedaan pendapat dengan pihak DJP mengenai perlakuan perpajakan atas piutang tak tertagih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif. Data diperoleh dengan wawancara secara mendalam. Berdasarkan peraturanperaturan perpajakan yang berlaku saat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau yang telah dihapus bukukan oleh PT BNI, Tbk dapat dibiayakan sepanjang piutang tersebut berasal dari transaksi bisnis wajar sesuai dengan usaha perbankan dan Bank telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.

This thesis aims to identify and analyze difference arguments of Directorate General of Taxesthat the non-performing loans at PT BNI,Tbkcan not be expensed from gross incomeand to determine the efforts that will be undertaken by PT BNI,Tbk in the face of disagreements with the Directorate General of Taxes regarding the tax treatment of non-performing loans.
This research method is descriptive interpretive. The data are collected by means of deep interview. In conclusion, according to the applicable regulations of taxation, uncollectible loans or non-performing loans write off by PT BNI,Tbk can be recognized as long as the receivable are from fair transactions in accordance with banking business and Bank has made maximum and final efforts to collect the receivable.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanza Sekar Andini
"Perlakuan akuntansi atas penyisihan pencadangan piutang tak tertagih mengalami perubahan cukup signifikan, sejak diterapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 71 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020, terutama pada metode perhitungan atas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Metode perhitungan atas CKPN pada PSAK 71, menggunakan expected loss dengan sifat forward-looking. Atas perubahan ketentuan akuntansi tersebut, belum diiringi dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 tahun 2009 dan PMK No. 219 tahun 2012. Hal ini menimbulkan permasalahan untuk ditinjau secara lebih lanjut. Salah satu perusahaan yang terdampak dengan perubahan ini adalah PT XYZ. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi yang ditimbulkan atas perbedaan perlakuan secara akuntansi dan pajak atas penyisihan piutang tak tertagih pada PT XYZ tahun 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik analisis dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode deskriptif. Pada penelitian ini, data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PSAK 71 cenderung menaikkan CKPN yang dimiliki perusahaan. Selanjutnya, dikarenakan PT XYZ merupakan industri yang diperbolehkan untuk melakukan pembebanan atas pencadangan piutang secara pajak, maka perbedaan yang terjadi terdapat pada selisih besar CKPN menurut akuntansi dan pajak. Dengan demikian, atas penerapan PSAK 71, akan berpengaruh terhadap koreksi fiskal pada CKPN yang menjadi lebih besar, dibandingkan saat penerapan PSAK 55.

