Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177971 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Wahyuadi
"Penggunaan heat pipe dalam sistem pengondisi udara diharapkan mampu menjadi alternatif penghemat energi. Di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, proses pengkondisian udara setidaknya memerlukan dua tahap pengkondisian, yaitu pendinginan dan penurunan kelembaban. Heat pipe yang digunakan dalam pengkondisian udara dapat memenuhi kedua pengkondisian tersebut tanpa memerlukan sumber daya listrik tambahan. Sisi evaporator heat pipe berfungsi sebagai perangkat pendinginan awal (pre-cooling) dan sisi kondensor heat pipe digunakan sebagai penurun kelembaban. Salah satu cara untuk mendapatkan karakteristik heat pipe untuk digunakan pada sistem pengkondisian udara adalah melakukan variasi pada tekanan dan jenis fluida kerja yang digunakan pada heat pipe. Jenis fluida yang digunakan adalah R-134a dan R-22 dengan tekanan refrigeran R- 134a di dalam heat pipe adalah 708,063 kPa (88 psig), 618,431 kPa (75 psig) dan 556,378 kPa (66 psig). Sedangkan tekanan refrigeran R-22 di dalam heat pipe adalah 1101,064 kPa (145 psig), 894,222 kPa (115 psig), 859,748 kPa (110 psig) dan 825,274 kPa (105 psig).

The use of heat pipe in air conditioning system is expected to be an energy-saving alternative. In tropical climate such as Indonesia, the air conditioning process requires at least two stages of conditioning, cooling and dehumidifying. Heat pipe used in air conditioning can meet both conditioning without additional power source. Heat pipe evaporator side is function as pre-cooling device and the condenser heat pipe side is used as dehumidifying. One of the way to obtain the heat pipe characteristics to be used in air conditioning system is by doing variation, either on the pressure and the type of working fluid used in heat pipes. Fluid type used is R-134a and R-22 with refrigerant R-134a pressure inside the pipe was 708.063 kPa (88 psig), 618,431 kPa (75 psig) dan 556,378 kPa (66 psig). While the R-22 refrigerant pressure in the heat pipe was 1101.064 kPa (145 psig), 894.222 kPa (115 psig), 859.748 kPa (110 psig) and 825.274 kPa (105 psig)."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42462
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Dwisantoso
"Heat pipe merupakan alat heat exchanger sederhana yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi dan dapat mentransfer panas dalam jumlah yang besar dengan perbedaan temperatur yang sangat kecil antara sisi evaporator dan sisi kondenser tanpa membutuhkan listrik sebagai sumber daya tambahan. Heat pipe dapat berfungsi sebagai precooler dan reheater sehingga dapat menghemat energi serta memiliki kapasitas sebagai dehumidifier. Performansi heat pipe yang optimal perlu dicari sehingga dapat memberikan efek yang maksimal terhadap pengkondisian udara. Sebuah percobaan dibuat untuk menguji unjuk kerja pengkondisian udara menggunakan heat pipe yang diimplementasikan pada saluran udara (ducting), terdiri dari 8 buah heat pipe dengan diameter 5/8" dan panjang 500mm. Pengujian juga dilakukan dengan menambahkan penggunaan heat pipe pada unit kondenser yang terdiri dari 15 buah heat pipe dengan diameter 5/8" dan panjang 730mm. Unjuk kerja heat pipe akan diuji dengan pemakaian komponen tersebut dan divariasikan dengan jumlah fluida kerja (fill ratio) R134a yang diisikan ke dalam heat pipe ducting sebanyak 40%, 60%, 80%, dan 100% dari volume evaporator heat pipe. Unjuk kerja heat pipe optimal terjadi pada fill ratio 60%. Pengujian unjuk kerja heat pipe terbukti dapat menurunkan relative humidity sebesar 7,3% dan meningkatkan efek pendinginan sebesar 2,2%.

