Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92218 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Herlambang
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini telah dilakukan pembuatan beam splitter untuk alat bidik
senjata yang dibuat dari lapisan tipis aluminium (Al) dengan empat macam massa
yaitu 13, 15, 20, 25, 30 dan 190 mg. Pembuatan lapisan tipis dilakukan dengan
metoda evaporasi vakum pada tekanan 10-6 torr. Substrat yang digunakan adalah
gelas BK7 yang telah dipoles. Lapisan tipis Al diuji durabilitasnya dengan cara
menggosok lapisan tipis Al dengan karet penghapus standar sebanyak 20 kali.
Untuk mengetahui sifat optik, maka dilakukan pengujian transmitansi substrat
gelas BK7, transmitansi dan spektrum cahaya lapisan tipis Al menggunakan
spektrofotometer terkalibrasi. Selain itu dilakukan pula pengujian kemampuan
beam splitter dalam menerima cahaya pada berbagai posisi dengan mengukur
dimensi beam profile pada posisi beam splitter 10, 20, 30 dan 40 cm dan jarak
ukur 100, 200 dan 300 m menggunakan sumber cahaya laser hijau 1000 mW 532
nm.

ABSTRACT
Fabrication of beam splitter for weapon aiming device made from Al thin film
with four different source masses 13, 15, 20, 25, 30 and 190 mg has been done.
The thin film fabrication was made by using vacuum evaporation method at
pressure 10-6 torr. The substrates used were polished Borosilicate glass (BK7).
The films were tested its durability by rubbing the standard eraser on the films for
20 times. A calibrated spectrophotometer was used to obtain optical characteristic
of Al films and the substrate including transmittance and spectrum transmittance
in visible region (400 - 650 nm). A green laser 1000 mW 532 nm was used as
light source to test ability of beam splitter 50/50 and the substrate in receiving
light by measuring beam profile dimension at different position and distance."
2012
T31088
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Dede Handika
"Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan faktor keluaran dari berkas foton lapangan kecil pada medium homogen dan inhomogen dengan berbagai variasi pengukuran. Variasi pengukuran faktor keluaran yang dilakukan pada penelitian ini yaitu variasi medium (homogen dan inhomogen), detektor, kedalaman ekuivalen (5 g/cm2 dan 10 g/cm2), energi (6 MV dan 10 MV), teknik (SSD dan SAD), dan bentuk lapangan (square dan circular). Pengukuran faktor keluaran dilakukan dengan menggunakan detektor bilik ionisasi Exradin A16, bilik ionisasi Semiflex, dan Film Gafchromic EBT3 pada ukuran lapangan ekuivalen 0.8 cm. 2.4 cm, 4 cm, dan 10 cm. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa pengaruh medium homogen menghasilkan deviasi kurang dari 6% ketika menggunakan detektor Exradin A16 dan kurang dari 4% ketika menggunakan Film Gafchromic EBT3. Pada medium inhomogen deviasi >10% ketika ukuran lapangan 0.8 cm dan 2.4 cm. Perbedaan kedalaman menghasilkan deviasi kurang dari 3% untuk medium homogen kurang dari 10% untuk medium inhomogen. Pengaruh teknik penyinaran terhadap faktor keluaran menghasilkan perbedaan deviasi kurang dari 4%. Pengaruh bentuk lapangan terhadap faktor keluaran menghasilkan deviasi sebesar -22.24% ketika menggunakan detektor bilik ionisasi Semiflex dengan ukuran lapangan ekuivalen 0.8 cm dan bentuk lapangan circular.

