Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200737 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Triyani Yuningsih
"Pembangunan nasional yang dilakukan Bangsa Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, apalagi adanya dampak krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 masih dirasakan sampai sekarang. Pada tahun-tahun yang lalu, di mana sumber daya alam saat itu masih berlimpah, penerimaan negara masih dominan berasal dari sumber daya tersebut. Seiring dengan pemanfaatan sumber daya alam secara terus-menerus, Bangsa Indonesia tidak dapat lagi hanya bergantung dari sumber daya alam yang makin lama makin berkurang.
Pada saat ini, akibat penerimaan dari sumber daya alam semakin berkurang maka penerimaan negara dari sektor pajak sudah menjadi primadona. Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan maka pemerintah terus menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terus dilakukan pemerintah, demikian Pula perbaikan dan perubahan Undang-Undang Perpajakan terus dilakukan seperti amandemen Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000 lalu, termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun arah dan tujuan penyempurnaan Undang - Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 adalah :
Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan Subjek Pajak dan Objek Pajak. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, system.self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus di perbaiki . Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Namun demikian, perlu perhatian pemerintah bahwa fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu, seperti tercantum dalam Pasal 31A Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000,belum ada implementasinya sampai saat ini.
Mengenai sistem perpajakan harus diakui bahwa usaha Direktorat Jenderal Pajak untuk mengembangkan dan menegakkan sistem yang baik secara konsekuen dan konsisten tidaklah mudah, kendala yang dihadapi sangat dipengaruhi situasi umum dan sangat banyak.
Peranan pajak yang dominan saat ini karena pajak merupakan sumber yang pasti bagi pembiayaan Negara. Dari data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1981/1982 sampai dengan tahun 2003, perkembangan peranan pajak dalam APBN sangat fenomenal. APBN yang sejak 1981/1982 lebih bertumpu pada penerimaan sektor minyak dan gas (migas)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Petrus Setuso
"Ketentuan baru dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan adanya perhitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam Pasal 25 ayat (7) yang perhitungannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan Nomor 8/KMK/03./2002 tanggal 8 Maret 2002 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002. Dalam ketentuan terakhir tersebut diatur mengenai klasifikasi yang tergolong Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tarif pajak yang berlaku, perlakuan atas pembayaran PPh Pasal 25, perlakuan kompensasi kerugian dan tindakan pengawasannya.
Tesis ini disusun berdasarkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading. Pengumpulan data untuk keperluan analisis diperoleh melalui penelitian dokumen meliputi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang meliputi wawancara dengan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yaitu Kepala Seksi PPh Orang Pribadi KPP Jakarta Kelapa Gading, Kepala Seksi PPh Orang Pribadi I Direktorat Pajak Penghasilan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak serta kuisioner bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kerangka teori yang digunakan adalah azas-azas dalam pemungutan pajak, prinsip keadilan horizontal dan vertikal dalam perpajakan dan global taxation. Dari penelitian ini diperoleh data yaitu terdapat kendala dalam menetapkan klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang masih rendah, kontribusi penerimaannya yang masih rendah, tindakan pengawasan yang masih menghadapi kendala karena kurangnya koordinasi, dan bagi Wajib Pajak ketentuan ini tidak mencerminkan keadilan karena adanya pengecualian jenis usaha, besarnya tarif, perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan.
Analisis terhadap data-data tersebut di atas menghasilkan kesimpulan bahwa ada ketidakadilan horizontal maupun vertikal dalam ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Pembedaan jenis usaha dalam klasif kasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak sesuai dengan azas globality. Pengenaan tarif sebesar 2 % dan peredaran bruto sebagai dasar pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip progression dan net income. Perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 25 UU Pajak Penghasilan yaitu sebagai angsuran pajak. Untuk itu, diharapkan agar ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dapat ditinjau kembali. Klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu hendaknya tidak membedakan suatu jenis usaha tertentu, perlakuan PPh Pasal 25 ayat (7) sebagai pelunasan hendaknya ditiadakan. Perlu diterbitkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas dan tugas berkaitan dengan definisi "Penghasilan Lain" dalam pasal perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 dan prosedur dalam tindakan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

One of the new provisions in The Law Number 7 of 1983 concerning Income Tax, as been amended finally to Law Number 17 of 2000 namely concerning calculation of tax installment for any Particular Individual Entrepreneur in Article 25 paragraph (7) whose calculations is further regulated through The Decree of The Minister of Finance, finally into Number: 8/KMK/03. /2002 dated March 8, 2002 in conjunction with The Decree of Director General of Tax number: 171/PJ/2002 dated March 28. 2002. In such final provision, it is regulated on classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, the prevailing tax tariff, application on payment of income tax Article 25, loss compensation application and its control action.