Heat pipe is a simple heat exchanger tool with high thermal conductivity and able to transfer large amounts of heat with very small temperature difference between the evaporator and condenser section of heat pipe without need of electricity as an additional resource. Heat pipe can serve as a precooler and reheater so as to conserve energy and has the capacity as dehumidifier. Optimal heat pipe performance should be sought so as to give maximum effect to the air conditioning. An attempt was made for test the performance of air conditioning using heat pipes that was implemented on ducting, consists of 8 pieces of heat pipes with 5/8" of diameter, 500mm of length and the condensing unit that has 15 pipes with 5/8" diameter, length 730mm. Testing is also done by adding the use of heat pipes on the condenser unit consisting of 15 pieces of heat pipes with a diameter of 5/8" and 730mm of length. The performance of heat pipes will be tested using those components and varying the amount of working fluid (fill ratio) R134a loaded in the heat pipe ducting as much as 40%, 60%, 80%, and 100% of the volume of heat pipe evaporator. Optimal performance of the heat pipe occurs in 60% fill ratio. Testing the performance of the heat pipe is proven to reduce the relative humidity to 7.3% and increase the cooling effect to 2.2%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Julius Setyawan
"ABSTRAK
Relative Humidity adalah salah satu aspek penting yang harus dikontrol pada system pengkondisian udara.Namun, Penggunaan energy reheat untuk mengontrol Humidity pada system pengkondisian udara secara konvensional memerlukan energy tambahan yang tidak sedikit . Untuk meningkatkan efisiensi, dilakukan penelitian heat pipe pada aplikasi pengkondisian udara yang dilakukan di Laboratorium Pendingin, Departmen Teknik Mesin FTUI. Pada studi ini beberapa aspek yang dikaji adalah besar performance heat pipe dalam meningkatkan Penurunan Humidity, Besar energy untuk Reheat dari Heat pipe, Penurunan Humidity ratio, dan total penghematan energy pengkondisian udara dengan memvariasikan mass flow rate udara dan orientasi heat pipe. Dari studi yang telah dilakukan, Heat pipe dapat berperan meningkatkan pernurunan kelembaban system pengkondisian udara secara konvensional dan Mengurangi energy untuk reheating. Penggunaan Heat pipe dapat meningkatkan penurunan humidity hingga maksimal 6.405% dan minimal 3.12% pada keseluruhan variable pengujian. Penggunaan Heat pipe dapat menghemat energy untuk reheating hingga maksimum 18.2% dan minimum 8.77% pada keseluruhan variable uji. Mass flow rate udara mempengaruhi performance heat pipe dalam precooling dan reheating. Peningkatan mass flow rate meningkatkan preheating dan precooling heat pipe namun disisi lain daya untuk kipas juga meningkat.Performance heat pipe dengan orientasi heat pipe vertical dan evaporator dibawah lebih baik bila dibandingkan dengan orientasi heat pipe horizontal hal ini disebabkan karena laju aliran working fluida dari condenser heat pipe ke evaporator meningkat karena pengaruh gravitasi.

ABSTRACT
Relative Humidity is important aspect that must be controlled in Air Conditioning.however. air conditioning system, must have additional energy reheat to control Humidity in the air conditioning.To improve efficiency, conducted research on the application of heat pipe in air conditioning is performed at the Laboratory, Department of Mechanical Engineering University of Indonesia.In the present study examined several aspect of the performance heat pipe to increasing humidification, energy to reheat form heat pipe and total air conditioning saving energy by varying the air mass flow rate and heat pipe orientations. The studies have been done, heat pipe can be enchanment humdification in convetional air conditioning and reduce energy for reheating.Using heat pipe in conventional air conditioning system can improve humidification minimum at 3.12 % and maximum at 6.405% in the overall test variable. the use of heat pipe can save energy for reheating up to maximum 18.2% and minimum 8.77% on the overall test variable. Air mass flow rate affect the performance of heat pipe in the precooling and reheating. Increase in air mass flow rate increase precooling and reheating heat pipe but on the other hand power of fan also increase. Performance of heat pipe with vertical orientation where evaporator of heat pipe in bottom is more better when compared to the horizontal orientation. this is because the flow rate of working fluid from the condenser of heat pipe to evaporator of heat pipe is increasing by gravity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43882
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ragil Kurniawan
"Indonesia merupakan negara beriklim trpois dengan temperatur udara berkisar 28°C-35°Cdengan kelembaban Relative Humidity 70%-90%. Sedangkan kondisi nyaman udara pada suatu ruangan yaitu pada temperature 22°C-25°C dengan kelembapan relative humidity 40%-60%. Oleh karena itu pengkondisian udara merpakan sebuah solusi atas permasalahan tersebut. Hampir semua pengkondisian udara di Indonesia dilakukan dengan cooling dan dehumidification. Pada perkembangan beberapa akhir tahun ini, biaya operasional bangunan telah habis hingga 60% digunakan untuk pengkondisian udara. Aplkasi Heat pipe dalam pengkondisian udara telah banyak diterapkan. Heat pipe merupakan sebuah alat heat exchanger dengan kemampuan transfer panas yang sangat baik. Heat pipe dapat berfungsi sebagai precooler dan reheater serta berperan dalam menurunkan relative humidity.

