Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155885 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fira Susiyeti
"ABSTRAK
Kampung Nelayan Muara Angke berada di tepi perairan Teluk Jakarta yang telah
tercemar logam kadmium. Masyarakatnya biasa mengkonsumi ikan dari Teluk Jakarta
sehingga dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat risiko pajanan kadmium pada masyarakat Muara Angke melalui
pendekatan analisis risiko kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intake
kadmium melalui ikan pada masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke sebesar
0,000012 mg/kg/hari, dengan durasi pajanan masyarakat Muara Angke sebesar 24 tahun,
berat badan masyarakat Muara Angke sebesar 59 kg. Laju asupan ikan sebesar 197,4
gr/hari dan frekuensi pajanan sebesar 294,3 hari/tahun. Hasil analisis menunjukkan
bahwa Masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke baik secara populasi dan individu
belum memiliki risiko dan masih aman dari gangguan kesehatan nonkarsinogenik akibat
pajanan kadmium dalam ikan untuk saat ini sampai dengan 30 tahun mendatang dengan
asumsi bahwa sumber pajanan hanya berasal dari ikan saja dan tidak memperhitungkan
pajanan kadmium dari sumber lain.

Abstract
Muara Angke located on the shores of Teluk Jakarta which have been polluted by heavy
metals cadmium. The Community always eat fish from Teluk Jakarta, this would pose a
risk of health problems. This study aimed to determine the level of risk exposure to
cadmium at Muara Angke community through health risk analysis approach. The results
showed that the intake of cadmium on fish for people in Kampung Nelayan Muara Angke
at 0,000012 mg/kg/day, with duration of exposure to the community Muara Angke for 24
years, Muara Angke community weight of 59 kg. Fish intake rate of 197,4 g/day and
frequency of exposure of 294,3 days/year. The results showed that Muara Angke
community, population and individual do not have risks and still safe from health
disorders noncarsinogenic because of cadmium exposure in fish at this time to 30 years
ahead on the assumption that cadmium exposure comes from fish only and do not take
into account exposure to cadmium from other sources."
2010
T31412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devianty Moeshar
"ABSTRAK
Lingkungan mempunyai peran yang besar dalam menimbulkan gangguan kesehatan. Dari berbagai komponen lingkungan yang potensial menyebabkan gangguan kesehatan diantaranya golongan kimia seperti logam berat kadmium dalam sumber air minum. Di DKI Jakarta masih 54 % penduduknya menggunakan air tanah dangkal sebagai sumber air minum. Dari pemantauan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta terhadap air sumur penduduk baik sumur biasa atau sumur pompa, di 12 kelurahan ,tahun 1995 tampak bahwa konsentrasi kadmium diatas baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No.416 tahun 1990. Karena kadmium dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang indikatornya adalah konsentrasi kadmium dalam urine dan kadmium bersifat kumulatif maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian di 12 kelurahan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional dengan sampel adalah masayarakat yang menggunakan sumber air minum yang konsentrasinya diatas baku mutu (kelompok terpajan). Sebagai kelompok pembanding diambil masyarakat yang menggunakan sumber air minum yang konsentrasinya dibawah baku mutu. Dilakukan pengambilan spesimen biologis urine baik dari kelompok terpajan maupun kelompok pembanding. Selain itu dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden rata-rata minum (dirumah) sebanyak 4 gelas (--l liter) setiap hari dan telah mengkonsumsi air tersebut rata-rata 21 tahun serta sebagian besar responder tidak mempunyai kebiasaan merokok Dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan oleh DFG yaitu 15 µg / l maka konsentrasi kadmium dalam urine pada penelitian ini masih dibawah ambang batas.
Dari faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsentrasi kadmium dalam urine, hanya faktor konsentrasi kadmium dalam air (dibawah atau diatas baku mutu), banyaknya minum, jenis kelamin, dan usia, yang masing-masing secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan konsentrasi kadmium dalam urine. Sedang lamanya minum dan merokok masing-masing tidak berhubungan dengan konsentrasi kadmium dalam urine.
Jika dilihat secara bersama-sama, konsentrasi kadmium dalam air minum (dibawah atau diatas baku mutu), banyaknya minum dan jenis kelamin dapat memprediksi konsentrasi kadmium dalam urine.
Walaupun konsentrasi kadmium dalam urine masih dalam batas normal namun karena kadmium bersifat kumulatif maka penggima air tersebut tetap mempunyai risiko mendapat gangguan kesehatan. Karena itu sebaiknya jaringan air minum yang memenuhi ketentuan (PDAM) dapat menjangkau daerah ini. Selain itu perlu peningkatan kualitas petugas terutama petugas lapangan agar pemantauan lingkungan dapat terlaksana dengan baik. Disamping itu perlu diciptakan suatu sistem pemantauan kualitas lingkungan yang sederhana dan tepat guna. Penelitan lebih lanjut atau penelitian tentang insidens gangguan atau penyakit ginjal pada komunitas ini perlu dilakukan.

ABSTRACT
Cadmium Excretion In The Urine Of The Community Consuming Cadmium Exposed Drinking Water In DKI Jakarta, In 1997. Environment plays an important role in causing health problems. Among the environmental components potentially causing those problems are chemical substances, such as heavy mineral cadmium contained in consumed water resources. In Jakarta Metropolitan city, 54 % of the population still consume shallow (ground) well pump water for their daily drinking and cooking purposes. A survey by the Kantor Pengkajian Perkotaan and Lingkungan (Office for environmental surveillance and control) on the drinking water, obtained either from ground open well or pump well sources, in 12 subdistricts, in 1955, showed that cadmium concentration was above the threshold allowed in the government related regulation called Permenkes No. 416 of 1995. Since cadmium can cause renal impairments, the indicator of which is the cumulative cadmium concentration in the urine, a study to determine that possibility was conducted at those 12 subdistricts.