The accounting treatment for the provision for allowance for doubtful accounts has changed significantly, since the implementation of Statement of Financial Accounting Standards 71 ​​which became effective on January 1, 2020, especially in calculating Allowance for Impairment Losses (CKPN). The calculation method for CKPN in PSAK 71 uses expected loss with forward-looking characteristics. The change in accounting provisions has not been followed by a change in Minister of Finance Regulation (PMK) No. 81 of 2009 and PMK No. 219 of 2012. This raises issues for further review. One of the companies affected by this change is PT XYZ. This study aims to analyze the implications arising from differences in accounting and tax treatment of allowance for doubtful accounts at PT XYZ in 2022. This research uses a qualitative approach. The analysis technique used in data collection is the descriptive method. This study obtained data from literature studies and in-depth interviews with several relevant sources. This study's results indicate that applying PSAK 71 tends to increase the company's CKPN. Furthermore, because PT XYZ is an industry that is allowed to charge for provisioning receivables taxably, the difference that occurs is in the large difference in CKPN according to accounting and tax. Thus, the implementation of PSAK 71 will affect the fiscal correction in the CKPN which becomes larger, compared to the implementation of PSAK 55."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujono
"Tesis ini menganalisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank. Penulisan ini bertujuan untuk penggambaran pelaksanaan perlakuan perpajakan atas usaha bank berdasarkan prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang umumnya berlaku.
Perangkat undang-undang yang digunakan adalah Undang-undang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya terutama yang berhubungan dengan kredit non performing yaitu Undang-undang Perbankan, Keputusan-keputusan Direktur Bank Indonesia serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 Akuntansi Perbankan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, studi lapangan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan konsultan pajak dan petugas fungsional pemeriksa pajak.
Pembahasan lebih diutamakan pada analisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank untuk menentukan Penghasilan Netto dari Wajib Pajak usaha bank ditinjau dari berbagai prinsip dan azas perpajakan yang berlaku umum.
Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan penghitungan Penghasilan Netto atas kredit non performing berdasarkan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak dengan Instansi lainnya sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak. Disamping itu dijumpai adanya ketidak kepastian hukum karena Surat Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Standar Akuntansi Keuangan yang menentukan pengakuan penghasilan bunga kredit non per forming secara cash basic berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan secara accrual basic. Sedangkan menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Besarnya Dana Cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya tidak sama dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia, sehingga menimbulkan pula ketidak pastian hukum.
Pemeriksa menyarankan agar Pemerintah dalam membuat peraturan perpajakan jangan bertabrakan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada pada bidang usaha tertentu agar tidak terjadi penafsiran ganda atas ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut serta agar peraturan yang satu sejalan dengan peraturan lainnya.
Sebelum peraturan perpajakan berlaku agar disosialisasikan dulu kepada intern Direktorat Jenderal Pajak dan kepada Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Khaeranie Malik
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan Pajak Penghasilan atas pembebanan biaya piutang tak tertagih yang terjadi pada sengketa pajak PT ABC dan untuk menganalisis implikasi cost of taxation yang timbul pasca terjadinya sengketa pajak atas biaya piutang tak tertagih tersebut. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan pada skripsi ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam kepada beberapa narasumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diangkat. Berdasarkan hasil analisis, atas biaya piutang tak tertagih yang dihapuskan oleh PT ABC, tidak dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto karena tidak dipenuhinya ketentuan untuk melampirkan beberapa dokumen pada saat pelaporan SPT Tahunan. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut disebabkan oleh tingkat kepatuhan pajak PT ABC yang masih rendah dan adanya bunyi ketentuan yang belum mencerminkan asas kepastian (certainty), yang kemudian menimbulkan perbedaan pendapat antara PT ABC dengan pemeriksa. Kemudian, cost of taxation yang harus ditanggung PT ABC pasca terjadinya sengketa pajak tersebut, yang disebabkan oleh ketidakpatuhannya adalah besarnya pokok pajak yang kurang dibayar beserta sanksi administrasinya, perasaan tidak nyaman, serta waktu yang terbuang untuk mengurus sengketa perpajakan yang terjadi. Sedangkan cost of taxation yang harus ditanggung oleh pemerintah sebagai akibat dari regulasi yang tidak jelas adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari pajak untuk pembangunan, waktu yang dikorbankan untuk menyelesaikan sengketa dengan PT ABC, serta perasaan tidak tenang dan was was terhadap keputusan dan putusan yang akan terbit. Biaya piutang tak tertagih, Pajak Penghasilan, dan sengketa pajak.

This thesis aims to analyze income tax treatment toward the imposition of cost of uncollected receivables incurred in PT ABC and to analyze the implications of cost of taxation arising in accordance with tax dispute of costs of uncollectible recivables. The research method used in this thesis is quantitative research method. The data used in this thesis is obtained by conducting in-depth interviews with several informants who are relevant to case of this thesis. Based on the results of the analysis, the cost of uncollected receivables incurred in PT ABC cannot be charged as a deductible expense because the provisions to attach several documents at the time of reporting of the Annual Tax Return cannot be fulfilled by PT ABC. The not fulfilment of the provisions is triggered by the level of tax compliance of PT ABC which is still low, and wording of the provisions that have not reflected certainty aspect. Those two major causes then trigger argument between PT ABC and tax auditor. Then, the cost of taxation that must be borne by PT ABC after the tax dispute occurs, which is caused by its non-compliance is the amount of the underpayment income tax principal along with administrative sanctions, feelings of discomfort, and time wasted in managing tax disputes that occur. While the cost of taxation that must be borne by the government as a result of unclear regulations is the loss of potential state revenue from taxes for development, time sacrificed to resolve disputes with PT ABC, and feelings of unease and anxiety about decisions and decisions that will be issued."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufiqurrakhman
"Skripsi ini membahas tentang perlakuan perpajakan atas beban kerugian piutang tak tertagih yang dihapusbukukan yang mencakup latar belakang, permasalahan dan perbedaan penafsiran antara DJP dan perbankan mengenai piutang tak tertagih pada industri perbankan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini untuk menunjukkan tentang perlakuan perpajakan penghapusbukuan kredit bermasalah beserta permasalahan yang timbul selama proses penghapusbukuan kredit bermasalah, seperti pajak tidak mengenal hapus buku, kebijakan perpajakan tidak konsisten dalam memakai metode pembebanan kerugian dan tidak ada kepastian hukum dalam kebijakan perpajakan atas beban kerugian piutang tak tertagih yang dihapusbukukan. Permasalahan tersebut mengakibatkan perbedaan penafsiran antara DJP dan perbankan mengenai 'upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir', pencantuman informasi NPWP debitur pada daftar piutang yang dihapusbukukan dan pencadangan piutang tak tertagih yang telah dihapusbukukan secara komersial.
Di akhiri dengan penulis memberikan saran agar peraturan perpajakan melakukan beberapa penyelarasan dengan peraturan perbankan seperti memperbolehkan penghapusbukuan kredit bermasalah sepanjang tidak melebihi 5%, memohon kepada menteri keuangan untuk menghapuskan atau tidak mewajibkan pencantuman NPWP pada daftar piutang debitur yang dihapusbukukan dan membuat peraturan pemerintah yang spesifik mengenai penghapusbukuan kredit bermasalah.