Indonesia have a tropic climate with 28°C-35°C in temperature and 70%-90% in Relative Humidity. Comfortable condition of air in building is about 22°C-25°C and relative humidity 40%-60%. So, air conditioning which in Indonesia using cooling and dehumidification system is a solution. But the cost of air conditioning is very expensive and almost spend 60% of operational cost. So, heat pipe application in heat exchanger for air conditioning is often used. Heat pipe have a good ability in heat exchanger. It's function for precooling, reheating and also dehumidification in air conditioning."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42845
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sidra Ahmed Muntaha
"Channel Coding merupakan bagian penting dalam teknologi komunikasi wireless. Pada bagian tersebut fungsi error correction dilakukan. Error yang terjadi pada kanal transmisi dapat diperbaiki oleh fungsi error correction ini. Namun, umumnya sistem error correction yang ditampilkan tidak dapat mengatasi error yang disebabkan oleh burst error. Penggunaan error correction bersama interleaver akan dapat mengatasi permasalahan ini. Prinsip interleaver secara sederhana adalah melakukan permutasi terhadap sinyal coded. Standar IEEE 802.16-2004 pada section 8.3.3.3 mendefinisikan proses interleaving untuk WirelessMAN OFDM PHY atau biasa yang dikenal dengan nama WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
Pada skripsi ini dilakukan simulasi penggunaan beberapa jenis interleaver yang berbeda dari standar. Jenis interleaver yang disimulasikan yaitu, helical scan interleaver, random interleaver, dan convolutional interleaver. Pemodelan pada skripsi ini merujuk kepada model IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link yang terdapat di dalam program MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modifikasi interleaver dilakukan di dalam tiap-tiap modulation & coding block. Simulasi dilakukan dengan kondisi tanpa burst error dan dengan burst error.
Hasil yang didapatkan dari simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa convolutional interleaver menampilkan kinerja BER (Bit Error Rate) yang lebih baik dibanding interleaver standar maupun helical scan interleaver dan random interleaver, baik pada kondisi tanpa burst error maupun dengan burst error.

Channel coding is one of important in wireless communication technology, which is error correction is performed. Errors occured in transmission channel can be repaired by error correction. However, most error correction not able to repair errors caused by burst errors. Using error correction together with interleaver can overcome this problem. Simple idea behind interleaver is doing permutation to the coded signal. The IEEE 802.16-2004 Std. in section 8.3.3.3 defines interleaving for WirelessMAN OFDM PHY or commonly known as WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
In this thesis, several types of interleaver different from standard were simulated. They are helical scan interleaver, random interleaver, and convolutional interleaver. Model used in this thesis refer to IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link model on MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modification of interleaver occur on modulation & coding block. Simulation performed with and without burst errors.
