Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133993 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farisatul Amanah
"Proses pengomposan aerobic dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah frekuensi pengadukan dan komposisi bahan kompos. Pengadukan dilakukan untuk memberikan suplai udara bagi aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Sedangkan bahan kompos memiliki kandungan C/N yang berbeda-beda sehingga mempunyai kemampuan dekomposisi yang berbeda.
Lumpur tinja merupakan bahan kompos dengan kandungan nitrogen yang tinggi. Oleh karenanya, pencampuran lumpur tinja dengan bahan lain yang memiliki kadar karbon yang tinggi dapat menghasilkan kualitas kompos yang lebih baik seperti sampah pasar dan sekam. Variasi pengadukan dan komposisi bahan kompos pada penelitian ini adalah campuran lumpur tinja dan sampah pasar dengan frekuensi pengadukan dua hari sekali (composter 1), campuran lumpur tinja dan sampah pasar dengan frekuensi pengadukan empat hari sekali (composter 2), campuran lumpur tinja dan sekam dengan frekuensi pengadukan dua hari sekali (composter 3), dan campuran lumpur tinja dan sekam dengan frekuensi pengadukan empat hari sekali (composter 4).
Setelah proses pengomposan selama 45 hari, kadar air pada semua composter belum mencapai kadar air yang disyaratkan pada SNI 19-7030-2004 yakni di bawah 50%. Oleh karenanya, proses pengomposan dilengkapi dengan proses pengeringan dengan cara pembuatan gundukan yang lebih kecil yakni dengan tinggi 10 cm agar uap air dapat teruapkan selama 2 hari. Setelah proses pengeringan, maka kompos yang memiliki kualitas paling baik sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah kompos dengan campuran feedstock lumpur tinja dan sampah pasar dengan pengadukan 4 hari sekali dengan rasio C/N 10,56:1; pH 7,72; daya ikat air 68%; kadar air 31,13%; dan mempunyai tekstur seperti tanah berwarna coklat.

Turning period and feedstock affect aerobic composting process. Air for microorganism?s activities is supplied by turning. On the other hand, every feedstock has different C/N ratio and degree of decomposition.
Septage has high nitrogen content whereas it has low C/N ratio. It can produce good quality compost if it is mixed with high-carbon content feedstock such as organic solid waste and rice hulls. This open-windrow composting consists of four treatments being: (1) septage:organic solid waste with every 2 days-turning, (2) septage:organic solid waste with every 4 days-turning, (3) septage:rice hulls with every 2 days-turning; (4) septage:rice hulls with every 4 days-turning.
After 45 days of composting, the moisture content of all composters do not reach the standard so that the drying process by making a small pile with 10 cm-height must be followed to dry the moisture content. After the drying process, composter 2 has a very good compost quality based on the SNI 19-7030-2004. It has C/N ratio 10.56 to 1, pH 7,72, water holding capacity 68%, and moisture content 31,13%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42611
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iftita Rahmatika
"Industri pulp dan kertas menghasilkan limbah lumpur dengan volume mencapai 1,0 m3/ ton produk yang dapat diolah dengan metode digestasi anaerobik. Proses tersebut dapat menghasilkan biogas dan residu digestat yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku kompos. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas dan potensi pemanfaatan digestat sebagai bahan baku kompos. Percobaan ini menggunakan reaktor anaerobik 15 liter berisi lumpur kertas serta dengan penambahan kotoran sapi untuk meningkatkan kandungan nutrisi dan mengoptimalkan nilai rasio C/N. Digestat reaktor 1 dianalisis kualitasnya setelah hari ke-30, sedangkan digestat reaktor 2 dianalisis pada hari ke-45. Digestat utuh reaktor 2 memililiki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dan paling mendekati persyaratan bahan baku kompos dan pupuk organik, kecuali kandungan fosfor dan kadar airnya, dengan nilai rasio C/N 27,26, fosfor (P) 0,0069%, kalium (K) 2,74%, Pb 0,97 mg/l, Zn 12,51 mg/l dan kadar air 91,14%. Digestat padatan dapat dikeringkan untuk mencapai persyaratan kadar air dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik serta bahan baku kompos dengan penambahan bahan organik berupa sekam padi, sedangkan digestat cairan tidak bisa dimanfaatkan sebagai pupuk cair karena nilai karbon yang rendah.