This thesis is drawn up pursuant to research by using policy research with analyzes descriptive method. The Research was made at Kelapa Gading Jakarta Tax Service Office. Data collection for the purpose of analyzes was obtained through document evaluation comprising bibliography study and site research that shall cover interview with officials in vicinity of Directorate General of Tax and questioner distributed to Particular Individual Entrepreneur Taxpayer.
Theoretical reference applied is the principles in tax collection, horizontal and vertical justice principle within general taxation and global taxation. In this research, data obtained comprises hindrance in stipulating classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, compliance rate of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer which is still low, control action still face hindrances due to poor coordination, and for Taxpayer, this provision does not reflects justice aspects due to exception of business type, rate, application of Article 25 Income Tax payment as the settlement.
Analyzes against such aforementioned data has resulted in conclusion that there is vertical and horizontal injustice in provision concerning Particular Individual Entrepreneur Taxpayer. Unequal treatment of business type of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer Classifications is not in accordance with global principles, rate of 2% and gross circulation as the base of tax impose is not in accordance with the principle of unequal treatment for the unequal and net income. Payment treatment of Tax Income Article 25 as the settlement is not conforming to basic principles set forth in Article 25 Law of Income Tax namely as the tax installment. Therefore it is advisable that provision on Tax Income Article 25 for Particular Individual Entrepreneur Taxpayer is to be re-evaluated. Classifications of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer shall not treat unequally on the particular type of business, application of Income Tax Article 25 paragraph (7) as the settlement shall be revoked, more transparent and confirmed implemental regulation is to be applied concerning other income definition in treatment of Article 25 Income Tax payment and procedure in controlling the compliance aspect of Tax Payer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Kumoro
"Pajak merupakan sumber penerimaan negara dari dalam negeri yang sangat penting, karenanya, dari tahun ke tahun, volume penerimaan dari sektor pajak ini terus diusahakan untuk ditingkatkan oleh pemerintah. Dalam rangka peningkatan volume penerimaan pajak tersebut, pemerintah harus membuat perangkat peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang memberikan keadilan, kepastian hukum dan mendorong peningkatan mutu pelayanan perpajakan kepada Wajib Pajak. Dengan adanya keadilan dan kepastian hukum, serta perbaikan mutu pelayanan, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dalam membayar pajak. Pokok permasalahan penelitian yang kami lakukan adalah implementasi kebijakan penghitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan, menggambarkan dan menguraikan implementasi Kebijakan Perhitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu terhadap kepatuhan Wajib Pajak, Juga menjelaskan dan menguraikan langkah-langkah yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, khususnya PPh Pasal 25 bagi Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Dari data yang didapat di lapangan ditemukan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terdaftar dan efektif sebanyak 174 (seratus tujuh puluh empat) Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Namun, dari jumlah tersebut hanya 10 (sepuluh) Wajib Pajak atau kurang lebih 5.7% dari jumlah Wajib Pajak yang seharusnya, yang memenuhi kewajibannya sebagai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua untuk mendaftarkan diri sebagai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Hal ini terlihat dari sangat kecilnya jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Pengusaha Tertentu yang melaksanakan kewajibannya, yaitu hanya sebesar 5.7%, sedang 94.3% lainnya masih belum melaksanakan kewajibannya. Dilihat dari kenyataan ini, potensi pajak yang masih bisa digali dari 94.3% Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajibannya, melaporkan usaha dan kegiatannya sebagai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, masih sangat besar. Pada tahun 2006-2007 terdapat data potensi pajak yang dilihat dari peredaran bruto sebesar 4.7 miliar dari hanya 5.7% Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terdaftar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup signifikan jika dapat ditingkatkan setiap tahunnya.