The results obtained from simulation then showed that convolutional interleaver have better BER (bit error rate) performance than others interleaver in condition with and without burst errors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragil Sukarno
"Sistem pengkondisian udara (HVAC) mempunyai peranan yang sangat dominan dalam memberikan kenyamanan ruang bagi penghuninya. Namun kebutuhan energi untuk pengoperasiannya sangat tinggi, sehingga dibutuhkan sistem HVAC yang lebih efesien dengan konsumsi energi yang lebih rendah. Sistem energy recovery dengan menggunakan heat pipe merupakan cara yang sangat efektif dalam usaha penghematan energi dan mengurangi efek global warming. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain dan konfigurasi baru dari heat pipe heat exchanger (HPHE) sebagai media precooling dan media reheating pada sistem pengkondisian udara. Selain itu juga untuk mengembangkan sebuah korelasi karakteristik parameter desain dan parameter operasi HPHE terhadap efektifitas perpindahan kalor dan penghematan energi serta untuk mengetahui pengaruh penggunaan HPHE terhadap kinerja dari sistem pengkondisian udara dalam bentuk coefficient of performance (COP). Dari hasil eksperimen dan analisis kinerja akan dikembangkan sebuah aplikasi perangkat lunak atau software untuk mengevaluasi desain HPHE yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, suhu udara keluar setelah melewati sisi evaporator HPHE (precooling) dan potensi penghematan energi dari penggunaan sistem HVAC yang dilengkapi HPHE. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Untuk mengetahui karakteristik dan kinerja sistem HVAC yang dikombinasikan dengan HPHE dilakukan eksperimen dengan memvariasikan konfigurasi straigth heat pipe, U-shaped heat pipe, dan gabungan straigth dan U-shaped heat pipe. Straigth heat pipe divariasikan dalam 3, 6, dan 9 baris, dan terdiri dari 4 heat pipe per baris. Sedangkan pada U-shaped heat pipe divariasikan dalam 1 dan 2 baris, dan masing-msaing 8 heat pipe per baris. Straigth dan U-shaped heat pipe dilengkapi dengan sirip-sirip wavy fin untuk memperluas area perpindahan kalor. Eksperimen dikondisikan pada suhu udara masuk antara 30 – 45 oC dan kecepatan udara masuk 1,5 - 2,5 m/s. Analisis menggunakan metode ε-NTU juga dilakukan untuk memprediksi efektifitas, suhu keluar sisi evaporator, dan energy recovery HPHE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan straigth HPHE memberikan efek yang besar terhadap penurunan suhu di sisi evaporator HPHE atau precooling. Penurunan suhu udara segar yang masuk pada sisi evaporator HPHE paling tinggi adalah 9,1 oC dan penghematan energi maksimal adalah sebesar 567,3 W pada 0,080 m3/s. Penggunaan U-shaped HPHE memberikan dampak positif terhadap precooling dan reheating. Penurunan suhu udara segar paling tinggi sebesar 4,0 oC dan pada saat yang sama memberikan efek reheating paling tinggi sebesar 4,5 oC, menghasilkan penghematan energi precooling dan reheating paling tinggi masing-masing adalah sebesar 228,1 W, dan penurunan kelembaban relatif ruangan sebesar 21,1 % yang dicapai pada penggunaan 2 baris U-shaped HPHE. Hasil pengujian sistem energy recovery gabungan Straigth dan U-shaped HPHE memperlihatkan bahwa penambahan U-shaped HPHE untuk sistem energy recovery pada sistem HVAC memberikan pengaruh yang signifikan. Penurunan suhu total maksimal mencapai 10,7 oC dan penurunan kelembaban relatif mencapai maksimal 25,5 %. Pada pengujian yang dilakukan berdasarkan standar ruangan untuk ruang isolasi di rumah sakit, menunjukkan bahwa penerapan sistem energy recovery gabungan straigth dan U-shaped HPHE memberikan kombinasi yang paling baik, dimana memberikan penghematan energi yang signifikan, sekaligus memberikan pengaruh positif dalam usaha mencapai kondisi ruangan sesuai yang dipersyaratkan. Sistem HVAC yang dilengkapi dengan HPHE dapat meningkatkan efisiensi sistem HVAC dalam bentuk Coefficient of performance (COP), dimana penggunaan straigth HPHE dapat meningkatkan COP 6–55% dan penggunaan U-shaped HPHE 2 baris dapat meningkatkan COP 8 – 39 %. Dari hasil pengujian dan analisis bilangan tak berdimensi telah dihasilkan sebuah korelasi Sp number yang bisa digunakan untuk memprediksi tahanan thermal dari sebuah heat pipe tunggal. Selain itu juga telah dihasilkan sebuah persamaan ε-NTU terkoreksi yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, yang mana kedua persamaan ini akan sangat berguna untuk mengetahui kinerja sebuah heat pipe baik dalam tahap desain maupun tahap pengoperasian. Pengembangan software HPHE yang menggunakan metode ε-NTU terkoreksi juga memberikan hasil yang akurat, dimana tingkat kesesuaian suhu udara keluar evaporator secara prediksi dari software dan hasil eksperimen minimal sebesar 99 %. Sehingga, software ini dapat digunakan sebagai acuan awal untuk memprediksi kinerja suatu desain HPHE sebelum dilakukan tahap desain dan manufaktur.