This study was aimed to determine output factors of small field for photon beams in homogeneous and inhomogeneous medium. The variations are consist of a variation of medium (homogeneous and inhomogeneous), detector, equivalent of depth (5 g/cm2 and 10 g/cm2), energy (6 MV and 10 MV), technique (SSD and SAD), and shape of field (square and circular). The output factor measurements are using Exradin A16 and Semiflex ionization chamber beside Gafchromic EBT3 Film and various equivalent field sizes of 0.8 cm, 2.4 cm, 4 cm, and 10 cm. Result shown that deviations of output factor for homogeneous medium being less than 6% when using Exradin A16 ionization chamber and less than 4% when using Gafchromic EBT3 Film. Deviation for inhomogeneous medium >10% in the field size of 0.8 cm and 2.4 cm. Difference of depth produce a deviation less than 3% for homogeneous medium and less than 10% for inhomogeneous medium. The influence of technique to output factor shown difference of deviation less than 4%. The influence of the shape of field to output factor shown that deviation -22.24% when using Semiflex ionization chamber with equivalent field size 0.8 cm and the shape of field is circular.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Prasinda Putri
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi dosis perifer pada berkas foton FFF dan WFF. Pada penelitian ini, berkas foton WFF dan FFF 6 MV dari pesawat LINAC Varian Trilogy® diukur menggunakan detektor bilik ionisasi IBA CC13 dan film radiokromik GAFChromicTM EBT3 pada fantom air. Pengukuran dilakukan pada variasi lapangan 0.8 0.8 cm2 hingga 10 10 cm2 variasi kedalaman dmax, 5 gr/cm2, dan 10 gr/cm2dan pada jarak 0.6 cm hingga 5 cm dari tepi lapangan radiasi. Dengan kondisi pengukuran yang identik pada geometri fantom yang sama, pengukuran dosis radiasi perifer juga dilakukan menggunakan pemodelan pada ECLIPSETM TPS dengan kalkulasi Analytic Anisotropic Algorithm (AAA). Dosis perifer ditentukan sebagai normalisasi dosis terhadap CAX. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dosis perifer meningkat terhadap kedalaman dan luas lapangan, namun menurun hampir eksponensial terhadap jarak dari tepi lapangan. Dosis radiasi perifer dari berkas WFF lebih tinggi dari berkas FFF dengan diskrepansi terbesar bernilai 4.63% dari hasil pengukuran menggunakan detektor CC13, 12.09% dari hasil GAFChromicTM EBT3, dan 2.35% dari hasil kalkulasi TPS. Berkas foton FFF menghasilkan dosis radiasi perifer yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan berkas WFF pada setiap kedalaman dan lapangan, terutama pada titik yang relatif dekat dengan tepi lapangan. Namun, penggunaan berkas FFF pada lapangan kecil tidak mereduksi dosis radiasi perifer secara signifikan.

Research has been performed to evaluate the peripheral dose from the FFF and WFF photon beam. In this study, 6 MV WFF and FFF photon beams from Varian Trilogy® LINAC were measured by IBA CC13 ionization chamber detector and GAFChromicTM EBT3 film in the water phantom. Measurements were performed at varying field sizes (0.8x0.8 cm2 10x10 cm2), depths (dmax, 5 gr/cm2, and 10 gr/cm2), and distances from the field edge (0.6 cm-5 cm). With identical conditions on the same phantom geometry, peripheral dose measurements were also modeled in ECLIPSETM TPS by using Analytic Anisotropic Algorithm (AAA) dose calculation models. PD was determined as a normalized dose to the CAX dose. The PDs were found to tend to increase with increasing depth and field size, but decrease exponentially with increasing distance from the radiation field edge. The PD of WFF photon beams were found to be greater than FFF with the largest discrepancy valued at 4.63% from the measurement results using CC13, 12.089% using GAFChromicTM EBT3, and 2.35% using TPS calculation. FFF photon beams produce PDs that tend to be lower than WFF at each depth and field size, especially in areas relatively close to the field edge. However, the FFF photon beams did not significantly reduce PDs in the small field sizes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulianti
"Citra Cone Beam CT (CBCT) sangat berperan dalam menentukan keberhasilan verifikasi posisi pasien radioterapi, oleh karena itu jaminan kualitas sistem CBCT sangat diperlukan. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan pesawat Linear accelerator yang dilengkapi dengan CBCT dan CT Simulator GE Bright Speed Edge. Fantom Catphan® 600 dan CBCT Electron DensityTM digunakan untuk menilai kualitas dari citra CBCT dan linearitas CT Number. Sesuai dengan uji kualitas, citra pada CBCT hanya dapat membedakan kontras rendah dan kontras tinggi (udara, jaringan dan tulang).
