Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33624 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Widayanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S9954
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"UU 38 / 1999 about pengelolaan zakat and UU 17/2000 about pajak Penghasilan recognized zakah as income tax deductible. However , as zakah was regarded as expenses, so the impact is relatively less to income tax and ineffectiveness to improve income from tax and zakah...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
E. R. Fitranoska
"Penetapan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat dipandang sebagai langkah maju menuju sinergi zakat dengan pajak. Dengan diberlakukannya zakat atas penghasilan maka jumlah Penghasilan Kena Pajak akan berkurang, dengan sendirinya setoran Pajak Penghasilan juga akan berkurang. Namun dengan adanya kewajiban Nomor Pokok Wajib Pajak maka diharapkan jumlah Wajib Pajak akan bertambah besar, dan kesadaran membayar pajak akan meningkat karena diperlakukan Iebih adil dengan memasukkan komponen zakat sebagai pengurangan Penghasilan Kena Pajak. Namun permasalahan tidak hanya pada seberapa jauh pengaruh zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi tetapi juga bagaimana permasalahan zakat dalam pembayaran pajak Wajib Pajak Orang Pribadi ?
Maka untuk itu perlu dilakukan suatu metode penelitian melalui penelitian survey, yaitu mengumpulkan data dan responden dengan menggunakan kuesioner Serta Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari dan menelaah Iiteratur - Iiteratur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sehingga membantu dalam mempertajam pembahasan masalah penelitian dan memperoleh teori yang berkaitan
dengan maksud penelitian.
Selanjutnya dan penelitian tersebut ditemukan hubungan positif yang kuat antara Zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak dengan pemenuhan kewajiban pajak. Dan dari hasil analisis akhir variabel zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak memberikan kontibusi sebesar 59.2% terhadap pemenuhankewajiban pajak orang pribadi sedangkan sisanya sebesar 40,8% merupakan kontribusi faktor Iain.
Oleh karena itu perlu adanya suatu itikat baik Iebih lanjut dari pemerintah agar lebih memberdayakan sinergi zakat dan pajak ini dengan menerbitkan aturan-aturan pelaksanaan yang lebih jelas dan mudah sehingga merangsang masyarakat untuk memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut selanjutnya tujuan pemerinlah pun dapat tercapai, yaitu untuk membiayai segala kebutuhan negara, dimana Salah satunya adalah
mensejahterakan masyarakat miskin.

Stipulating of Law No. 38/1999 about Tithe (religious obligatory) Management and Law No. 17/2000 about Income Tax can be viewed as advancing stroke towards religious obligatory synergy with tax. With implementing of religious obligatory to income hence amounts taxable income will decrease, thereby income tax payment also will decrease. But with existence of obligation of Tax ldentitication Number (NPWP) hence expected amount of Taxpayers would growing larger, and the awareness of tax payer to pay for tax will increase because treated to be fairer by entering religious obligatory component as reduction taxable income. But, problems are not only at how far religious obligatory influence as reduction taxable income to Individual Taxpayer compliance but also how problemsof religious obligatory in tax payment of Individual Taxpayer?
Hence for that purpose need a survey research method have been done, in order to collecting data from respondent by using questionnaire and bibliography study done to study and analyzes literatures related to problem that is accurate causing assists in sharpening solution of research problem and obtains theory related to intention of research.
Hereinafter from the research is found by strong positive relationship between religious obligatory as reduction taxable income with accomplishment of obligation of tax. And from result of religious obligatory variable end analysis as reduction taxable income gives contribution equal to 59,2% to accomplishment of obligation of Individual Taxpayer while the rest equal to 40,8% is contribution of other factor.
Therefore needs existence of a further goodwill from govemment to maximized the synergy between this religious obligatory and tax by publishing clearer execution orders and easy to causing stimulates public to fultill the obligations, hereinafter purpose of government also can be reached, to finance all requirement of state, where one of them is secure and prosperous of poor public.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Genio Yudha Wibowo Atyanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S23441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Machrnudin Eka Prasetya
"Unsur-unsur taxable income terdiri dari penghasilan dan biaya. Dalam menyusun aturan PPh pemerintah membagi biaya dalam deductible expenses dan non-deductible expenses. Upaya untuk mengefektifkan dan mengefesienkan biaya terkadang menimbulkan dispute (sengketa) antara Wajib Pajak dan Fiskus.. Untuk itu perlu dilakukan upaya tax planning guna memindahkan pengeluaran non deductible expenses menjadi deductible expenses dengan tetap memperhatikan azas pemungutan pajak terutama equality principle, convenience dan economy of collection.