The study was cross sectionally designed, using those exposed people whose drinking water sources contained cadmium concentration above the allowed threshold as its sample. This was then compared to those unexposed, whose drinking water was within the allowed threshold, as the second group. The specimens studied were the urine collected from both the exposed and unexposed groups. Beside that, each respondent was asked to f I I in a related questioners and a follow-up interview was also performed, respectively.
The study showed that respondents consumed an average of four liters of water daily, and used to consume it for an average of 21 years. Most of them did not smoking. Compared to the permissible limit by DFG, that is 15 microgram/liter, the cadmium concentration detected in the sample urine were below that limit.
Statistically, cadmium concentration in urine is significantly related to concentration of cadmium in water (either below or above the standard limit), amount of water drunk, sex, and age, compared to other factors suspected of determining urine cadmium concentration. While duration of consuming drinking water and smoking was not related to cadmium concentration in urine, respectively. In other word, the cadmium concentration in drinking water (either below or above the standard limit), the amount of drinking water consumed, and sex, will predict the cadmium concentration in the urine.
Nevertheless, given that cadmium can cause a cumulative effect to the human body, those people consuming such drinking water still confront possible health risk, even the concentration of cadmium contained in the drinking water they consumed is still within normal range, as the study showed. One best way to reduce such possible risk, is the availability of good water supply by PDAM. In addition, an improvement of the system and technology, as well the skill and knowledge of the related personnel in environmental surveillance and control, especially regarding drinking water, is a deemed necessity.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Busri Syahril
"Limbah Padat merupakan barang-barang sisa yang jumlahnya setiap tahun selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, perkembangan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Berdasarkan laporan Dinas Kebersihan pada Tahun 1991-1992, volume limbah padat di DKI Jakarta mencapai 23.706 m3/hari.
Dewasa ini di DKI Jakarta limbah padat dibuang secaraSanitary Landfill di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) limbah padat Bantar Gebang Kabupaten Bekasi. Sebelumnya limbah padat tersebut dikumpulkan, diangkut dan ditimbun saja pada berbagai areal terbuka atau disebut Open Dumping.
Setelah beberapa lama, limbah padat akan terurai dan menjadi kompos. Kemudian lahan bekas TPA tersebut banyak digunakan untuk budidaya tanaman sayur. Besar kemungkinan kandungan logam berat pada media tanam demikian itu cukup tinggi, diantaranya logam kadmium (Cd). Logam Cd tersebut akan diserap oleh tanaman sayur sehingga menjadi sumber asupan bagi tubuh orang yang memakannya.
Logam berat Cd dapat menimbulkan berbagai penyakit karena mengganggu ginjal, perapuhan tulang dan bahkan mungkiri menimbulkan penyakit kanker. Penyakit yang diakibatkan oleh Cd ini pernah terjadi di Jepang yaitu timbulnya penyakit yang disebut itai-itai.
Untuk mengetahui sampai berapa jauh dampak pemanfaatan TPA sebagai kebun sayur terhadap kandungan Cd pada sayuran, telah dilakukan penelitian eksperimental dengan menanam lima jenis sayuran pada empat media tanam yang diambil dari lahan TPA Lenteng Agung, Sukapura, Calincing, dan Kapuk Kamal disertai tanah dari Depok yang bukan TPA sebagai pembanding.
Lima jenis sayur yang dipilih untuk diteliti ialah kangkung (Ipomoea reptans), bayam (Amaranthus tricolor), caisim (Brassica chinensis), kemangi (Dcimum bacilicum), dan selada (Lactuca sativa). Alasannya ialah jenis sayuran inilah yang biasa di budidayakan di lahan bekas TPA yang ada di wilayah DKI Jakarta.
Kadar Cd pada kelima jenis media tanam dan kelima jenis sayuran telah diukur dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA=AAS). Selain itu diukur pula kadar Cd pada air siraman dan juga air rebusan sayur untuk mengetahui pengaruh penyiraman dan penurunan kadar Cd setelah sayur dimasak.
Hasil yang diperoleh ialah bahwa kadar Cd pada keempat media tanam dari TPA berkisar antara 4,6074-6,1105 ug/g, sedangkan pada media bukan dari TPA hanya 0,1797 ug/g, jadi perbandingannya berkisar antara 25-34 kali. Kadar Cd pada sayur kangkung, bayam, dan caisim pada media dan TPA berkisar antara 1,5616-1,8621 ug/g, kemangi rata-rata 1,0416 ug/g dan selada 0,5110 ug/g, sedangkan media bukan dari TPA hanya 0,0725-0,0618 ug/g pada semua jenis sayur, jadi perbandingannya berkisar antara 6-25 kali. Kadar Cd pada air siraman hanya 0,015-0,017 ug/g sedangkan pada air rebusan hanya 0,002-0,018 ug/g jadi kandungannya sangat kecil.
Hubungan antara kandungan Cd pada media tanam dengan Cd pada sayuran yang diteliti itu memenuhi persamaan regresi linier sederhana dengan kisaran koefisien regresi a=0,0012-0,0721; b=0,1046-0,3257 serta koefisien korelasi r=0,8270-0,9920. Hal ini memberi pengertian bahwa hubungan keduanya sangat erat.