Sistem pengkondisian udara (HVAC) mempunyai peranan yang sangat dominan dalam memberikan kenyamanan ruang bagi penghuninya. Namun kebutuhan energi untuk pengoperasiannya sangat tinggi, sehingga dibutuhkan sistem HVAC yang lebih efesien dengan konsumsi energi yang lebih rendah. Sistem energy recovery dengan menggunakan heat pipe merupakan cara yang sangat efektif dalam usaha penghematan energi dan mengurangi efek global warming. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain dan konfigurasi baru dari heat pipe heat exchanger (HPHE) sebagai media precooling dan media reheating pada sistem pengkondisian udara. Selain itu juga untuk mengembangkan sebuah korelasi karakteristik parameter desain dan parameter operasi HPHE terhadap efektifitas perpindahan kalor dan penghematan energi serta untuk mengetahui pengaruh penggunaan HPHE terhadap kinerja dari sistem pengkondisian udara dalam bentuk coefficient of performance (COP). Dari hasil eksperimen dan analisis kinerja akan dikembangkan sebuah aplikasi perangkat lunak atau software untuk mengevaluasi desain HPHE yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, suhu udara keluar setelah melewati sisi evaporator HPHE (precooling) dan potensi penghematan energi dari penggunaan sistem HVAC yang dilengkapi HPHE. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Untuk mengetahui karakteristik dan kinerja sistem HVAC yang dikombinasikan dengan HPHE dilakukan eksperimen dengan memvariasikan konfigurasi straigth heat pipe, U-shaped heat pipe, dan gabungan straigth dan U-shaped heat pipe. Straigth heat pipe divariasikan dalam 3, 6, dan 9 baris, dan terdiri dari 4 heat pipe per baris. Sedangkan pada U-shaped heat pipe divariasikan dalam 1 dan 2 baris, dan masing-msaing 8 heat pipe per baris. Straigth dan U-shaped heat pipe dilengkapi dengan sirip-sirip wavy fin untuk memperluas area perpindahan kalor. Eksperimen dikondisikan pada suhu udara masuk antara 30 – 45 oC dan kecepatan udara masuk 1,5 - 2,5 m/s. Analisis menggunakan metode ε-NTU juga dilakukan untuk memprediksi efektifitas, suhu keluar sisi evaporator, dan energy recovery HPHE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan straigth HPHE memberikan efek yang besar terhadap penurunan suhu di sisi evaporator HPHE atau precooling. Penurunan suhu udara segar yang masuk pada sisi evaporator HPHE paling tinggi adalah 9,1 oC dan penghematan energi maksimal adalah sebesar 567,3 W pada 0,080 m3/s. Penggunaan U-shaped HPHE memberikan dampak positif terhadap precooling dan reheating. Penurunan suhu udara segar paling tinggi sebesar 4,0 oC dan pada saat yang sama memberikan efek reheating paling tinggi sebesar 4,5 oC, menghasilkan penghematan energi precooling dan reheating paling tinggi masing-masing adalah sebesar 228,1 W, dan penurunan kelembaban relatif ruangan sebesar 21,1 % yang dicapai pada penggunaan 2 baris U-shaped HPHE. Hasil pengujian sistem energy recovery gabungan Straigth dan U-shaped HPHE memperlihatkan bahwa penambahan U-shaped HPHE untuk sistem energy recovery pada sistem HVAC memberikan pengaruh yang signifikan. Penurunan suhu total maksimal mencapai 10,7 oC dan penurunan kelembaban relatif mencapai maksimal 25,5 %. Pada pengujian yang dilakukan berdasarkan standar ruangan untuk ruang isolasi di rumah sakit, menunjukkan