Dari hasil penelitian yang kami lakukan, maka disarankan perlunya dilakukan usaha intensifikasi perpajakan yang sungguh-sungguh dan pengawasan yang lebih cermat terhadap pembayaran pajak PPh Orang Pribadi Pengusaha Tertentu oleh KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Intensifikasi ditujukan terhadap 94.3% Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang belum melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku agar dapat meningkatkan penerimaan pajak, khususnya dari sektor perdagangan, melalui kebijakan Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Tax is the contribution to the state or country authorities. Taxes are also revenue for the country and very significant. Tax based upon Indonesian source revenues, the government tries to increase more and more volume income from the tax sector. A government regulation will specify the types of industries and regions qualifying for the incentives. In order to increases the volume tax sector, the government they have law on top of that they are putting them in a higher tax brackets, doesn?t this encourage people to not want a higher paying .The Indonesian government must have significant to make the situation constant state and consequently other official bodies should be consulted regarding the current situation in so far as tax laws and enforcement of laws are more important. In this matter this analysis is the implementation of the fiscal for the Article 25 for the Employer Personal income tax payer, it appears that most individuals will be required to file individual income tax returns. The data support the tax office has required all resident individuals in Indonesia to have their own personal tax numbers, This regulation includes expatriates. Naturally this excludes young children who are too young to work.
This research is aimed at explaining, describing and analyzing the implementation of the Article 25 calculation policy for Personal Income Tax Payer versus Employer Personal Income Tax Payer. As well as explaining, describing the steps that has to be taken by KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua in order to increase the government revenue from the tax sector. The fact for the Personal Tax Payer and Employer Personal Tax Payer list and effective 174 (one hundred seventy five) people on KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Unfortunately from the amount above only 10 (ten) people for the Personal Income Tax Payer or 5,7 percent from the Tax Payer, which that most individuals will be required to file individual income tax returns.
This research has finally come to a conclusion that the level of commitment of Personal Tax Payer at KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua is very low, especially in registering himself as Employer Personal Tax Payer. It is concluded due to the very small number of Personal Tax Payer in a certain Employers who fulfill their obligation, that is only 5,7 %, while the rest of 94,3% have not yet execute their obligation. Due to these facts, the potential tax income that could be explored out of 94,3% Tax Payers who are not executing their obligation, reporting theirs business activities as Employer Personal Tax Payer at KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, is very significant. In 2006-2007, there is a great potential of tax income due to the gross circulation of 4,7 billion from only 5,7% registered Employer Personal Tax Income Payer. This number is a very significant number in order to increase the income from tax every year.
