Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 229441 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risa Yunia Arsie
"ABSTRAK
Pendahuluan: Masa remaja adalah suatu saat dimana seseorang mencari jati
dirinya. Hubungan sosial dengan orang lain menjadi hal yang tak terpisahkan
dalam masa ini, dan seringkali susunan gigi-geligi, berpengaruh terhadap
perlakuan sosial yang diterima seorang remaja dari lingkungannya. Berbagai
penelitian telah menemukan maloklusi gigi anterior atas berdampak negatif
terhadap relasi sosial remaja. Meskipun demikian, penelitian seperti ini masih
jarang ditemukan di Indonesia.
Material dan metode: Subjek berasal dari 2 SMP di Jakarta Timur, sebanyak 173
orang, yang dibagi menjadi 4 macam karakteristik oklusi: gigi anterior atas
berjejal, gigi anterior atas bercelah, dan gigi anterior atas protrusif, menggunakan
kuesioner PIDAQ (Psychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnaire).
Hasil: Analisis menunjukkan adanya perbedaan bermakna dalam dampak
terhadap rasa percaya diri antara remaja oklusi normal dengan maloklusi gigi
berjejal, bercelah, maupun protrusif, serta perbedaan bermakna antara dampak
psikologis yang dimiliki remaja oklusi normal dengan gigi bercelah.
Kesimpulan: Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan serta perawatan
ortodonti dini pada remaja dengan maloklusi agar dapat mencegah timbulnya
gangguan perkembangan psikososial remaja.

Abstract
Introduction: Adolescence is a one of significant periods in one?s life. Relating
with others in this phase has become an inseparable aspect, and often physical
appearance, especially facial and dental, considerably determines the quality of
social treatment received from one?s surrounding. Several studies have found the
role of upper anterior malocclusion in rendering negatively one?s social
connection with his peers. Despite the quite fascinating findings, such studies are
relatively rare to be found in Indonesian context.
Material and method: impact of various anterior occlusion on adolescent
psychosocial from SMP 51 and SMP 195 in East Jakarta area by using PIDAQ
(Psychosocial Impact of Dental Aesthetic Questionnaire). Two school were
contacted and 173 subjects participated, classified into four occlusal
characteristics: normal, upper anterior crowding, upper anterior spacing, and
upper anterior protruding.
Result: There is significant difference between adolescents with normal occlusion
and those suffering from malocclusions, either crowding, spacing, or protruding.
Moreover, there is a significant psychological impact difference between
adolescents with normal dentition and those who have upper anterior spacing.
Conclusion: It can be concluded that anterior malocclusion has the possibility to
affect adolescents psychological condition. Therefore, it is deemed necessary to
take preventive action as well as early orthodontic treatment on adolescents
suffering from malocclusions in order to nullify the impact on their psychosocial
development."
2012
T31383
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"This paper seeks to investigate the relation characteristic of the firms and capital structure of Swa 100 value creator on Indonesian stock exchange during a five-year period . Regression analysis is used in the estimate of functions relating capital structure with measure of characteristic of the firms. The result reveal a significantly relation between characteristic of the firms and ratio of total debt to total assets. We regard to the relationship between growth and capital structure. The result show a significantly positive associations between growth and ratio of total debt to total assets. Profitability as proxy for the pecking order theory show negative associations between growth capital structure."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
WPP 22(1-5)2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Rachmani
"ABSTRAK
Penentuan bidang oklusal pada pembuatan gigi tiruan lengkap merupakan salah satu tahap penting.
Letak bidang ini ditentukan oleh ketepatan galengan gigit rahang atas. Metode yang umum dilakukan oleh para dokter gigi ialah dengan membuat galengan gigit rahang atas 1-3 mm di tepi bawah bibir atas dan sejajar dengan garis Ala-Tragus Meskipun dalam penentuan inklinasi antero-posterior galengan gigit rahang atas digunakan pedoman yang sama yaitu garis Ala-Tragus, ternyata letak titik-titik referensi yang digunakan untuk menarik garis ini betbeda satu sama lain. Sebenarnya secara ideal elemen gigi tiruan lengkap sebaiknya diletakkan tidak jauh dari posisi gigi aslinya. Oleh sebab itu sebaiknya posisi bidang oklusal gigi tiruan langkap disesuaikan dengan posisi bidang oklusal gigi aslinya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui garis Ala-Tragus mana yang sejajar dengan bidang oklusal gigi asli pada kelompok keturunan Deutero Melayu, sehingga dapat ditentukan titik referensi pada tragus yang dapat digunakan sebagai pedoman bidang oklusal galengan gigit rahang atas.