Hasil uji ketebalan slice menunjukkan nilai yang didapat masih dalam batas toleransi ±0.5 mm. Pada uji kontras rendah bagian supra-slice untuk target kontras 1%, 0.5%, dan 0.3% nilai konstantanya sebesar 3, 2.5, dan 4.5, sedangkan pada bagian sub-slice untuk target kontras jarak 7, 5, dan 3 mm memiliki nilai konstanta 5 mm. Hasil pengujian resolusi tinggi pada CBCT dan CT Simulator adalah 3 lp/cm dan 7 lp/cm. Hasil pengujian uniformitas pada CBCT tidak memenuhi standar dari batas toleransi rata-rata CT Number tepi dan tengah kurang dari 5 HU, dan nilai setiap titik tepi dan tengah ±2 HU.

Cone Beam Computed Tomography (CBCT) image is very important in verification of patient positioning in the treatment couch radiotherapy machine so quality control of the system is required. The experiment was performed using the Linear accelerator with equipped with CBCT and CT simulator GE Bright Speed Edge. Catphan® 600 and CBCT Electron DensityTM phantom was used to evaluate the quality of CBCT and CT Number linearity. According to the image quality test, the CBCT image only be able to distinguish low contrast and high contras for air, tissue and bone.
Quantitavely, the slice thickness was in tolerance limit ±0.5 mm, low contrast with constant value of 3, 2.5, dan 4.5 for supra-slice contrast targets 1%, 0.5%, dan 0.3% whereas sub-slice targets axis lenghts for 3, 5, and 7 mm with constant value of 5 mm, the high resolution appear in 3 lp/cm and 7 lp/cm for CBCT and CT simulator, respectively. On the one hand, CBCT uniformity was out of tolerance limit with average CT number edge and central less than 5 HU, and ±2 HU for the edge and center point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S45532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Wulandari
"Berkas elektron memiliki distribusi dosis yang uniform di permukaan sehingga sering digunakan sebagai terapi kanker di permukaan. Kanker yang lokasinya dekat dengan organ sehat memerlukan terapi menggunakan lapangan yang kecil, sehingga dosimetri yang akurat untuk berkas elektron lapangan kecil menjadi suatu tantangan tersendiri. Pengukuran persentase dosis kedalaman PDD dilakukan dengan menggunakan radiochromic film Gafchromic EBT-3, sedangkan pengukuran keluaran berkas elektron dilakukan dengan menggunakan detektor Exradin A11 plan-parallel ion chamber, Exradin A16 micro ion chamber, PTW Freiburg T60010M-4 silicon diode, and Gafchromic EBT-3 film yang diletakkan pada slab fantom pada kedalaman maksimum lapangan referensi dan kedalaman maksimum lapangan kecil. Keempat detektor diradiasi dengan berkas elektron energi 6, 8, 10, 12, dan 15 MeV pada ekuivalen lapangan berukuran 1 x 1, 2 x 2, 3 x 3, 5 x 5, 8 x 8, dan 10 x10 cm2 yang terbuat dari cerrobend. Faktor keluaran ditentukan dengan rasio perbandingan antara hasil pengukuran pada kedalaman maksimum di lapangan kecil dan hasil pengukuran pada kedalaman maksimum di lapangan referensi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa dosis kedalaman maksimum dan faktor keluaran bergerak mendekati permukaan dan menurun seiring dengan penurunan energi dan ukuran lapangan. Terdapat juga perbedaan nilai hasil keluaran keempat detektor tersebut diantaranya maksimum sebesar 49.5 - 87.6 pada lapangan 1 x 1 cm2 di energi 6 MeV, dan minimum sebesar 0.49 - 1.21 pada 8 x 8 cm2 di energi 15 MeV. Berdasarkan hasil pada penelitian ini, detektor PTW Freiburg T60010M-4 silicon diode dan film Gafchromic EBT-3 sanngat baik digunakan untuk pengukuran berkas elektron lapangan kecil.