Kadar Cd pada kelima jenis media tanam dan kelima jenis sayuran telah diukur dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA=AAS). Selain itu diukur pula kadar Cd pada air siraman dan juga air rebusan sayur untuk mengetahui pengaruh penyiraman dan penurunan kadar Cd setelah sayur dimasak.
Hasil yang diperoleh ialah bahwa kadar Cd pada keempat media tanam dari TPA berkisar antara 4,6074-6,1105 ug/g, sedangkan pada media bukan dari TPA hanya 0,1797 ug/g, jadi perbandingannya berkisar antara 25-34 kali. Kadar Cd pada sayur kangkung, bayam, dan caisim pada media dari TPA berkisar antara 1,5616-1,8621 ug/g, kemangi rata-rata 1,0416 ug/g dan selada 0,5110 ug/g, sedangkan media bukan dari TPA hanya 0,0725-0,0818 ug/g pada semua jenis sayur, jadi perbandingannya berkisar antara 6-25 kali. Kadar Cd pada air siraman hanya 0,015-0,017 ug/g sedangkan pada air rebusan hanya 0;002-0,018 ug/g jadi kandungannya sangat kecil.
Hubungan antara kandungan Cd pada media tanam dengan Cd pada sayuran yang diteliti itu memenuhi persamaan regresi linier sederhana dengan kisaran koefisien regresi a=0,0012-0,0721; b=0,1046-0,3257 serta koefisien korelasi r=0,8270-0,9920. Hal ini memberi pengertian bahwa hubungan keduanya sangat erat.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kadar Cd pada media tanam dari lahan bekas TPA cukup tinggi sehingga pemanfaatan lahan tersebut sebagai kebun sayur dapat menimbulkan dampak berupa tingginya kandungan Cd terutama pada sayur kangkung, bayam, dan Caisim.
Asupan rata-rata Cd perhari berdasarkan hasil penelitian ialah berkisar antara 1,2457-35,9607 ug/hari. Dibandingkan dengan asupan maksimum yang masih dapat diterima berdasarkan Acceptable Daily Intake (ADI) antara 40-50 ug/hari, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sayuran yang berasal dari budidaya pada media bekas TPA limbah padat masih dapat dikonsumsi. Namun perlu kewaspadaan, karena beberapa sampel ada yang sudah melebihi ADI.

The amount of solid waste is always increasing number Of the population, income, industry development and other activities. Based on the report the of Cleanliness Office in 1991-1992, the volume of solid waste in DKI Jakarta was 23.706 m3/day.
Currently the solid waste of DKI Jakarta is disposed of in a Sanitary or solid waste (Final Disposal Sites) TPA in Bantar Gebang, District of Bekasi. Previously the solid wastes were collected, transported and just piled up in various Open Dumping areas. After a while, the solid waste will be disintegrated to become compost. Then, after a while, many of the former TPA areas are used to cultivate vegetables. The presence of heavy metals in such areas are quite high, among others the Cadmium (Cd). The Cd will be absorbed by the vegetables which in turn will be intaken to the body of the people that consume the vegetables.
The Cd is potential for causing various diseases which disturb the kidney , bone brittleness and even a cancer.
In order to recognize the extent of Cd content impact by utilizing Final Disposal Sites as a vegetable garden, an experimental research had been done by planting five different types of vegetables using the media which are taken from the TPA area of Lenteng Agung, Sukapura, Calincing, Kapuk Kamal, and Depok a Non TPA which is used as a control.
The Five kinds of vegetables examined are kangkung (Ipo moea reptans), amaranth (Amaranthus tricolor), mustard greens (Brassica chinensis), basil (Dcimum bacilicun), and lecttuce (Lactuca sativa).
The Cd content in the five types of media and the five kinds of vegetables were measured by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Besides, the Cd content in the water for spraying the vegetables and the water for boiling the vegetable is also measured to recognize the influence of spraying and decrease of Cd content after vegetables has been cooked.
The result obtained is that the Cd content in the four growing media of the TPA range from 4,6074-6,1105 ug/g, while in the case non TPA media was only 0,1797 ug/g, thus the ratio range from 25 to 34 times. The Cd con-tent in the kangkung, amaranth, and mustard greens on the TPA media range from 1,5616-1,8621 ug/g, basil at average was 1,0416 ug/g and lecttuce 0,5110 ug/g.
In the non TPA media it ranges only 0,0725-0,0818 ug/g in. all types of vegetables. Thus the ratio range from 6-25 times. The Cd content of the spraying water was only 0,015-0,017 ug/g while in the boiling water the range was only 0,002-0,018 ug/g; the ratio is very small, thus the influence can be ignored.
The relationship between the Cd content in the media and in the vegetables examined satisfy the simple linier regression equation with a range of regression coefficient a=0,0012-0,0721; b=0,1046-0,3257 and correlation coefficient of r=0,8270-0,9920. This indicates that they are closely related.
It can thus be concluded that the Cd content in the media of the former TPA is quite high. Hence, utilization of the land as a vegetable garden will have a negative impact, that is high Cd content, especially in vegetables such as kangkung, amaranth, and mustard greens.