Penelitian ini dilakukan pada sekelompok mahasiswa FKG. Universitas Indonesia, DR. Mustopo dan Usakti yang termasuk kelompok keturunan Deutero-Melayu.
Dalam penelitian ini titik-titik referensi pada tragus dan Alanasi ditentukan terlebih dahulu dengan meletakkan kertas timah, kemudian dilakukan pemotretan sefalometri dengan menggunakan teknik lateral/profil pada sisi kanan wajah subyek untuk menentukan kesejajaran bidang tersebut.
Pada sefalogram yang di dapat tersebut dilakukan penapakan untuk mengukur besar sudut yang terletak 'antara garis Ala-Tragus (yang di tarik melalui titik inferior, tengah-tengah dan superior tragus) dan garis fasial, serta besar sudut yang terletak antara garis oklusal dan garis fasial untuk membandingkan nilai Mean dari hasil pengukuran besar sudut tersebut kemudian di ranalisis dengan "Student t-test?.
Hasil penelitian ini menunjukkan garis Ala -Tragus yang di tarik melalui tepi inferior Ala-nasi dan tepi inferior tragus sejajar dengan bidang oklusal. Dengan demikian tepi inferior tragus dapat dipakai sebagai referensi untuk menentukan kedudukan antero-posterior galengan gigit rahang atas dalam pembuatan gigi tiruan lengkap.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Fortunata Karim
"Skripsi ini melaporkan penelitian deskriptif potong lintang mengenai ukuran panjang basis kranila anterior (S-N) dan bidang horizontal Frankfort (FHP) anak usia 11-16 tahun melalui pengukuran linear 202 sefalogram lateral digital yang didapat dari sebuah laboratorium klinik di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan ukuran rerata panjang S-N anak usia 11-13 tahun laki-laki 62.32 ± 3.36 mm dan perempuan 60.86 ± 3.30 mm, sedangkan anak usia >13-16 tahun laki-laki 63.92 ± 3.04 mm dan perempuan 60.82 ± 3.01 mm. Ukuran rerata panjang FHP anak usia 11-13 tahun laki-laki 69.52 ± 4.86 mm dan perempuan 70.08 ± 4.56 mm, sedangkan anak usia >13-16 tahun laki-laki 72.51 ± 3.47 mm dan perempuan 69.21 ± 3.40 mm. Pertumbuhan S-N pada anak usia 11-16 tahun tampak stabil, sedangkan pertumbuhan FHP mengikuti teori percepatan pertumbuhan remaja.

This paper reports a cross-sectional descriptive research about the length of anterior cranial base (S-N) and Frankfort horizontal plane (FHP) in children aged 11-16 years old through linear measurement of 202 digital lateral cephalograms from a clinical laboratory in Jakarta. Results showed that the S-N average in children aged 11-13 years old for boys are 62.32 ± 3.36 mm and girls 60.86 ± 3.30 mm, while in >13-16 years old group, the boys’ average was 63.92 ± 3.04 mm and girls’ was 60.82 ± 3.01 mm. The FHP average in children aged 11-13 years old for boys was 69.52 ± 4.86 mm and girls 70.08 ± 4.56 mm, while in >13-16 years old group, the boys’ average was 72.51 ± 3.47 mm and girls’ was 69.21 ± 3.40 mm. The growth of S-N in children aged 11-16 years old is stable, while the growth of FHP follows the pubertal growth spurt theory."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almaulidah Ikaputri Septahapsari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Trauma gigi adalah masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi.