The electron beam has a uniform dose distribution on the surface so that it is often used in superficial cancer treatment. Cancers located close to organs at risk require treatment using small fields, where dosimetry accuracy becomes a challenge. Measurement of the Percentage Depth Dose PDD was performed using radiochromic film Gafchromic EBT 3, while the output measurement of electron beam were performed using Exradin A11 plan parallel ion chamber, Exradin A16 micro ion chamber, PTW Freiburg T60010M 4 silicon diode, and Gafchromic EBT 3 film positioned on solid water phantom slabs at the maximum depth of the reference field and maximum depth of small field. The four detectors were irradiated with an electron beam energy of 6, 8, 10, 12, and 15 MeV at an equivalent field cerrobend blocked measuring 1 x 1, 2 x 2, 3 x 3, 5 x 5, 8 x 8 and 10 x 10 cm2. Output factor was determined by the ratio of the maximum dose output on the central axis of the field of interest to that of the reference field size. Maximum depth dose and output factor shifted toward to the surface and decrease with decreasing field size and energy. There are also differences in the values of the output factor of the four detectors with a maximum value of 49.5 87.6 on field 1 x 1 cm2 in energy 6 MeV, and a minimum value of 0.49 1.21 in 8 x 8 cm2 at energy 15 MeV. As a result of this study, measurement using PTW Freiburg T60010M 4 silicon diode detector and Gafchromic EBT 3 yielded on best results for small field electron beam.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julio Cezar Haryantho
"ABSTRAK
Kebutuhan akan bangunan yang efisien dan ekonomis melahirkan
kebutuhan akan sambungan yang efisien pula dimana sambungan yang efisien akan
melahirkan pula biaya yang ekonomis. Oleh karena itu dibutuhkan permodelan
yang menghasilkan sambungan yang kaku dimana dalam tinjauan ini adalah untuk
sambungan baut end-plate dimana sambungan ini diharapkan akan memerikan
kekauan yang tinggi jika dibandingkan dengan model-model eksperimen lainnya.
Dan dengan menggunakan metode komponen, kekakuan dari model ini dapat
ditentukan. Berdasarkan perhitungan, model yang diajukan memiliki nilai
kekakuan yang cukup akan tetapi kurang memenuhi efiseinsi dari profil yang
digunakan.