Paper sludge is generated in large quantity, reaching up to 1 m3 of wastewater/ton paper produced and can be treated by anaerobic digestion method. This process produced biogas and residual digestate which has potential to be used as feedstock of composting. The aims of this study were to investigate the quality and potential of the digestate generated from anaerobic digestion process as a feedstock of composting. This experiment used 15 L anaerobic batch reactors contained only paper sludge and with the mixture of cow manure to reach high nutrient content and adjust the C/N ratio optimum. Residual digestate generated from reactor 1 was measured after 30 days, while digestate from reactor 2 was measured in day 45 of anaerobic digestion process. The whole digestate from reactor 2 contained higher nutrient and met the requirements for composting and fertilizer, except the phosphorus and moisture content, with the C/N ratio 27,26, phosphorus (P) 0,0069%, potassium (K) 2,74%, Pb 0,97 mg/l, Zn 12,51 mg/l and moisture content 91,14%. Solid digestate can be dried to meet the moisture content requirements and can be used as biofertilizer and feedstock of composting mixed with organic materials, such as rice hulls, while the liquid digestate can't be used as a fertilizer due to the low carbon content."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitriana
"Sampah makanan memiliki kecenderungan timbulan semakin besar dan apabila tidak dikelola dengan tepat maka menimbulkan masalah kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Salah satu upaya mengolah dan menambah nilai sampah tersebut yaitu pengomposan. Dengan campuran daun kering dari halaman Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sampah makanan yang berasal dari kantin fakultas tersebut dikomposkan secara in vessel. Karena rasio C/N bahan baku kompos penting maka didisain 18, 20, dan 22, dengan perbandingan sampah makanan terhadap daun berturut-turut sebesar 3:1, 1:1, dan 1:3. Pengomposan selama 60 hari menunjukkan rasio C/N memengaruhi salinitas, konduktivitas, kadar air, volatile solids, karbon, nitrogen, volume lindi, dan warna kompos, secara signifikan. Berdasarkan kualitas kompos pada SNI 19-7030-2004, rasio C/N sebesar 20 optimal digunakan.

Food waste has an increasing trend line in generation and if it is not managed properly, it will make problem in public health and environment clean. One of action to treat and add its value is composting. By mixing dry leaves from yard in Engineering Faculty Universitas Indonesia and food waste from canteen in the same faculty, they were composted in vessel. Because of ratio C/N feedstock is important, so it was designed into 18, 20, and 22, with ratio of the food waste to dry leaves in a path were 3:1, 1:1, and 1:3. Composting during 60 days showed that the ratio C/N affected salinity, electric conductivity, water content, volatile solids, carbon, nitrogen, leachate volume, and colour of compost, significantly. Based on compost quality in SNI 19-7030-2004, ratio C/N feedstock in 20 is optimal to use."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Winny Laura Christina
"Lumpur pada sludge drying bed Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kalimulya Depok dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai penyubur tanah. Padahal, lumpur tersebut belum memenuhi kriteria untuk dijadikan penyubur tanah. Oleh karena itu, diperlukan satu pengolahan untuk memperbaiki kualitas lumpur tersebut. Pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengomposan yang mencampur lumpur dari sludge drying bed dan sampah organik pasar dengan menggunakan metode open windrow. Pengomposan merupakan proses eksotermik yang akan menghasilkan panas dan pengukuran suhu dilakukan selama proses pengomposan berlangsung. Dalam percobaan pengomposan ini, dua perlakuan pengadukan yang berbeda diberikan pada dua buah komposter. Kompos diaduk dengan frekuensi dua dan empat hari. Kualitas yang diteliti dalam penelitian ini adalah Fecal coliform dan Salmonella sp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadukan empat hari mampu mencapai suhu hingga 66,40C, sedangkan kompos dengan pengadukan dua hari hanya mencapai suhu 65,20C. Hasil pengukuran jumlah Fecal coliform adalah 23 MPN/gr pada hari ke-15, sedangkan jumlah Salmonella sp adalah <2 MPN/4gr pada hari ke-30. Ketika suhu mencapai suhu termofilik (35-650C), maka jumlahkedua bakteri tersebut akan berkurang. Dengan demikian, pengomposan mampu menurunkan jumlah bakteri Fecal coliform dan Salmonella sp sehingga dapat memenuhi SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Namun, terjadi pertumbuhan kembali bakteri dan secara signifikan ditunjukkan dengan jumlah Fecal coliform yang meningkat pada hari ke-30 dan 40, yaitu mencapai 50 MPN/gr dan 300 MPN/gr. Titik maturasi kompos tidak hanya dilihat dari kualitas mikrobiologisnya, tetapi juga dari kestabilan suhu, reduksi volume, bau, warna, dan tekstur kompos. Secara umum, variasi frekuensi pengadukan dua dan empat hari sekali tidak menghasilkan perbedaan yang mencolok. Untuk percobaan pengomposan yang lebih efektif, maka pengadukan yang lebih disarankan adalah frekuensi pengadukan 4 hari.