Data epidemiologi trauma gigi di Indonesia belum ditemukan. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada
anak sekolah dasar. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan desain
cross sectional yang dilakukan pada 500 anak usia 8-12 tahun. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa trauma gigi terjadi dua kali lebih sering pada anak laki-laki usia
9 tahun yang melibatkan gigi permanen insisif sentral maksila kanan dan biasanya
terjadi di lingkungan rumah akibat aktivitas fisik.

ABSTRACT
Background: Dental trauma is health problems that have to be solved. Epidemiology
data of dental trauma in Indonesia has not been determined. Aim: The aim of this
reseach was to determine the distribution frequency of traumatic permanent anterior
teeth on elementary school student. Method: The method of this research was
descriptive with cross sectional design, which has been done on 500 children aged 8-
12 years old. Result: Result showed that dental trauma in children is two times more
common in boys aged 9 years, involving the permanent maxillary right central incisor
and usually caused of physical activity around the house."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthiatun Nuriah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status bekerja dan karakteristik pekerjaan remaja terhadap hubungan seksual pranikah remaja Indonesia. Hasil regresi logistik biner menggunakan data responden belum kawin yang berusia 15-24 tahun dari SDKI-Remaja 2012 menunjukkan bahwa status bekerja dan karakteristik pekerjaan signifikan mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja. Remaja yang bekerja saja memiliki risiko 1,78 kali lebih tinggi untuk berhubungan seksual pranikah dibandingkan remaja yang bersekolah saja. Selain itu, risiko remaja yang bekerja musiman/sesekali untuk berhubungan seksual pranikah 1,36 kali lebih tinggi dibanding remaja yang bekerja sepanjang tahun, sementara remaja pekerja kerah putih memiliki risiko 1,15 kali lebih tinggi dibanding remaja pekerja kerah biru untuk berhubungan seksual pranikah.

This study aims to analyze the influence of adolescents working status and job characteristics on premarital sexual behavior in Indonesia. The results of binary logistic regressions of never married adolescents from the IDHS-ARH 2012 data show that working status and job characteristics are significant in affecting adolescents premarital sex. Working adolescents have 1.78 times higher risk of having premarital sex compared to in-school-adolescents. The risk of adolescents with seasonal/temporary jobs to have premarital sex is 1.36 times higher compared to those with all-year jobs, whereas adolescents with white collar jobs have 1.15 times higher risk to have premarital sex compared to those with bluecollar jobs.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Occlusal splint is commonly used for treatment of the temporomandibular joint disorder (TMD). It can be made of hard and soft material. Hard occlusal splint (HOS) which was known earlier had been recognized more effective then soft occlusal splint (SOS) which recently gained some popularity. This clinical study based on case series was to detemined which type of occlusal splint was more effective for TMD. This study involved 20 subjects and they were divided into HOS and SOS group with 10 subjects in each group. HOS was processed with heat curing acrylic and SOS with vacuum former. Before and after 4 weeks of treatment, 5 TMD symptoms (impaired range of movement, impaired TMJ function, muscle pain, TMJ pain and pain on movement of mandible) were measured using Helkimo diagnostic index. The results were analyzed with Kolmogorov-Smimov Z's test. The findings showed statistically significant improvement in impaired range of movement and muscle pain in favor of HOS group
(p<0.05). Although they were not statistically significant, HOS group showed better improvement than SOS group in TMJ pain and pain on movement of the mandible. In TMJ's function, no changes were
found in both groups. In general, HOS was more effective than SOS for treating TMD in relatively short period of time. Despite of the phenomena, the popularity of SOS was not followed with its effectiveness."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Hidayatullah Syahbani
"Latar Belakang: Cedera ligamen krusiatum anterior (ACL) yang meliputi regangan, robekan sebagian maupun robekan total pada lutut sering diderita atlet baik professional maupun amatir. Rekonstruksi ACL merupakan pengobatan standar robekan total ACL. Salah satu kunci keberhasilan rekonstruksi ACL adalah kestabilan fiksasi graft. Penggunaan fixed loop device (FLD) dan adjustable loop device (ALD) sebagai fiksasi graft mempunyai potensi terjadinya pergeseran/slippage loop graft. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adakah perbedaan bermakna slippage loop graft pada ALD dibanding FLD pada rekonstruksi ligamen krusiatum anterior di sisi femoral.             