ABSTRACT
The needs of building that efficient and economic gives the need of joint that is
effective too which will impact to cheap cost. Because of that it is needed to create
joint that rigid which for this caser fot bolt end-plate joint. This joint will give high
stiffness if related to other experiment models and with the use of component
method the stiffness of this model can be calculated. Based on calculation, the
model that is use has good stiffnes but need the evaluation fot the profile that is use
for this joint."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efie Mariyam Nursari
"Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan massa tulang/densitas radiografik tulang dan kerusakan mikroarsi-tektur jaringan tulang. Berbagai indeks radiomorfometrik telah banyak digunakan untuk mengevaluasi tulang pada kasus osteoporosis radiograf panoramik dua dimensi. Analisis Fraktal Dimensi (FD) juga telah digunakan untuk mengidentifikasi struktur pada radio-graf dental dua dimensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan peruba-han densitas radiografik tulang rahang terkait BMD dengan menggunakan modalitas pen-citraan tiga dimensi CBCT, yang diwakili pemeriksaan indeks radiomorfometrik (CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I) dan FD value dengan memperhitungkan faktor-faktor risiko yang berpengaruh pada densitas radiografik tulang rahang di antaranya usia, jenis kelamin, jumlah gigi yang tersisa dan ketinggian tulang mandibula. Tujuan: Mengembangkan me-tode deteksi perubahan densitas radiografik tulang rahang pada kasus-kasus kedokteran gigi dengan pemeriksaan CBCT pada individu yang berisiko untuk mendeteksi osteopo-rosis. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa 87 data set file DICOM CBCT dari pasien lansia dengan rentang usia 50-79 tahun di Klinik Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI dan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Penilaian indeks radio-morfometrik CTCI, jumlah gigi yang tersisa, ketinggian tulang mandibula dilakukan me-lalui panoramik rekonstruksi CBCT dengan slice thickness 30 mm. Pengukuran indeks radiomorfometrik CTMI, CTI-S, CTI-I dan FD value dilakukan pada potongan koronal mandibula di regio foramen mentale terlihat paling jelas dan jarak mesiodistal terlebar. Penilaian FD dilakukan pada dua Region of Interest (ROI) berbentuk persegi berukuran 3x3 mm pada tulang trabekular dan kortikal. Hasil: Indeks radiomorfometrik CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p=0.000) dengan FD value ROI tulang kortikal, sementara ROI tulang trabekular tidak menunjuk-kan hubungan yang bermakna. CTCI menunjukkan perbedaan bermakna dengan faktor risiko ketinggian tulang mandibula (p=0.004). CTMI menunjukkan perbedaan bermakna dengan jumlah gigi yang tersisa (p= 0.027) dan ketinggian tulang mandibula (p=0.010). Sementara FD value pada kedua ROI dan faktor risiko usia, jenis kelamin, jumlah gigi yang tersisa serta ketinggian tulang mandibula tidak menunjukkan hubungan yang ber-makna secara statistik. Kesimpulan: Penelitian ini merupakan penelitian pertama meng-gunakan modalitas CBCT yang membandingkan indeks radiomorfometrik melalui pano-ramik rekonstruksi dan analisis FD pada ROI trabekular dan kortikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran FD value pada tulang kortikal lebih dapat diandalkan dibandingkan tulang trabekular untuk mendeteksi perubahan densitas radiografik tulang rahang terkait osteoporosis.

ackground: Osteoporosis is a systemic bone disease characterized by decreased bone mass/radiographic bone density and changes in bone microarchitecture. Various radio-morphometric indices have been widely used to evaluate bone in osteoporosis cases on two-dimensional panoramic radiographs. Fractal Dimension (FD) analysis has also been used to identify structures on two-dimensional dental radiographs. This study was con-ducted to evaluate the relationship of radiographic density changes of the jawbones re-lated to BMD by using a three-dimensional imaging modality CBCT, represented by ra-diomorphometric indices (CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I) and FD value taking into account the risk factors that affect the radiographic density of the jawbone including age, gender, number of remaining teeth and mandibular bone height. Objective: To develop a method for detecting radiographic density changes of the jawbone in dental cases by CBCT ex-amination in individuals at risk for detecting osteoporosis. Methods: This study used sec-ondary data in the form of 87 DICOM CBCT file data sets from elderly patients with an age range of 50-79 years at the RSKGM FKG UI and Pondok Indah Hospital Jakarta. Assessment of the CTCI, number of remaining teeth, and mandibular bone height were performed through CBCT panoramic reconstruction with a