As the result of my research, it is encouraged to implement some thorough tax intensification and monitoring article 25 for the Employer Personal Income tax payment activities by KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. The intensification program and activities are aimed at encouraging the Employer Personal Tax Payer at KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua who are not yet fulfilling their obligation in order to increase tax income, especially from trade sector, through Employer Personal Tax Payer policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24574
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Lestari
"Dalam upayanya untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi obyek pajak. Salah satu usaha ekstensifikasi dan intensifikasi tersebut adalah pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak di lokasi usaha terhadap Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra lainnya, serta kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 sebesar 2% dari peredaranusaha tiap bulan di masing-masing lokasi usaha tersebut, di mana pembayaran ini diperlakukan sebagai pajak final.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan ini telah memenuhi azas keadilan. Di samping itu juga ditujukan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan ini pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Dua. Pembuatan suatu kebijakan perpajakan harus memperhatikan azas-azas perpajakan. Salah satu azas perpajakan yang harus dipegang teguh adalah azas keadilan. Suatu pemungutan pajak adalah adil, apabila orang-orang yang berada dalam keadaan ekonomis yang sama dikenakan pajak yang sama, sedang orang-orang yang keadaan ekonomisnya tidak sama diperlakukan tidak sama, setara dengan ketidaksamaannya itu. Apabila azas keadilan ingin diterapkan dalam sistem pajak penghasilan, maka baik syarat keadilan horizontal maupun syarat keadilan vertikal harus dipenuhi. Tingkat keadilan (fairness) yang tinggi dalam sistem perpajakan akan memicu setiap individu untuk patuh secara sukarela.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terhadap para informan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha Tertentu. Informan dipilih dari pihak fiskus dan Wajib Pajak. Dari pihak fiskus wawancara dilakukan dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Dua, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi, Kepala Seksi Ekstensifikasi, dan salah seorang petugas seksi ekstensifikasi. Selain itu kajian dokumentasi yang merupakan data sekunder juga dilakukan terhadap berbagai dokumen yang relevan. Kewajiban pendaftaran di setiap lokasi usaha bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebenarnya sudah tepat dan dapat membawa pada keadilan, tetapi adanya pengecualian bagi pedagang kendaraan bermotor dan restoran menyebabkan timbulnya ketidakadilan. Selanjutnya pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 yang ditetapkan sebesar 2% dari peredaran bruto serta diperlakukan sebagai pajak final juga tidak memenuhi azas keadilan dengan tidak terpenuhinya lima syarat keadilan horizontal dan dua syarat keadilan vertikal.
Pada tingkat implementasi, ketidakadilan tersebut membawa kepada banyaknya ketidakpatuhan pada kebijakan ini. Dari sisi kantor pajak, lemahnya law enforcement, yang antara lain ditandai dengan tidak adanya sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai kebijakan ini, juga memiliki andil dalam membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Selanjutnya ketidakpatuhan ini dapat membawa pada ketidakadilan dalam implementasi peraturan, karena Wajib Pajak yang berada dalam kondisi sama mendapat perlakuan perpajakan yang berbeda.

In its effort to increase the income tax, the government has conducted taxpayers expansion and tax base intensification. One of the expansion and intensification effort is to give Taxpayer Identification Number (NPWP) to each of certain entrepreneur person having shop in a trading or shopping centre or stores or mall or plaza or industrial area or other centre, as well as the obligation to pay income tax Article 25 at 2% of gross revenue per month in respective business location. The payment is treated as final tax.
This research is made to find out whether this policy has met the requirement of equity principle. In addition it is also aimed to recognize how the implementation of this policy at Pratama District Tax Office of Jakarta Gambir Dua. Determining a tax policy should comply with taxation principles. One of the tax principles that must be obeyed is the equity principle. A tax collection is considered fair if those who are in equal economic condition were imposed with equal tax, while those who are in unequal economic condition were treated unequal, relative to its difference. If equity principle would be applied in income tax system, then both horizontal equity requirements and vertical equity requirements should be fulfilled. The high fairness level in tax system will motivate every taxpayer to comply voluntarily.
This research used descriptive qualitative method. Primary data collection was conducted through interview with informants having knowledge and experience on individual taxpayer of certain enterpreneurs. Informants were selected from tax officers and taxpayers. Interview with the tax officers were conducted with the Head Officer of KPP Pratama Jakarta Gambir Dua, head of supervision and consultancy section, head of expansion section, and one of the expansion section officer. In addition documentation evaluation representing secondary data was also conducted on various documents. The obligation to register for each business location for individual taxpayer of certain entrepreneur actually is proper and can direct to equal treatment, but the fact that motor vehicle and restaurant enterpreneu were excluded from this obligation make it become unfair. Further the imposition of income tax Article 25 at 2% of gross revenue and treated as final tax does not fulfill equity principle, in the way that it does not fulfill five requirements of horizontal equity and two requirements of vertical equity.