Sludge that is coming from sludge drying bed in Kalimulya Waste Water Treatment Plant City of Depok was used as soil fertilizer by community nearby. In fact, these sludge do not meet with standard as soil fertilizer and requires other treatment to improve its quality. This research was conducted to treat this sludge by open windrow composting method. This sludge was mixed with organic waste from traditional market. Composting is an exothermic process that is produced heat. The temperature increased due to the heat was measured during process takes place. There are two different turning frequencies performed which are every two and four days. The compost quality parameters that is examined are Fecal coliform and Salmonella sp. SNI No. 19-7030-2004 - Specification of The Domestic Organic Waste Composting was used as a base for compost quality standard.
The result shows that four days turning frequency could reach highest temperature at approximately 66.40C. Meanwhile, two days frequency only could reach highest temperature approximately 65.20C. The average number of Fecal coliform at day 15 is approximately 23 MPN/gr and Salmonella sp at day 30 is not more than 2 MPN/4gr. Composting could reduce the number of both bacteria. However, bacterial regrowth occurred and significantly indicated by number of Fecal coliform that increased at day 30 and 40, those are 30 MPN/gand 300 MPN/g. The matured compost is not only seen from its microbial quality, but also temperature, volume reduction, odor, color, and texture stability. In general, the compost quality did not show significant difference between two and four days turning frequency. But, four days turning frequency is preffered for effectivity and keeping temperature high during composting.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43231
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Sean J.
"Pada tahun 2010, timbulan sampah di kota Depok telah diperkirakan sebesar 4250 m3 perhari. Salah satu penanganan sampah yang ada adalah pengomposan oleh UPS. Kompos yang diproduksi oleh UPS Cilangkap tidak memiliki kualitas kompos yang tinggi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan memberikan fungsi alternatif dari kompos, yaitu sebagai bahan daily cover soil pada landfill. Kompos dicampur dengan tanah yang diambil di sekitar TPA Cipayung. Percobaan dilakukan dengan komposisi campuran kompos dengan tanah menghasilkan campuran 1 (80%:20%), campuran 2 (70%:30%), campuran 3 (60%:40%), campuran 4 (50%:50%), campuran 5 (60%:40%), campuran 6 (70%:30%). Karakteristik yang dinilai adalah ukuran partikel yang akan memengaruhi jenis campuran dan permeabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos UPS Cilangkap dan tanah di sekitar TPA Cipayung beserta hampir seluruh campurannya layak untuk dijadikan bahan daily cover soil sesuai dengan Standard for Compost Product yang dikembangkan oleh The Maine Department of Agriculture, Food and Rural Resources jika dilihat ukuran partikel pembentuknya dan sesuai dengan perbandingan nilai koefisien permeabilitas dengan ketebalan tanah pada standar US EPA 40 CFR Part 258.21(a) dan 258.40.

In 2010, waste generation in Depok has been estimated at 4250 m³ per day. One of the existing waste treatment is composting doing by UPS. Compost product from UPS Cilangkap does not have a high quality compost. Therefore, the one of the research’s aim is providing an alternative function of compost as a daily cover soil at landfill. Compost will mixed with soil taken around TPA Cipayung. The expertiment were performed with a mixture of compost and soil that produce mixture 1 (80%: 20%), mixture 2 (70%: 30%), mixture 3 (60%: 40%), mixture 4 (50%: 50%), mixture 5 (40%: 60%), and mixture 6 (30%: 70%). The characteristics that being considered are particle size, which will affect the type of mixture, and permeability.
The result shown that compost of UPS Cilangkap and soil around TPA Cipayung along almost the entire mixture are suitable as daily cover soil material in accordance with the Standard for Compost Product developed by the Maine Department of Agriculture, Food and Rural Resources based on the particles size and also to the coefficient of permeability and the thickness of soil comparison on USEPA 40 CRF Part 258.21(a) and Part 258.40 standard.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hindrina Perdhama Sari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S31314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Roy Charles
"ABSTRAK
Pengolahan sampah organik, dapat berjalan dengan baik apabila sampah tersebut mempunyai kadar air dan komponen organik besar. Karakteristik sampah di kawasan PT. Bumi Serpong Damai yang terbanyak adalah sampah organik, yaitu mencapai 80 % dari seluruh sampah yang dihasilkan.