slice thickness of 30 mm. The CTMI, CTI-S, CTI-I, and FD values were measured on the coronal section of the mandi-ble in the mental foramen region which was most clearly visible and the widest mesi-odistal distance. FD assessment was carried out in two Regions of Interest (ROI) with a rectangular shape measuring 3x3 mm in trabecular and cortical bone. Results: The radi-omorphometric indices CTCI, CTMI, CTI-S, and CTI-I showed a statistically significant correlation (p=0.000) with the FD value ROI of cortical bone, while the ROI of trabecular bone did not show a significant correlation. CTCI showed a significant difference with risk factors for mandibular bone height (p=0.004). CTMI showed a significant difference in the number of remaining teeth (p=0.027) and mandibular bone height (p=0.010). Mean-while, the FD value for both ROI and risk factors for age, sex, number of remaining teeth, and mandibular bone height did not show a statistically significant correlation. Conclu-sion: This study is the first study using the CBCT modality comparing radiomorphomet-ric indices through panoramic reconstruction and FD analysis on ROI of trabecular and cortical bone. The results showed that measuring the FD value of cortical bone is more reliable than trabecular bone for detecting radiographic density changes of the jawbone associated with osteoporosis"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilbert Then Sebastian
"Penggunaan plastik sehari-hari meningkatkan sampah plastik sulit terurai, sementara limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dari industri minyak kelapa sawit juga menjadi masalah lingkungan signifikan. Penelitian ini mengkaji pengaruh iradiasi electron beam terhadap sifat kimia dan fisik recycled polyethylene (rPE) serta kompatibilitasnya dengan TKKS dalam komposit Wood Plastic Composite (WPC). Iradiasi electron beam digunakan untuk memodifikasi rPE agar lebih kompatibel dengan TKKS. RPE diiradiasi dengan dosis 0, 100, 200, dan 300 kGy, kemudian dikarakterisasi menggunakan Melt Flow Index (MFI) dan pengukuran sudut kontak. Hasil menunjukkan dosis iradiasi mempengaruhi viskositas dan sifat permukaan rPE. Pada dosis 100 kGy, terjadi peningkatan hubung silang yang menurunkan MFI, sementara pada 300 kGy, chain scission dominan meningkatkan MFI. Pengukuran sudut kontak menunjukkan peningkatan sifat hidrofilik hingga dosis 200 kGy, namun sedikit meningkat pada 300 kGy. Uji mekanik menggunakan Universal Testing Machine (UTM) menunjukkan WPC dengan iradiasi 100 kGy memiliki tensile strength dan elongation at break lebih tinggi dibandingkan tanpa iradiasi. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan peningkatan adhesi antara serat TKKS dan matriks rPE pada sampel dengan iradiasi 100 kGy, menghasilkan struktur yang lebih homogen dan kuat. Penelitian ini menunjukkan iradiasi electron beam pada dosis optimal dapat meningkatkan sifat mekanik dan kompatibilitas WPC, menjadikannya alternatif potensial untuk mengatasi masalah lingkungan.

The use of plastic in daily life has led to an increase in non-degradable plastic waste, while empty fruit bunch (EFB) waste from the palm oil industry also poses a significant environmental problem. This study examines the effects of electron beam irradiation on the chemical and physical properties of recycled polyethylene (rPE) and its compatibility with EFB in the formation of Wood Plastic Composite (WPC). Electron beam irradiation is used to modify rPE to improve compatibility between hydrophobic rPE and hydrophilic EFB. In this study, rPE was irradiated at doses of 0, 100, 200, and 300 kGy, followed by characterization using Melt Flow Index (MFI) and contact angle measurements. Results showed that irradiation doses affect the viscosity and surface properties of rPE. At a dose of 100 kGy, increased hubung silang reduced MFI, while at 300 kGy, chain scission was dominant, significantly increasing MFI. Contact angle measurements indicated increased hydrophilicity up to a dose of 200 kGy, with a slight increase at 300 kGy. Mechanical testing using a Universal Testing Machine (UTM) showed that WPC irradiated at 100 kGy had higher tensile strength and elongation at break compared to non-irradiated samples. Scanning Electron Microscopy (SEM) analysis revealed improved adhesion between EFB fibers and the rPE matrix in samples irradiated at 100 kGy, resulting in a more homogeneous and robust structure. This study demonstrates that optimal electron beam irradiation doses can enhance the mechanical properties and compatibility of WPC, making it a potential alternative for addressing environmental issues."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chatarina Niken Dwsbu
"Penelitian lni berupa peroobaan di Iaboratorium dengan skala penuh
untuk mengetahui perilaku sambungan pracetak dengan aistem takik.