Metode: Penelitian ini adalah studi eksperimen kadaver di laboratorium forensik RS Polri Dr Soekanto dengan memakai graft tendon peroneus longus sebagai pengganti ACL. FLD menggunakan femobutton (FB), sedangkan ALD menggunakan 3 produk berbeda, lift loop (LL), ultrabutton (UB) dan infinity (IF). Dengan menggunakan 16 lutut pada 8 kadaver, masing-masing alat menggunakan 4 lutut. Pengukuran slippage dilakukan dengan penandaan ke-1 di pangkal graft tunnel tibia, setelah dilakukan pumping pada sendi lutut kemudian dilakukan penandaan ke-2 di pangkal graft tunnel tibia. Perbedaan antara penandaan ke-1 dengan ke-2 merupakan slippage loop graft yang diukur dengan pengukur. Slippage yang terjadi dilakukan pengukuran dan dilakukan perbandingan pada ALD dan FLD.                                                                                                                            Hasil: Hasil penelitian didapatkan slippage 1 mm pada FLD, sedangkan pada ALD didapatkan slippage > 1 mm. Analisis slippage tunnel tibia (rerata + SD) pada kelompok FLD=1,0±0,0 mm lebih pendek dibandingkan dengan kelompok ALD=1,6±0,2 mm (p<0,001). Berdasarkan jenis ALD diperoleh slippage (rerata + SD) yang terjadi pada kelompok IF, UB, dan LL masing-masing adalah 1,5±0,1 mm, 1,6±0,1 mm, 1,9±0,2 mm (p<0,001). Analisis post hoc menunjukkan hanya antara UB dengan IF (p>0,05) yang ukuran slippage tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pergeseran/slippage loop graft antara penggunaan ALD dengan FLD. Dan juga perbedaan bermakna ukuran slippage antar jenis ALD. Pemanfaatan FLD sebagai alat fiksasi pada rekonstruksi ACL lebih sesuai berdasarkan ukuran slippage loop graft.

Background: Anterior cruciate ligament (ACL) injuries which include strains, partial tears or total tears in the knee are often suffered by athletes, both professional and amateur. ACL reconstruction is the standard treatment for a total ACL tear. One of the keys to successful ACL reconstruction is the stability of graft fixation. The use of fixed loop devices (FLD) and adjustable loop devices (ALD) as graft fixation has the potential for slippage loop graft. This study aims to show whether there is a significant difference slippage loop graft in ALD compared to FLD in reconstruction of the anterior cruciate ligament on the femoral side.         
Method: This research is an experimental study of cadavers in the forensic laboratory of Dr Soekanto Police Hospital using a peroneus longus tendon graft as a replacement for the ACL. FLD uses a femobutton (FB), while ALD uses 3 different products, lift loop (LL), ultrabutton (UB) and infinity (IF). Using 16 knees on 8 cadavers, each tool uses 4 knees. Slippage measurements were carried out with the 1st marking at the base of the tibial tunnel graft, after pumping the knee joint, then the 2nd marking was carried out at the base of the tibial tunnel graft. The difference between the 1st and 2nd markings is slippage loop graft. The slippage that occurs is measured and a comparison is made between ALD and FLD.                                       
Results: The research results showed that slippage was 1 mm on FLD, while on ALD slippage was > 1 mm. Analysis of tibial tunnel slippage (mean + SD) in the FLD group = 1.0 ± 0.0 mm was shorter than in the ALD group = 1.6 ± 0.2 mm (p < 0.001). Based on the type of ALD, the slippage (mean + SD) that occurred in the IF, UB, and LL groups was 1.5 ± 0.1 mm, 1.6 ± 0.1 mm, 1.9 ± 0.2 mm, respectively. (p<0.001). Post hoc analysis showed that only between UB and IF (p>0.05) the slippage measure was not statistically significant.           
Conclusion: This study shows a significant difference slippage loop graft between the use of ALD and FLD. And also significant differences in slippage size between ALD types. The use of FLD as a fixation tool in ACL reconstruction is more appropriate based on the size of the slippage loop graft.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>