bahwa penerapan sistem energy recovery gabungan straigth dan U-shaped HPHE memberikan kombinasi yang paling baik, dimana memberikan penghematan energi yang signifikan, sekaligus memberikan pengaruh positif dalam usaha mencapai kondisi ruangan sesuai yang dipersyaratkan. Sistem HVAC yang dilengkapi dengan HPHE dapat meningkatkan efisiensi sistem HVAC dalam bentuk Coefficient of performance (COP), dimana penggunaan straigth HPHE dapat meningkatkan COP 6–55% dan penggunaan U-shaped HPHE 2 baris dapat meningkatkan COP 8 – 39 %. Dari hasil pengujian dan analisis bilangan tak berdimensi telah dihasilkan sebuah korelasi Sp number yang bisa digunakan untuk memprediksi tahanan thermal dari sebuah heat pipe tunggal. Selain itu juga telah dihasilkan sebuah persamaan ε-NTU terkoreksi yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, yang mana kedua persamaan ini akan sangat berguna untuk mengetahui kinerja sebuah heat pipe baik dalam tahap desain maupun tahap pengoperasian. Pengembangan software HPHE yang menggunakan metode ε-NTU terkoreksi juga memberikan hasil yang akurat, dimana tingkat kesesuaian suhu udara keluar evaporator secara prediksi dari software dan hasil eksperimen minimal sebesar 99 %. Sehingga, software ini dapat digunakan sebagai acuan awal untuk memprediksi kinerja suatu desain HPHE sebelum dilakukan tahap desain dan manufaktur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki
"Karakteristik refrigerant natural (Propane) perlu dikaji lebih dalam saat ini, karena penggunaan refrigerant konvensional (sintetis) sudah mulai dibatasi karena tingginya Ozone Depletion Potential (ODP) dan Global warming potential yang berbahaya untuk keberlangsungan ozon dan menaikkan peluang naiknya suhu bumi. Karakteristik yang ditinjau dalam penelitian ini adalah penurunan tekanan dari masing-masing refrigerant yang dilakukan dengan memvariasikan fluks massa dan fluks kalor. Variasi fluks kalor untuk kedua refrigerant pada penelitian ini adalah 0.20 KW/m2 - 0.69 KW/m2. Sementara untuk fluks massa dari kedua refrigerant diatur supaya mendekati nilai yang sama. Hasil yang didapat adalah penurunan tekanan dipengaruhi oleh fluks kalor danfluks massa serta R-290 mempunyai penurunan tekanan lebih rendah dibanding R-22.

The characteristics of natural refrigerants (Propane) need to be studied more deeply at this time, because the use of conventional (synthetic) refrigerants is starting to be limited due to the high Ozone Depletion Potential (ODP) and Global warming potential which are dangerous for the sustainability of ozone and increase the chance of rising earth temperatures. The characteristic reviewed in this research is the pressure reduction of each refrigerant which is carried out by varying the mass flux and Heat flux. The variation in Heat flux for the two refrigerants in this study was 0.20 KW/m2 - 0.69 KW/m2. Meanwhile, the mass flux of the two refrigerants is adjusted to approach the same value. The results obtained are that the pressure drop is influenced by Heat flux and mass flux and R-290 has a lower pressure drop than R-22. This predicted result is in accordance with research conducted by A.S Pamitran et al (2010) in testing pressure drops for 5 types of refrigerants."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Raditya Ibnu D.