In implementation level, the inequality can caused much incompliance with this policy. From the tax office side, the weakness of law enforcement, among of them s indicated by none penalty for the tax violator pursuant to this policy, also contribute in creating taxpayer incompliance. Further this incompliance may caused unfairness in policy implementation, because taxpayer in similar condition get different treatment in tax area."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Entang Saefullah
"Tesis ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi dan hubungannya dengan jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (PPh WP OP). Tujuan penulisan ini dalam proses penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah WP Orang Pribadi.
2. Untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah WP Orang Pribadi.
3. Untuk mengukur hubungan antara jumlah WP Orang Pribadi dengan jumlah penerimaan PPh WP Orang Pribadi.
Perangkat Undang-undang yang digunakan sebagai dasar penulisan ini adalah Pasal 2 UU No.16/2000 tentang pemberian NPWP dan Pasal 2 ayat (1) huruf a.l dan ayat (3) huruf a UU No.17/2000 tentang pengertian subjek pajak orang pribadi kemudian dikaitkan dengan hasil penelitian berupa pengumpulan data dari responden melalui pengisian kuesioner, wawancara dengan pihak-pihak terkait serta studi kepustakaan sehingga penelitian ini akan bersifat deskriptif analitis.
Pembahasan lebih diutamakan kepada analisis pengaruh variable-variabel bebas berupa Jumlah Penghasilan yang diterima oleh subyek dan atau WP, Tingkat Pendidikan subyek pajak dan atau WP, Jumlah Penduduk di suatu daerah serta pandangan subyek dan atau WP terhadap Administrasi Perpajakan yang dilaksanakan terhadap pencapaian Jumlah WP Orang Pribadi. Kemudian dilakukan- analisis terhadap hubungan antara Jumlah WP Orang Pribadi terhadap pencapaian PPh WP Orang Pribadi.
Sebagai alat bedah analitis digunakan berbagai perangkat statistika yang dibantu oleh program software SPSS (Statistical Package for Social Scientist). Melalui analisis statistik ini diharapkan dapat diketahui sebagian faktor penyebab berikut besarannya sehingga dapat memberikan sedikit bahan pertimbangan dalam menentukan strategi untuk meningkatkan penerimaan PPh WP Orang Pribadi yang selama ini kurang tergarap.
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa variabel-variabel tersebut di atas ternyata secara bersama-sama (simultan) sangat berpengaruh terhadap jumlah WP Orang Pribadi dan penerimaan PPh WP Orang Pribadi. Secara parsial yang paling dominan adalah faktor-faktor jumlah penghasilan, administrasi perpajakan dan jumlah penduduk. Dengan demikian, maka disarankan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberi perhatian khusus terhadap faktor-faktor tersebut pada saat melakukan ekstensifkasi dan intensifikasi pajak.
Saran lainnya adalah diharapkan DJP melakukan kerjasama dcngan berbagai instansi pemerintah, terutama pemerintah daerah untuk mendapatkan data "calon-calon" WP Orang Pribadi yang potensial tetapi masih tertutup oleh ketidakpopuleran nama, jabatan, pekerjaan maupun lokasi tempat tinggal dari subyek pajak yang belum tersentuh tersebut. Ketertutupan dan ketidakpopuleran tersebut sekaligus juga merupakan tabir dari potensi pajak terbesar dan sulit untuk ditelusuri yang bernama penghasilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ningrum Puspitasari
"Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 ayat (7) huruf c adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dilunasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) setiap bulannya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari peredaran bruto/omzet. Dalam pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 menggunakan prinsip self assessment system, dengan sistem ini Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung kewajiban perpajakannya yang harus disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan. Maka skripsi ini membahas bagaimana implementasi pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, bagaimana pendapat WP OPPT mengenai kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, dan apakah hambatanhambatan yang dihadapi oleh KPP dan WP OPPT dalam melaksanakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c di KPP Pratama Klaten. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan teknik pengumpulan data wawancara dan literatur.