The average daily Cd intake based on this study was between 1,2457-35,9607 ug/day. Compared to the tolerable maximum intake based on the Acceptable Daily Intake (AD1) which is between 40-50 ug/day, the results of this research indicate that vegetables results from the cultivated in the media of former solid waste TPA is still safe for consumption. However, we must be alert, because several samples exceeded the ADI."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyanto
"ABSTRAK
Sampah merupakan barang-barang sisa, barang yang sudah rusak atau barang yang tidak dipakai dan harus .dibuang. Dalam jumlah yang besar, sampah memerlukan perhatian yang seksama dalam penanganannya, dan hal ini pada umumnya muncul pada suatu wilayah industri atau wilayah perkotaan. Berdasarkan Laporan Pengelolaan Kebersihan 1991-1992, volume sampah di DKI Jakarta mencapai 23.706 m3/hari.
Komposisi sampah terdiri atas 73,90% sampah organik, dan 26,10% sampah anorganik. Dari 26,10% sampah anorganik, sebesar 7,86% berupa sampah plastik dan 0,29% berupa batu baterai. Kini sampah dibuang secara sanitary landfill di LPA Bantar Gebang Kabupaten Bekasi. Sebelumnya sampah dibuang pada berbagai areal terbuka milik perorangan secara open dumping.
Tanah bekas LPA di wilayah DKI Jakarta banyak digunakan untuk budidaya tanaman sayur-mayur, antara lain tanaman bayam (Amaranthus sp.). Dengan demikian maka dimungkinkan terjadi bioakumulasi bahan polutan (di antaranya logam berat Cd) pada tanaman bayam tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat Cd pada media tanah dan pada bayam, sekaligus untuk mengetahui keamanan penggunaan lahan bekas pembuangan sampah kota sebagai tempat budidaya bayam bagi kesehatan masyarakat. Penelitian dilakukan di bekas LPA sampah Cakung Cilincing, Sunter, Rawasari dan LPA Srengseng.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, dengan menggunakan metode case-control group design. Sebagai daerah kasus adalah lokasi pembuangan akhir sampah (sebagai polluted area) dan daerah kontrol adalah bukan lokasi pembuangan akhir sampah (sebagai non polluted area). Pengambilan sampel tanah dan tanaman bayam (Amaranthus sp.) dilakukan secara purposive random sample. Untuk mengetahui perbedaan kadar Cd dari masing-masing lokasi digunakan uji Anava, dan untuk mengetahui hubungan antara kadar Cd dalam tanah dengan kadar Cd dalam bayam (Amaranthus sp.) digunakan uji korelasi Pearson Product Moment.
Dari hasil analisis laboratorium diketahui bahwa pada tanah LPA sampah mempunyai kandungan logam berat Cd antara 1,48 - 3,62 gg/gr sedang pada daerah kontrol antara 0,14 - 0,19 gg/gr. Kadar Cd dalam bayam (Amaranthus sp.) daerah kasus antara 0,84 - 1,56 gg/gr sedang pada daerah kontrol antara 0,03 - 0,07 gg/gr. Perbedaan kadar Cd dalam tanah dari masing-masing lokasi terbukti dengan Fhitung'Ftabel .(112,94>2,57). Sedangkan untuk kadar Cd dalam bayam Fhitung'Ftabel (68,5672,57). Dari hasil analisis statistik diketahui hubungan antara kandungan Cd dalam tanah dan Cd dalam bayam menunjukkan hubungan positif nyata dengan persamaan regresi Y = 0,1073 + 0,4048X, dan koefisien korelasi "r"=0,9071.
Adanya unsur logam berat dalam tanaman bayam dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Namun dengan memperhatikan konsumsi bayam warga DKI Jakarta, ternyata daily in-take kadar Cd belum sampai taraf yang membahayakan, yaitu sekitar 4,49-6,84 Ag/hari (standar WHO 40 gg/hari).
Mengingat bekas LPA sampah merupakan salah satu sumber tetap (point sources) bagi bahan polutan logam berat khususnya Cadmium, maka berbagai upaya perlu diterapkan pengelolaan sampah yang benar sejak dari tahap pengumpulan sampah (refuse collection) sampai tahap pembuangan dan pemusnahannya (refuse disposal).
Pemisahan sampah organik dan anorganik sejak dari sumbernya merupakan langkah awal yang cukup positif dalam managemen/pengelolaan sampah. Alternatif pengelolaan dapat diberlakukan terhadap bekas LPA sampah, berupa pendekatan teknologi dan sosio budaya, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan lahan yang tidur menjadi lahan produktif, tanpa membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya konsumen bayam (Amaranthus sp.)

ABSTRACT
Wastes are remnants, damaged material or not beingused anymore and must be discarded. In large quantity, wastes need close attention and management. In general, it appeared in industrial or urban areas.
Based on the report of Pengelola Kebersihan Sampah DKI Jakarta in 1991-1992, waste production in, DKI Jakarta was about 23.706 m3/day. The composition include 73.90% organic waste and 26.10% inorganic. Out of the. inorganic part, some 7.8% was plastic and 0.29% was battery.
Now, the waste is disposed of by the sanitary landfill method in Bantar Gebang Bekasi, but before that waste was disposed of by the open dumping method, namely by dumping in irregular level of open private land without special treatment, as is the case in Cakung Cilincing, Sunter, Rawasari and Srengseng.
The decommissioned land is used for vegetable cultivation, dominantly spinach (Ammaranthus sp.). So that it is possible that bioaccumulation takes place and heavy metal may be found in the spinach. This research is aimed to know the content of heavy metal, especially Cadmium (Cd) in soil and spinach, and to know the safe land use for vegetable cultivation.
This study is descriptive in character by using the case control group design. To know the difference in content of Cadmium, both in soil and spinach on various locations of the study, hence the Anova statistic test is used. The Pearson Product Moment is used to know the correlation between Cd content in soil and in spinach.
