Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182131 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Triyani Yuningsih
"Pembangunan nasional yang dilakukan Bangsa Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, apalagi adanya dampak krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 masih dirasakan sampai sekarang. Pada tahun-tahun yang lalu, di mana sumber daya alam saat itu masih berlimpah, penerimaan negara masih dominan berasal dari sumber daya tersebut. Seiring dengan pemanfaatan sumber daya alam secara terus-menerus, Bangsa Indonesia tidak dapat lagi hanya bergantung dari sumber daya alam yang makin lama makin berkurang.
Pada saat ini, akibat penerimaan dari sumber daya alam semakin berkurang maka penerimaan negara dari sektor pajak sudah menjadi primadona. Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan maka pemerintah terus menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terus dilakukan pemerintah, demikian Pula perbaikan dan perubahan Undang-Undang Perpajakan terus dilakukan seperti amandemen Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000 lalu, termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun arah dan tujuan penyempurnaan Undang - Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 adalah :
Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan Subjek Pajak dan Objek Pajak. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, system.self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus di perbaiki . Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Namun demikian, perlu perhatian pemerintah bahwa fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu, seperti tercantum dalam Pasal 31A Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000,belum ada implementasinya sampai saat ini.
Mengenai sistem perpajakan harus diakui bahwa usaha Direktorat Jenderal Pajak untuk mengembangkan dan menegakkan sistem yang baik secara konsekuen dan konsisten tidaklah mudah, kendala yang dihadapi sangat dipengaruhi situasi umum dan sangat banyak.
Peranan pajak yang dominan saat ini karena pajak merupakan sumber yang pasti bagi pembiayaan Negara. Dari data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1981/1982 sampai dengan tahun 2003, perkembangan peranan pajak dalam APBN sangat fenomenal. APBN yang sejak 1981/1982 lebih bertumpu pada penerimaan sektor minyak dan gas (migas)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Petrus Setuso
"Ketentuan baru dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan adanya perhitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam Pasal 25 ayat (7) yang perhitungannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan Nomor 8/KMK/03./2002 tanggal 8 Maret 2002 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002. Dalam ketentuan terakhir tersebut diatur mengenai klasifikasi yang tergolong Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tarif pajak yang berlaku, perlakuan atas pembayaran PPh Pasal 25, perlakuan kompensasi kerugian dan tindakan pengawasannya.
Tesis ini disusun berdasarkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading. Pengumpulan data untuk keperluan analisis diperoleh melalui penelitian dokumen meliputi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang meliputi wawancara dengan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yaitu Kepala Seksi PPh Orang Pribadi KPP Jakarta Kelapa Gading, Kepala Seksi PPh Orang Pribadi I Direktorat Pajak Penghasilan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak serta kuisioner bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kerangka teori yang digunakan adalah azas-azas dalam pemungutan pajak, prinsip keadilan horizontal dan vertikal dalam perpajakan dan global taxation. Dari penelitian ini diperoleh data yaitu terdapat kendala dalam menetapkan klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang masih rendah, kontribusi penerimaannya yang masih rendah, tindakan pengawasan yang masih menghadapi kendala karena kurangnya koordinasi, dan bagi Wajib Pajak ketentuan ini tidak mencerminkan keadilan karena adanya pengecualian jenis usaha, besarnya tarif, perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan.
Analisis terhadap data-data tersebut di atas menghasilkan kesimpulan bahwa ada ketidakadilan horizontal maupun vertikal dalam ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Pembedaan jenis usaha dalam klasif kasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak sesuai dengan azas globality. Pengenaan tarif sebesar 2 % dan peredaran bruto sebagai dasar pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip progression dan net income. Perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 25 UU Pajak Penghasilan yaitu sebagai angsuran pajak. Untuk itu, diharapkan agar ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dapat ditinjau kembali. Klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu hendaknya tidak membedakan suatu jenis usaha tertentu, perlakuan PPh Pasal 25 ayat (7) sebagai pelunasan hendaknya ditiadakan. Perlu diterbitkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas dan tugas berkaitan dengan definisi "Penghasilan Lain" dalam pasal perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 dan prosedur dalam tindakan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

One of the new provisions in The Law Number 7 of 1983 concerning Income Tax, as been amended finally to Law Number 17 of 2000 namely concerning calculation of tax installment for any Particular Individual Entrepreneur in Article 25 paragraph (7) whose calculations is further regulated through The Decree of The Minister of Finance, finally into Number: 8/KMK/03. /2002 dated March 8, 2002 in conjunction with The Decree of Director General of Tax number: 171/PJ/2002 dated March 28. 2002. In such final provision, it is regulated on classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, the prevailing tax tariff, application on payment of income tax Article 25, loss compensation application and its control action.