Dengan adanya pengolahan sampah organik sistem composting di PT. Bumi Serpong Damai, maka sampah-sampah yang seharusnya di buang ke tempat pembuangan akhir (TPA) dapat dimanfaatkan kembali untuk dijadikan kompos.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan nilai C/N rasio dalam sampah organik dan proses pengomposan yang optimal agar proses pengomposan dapat berjalan dengan baik serta kompos yang dihasilkan mengandung unsur hara yang besar.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah organik yang ada di kawasan Bumi Serpong Damai, dengan perlakuan sebagai berikut : sampah organik C/N.rasio maksimal (> 20-40 : 1) dengan terowongan bambu (PSO.BSD-1), sampah organik C/N rasio optimal (20-40 : 1) dengan terowongan bambu (PSO.BSD-2), sampah organik C/N rasio minimal (< 20-40 : 1) dengan terowongan bambu (PSO.BSD-3), sampah organik C/N rasio maksimai (> 20-40 1) tanpa terowongan bambu (PSO.BSD-4), sampah organik C/N rasio optimal (20-40 : 1) tanpa terowongan bambu (PSO.BSD-5), sampah organik C/N rasio minimal (< 20--40 : 1) tanpa terowongan bambu (PSO.BSD-6). Kemudian diulang sebanyak lima kali.
Sampah organik yang telah berubah menjadi kompos, berwarna kehitaman setelah mengalami pembusukan secara aerob sulit dikenali lagi dari bahan asal dan terjadi perubahan sifat kimianya.
Komposisi sampah organik (perbandingan C/N rasio) berpengaruh positif dengan lama proses pengomposan dan kandungan unsur hara dalam kompos (N, P, K, Ca, Mg, C, C/N). Sedang proses pengomposan berpengaruh negatif dengan lama proses pengomposan.
Kandungan logam berat dalam kompos menunjukkan bahwa pada semua perlakuan menghasilkan kompos yang mengandung logam berat jauh di bawah standar US Environmental Protection Agency (EPA).
Menerapkan pengolahan sampah organik dengan sistem komposting dengan bahan baku yang mempunyai perbandingan C/N rasio optimal (sampah buah-buahan), di PT. Bumi Serpong Damai.
ABSTRACT
The Effect of Organic Waste Variation C/N Ratio by This organic processing plant runs well only when the waste contains water and main organic component. The organic waste at PT. Bumi Serpong Damai reaches as high as 80 percent of the total garbage.
With the existence of this compost system organic waste processing plant, PT. Bumi Serpong Damai can recycle the organic waste and make use of the resulted compost. And such an advantage prevents the waste from being disposed at the final garbage dump.
Specific study had been conducted to figure out the C/N ratio contained in the organic waste and in the optimal compost process so that the compost process ran in order and the compost had sufficient fertile substances.
The raw material used in such a specific study was the organic waste found at PT. Bumi Serpong Damai. This organic waste had certain characteristics and went through the following treatment : organic waste having maximum C/N ratio of being > 20 - 40 : 1 with bamboo tunnel (PSO.BSD-1), organic waste having optimum C/N ratio of being 20 - 40 : 1 with bamboo tunnel (PSO.BSD-2), organic waste having minimum C/N ratio of being < 20 - 40 : 1 with bamboo tunnel (PSO.BSD-3), organic waste having maximum C/N ratio of being > 20 - 40 : 1 without bamboo tunnel (PSO.BSD-4), organic waste having optimum C/N ratio of being 20 - 40 : 1 without bamboo tunnel (PSO.BSD-5), organic waste having minimum C/N ratio of being c 20 - 40 : 1 without bamboo tunnel (PSO.BSD-B). This treatment is subject to a five-time repetition.
The resulted compost has dark and blackish color after going through the decaying process and its origin becomes unidentifiable, due to the chemical characteristic changes.
Organic waste composition, or the C/N ratio, influences the length of the compost process and the fertile substances contained in the resulted compost such as N, P, K, Ca, Mg, c, and C/N. On the other hand, the compost process negatively affects its length.
The treatment applied in the processing plant has produced compost in which the amount of heavy metal substances contained in the compost is lower than the EPA standard.