Laboratory findings showed that Cadmium content in soil area of decommissioned dumping site and in spinach is higher than in non-dumping area. In the study location (dumping area) the average Cadmium content in soil is between 1.61 - 3.28 pg/gr and in the spinach between 0.94 - 1.41 11g/gr. On the other hand, the average of Cadmium content in the soil of non dumping area is between 0.15 - 0.16 g/gr, and in the spinach it is between 0.04 - 1.05 pg/gr. Beside, it is known that the correlation between Cadmium content in soil and in spinach is positive.
Keeping in mind that decommissioned dumping site is a point source of heavy metals pollutant, especially Cadmium, hence much et Fort should be undertaken in wast_u mdnayeInenL. The correct waste management should be necessary implemented since waste collection until waste disposal. Therefore, to use the decommissioned dumping site for agricultural purposes, special treatment consisting of technological and socio-cultural approaches are needed before hand.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Roberto Anmessyo
"Latar belakang: Koral Goniopora sp merupakan bahan alami yang bersifat osteokonduktif sehingga berpotensi digunakan untuk subtitusi tulang. Namun demikian, bahan tersebut masih mengandung logam berat terutama kadmium (Cd) sebagai pencemar dengan kadar menurut Chusnul,dkk (2013) sekitar 25.23 mg/kg (ppm).1 Sesuai dengan nilai provisional tolerable daily intake (PTDI ), nilai ambang asupan Cd yang masih dapat diterima adalah 1.00 µg/Kg BB/hari.2 Dengan memperhitungkan kadar dan PTDI kadmium serta bobot badan diasumsikan 60 kg, maka penggunaan maksimum koral Goniopora sp hanya 1 gram untuk satu kali penggunaan.1 Untuk meningkatkan kuantitas koral tersebut dalam satu kali penggunaan, maka perlu dilakukan upaya penurunan kadar Cd dalam koral tersebut. Ethilen diamine tetra acetic acid (EDTA) merupakan zat pengkelat yang bersifat selektif terhadap berbagai ion logam dalam membentuk kompleks melalui pengaturan pH.3 Pencucian dan perlakuan koral Goniopora sp dengan larutan EDTA yang didapar pada pH tertentu, diharapkan mampu menurunkan kadar Cd dalam koral tersebut.
Tujuan: Menurunkan kadar Cd dalam koral Goniopora sp secara selektif sehingga tidak mempengaruhi komposisi mineral alami dalam koral tersebut menggunakan ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) sebagai chelating agent.
Metode: Kadar Cd dalam sampel koral Goniopora sp sebelum perlakuan ditentukan untuk mendapatkan kadar base line Cd. Selanjutnya koral tersebut diberi perlakuan melalui perendaman dan pengadukan dalam larutan EDTA yang didapar dengan dapar fosfat pada pH 7.0 dan 7.5. Perlakuan tersebut dilakukan sampai 10 hari dan setiap dua hari dilakukan pengambilan sampel koral. Setelah pencucian dengan air dan pengeringan, dilakukan penentuan kadar Cd dalam sampel koral dan hasilnya ditampilkan sebagai profil kadar kadmium terhadap waktu perlakuan. Selain Cd, dilakukan juga penentuan kadar kalsium (Ca) sebagai marker komponen utama koral Goniopora sp. Penentuan kadar Cd dan dan Ca dilakukan menggunakan metode atomic absorption spectrometry (AAS).
Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar Cd yang bermakna dalam koral Goniopora sp sebelum dan sesudah perlakuan dengan EDTA.
Kesimpulan: Perlakuan koral Goniopora sp dengan EDTA pada kondisi percobaan yang dilakukan belum mampu menurunkan kadar Cd pada koral tersebut.

Background: Goniopora sp. coral is a natural material showing osteocondutive properties and hence potential to be applied as bone substitution. However, according to Chusnul,et.al (2013) this material still contains heavy metals as contaminant especially that of cadmium (Cd) at concentration level of around 25.23 ppm. 1 Based on its provisional tolerable daily intake (PTDI ), maximum acceptable daily intake of Cd is 1.00 µg/Kg BW/day.2 Taking into account the concentration level and PTDI value of Cd as well as body weight assumed to be 60 kg, maximum application of Goniopora sp coral is only 1 g for one application.1 To increase the quantity of this coral for one application, an effort to reduce the concentration of Cd in this coral should be carried out. Ethilen diamine tetra acetic acid (EDTA) is a chelating agent able to form complex with various metals selectively by means of pH adjustment.3 Washing and treatment of Goniopora sp coral with EDTA solution buffered at certain pH are expected to reduce Cd concentration in this coral.
Aim: To reduce the levels of Cd in Goniopora sp coral selectively applying ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) as chelating agent so that natural composition of minerals in this coral were not significantly affected.
Methods: Concentration of Cd in pretreatment Goniopora sp coral sample was determined to obtain base line concentration of Cd. The coral was then treated by means of immersing and stirring in EDTA solutions buffered with phosphate buffer at pH of 7.0 and 7.5. The treatment was conducted up to 10 days in which every two days a probe of coral samples was collected. After washing with water and drying, Cd concentrations in those samples were subsequently determined and the results were displayed as Cd concentrations profile as function of treatment time. In addition to Cd, concentration of calcium (Ca) as marker of main component of Goniopora sp coral was also determined. Determination of Cd and Ca concentrations were conducted by means of atomic absorption spectrometry (AAS) method.
Result: No significant difference in Cd concentrations was observed before and after treatment with EDTA.