Sambungan diletakkan di sendi plastis balok yang diharapkan mengalami
kenancuran teriebih dahulu seteiah mencapai kekuatan yang diinginkan.
Sambungan ini dibuat dengan bentuk pracetak tertakik dan tulangan Ientur
dimasukkan pada kedua bagiannya di Iubang yang disiapkan. Lubang
kemudian diinjeksi. Bagian sambungan ditutup dengan bahan pengisi dari
Janis iidak menyusut dan mempunyai kekuatan minimal sama dengan mutu
baton pracetaknya.
Terdapat tiga elemen dalam penelitian ini yaitu satu buah baiok
sederhana untuk pengujian lantur dengan beban berulang, satu buah balok
sederhana untuk pengujian geser dengan beban monotonik dan satu
elemen koiom - balok untuk pengujian beban horizontal secara siklik dan
beban vertikal konstan.
Pengujian Ientur menuniukkan beban maximum 23.9 ton, beban retak
pertama 6.64 ton. Hasil perhitungan beban monotonik maximum adalah
38.67 ton dengan demikian beban yang dicapai pada pengujian beban
berulang 61.8 % nya. Lendutan maximum benda uji 61.09 mm dengan
beban 51 % beban maximum. Beban Ieieh tidak berbeda pada bagian
batas sambungan dan di tengah sambungan. Tulangan yang masuk ke
Iubang dan yang tidak mempunyai perilaku disipasi energi sama baik. Letak
lapis tulangan Ientur tidak mempengaruhi disipasi energi. Retak
terkonsentrasi pada daerah dengan tulangan Iantur yang tidak rapat dan
pada batas sambungan.
Pengujian beban geser mempefiihatkan beban maximum 38.2 ton,
beban retak 17.85 ton dan hasil perhitungan menunjukkan beban maximum
28.132 lon di luar sambungan dan 41.12 di sambungan. Beban ratak
pertama 10.94 ton. Beban 80 % beban maximum yaitu 30.56 ton
mempunyai lendutan 1.072 mm. Pengujian kolom-balok menunjukkan Iup histerisis cukup baik sampai
Siklus 28. Kehandalan ditinjau dari penurunan beban kurang dari 20 %
beban maximum, jumlah daktilitas kumulatif, penurunan kekakuan dan
disipasi energi pada dua siklus berurutan, rasio disipasi energi relatif dan
kekakuan sekan pada batas drifi -0.0035 dan +0.DO35. Berdasarkan hal
tersebut maka dktilitas yang mampu dicapai adalah 6573. Kehancuran
benda uji ini terletak di sendi plastis dan elemen ini mampu
mengembangkan kekuatan dan kemampuan deformasi untuk zone 6
dengan jenis tanah Iembek. Pada percobaan dipakai untuk gedung
berlantai 6. Tulangan silang di sendi plastis berperan mendisipasi energi
secara bergantian.
Tipe retak adalah retak lentur dilanjutkan retak geser pada siklus
akhir. Tidak ditemukan keretakan di titik kumpul dan kolom. Perbandingan
dengan hubungan monolit maka tipe ini Iebih aman.
Sambungan ini menambah kasanah jenis sambungan praoetak yang
telah ada dan memberlkan masukan bagi tersusunnya peraturan tentng
beton pracetak untuk menahan gaya gempa.

Abstract
This detail examination is laboratory expenrnent with full scale to nnd
out behavior precastconcrete connection with notch system. The dimention
of beam and column based on building of six stories high. The location of
this connection is at beam plactic hinge and this concept design is at this
location the failure will be occur after the element .got the ideal force. This
connection have a notch at two part of precast and the bending bar go into
the hole that prepare at precast notch. Alter that the hole get an tiller liquid
injection. This connection is pour unshrinkage cement that has same quality
with precast concrete.