This thesis discusses about the tax treatment for bad debt expense are written-off that include background, problem and and differences in interpretation between Directorate General of Taxes (DGT) and banks regarding bad debts in the banking industry. This research is a qualitative descriptive.
The results of this thesis to demonstrate the taxation treatment of non performing loans write-off with problems that arise during the process off non performing loans write-off, such taxes are not familiar with write-off, tax policy is inconsistent in using the method of loading losses and there is no legal certainty in tax policy at the loss of bad debts written off. These problems lead to differences in interpretation between DGT and banking regarding 'last or maximum collection efforts', inclusion of NPWP debitor information on the receivables written off list and provision of bad debts written-off in commercial.
In the end the author advises tax laws do some alignment with banking regulations such as allowing non performing loans write-off provided they do not exceed 5%, appealed to the Minister of finance eliminate inclusion of NPWP or not require on the list of debtors receivables written off and made ​​specific regulations regarding write-off.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Sinung Wahyu W.
"The creation of uncollected loan allowance decided by subjective factors bases on condition of each bank client and projection of economic condition.
Subjective things bases on level of risk management conservatism at each banks in giving credit. First, make a classification of credits, and current credits, special mention credits, non current credits, uncertain credits, and not running credits. Second, kind of collateral is deducted from credit point. Third, appraisal that
Collateral to take credit.
Central Bank Directors Decree Number. 31/148/KEP/DIR dated
November 12, 1998 mentioned a preparation for facing loss risk from fund investment determines performance of a bank. Preventing loss risk upon uncollected loan, a bank should create an uncollected loan allowance. For taxation determination, the creation of uncollected loan allowance is a deduction of taxable income so it can reduce income tax payment. The tax planning with choosing the
best from several alternatives in the creation of uncollected loan allowance is allowed by tax rules, and then it may reduce tax payment which means economizing on tax.
The opportunity for maximizing the creation of uncollected loan allowance, is born from the creation of uncollected loan allowance that is asymmetrical. Thus according to Central Bank only certain guarantee which can become a base in creating an allowance and collateral appraisal is not bank duty. With high credit
standard and without collateral appraisal, taxpayer can maximize the creation of uncollected loan allowance expense and reduce tax payment."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfano Abdurrasyad Franedi,author
"Putusan Banding yang dijadikan studi kasus pada penelitian ini terkait dengan sengketa penafsiran dalam hal penerapan ketentuan pajak penghasilan atas pembebanan kerugian yang timbul dari piutang tak tertagih. Bank XYZ mengakui adanya kerugian dari piutang tak tertagih melalui pembentukan cadangan yang telah dibentuk pada tahun-tahun sebelumnya, sedangkan pada saat melakukan penghapusan piutang, kerugian tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan sehingga tidak mempengaruhi pos biaya pada laporan laba rugi. Di sisi lain, pemeriksa berpendapat bahwa pencadangan dan penghapusan merupakan dua peristiwa yang berbeda, sehingga pada saat melakukan penghapusan piutang tak tertagih, Bank XYZ harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Majelis Hakim yang mengabulkan seluruh permohonan banding telah memenuhi asas kepastian hukum dalam memutus sengketa yang terjadi antara Bank XYZ dengan pihak otoritas perpajakan, khususnya dari segi pendefinisian atau penafsiran. Hal ini dikarenakan putusan Majelis Hakim telah tepat dan sesuai dalam penerapan ketentuan perpajakan mengenai pembebanan atas kerugian piutang tak tertagih bagi industri perbankan, khususnya Bank XYZ.

Appeal Verdict which are used as case studies in this study are related to interpretation disputes in terms of the application of income tax provisions to the imposition of losses arising from uncollectible accounts. Bank XYZ recognizes losses from uncollectible receivables through the formation of reserves that have been formed in previous years, while at the time of elimination of accounts receivable, the loss is charged to the estimated reserves so as not to affect the cost of income statement. On the other hand, the examiner is of the opinion that the reserves and deletions are two different events, so that when carrying out the elimination of uncollectible accounts, XYZ Bank must fulfill the requirements as stipulated in the tax provisions. The results of the study indicate that the Judges decision that granted all appeal requests fulfilled the principle of legal certainty in deciding disputes that occurred between Bank XYZ and the tax authorities, especially in terms of defining or interpreting. This is because the Judges decision is appropriate and appropriate in the application of tax provisions regarding the imposition of losses on bad debts for the banking industry, especially Bank XYZ."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>