Hasil penelitian ini adalah kesadaran dan pemahaman WP dalam pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 25 ayat (7) huurf c masih kurang, serta adanya penurunan kontribusi penerimaan PPh Pasal 25/29 OPPT di KPP Pratama Klaten. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c bagi WP OPPT di KPP Pratama Klaten belum optimal dikarenakan kurang optimalnya komunikasi yang dilakukan fiskus dengan WP, sumber daya manusia dari segi kuantitas kurang proposional dengan jumlah Wajib Pajak, sikap patuh WP OPPT belum konsisten/masih kurang, pendapat yang diberikan WP OPPT terhadap kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c kurang baik., hambatan-hambatan yang dihadapi petugas pajak dalam melaksanakan kebijakan ini adalah masyarakat kurang antusias, WP pindah tempat usaha, sumber daya manusia (petugas pajak) tidak proposional dengan jumlah WP, belum adanya law inforcement yang tegas, sedangkan hambatan yang dihadapi WP merasa kesulitan dalam menghitung PPh terutang pada akhir tahun, WP merasa kesulitan dalam melakukan pengisian pada SSP dan SPT Tahunan, dan kemudahan pengadaan fomulir pajak (seperti: SSP).

Income Tax (VAT) of Article 25 paragraph (7) letter c is the income tax installment must be paid in individual taxpayer Specific Employers (WP OPPT) per month calculated on a percentage of gross income / turnover. Tax collection in the implementation of Article 25 uses the principle of self assessment system, with this system Taxpayer (WP) is given full trust for calculating taxation liabilities that must be paid and reported to the Tax Office through the Notice of Income Tax (SPT). So this paper discusses how the implementation of collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, how do individual taxpayer Entrepreneur Specific policies regarding the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, and whether the barriers faced by the Office of Services Tax and Individual Tax Payer Specific Employers in executing the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c in Klaten Tax Office. This study used a qualitative approach is descriptive, with interview data collection techniques and literature.
The results of this research is the awareness and understanding of Taxpayers Income Tax liability in the implementation of Article 25 paragraph (7) huurf c is still lacking, as well as a decrease in contribution receipts of Income Tax Article 25/29 of Certain Persons in Private Employers Tax Office Primary Klaten. So that the conclusions of this study is that for collection of income tax under Article 25 paragraph (7) letter c for individual taxpayer Certain Employers at the Tax Office Primary Klaten not optimal due to less optimal fiskus communications made by the taxpayer, in terms of human resources less quantity proportional to the number of taxpayers, the attitude of submissive individual taxpayer has not been consistent Specific Entrepreneur / still less, given the opinion that individual taxpayer Employers of Certain Income Tax collection policies of Article 25 paragraph (7) letter c is less good., barrier- obstacles encountered in implementing the tax policy is less enthusiastic public, taxpayer moved the place of business, human resources (the tax) is not proportional to the number of taxpayers, the lack of strict law inforcement, while the barriers faced by taxpayers find it difficult to calculating income tax payable at the end of the year, taxpayers find it difficult to perform charging at the Tax Payment (SSP) and the Notice of Income Tax (SPT) Annual, and ease of procurement fomulir taxes (such as: SSP).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Lestari
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dali Prasetyo
"Penelitian ini menganalisa kebijakan penentuan pengenaan pajak penghasilan final bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan pengenaan pajak penghasilan final bagi wajib pajak orang pribadi dimaksudkan untuk menjangkau wajib pajak yang belum masuk dalam sistem pajak. Kebijakan pengenaan pajak ini dianggap mudah bagi sektor yang tergolong hard to tax. Dari asas ease of administration kebijakan ini telah memenuhi aspek certainty, simplicity, convenience dan efficiency sebagai unsur pembentuk dari asas ease of administration tersebut.

This research analyzes the policy determining the imposition of final income tax for personal taxpayers that have certain gross circulation. This research was conducted with qualitative approaches and qualitative methods. The results showed the policy imposition of final income tax for personal taxpayer intended to reach out taxpayers who have not entered into the tax system. The imposition of this tax policy is considered easier for sectors that are relatively hard to tax. From the principle of ease of administration this policy has complied aspect of certainty, simplicity, convenience and efficeincy as an element of fundamental shaper of ease of administration."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>