There are three element in this experiment. One is simple beam to
repeatly bending test, one is simple beam to monotonic shear test and the
else is a beam ~ column element to horizontal cyclic test with constant
vertical force. ~
The bending test shown the maximum force is 23.9 ton and first
cracking force is 6.64 ton. The computation result with monotonic loading is
38.67 ton as maximum force this test only has 61.8 % monotonic maximum
force. Maximum displacement of this test is 61.09 mm at 51 % maximum
force. Yielding force at the border and the middle of the connection has
same value. Behavior of bar that go into the hole as good as the regular bar.
Bending bar layer has not energy dissipation etfect. Crack concentration is
at area that has smaller bending bar and at connection border
The result of shear test are maximum force is 38.2 ton, the first
cracking force is 17.85 ton. The result of it's computation are the maximum
force is 28.132 at out of connection and in connection is 41.12 ton ton and
the first cracking force is 8.926 ton. The 80 % maximum force that is 30.56
ton has 1.072 mm deflection. _
The failure mode is bending at the beam and than shear failure at last
cycle without craking at joint and column. Comparative with monolit the
failure mode is more safe. Beam - column test produce good histerisis loop until 28th cycle. The
performance trade on force degradation not more than 20 % maximum force,
cumulative ductility, degradation of stilfness and energy dissipation from two
cycle in a series/elative energy dissipation ratio,secant stiffness between
drift limits of -0.0035 and +0.0035. Based of that the element ductility is
6. 673. The location of failure at the connection or at the beam plastic hinge
and the element is capable to develop it's strength and deformation after
yielding. The system can applied at 6th seismic zone with soft soil. The
connection crossing bar is capable to dissipate the energy by tum.
This system enrich the kind of precast connection and give any input
for concrete structure seismic regulation for precast."
2001
T5279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivienne Wahab
"
ABSTRAK
Topik yang dibahas pada tugas akhir ini adalah mengenai analisa statik maupun dinamik terhadap tiga elemen balok geser transversal, yaitu elemen Discrete Kirchhoff Mindlin for Beams (DSB); Poutre Mixed Linear (MLB) dan Poutre Mixed Quadrilateral (MQB). Elemen ini digunakan pada kasus portal bidang (2 nodal 6 dof)
dan pada kasus portal ruang (2 nodal 12 dot). Ketiga elemen ini diuji ketangguhannya baik pada analisa statik maupun dinamik.
Dari ketiga elemen diatas, elemen MQB merupakan elemen yang mempunyai perfonnance yang paling baik baik untuk balok tipis maupun balok tabal. Keunggulan elemen ini dikarenakan adanya faktor pengaruh geser φ yang merupakan rasio antara tinggi balok dan panjang elemen, dan juga dikarenakan oleh formulasi model hibrida pada elemen ini.
Pada karya tulis ini, juga diturunkan perumusan gaya nodal ekivalen untuk berbagai macam pembebanan, yang setelah diujikan kebenarannya memberikan hasil yang baik.
Untuk analisa dinamik problem getaran bebas, selain formulasi matriks kekakuan untuk setiap elemen yang merupakan standart untuk problem statik, ditambahkan formulasi matriks massa elemen yang menggunakan metode matriks massa terkumpul (Lump mass). Sedang untuk solusi nilai eigermya digunakan metode subspace ileralion.
Pengujian elemen untuk problem statik dilakukan dengan melakukan test-test standart untuk statik seperti test nilai eigen, patch test dan lain-lain. Sedang untuk analisa dinamik, dipergunakan standart NAFEMS dengan memperhatikan konvergensi nilai-nilai frekuensi naturalnya Selain itu digunakan pula elemen balok dari program SAP90 sebagai pembandingnya.
"
1997
S34680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>