Penghasilan merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sifatnya dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari dan dilakukan secara berkala. Pengeluaran ini dapat mengurangi penghasilan bruto usaha, disebut deductible expenses. Tetapi ketentuan PPh membatasi pembebanan biaya yang dapat dikurangkan sebagai biaya yaitu pengeluaran yang tidak ditujukan untuk usaha atau ditujukan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak. Atas biaya yang tidak dapat dijadikan pengurang tersebut termasuk dalam kelompok non-deductible expenses.
Analisa unsur-unsur non-deductible expenses dilakukan dengan menggunakan metode deskriptis analisis. Analisa dilakukan dengan meneliti Laporan Keuangan PT_"X" yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Independen tahun 2001. Selain itu, analisa juga meneliti korelasi SPT Tahunan Badan PT.°X" yang disampaikan ke KPP untuk tahun pajak 2001 dan ikhtisar basil pemeriksaan sebagai bahan pembanding mengenai pendapat fiskus ter hadap basil pemenuhan kewajiban perpajakan PT ?X?.
Penelitian juga dilakukan dengan melakukan wawancara kepada Direktorat Pajak Penghasilan dan Konsultan Pajak untuk mendapatkan pemahaman secara rinci mengenai pengertian dan pendapat yang berkenaan dengan aturan PPh mengenai non deductible expenses sehingga dapat diketahui potensi dispute pemahaman aturan antara Wajib Pajak dengan fiskus.
Upaya menginterpretasikan jenis penghasilan yang dikenakan tarif umum menjadi PPh Final merupakan usaha dalam rangka mengeliminasi taxable income secara signifikan. Upaya memindahkan biaya clad non deductible expenses menjadi deductible expenses dapat menghasilkan tax saving bagi Melakukan estimasi biaya fiskai merupakan panduan yang efektif untuk mengelahui kemungkinan polensi koreksi biaya fiskal oleh fiskus pada saat pemeriksaan di masa yang akan datang. Sehingga upaya mendisain tax planning PT.?X" menghasiikan permohonan restitusi yang dapat diterima walaupun masih terdapat koreksi fiskal positip. Upaya tax planning PT."X" dengan Cara menginterpretasikan penghasilan ke PPh Final dan mentransfer non biaya menjadi biaya serta penggunaan estimasi koreksi biaya fiskal bertujuan untuk mengefisienkan dan mengefeklifkan beban PPh Badan PT."X"
Untuk itu penerapan estimasi koreksi biaya fiskal, mengkaji ikhtisar hash pemeriksaan dan penegasan aturan PPh dad Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak yang berkenaan dengan ketentuan non-deductible expenses sehingga dapat memberikan kepastian hukum merupakan sumber informasi pealing dalam melakukan tax planning. Tax planning selain merupakan usaha untuk melakukan tax avoidance sekaligus usaha penerapan implementasi undang-undang guns mengantisipasi koreksi pada waktu pemeriksaan.

Substance Of Corporate Expenses As Non-Deductible Expenses (Case Study In Tax Payer Of PT ?X?)Substance of taxable income consists of income and expenses. In order to arrange government policies, they are dividing expenses to be 2 (two) factors, deductible expenses and non-deductible expenses. Sometimes effort from taxpayers to made expenses to be cause and efficient would make dispute between tax payers and tax officers. Further more it has to made tax planning non deductible expenses to be deductible expenses with respect to principle of tax collecting such as equality principle, convenience and economy of collection.
Income is adding of economical capable which accrued or cashed of tax payers, from domestic or foreign, be in use to be consumed or adding those wealth, with names and nor all their purposes. Deductible expenses are expenses, which it uses in taxpayers activities such as to get, to collect and keep their income. These characteristics must to be consumed to taxpayer?s necessity everyday on from time to time, and this cost could divide gross income. Its other 'wise, income tax regulation restricts expense to purpose to their trade or business, or for purpose to his or her own taxpayer's importance. Expenses could be deduct is being in-group of non-deductible expenses.