"Wick atau sumbu kapiler pada heat pipe berfungsi untuk menghantarkan kalor melalui fluida cair dari kondensor menuju evaporator akibat adanya tekanan kapilaritas yang menyebabkan fluida kerja dapat mengalir melalui pori – pori pada wick. Tekanan kapilaritas dipengaruhi oleh sudut kontak yang terbentuk antara fluida cair dengan wick. Semakin tinggi wetability, maka semakin kecil sudut kontak yang terbentuk sehingga tekanan kapilaritas pun akan semakin besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari ukuran butir tembaga, gaya kompaksi dan temperatur sintering pada proses pembuatan wick serta pengaruh paparan udara pada temperatur ruang terhadap sudut kontak yang terbentuk pada permukaan wick dengan air (H2O) sebagai fluidanya. Dengan begitu dapat diketahui parameter pabrikasi yang paling baik untuk menghasilkan wick dengan wetability yang tinggi dengan kata lain sudut kontak terkecil.
Dari percobaan diperoleh dengan meningkatnya ukuran butir tembaga maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin kecil. Sedangkan peningkatan gaya kompaksi dan temperatur sintering menyebabkan kenaikan pada sudut kontak. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 μm dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar 32,131°. Semakin lama wick terpapar pada udara bebas, maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar, dan setelah hari ke-7 permukaan wick berubah menjadi hidropobik (sudut kontak > 90°).

The wicks in heat pipe are used to transfer the heat with liquid from the condenser to the evaporator due to capillary pressure. Capillary presssure is affected by contact angle between liquid and the wick. The capillary pressure become higher as the increasing contact angle. The aim this study is to investigate the effect of copper powder diameter, forming force and sintering temperature, and the effect of room ambient air on contact angle so that fabrication parameters can be controlled to get the minimum contact angle that used a water as the working fluid.
It is demonstrated that when copper powder diameter become higher, the contact angle become smaller. Moreover, when the forming force and sintering temperature increase, the contact angle become higher. The minimum contact angle value (32,131°) obtained when the diameter of the copper powder 200 μm that formed with 40 kN and sintered at 800°C. In addition, the contact angle get higher in time when exposed to room ambient air. After 7 days, the wick surface become hydrophobic (contact angle >90°).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Naufal Ihsan Kamal
"Saat ini, energi panas yang terbuang dari kondensor Air Conditioner kebanyakan hanya menjadi limbah energi yang terbuang ke lingkungan. Energi panas tersebut berpotensi sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemanasan. Pada penelitian ini energi panas tersebut dimanfaatkan untuk memanaskan air menggunakan penukar kalor jenis double pipe dengan refrijeran hidrokarbon yang ramah lingkungan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi dampak pemanasan global. Kedua alat ini dapat digabungkan menjadi satu sistem yang disebut sebagai Air Conditioner Water Heater (ACWH). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari tahu dampak dari retrofitting refrijeran R290 pada sistem ACWH dengan memvariasikan temperatur evaporasi pada sistem. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pengambilan data berupa waktu pemanasan air, tekanan kompresor, dan temperatur pada sistem dilakukan saat temperatur air keluar storage mencapai 50 ˚C yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai konsumsi listrik dan COP pada sistem. Hasil penelitian menunjukan, untuk memanaskan air hingga 50˚C refrijeran R290 membutuhkan waktu antara 25 menit hingga 27 menit, dan mengonsumsi listrik antara 0,32 kWh hingga 0,42 kWh. Selain itu COP sistem saat temperatur air mencapai 50˚C bernilai 2,4 hingga 4,4.

The heat energy that is wasted from the Air Conditioner condenser is currently only a waste of energy that is wasted into the environment. The heat energy has the potential as an energy source that can be used for the heating process. In this study, the heat energy is used to heat water using a double pipe heat exchanger with an environmentally friendly hydrocarbon refrigerant as an effort to reduce the impact of global warming. These two tools can be combined into a single system known as Air Conditioner Water Heater (ACWH). The purpose of this study was to find out the impact of retrofitting refrigerant R290 on the ACWH system by varying the evaporation temperature in the system. The method used in this research is experimental. Data retrieval in the form of water heating time, compressor pressure, and temperature in the system is carried out when the temperature of the water exiting the storage reaches 50 C which is then processed to obtain the value of electricity consumption and COP in the system. The results showed, to heat water up to 50˚C refrigerant R290 takes between 25 minutes to 27 minutes, and consumes electricity between 0.32 kWh to 0.42 kWh. In addition, the COP of the system when the water temperature reaches 50˚C is worth 2.4 to 4.4."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>