Conclusion: Treatment of Goniopora sp coral with EDTA under experimental conditions was still not able to reduce Cd concentration in this coral
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Idham
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi konsentrasi Kadmium di udara bagian pengelasan, kadar Kadmium dalam darah pekerja las dan penggunaan Alat Pelindung Diri, untuk mengetahui hubungan pemaparan konsentrasi Kadmium di udara dan penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar Kadmium dalam darah pekerja di bagian pengelasan. Mengambil lokasi penelitian di P.T. YIMM pada bagian welding plant tahun 2004.
Metoda penelitian ini adalah cross sectional hanya melihat pada waktu tertentu. Sampel diambil sebanyak 40 orang pekerja las. Instrumen pengumpulan data adalah personal sampling untuk mengetahui konsentrasi Kadmium di udara dan kuesioner sebagal pengumpul data penggunaan Alat Pelindung Diri serta pengambilan darah sebagal sampel biologi untuk mengetahui kadar Kadmium dalam darah pekerja. Teknik analisis data digunakan korelasi product moment dan uji t-test.
Hasil yang diperoleh konsentrasi Kadmium di udara terendah 0,003210 mg/m3, tertinggi 0,013780 mg/m3 dengan konsentrasi rata-rata 0,007158 mglm3 dan standar deviasi 0,002384. Dari 40 lokasi pengelasan 5 lokasi ditemukan melebihi NAB. Kadar Kadmium dalam darah terendah 1,28 µg/L dan tertinggi 43,33 µg /L, sedangkan rata-rata sebesar 14,29 µgAL dengan standar deviasi 10,17 µg/L. Dari 40 orang 31 orang atau 77,5 % kadar Kadmium dalam darah mereka melebihi Indeks Pemaparan Biologi.
Ada hubungan bermakna antara pemaparan fume Kadmium dengan kadmium dalam darah dan hubungan bermakna antara penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar Kadmium dalam darah, hal ini diperaleh persamaan regresi Y = 3349,1 x X - 9,593 dengan harga rxy = 0,6164, dan persamaan regresi Y = 3726 x X - 82142 dengan harga rxy = 0,567. Konsultasi dengan harga kritk r pada taraf kepercayaan 95 % diperoleh harga r tabel = 0,312 berarti keduanya lebih besar dari harga r tabel.
Kelompok pengguna alat pelindung diri kategori baik cenderung mempunyai kandungan kadar Kadmium dalam darah relatif lebih rendah dibanding kelompok pengguna kategori tidak baik. Hal ini diperkuat hasil uji t test yang menunjukkan harga t analisis 4,344 > t tabel sebesar 2,0252 dengan kadar Cd rata-rata kelompok kategori baik 8,71 µg/L, sedangkan kelompok kategori tidak balk 20,87 µg/L.
Kadar Kadmium dalam darah kelompok perokok relatif lebih besar dibanding dengan kelompok bukan perokok. Diperoleh rerata bagi kelompok perokok sebesar 18,83 µg/L sedangkan bukan perokok sebesar 12,12 µglL. Hasit uji t test menunjukkan harga t analisis 2,253 > dari t tabel sebesar 2,0252. Penggunaan Alat Pelindung diri bagi kelompok pernah training K3 relatif sedikit lebih baik dibanding kelompok belum training K3, Skor rerata kelompok pernah training K3 sebesar 25,81, sedangkan kelompok belum training K3 sebesar 26,0.
Daftar bacaan: 24 ( 1975- 2004)

This study was aimed at discovering descriptive Cadmium concentration in the air of the welding plant and in the blood of welders as well as the use of personal protective equipment in order to know correlation between exposure of Cadmium in the air of workplace and use of personal protective equipment with Cadmium in the blood of welders. This research was conducted in 2004 having location at the welding plant of P.T. YIMM.
The study adopted cross sectional method during a specific period with 40 warders being taken as sample. Personal samplers technique was used to measure Cadmium concentration in the air; questionnaire as data collection on the use of personal protective equipment and biological monitoring for Cadmium in blood. Data analysis applied simple linear regression and t-test.
Result showed that the lowest Cadmium concentration in the air of welding plant was 0.003210 mglm3, while the-highest one was 0.013780 mglm3 with average concentration of 0.007158 mghn3 and the standard deviation of 0.002384. From 40 welding areas being monitored, it found 5 locations were exceeding TLV of Cadmium concentration in the air. The lowest Cadmium in the blood was 1.28 µg/L and the highest one was 43.33 µg /L with average content of 14.29 1411 and standard deviation of 10.17 µg/L. From 40 welders being sampled, 31 persons or 77.7 % of Cadmium content in their blood exceeded Biological Exposure Indices.
There was significant correlation between exposure of Cadmium fume and Cadmium content in the blood as well as significant correlation between the use of personal protective equipment and Cd content in the blood, which resulted in regression equation Y = 334.9 x X - 9.593 with value rxy = 0.6164 and regression equation Y = 3726 x X - 82142 with rxy = 0.567. Consultation with critical value r at level of significance of 95 % obtained r table = 0.312, meaning that both values were higher than r table.
In case of personal protective equipment, good users group tended to have relatively lower Cadmium in their blood than the poor ones. This was confirmed by t-test resulting in value of t analysis of 4.344 > t table of 2.0254 with average Cd content of 8.71 p.g/L for good users and 20.87 µg/L for poor ones.