Research of non-deductible expenses in this thesis use description analyses method. Researcher will analyze PT."X" income statement is being audited from independent Accountant Firm for year ended 2001. Other wise, this research will analyses correlation between yearly tax return P."X" that being reported to tax office and report of authority tax auditor, as source to be connected with tax office opinion about corporate tax obligations. Researcher will interview Direktorat Pajak Penghasilan and tax consultant. Those interviews are to get their detail information about non-deductible expenses and other source in related to object of these research until writer know possibility and potential dispute between taxpayer and tax auditors to be connected with, non-deductible regulation.
To be interpreted definition is effort to transfer object of corporate income tax burden to object of final income tax means that effort to eliminated taxable income significantly. Effort to transfer expenses form non-deductible expenses to deductible expenses could make tax saving of PT"X". Doing estimated correction of fiscal expenses is effectively guidelines to know possibility and potential of fiscal correction expenses for the future. For, P "XA effort to design their tax planning to makes restitution petition could be accepted form fiscal authorities even it has been positive fiscal correction from PT."X" tax audit report.
In order to be administer of estimated correction of fiscal expenses, to examine report of tax auditor authority and new regulation from head office of Direktorat Jenderal Pajak which regulations has connect to non-deductible will give certainty to tax payers as important information to make tax planning. Tax planning are effort to make tax avoidance, and tax payers effort to implement income tax regulation and effort to anticipate fiscal tax correction for the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Kuswanto
"Sebagai salah satu negara sedang berkembang Indonesia menganggap bahwa proses pembangunan nasional memerlukan peranan investasi asing, khususnya investasi langsung (direct investment) dalam bentuk pendirian perusahaan-perusahaan multinasional PMA. Tetapi di sisi lain tugas Direktorat Jenderai Pajak dalam mengoptimalkan penerimaan pajak negara dimana salah satu obyeknya adalah penghasilan investasi asing harus mengakui kenyataan bahwa obyek pajak tersebut akan meliputi wewenang yurisdiksi perpajakan dua negara, yaitu Indonesia sebagai negara tempat investasi dan negara domisili investor, dimana proporsi pembagian hak pemajakan tersebut akan dirumuskan dalam suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty). Sehubungan dengan hal tersebut maka pokok permasalahan dari tesis ini meliputi : bagaimana ketentuan perpajakan domestik Indonesia dan ketentuan perpajakan internasional mengenai penghasilan investasi asing (foreign direct investment) melalui perusahaan multinasional PMA, faktor-faktor apa saja yang mendorong suatu negara untuk menyelenggarakan suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) dan bagaimana pengaruhnya terhadap penerapan peraturan perpajakan atas penghasilan investasi asing, bagaimana ketentuan tax treaty Indonesia khususnya dengan negara-negara yang mempunyai tingkat investasi cukup besar di Indonesia dalam hal keseimbangan alokasi hak pemajakan penghasilan investasi asing, bagaimana pengaruh ketentuan tax treaty tersebut terhadap tarip efektif pemajakan penghasilan investasi asing serta kaitannya dengan praktek penghindaran pajak (tax avoidance) oleh perusahaan?perusahaan modal asing dengan memanfaatkan ketentuan dalam tax treaty.
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis. Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap buku literatur, peraturan perpajakan domestik dan internasional, karya ilmiah, jurnal, internet dan sumber tertulis lainnya. Untuk melengkapi studi literatur tersebut Penulis juga melakukan penelitian lapangan dengan melakukan inventarisasi dan analisa data serta wawancara dengan pihak-pihak terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Kekurangan modal dan kebutuhan terhadap peranan investasi asing di Indonesia merupakan salah satu faktor lemahnya posisi Indonesia dalam penyusunan suatu tax treaty dengan negara-negara maju yang merupakan negara investor. Dari 5 tax treaty Indonesia dengan negara-negara investor diketahui bahwa sebagian besar tax treaty tersebut disusun dengan kerangka dasar UN Model dimana proporsi pembagian hak pemajakan antar dua negara ditentukan berdasarkan negosiasi kedua negara. Tetapi terdapat 1 tax treaty yaitu tax treaty Indonesia - Jepang yang dapat dinilai memberikan hak pemajakan yang lebih menguntungkan kepada Jepang sebagai negara domisili.