The use of compost system organic waste processing plant with raw material of having optimum C/N ratio (disposed fruits) at PT. Bumi Serpong Damai.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Vega Yana Putri
"ABSTRAK
Aktifitas pengomposan dapat meningkatkan konsentrasi bioaerosol di udara yang
dapat menimbulkan dampak kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi bakteri dan jamur di udara dan untuk mengetahui pengaruh suhu dan
kelembaban terhadap persebaran bakteri dan jamur di udara terkait pengomposan
yang dilakukan di Fasilitas Pengomposan Fakultas Teknik. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa persebaran konsentrasi bioaerosol berturut-turut untuk bakteri gram
positif, bakteri gram negatif, dan jamur pada titik uji ke-1 berkisar antara 123,7
hingga 4699,6 CFU/m3, 0 hingga 17,67 CFU/m3, dan 212,0 hingga 1484,1 CFU/m3,
pada titik uji ke-2 berkisar antara 141,3 hingga 2402,8 CFU/m3, 0 CFU/m3, dan 300,4
hingga 1042,4 CFU/m3, sedangkan pada titik uji ke-3 berkisar antara 17,7 hingga
2102,5 CFU/m3, 0 CFU/m3, dan 53,0 hingga 1802,1 CFU/m3. Konsentrasi ini
melebihi standar terkait. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan penanganan untuk
mengurangi konsentrasi bioaerosol yang terpapar ke manusia.

ABSTRACT
Composting process can increase bioaerosol concentrations that can cause health
effect on human. The objectives of this research are to study bioaersol concentration
and temperature and humidity factors bioaerosol concentration regarding food and
leaves waste composting in Composting Facility – Faculty of Engineering. This study
found that bioaerosol concentration of gram positive bacteria, gram negative bacteria,
and fungi on 1st sampling location about 123,7 to 4699,6 CFU/m3, 0 to 17,67
CFU/m3, and 212,0 to 1484,1 CFU/m3, on 2nd sampling location about 141,3 to
2402,8 CFU/m3, 0 CFU/m3, and 300,4 to 1042,4 CFU/m3, and on 3rd sampling
location about 17,7 to 2102,5 CFU/m3, 0 CFU/m3, and 53,0 to 1802,1 CFU/m3. This
concentration are higher than related standard. Therefore, we need to do some
handing technique to reduce bioaerosol exposure to human"
2015
S60320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Primananda
"ABSTRAK
Digester anaerobik dapat digunakan untuk menangani masalah timbulan lumpur tinja sekaligus menerapkan energi terbarukan di Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan sampah makanan (SM) dan sampah kebun (SK) pada lumpur tinja (LT) terhadap optimasi produksi gas metan dan penurunan beban organik. Tiga variasi sampel yaitu LT-SM, LT-SK, dan LT-SM-SK dengan rasio volume 1:1 dan beban organik sebesar 15 gr VS/L dibandingkan dengan LT dalam uji BMP yang dilakukan selama 55 hari. Dari hasil uji BMP, dihasilkan produksi gas metan sebesar 149 ± 4,93 ml CH4/gr VS (LT), 302 ± 42,4 ml CH4/gr VS (LT-SM-SK), dan 75,4 ± 6,05 ml CH4/gr VS (LT-SK). Dengan efisiensi penurunan VS paling besar yaitu 38,4% (LT-SK) dan penurunan COD paling besar 82% (LT-SM-SK). Penambahan sampah makanan dan sampah kebun terbukti secara statistik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap optimasi produksi metan pada LT-SM-SK dan penurunan beban organik pada LT-SK dan LT-SM-SK.

ABSTRACT
Anaerobic digester is an alternative technology to solve the issue of septage sludge treatment and implement renewable energy source in Depok. The research aims to understand the influence of food waste (SM) and garden waste (SK) addition to septage sludge (LT) towards methane yield optimisation and organic loading reduction. There are three variations of substrates LT-SM, LT-SK, and LT-SM-SK mixed with volume ratio 1:1 and organic loading rate 15 gr VS/L. It will be compared with septage sludge (LT) during 55 days incubation periode of BMP Assay. The results of BMP Assay shows that LT, LT-SM-SK, and LT-SK yielded 149 ± 4,93 ml CH4/gr VS, 302 ± 42,4 ml CH4/gr VS and 75,4 ± 6,05 ml CH4/gr VS of methane gas respectively. The biggest VS and COD reduction occured are 38,4% (LT-SK) and 82% (LT-SM-SK) respectively. The statistic test proved that there is significant increase of methane yield and organic loading reduction due to the food waste and garden waste addition in the anaerobic digestion of septage sludge."
Unversitas Indonesia. Fakultas Teknik, 2016
S64394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>