Cadmium content in the blood of smokers was higher than those of non smokers, it was found that average Cadmium content in the blood of smokers was 18.83 µg1L and those of nonsmokers was 12.12 µg/L. T-test resulted in value of t analysis of 2.253 > 2.0252. Use of personal protective equipment for the group that ever had Occupational Health and safety (OHS) training was relatively better than those never had OHS training. Average score of the group that ever had OHS training was 25.81 while those never had OHS training was 26.0
Bibliography : 24 ( 1975-2004 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 12858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Wahyu Lestari
"Kadmium (Cd) banyak digunakan dalam industri, baik sebagai bahan utama maupun sebagai bahan tambahan dalam proses produksi. Akibatnya limbah yang lepas ke lingkungan pada umumnya masih mengandung Cd dan mencemari lingkungan. Melalui mata rantai makanan masuk dan terakumulasi dalam tubuh manusia.
Telah diketahui bahwa Cd merupakan salah satu logam yang mempunyai toksisitas tinggi. Pajanan logam Cd secara akutdapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain peneumonia dan edema paru-paru, penyakit paru-paru obstruktif, emfisema, penyakit tubuh ginjal kronis. Selain itu Cd juga mempengaruhi sistem Kardiovaskuler dan tulang, juga mempengaruhi kerentanan penjamu terhadap infeksi.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Puslitbang Farmasi Dep-Kes RI dan Laboratorium Biokimia FKUI dari bulan Agustus 1994 - Desember 1994, bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Cd terhadap respon imun pada tikus putih jantan galur Wistar umur 4 bulan. Tikus kelompok perlakuan diberi Cd 20 µg/ekor/hari selama 14 hari. Untuk menyulut respon imun yang mudah dideteksi, baik tikus kelompok kontrol dan perlakuan diimunisasi Sel Darah Merah Domba (SDMD) yang mempunyai sifat antigenik tinggi tetapi tidak patogen. Kemudian dideteksi antibodi-anti SDMD mulai dari minggu ke 0 (sebelum imunisasi) sampai minggu ke 5 setelah imunisasi dengan menggunakan uji hemaglutinasi. Selain itu juga dilihat pengaruhnya terhadap berat badan dan berat limpa pada akhir penelitian. Data hasil penelitian dianalisa dengan uji statistik univariat dan bivariat.
Penelitian menunjukan bahwa selama 5 minggu pengamatan rata-rata titer antibodi-anti SDMD kelompok yang diberi perlakuan Cd selalu lebih rendah dari kelompok kontrol. Rata-rata kenaikan berat badan kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol, dan juga rata-rata berat limpa pada akhir penelitian kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol. Analisa statistik menunjukan bahwa perbedaan rata-rata titer antibodi-anti SDMD, perbedaan rata-rata kenaikkan berat badan serta perbedaan rata-rata berat limpa adalah bermakna, p < 0,1 ; (α = 0, l).
Pemberian Cd dapat menurunkan produksi antibodi-anti SDMD, mengurangi kenaikan berat badan dan berat limpa tikus putih jantan. Penelitian lebih lanjut disarankan agar Cd diberikan dengan dosis yang bervariasi, jumlah sampel yang lebih banyak dan dibedakan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, supaya hasilnya dapat digeneralisasi. Mengingat pengaruh pajanan Cd terhadap gangguan kesehatan yang begitu tinggi, sebaiknya pengawasan, pencegahan terhadap pencemaran dan bahayanya lebih ditingkatkan serta dilakukan pemantauan pajanan baik terhadap lingkungan maupun terhadap pekerja yang beresiko.

Cadmium (Cd) has been used widely in the industry as the leading material or supplementary material for the main product. The wastes of the production process then pollute the environment. Through the food chains the Cadmium is entered the human body and accumulated.
It has known that Cd is one of the metals which has a high toxicity. Acute exposure of Cd caused many diseases, i.e. pneumonia and pulmonary edema, chronic obstructive lung disease, emphysema and-chronic renal tubular disease. It is also reported that Cd could effect the skeleton, cardiovascular - system and the defense against infectious.
This study had been done in the Pharmacy Laboratory, National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health and Bio-chemistry Laboratory of the Medical Faculty of University of Indonesia from August to December 1994, to know the effect of Cd intoxication to the immune response in the 4 months aged white male rats of Wistar strain. The test group of rats received 20 /g of Cd/each/day for exactly 14 days. Both test and control groups received immunization with Sheep Red Blood Cells (SRBC) which has a high antigenicity but non pathogenic to trigger the easy detected immune response.
The anti SRBC-antibody was assessed by using hemaglutination teenique periodically every week in six times before and after immunization. The effect of Cd to body weight and spleen weight were also measured. The stastical analyze using univariate and bivariate test.
The study shows that in 5 weeks examination, the rate titer of anti SRBC-antibody in test group is lower than control group_ The rate of the increasing of the body weight and the spleen weight in the test group are also lower than control group. There axe significant differences in anti SRBC-antibody, increasing body weight and spleen weight between test group and control group with p<0.1 ;( α =0.1).