Secara umum bahwa ketentuan perpajakan internasional dalam bentuk tax treaty telah membatasi otoritas dari peraturan perpajakan domestik. Ketentuan perpajakan domestik telah memperlakukan disparitas perlakukan perpajakan atas penghasilan investasi antara dividen dibanding bunga, royalti dan imbalan jasa, karena dividen dikenakan pajak dua kali atau disebut dengan istilah pajak berganda ekonomis. Perbedaan perlakuan perpajakan tersebut menjadi lebih signifikan ketika terhadap obyek tersebut harus diberlakukan peraturan perpajakan international yang tertuang dalam tax treaty, karena selain tarip witholding tax yang lebih rendah masih terdapat obyek-obyek pajak yang hanya dapat dikenakan pajak di negara domisili atau dibebaskan dari pemajakan di Indonesia. Sehingga hal tersebut telah mendorong investor untuk melakukan tax planning melalui penghindaran pajak (tax avoidance) dengan menerima penghasilan dalam bentuk selain dividen, yang berakibat pada potensi kehilangan penerimaan pajak negara sumber.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan PMA tersebut tidak terlepas dari apa yang disebut transfer pricing, karena tidak sedikit pembayaran bunga, royalti dan imbalan jasa luar negeri dilakukan kepada perusahaan induk atau afiliasi di luar negeri. Sehingga hal yang lebih lanjut harus diperhatikan adalah apakah transfer pricing tersebut dilakukan dengan harga pasar yang wajar sesuai prinsip arm's lenght atau sebaliknya direkayasa dalam rangka penghindaran pajak di Negara sumber. Bila kasus pembayaran imbalan bunga, royalti atau imbalan jasa tersebut diindikasikan sebagai rekayasa transfer pricing maka untuk pembuktiannya di lapangan masih banyak mengalami hambatan. Sehingga upaya preventif dari DJP dalam bentuk pembatasan pembayaran bunga, royalti dan imbalan jasa, di antaranya melalui debt equity ratio maupun advanced pricing agreement merupakan alternatif yang lebih efisien dan lebih menjamin kepastian hukum dari sisi Wajib Pajak maupun Fiskus, serta lebih mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Widiharsanti
"Masalah keadilan bagi wajib pajak dalam sistem perpajakan yang baik adalah hal yang tidak dapat ditawar lagi. Tetapi untuk tercapainya keadilan tersebut akan berhadapan dengan kepentingan pemerintah yaitu kecukupan penerimaan. Tarik menarik antara dua kepentingan tersebut mewarnai kebijakan perpajakan tentang penetapan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yaitu suatu biaya hidup minimum untuk diri wajib pajak dan anggota keluarga wajib pajak.
Pokok permasalahan dari penelitian ini adalah ukuran apa yang sebaiknya digunakan untuk penentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak, sehingga Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah suatu jumlah standar minimum yang diperlukan untuk biaya hidup wajib pajak dan keluarganya, agar wajib pajak dan keluarganya dapat mencari penghasilan yang dapat dikenakan pajak.
Metode penelitian dilakukan berdasarkan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitan deskriptif analistis, dengan metode pengumpulan data dilakukan melalui penelitian dokumen yang terkait dan data lapangan dengan cara wawancara. Sesudah menguraikan data-data yang diperoleh dari penelitian kemudian mengadakan analisis sehingga dapat ditarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu.
Kebijakan perpajakan tentang besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku sekarang ini tidak didasarkan pada kriteria yang jelas dan penentuan jangka waktu penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak juga tidak didasarkan pada ukuran yang objektif. Menetapkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sama pada semua daerah tidak tepat karena tidak memperhitungkan perbedaan biaya kebutuhan hidup minimum di masing-masing daerah. Kebijakan tentang penghasilan sampai dengan upah minimum Propinsi ditanggung pemerintah tidak sesuai dengan maksud semula yaitu melindungi golongan wajib pajak tertentu dan hal tersebut memberi ketidak adilan bagi golongan wajib pajak yang lain.
Dari hasil penelitian, disarankan seyogyanya pemerintah menetapkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak didasarkan pada kebutuhan hidup minimum yang besarnya berbeda pada setiap daerah dan pemerintah membuat aturan yang objektif agar dapat dijadikan patokan tentang waktu perubahan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Aturan yang berpihak pada golongan wajib pajak tertentu disarankan untuk dihapuskan karena tidak tepat sasaran dan menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>