Cadmium may reduce the anti SRBC-antibody production and the increasing of body weight and spleen weight white male rats. The future study of Cd with variation of doses, larger of samples and differentiation in age group and gender is suggested in order to get the generalize result. Concerning the high effect of Cd exposure to Health, it is suggested to improve the control and prevention against Cd pollution and hazard. Also to improve the monitoring of the exposure of Cd to environment and high risk workers.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalia Putri Hanasri
"Perairan Kepulauan Seribu diketahui telah tercemar oleh kadmium (Cd), hal ini turut menyebabkan terjadinya akumulasi kadmium (Cd) dalam tubuh ikan yang hidup di dalamnya. Nantinya ikan yang terkontaminasi kadmium (Cd) dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang rutin mengonsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko kesehatan akibat pajanan kadmium (Cd) dalam ikan pada masyarakat Pulau Tidung. Desain penelitian yang digunakan adalah analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) menggunakan data primer dengan jumlah responden sebanyak 97 penduduk. Hasil pengujian menunjukkan konsentrasi kadmium (Cd) dalam ikan sebanyak 0,001 mg/kg (tongkol), 0,055 mg/kg (selar), dan 0,001 mg/kg (kembung). Konsentrasi tersebut masih berada di bawah baku mutu yang berlaku. Perhitungan nilai RQ untuk populasi dan nilai RQ untuk seluruh individu menghasilkan nilai RQ ≤1, Sehingga dapat diambil kesimpulan tingkat risiko yang ditimbulkan masih bersifat aman untuk populasi dan tiap individu penduduk, namun perlu dipertahankan agar risiko yang ada tetap bersifat aman. Pencegahan risiko dapat dilakukan pada sumber pencemaran dengan melakukan pengawasan terhadap limbah buangan yang dikeluarkan ke badan air dan pemanfaatan alga sebagai bioabsorben, seperti Chaetocerus sp., Euchema sp., Cladophora glomerata, Euchema isiforme, dan Sargassum sp. untuk mengurangi cemaran kadmium (Cd) di perairan.

The waters of the Seribu Islands are known to be polluted by cadmium (Cd), this has contributed to the accumulation of cadmium (Cd) in the bodies of the fish that live there. In the future, fish contaminated with cadmium (Cd) can cause health problems in humans who regularly consume it. This study aims to estimate the level of health risk due to exposure to cadmium (Cd) in fish in the Tidung Island community. The research design used was environmental health risk analysis (EHRA) using primary data with a total of 97 respondents. The test results showed that the concentration of cadmium (Cd) in fish was 0.001 mg/kg (tongkol), 0.055 mg/kg (selar), and 0.001 mg/kg (kembung). This concentration is still below the applicable quality standards. Calculation of the RQ value for the population and the RQ value for all individuals produces an RQ value of ≤1. It can be concluded that the level of risk posed is still safe for the population and each individual resident, but needs to be maintained so that the existing risks remain safe. Risk prevention can be carried out at pollution sources by monitoring waste released into water bodies and using algae as bioabsorbents, such as Chaetocerus sp., Euchema sp., Cladophora glomerata, Euchema isiforme, and Sargassum sp. to reduce cadmium (Cd) concentration in waters."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera
"ABSTRAK
Buah lengkeng yang dikemas dalam kemasan kaleng dapat terkontaminasi logam berat yang berasal dari komponen kaleng. Kontaminasi logam berat tersebut akan berbahaya bila masuk ke dalam metabolisme tubuh dalam jumlah melebihi ambang batas yang diizinkan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis timbal, timah dan kadmium dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan dua merek berbeda dan tiga masa simpan berbeda. Buah lengkeng yang telah dikeringkan dan dihaluskan didestruksi dengan asam nitrat pekat menggunakan microwave digestion system (180oC, 25 menit). Serapan logam diukur dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang yang spesifik. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar logam timbal pada enam sampel bervariasi antara 0,2067 mg/kg hingga 0,4696 mg/kg. Kadar logam timah pada enam sampel bervariasi antara 45,1083 mg/kg hingga 343,7587 mg/kg dan kadar logam kadmium bervariasi antara 0,0134 mg/kg hingga 0,0155 mg/kg. Terdapat tiga sampel buah lengkeng melebihi batas maksimum cemaran timah yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Badan Standardisasi Nasional. Sementara itu untuk cemaran timbal dan kadmium tidak ada yang melebihi batas maksimum cemaran pada semua sampel.

ABSTRACT
Canned longan fruit can be contaminated with heavy metals from its can. That contamination can be harmful if it reaches into metabolism in high level exceeding the statutory safe limit. The aim of this study was to investigate lead, tin and cadmium contamination in canned longan fruit of two brands with three different storage-periods. Dried and fined longan fruit was destructed with concentrated nitric acid using microwave digestion system (180oC, 25 minutes). Absorption of metals was measured with atomic absorption spectrophotometer at specific wavelength. This study shows that the mean level of studied metals varies between 0,2067 mg/kg-0,4696 mg/kg for lead; 45,1083 mg/kg-343,7587 mg/kg for tin; and 0,0134 mg/kg-0,0155 mg/kg for cadmium. The level of tin in three samples exceeded statutory safe limit according to National Standardization Agency of Indonesia and National Agency of Drug and Food Control while lead and cadmium levels did not in all samples. "
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S950
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Once of environmental pollution is heavy metal cadmium that causes toxic effect to the human and animal life. This research is to identify the effect of cadmium on kidney function. Cadmium was administered by adding it in drinking water. This study was performed by using four cadmium’s concentrations on drinking water which are 0 mg/L
(control); 0.06 mg/L; 6.60 mg/L and 66.00 mg/L. Observation was conducted during 0 week; 2 week; 4 week; 6 week and 8 week. The failure of kidney function is indicated by accumulation of cadmium on the kidney and protein contens in the urin of Wistar rats. The result showed that the exposure of cadmium through drinking water caused pathophysiology effect in rats such as increasing of proteinuria and accumulation of cadmium in kidney. Pathological effect such as cell degeneration of kidney was also
observed."
630 JMSTUT 5:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>