This thesis is drawn up pursuant to research by using policy research with analyzes descriptive method. The Research was made at Kelapa Gading Jakarta Tax Service Office. Data collection for the purpose of analyzes was obtained through document evaluation comprising bibliography study and site research that shall cover interview with officials in vicinity of Directorate General of Tax and questioner distributed to Particular Individual Entrepreneur Taxpayer.
Theoretical reference applied is the principles in tax collection, horizontal and vertical justice principle within general taxation and global taxation. In this research, data obtained comprises hindrance in stipulating classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, compliance rate of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer which is still low, control action still face hindrances due to poor coordination, and for Taxpayer, this provision does not reflects justice aspects due to exception of business type, rate, application of Article 25 Income Tax payment as the settlement.
Analyzes against such aforementioned data has resulted in conclusion that there is vertical and horizontal injustice in provision concerning Particular Individual Entrepreneur Taxpayer. Unequal treatment of business type of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer Classifications is not in accordance with global principles, rate of 2% and gross circulation as the base of tax impose is not in accordance with the principle of unequal treatment for the unequal and net income. Payment treatment of Tax Income Article 25 as the settlement is not conforming to basic principles set forth in Article 25 Law of Income Tax namely as the tax installment. Therefore it is advisable that provision on Tax Income Article 25 for Particular Individual Entrepreneur Taxpayer is to be re-evaluated. Classifications of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer shall not treat unequally on the particular type of business, application of Income Tax Article 25 paragraph (7) as the settlement shall be revoked, more transparent and confirmed implemental regulation is to be applied concerning other income definition in treatment of Article 25 Income Tax payment and procedure in controlling the compliance aspect of Tax Payer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Entang Saefullah
"Tesis ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi dan hubungannya dengan jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (PPh WP OP). Tujuan penulisan ini dalam proses penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah WP Orang Pribadi.
2. Untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah WP Orang Pribadi.
3. Untuk mengukur hubungan antara jumlah WP Orang Pribadi dengan jumlah penerimaan PPh WP Orang Pribadi.
Perangkat Undang-undang yang digunakan sebagai dasar penulisan ini adalah Pasal 2 UU No.16/2000 tentang pemberian NPWP dan Pasal 2 ayat (1) huruf a.l dan ayat (3) huruf a UU No.17/2000 tentang pengertian subjek pajak orang pribadi kemudian dikaitkan dengan hasil penelitian berupa pengumpulan data dari responden melalui pengisian kuesioner, wawancara dengan pihak-pihak terkait serta studi kepustakaan sehingga penelitian ini akan bersifat deskriptif analitis.
Pembahasan lebih diutamakan kepada analisis pengaruh variable-variabel bebas berupa Jumlah Penghasilan yang diterima oleh subyek dan atau WP, Tingkat Pendidikan subyek pajak dan atau WP, Jumlah Penduduk di suatu daerah serta pandangan subyek dan atau WP terhadap Administrasi Perpajakan yang dilaksanakan terhadap pencapaian Jumlah WP Orang Pribadi. Kemudian dilakukan- analisis terhadap hubungan antara Jumlah WP Orang Pribadi terhadap pencapaian PPh WP Orang Pribadi.
Sebagai alat bedah analitis digunakan berbagai perangkat statistika yang dibantu oleh program software SPSS (Statistical Package for Social Scientist). Melalui analisis statistik ini diharapkan dapat diketahui sebagian faktor penyebab berikut besarannya sehingga dapat memberikan sedikit bahan pertimbangan dalam menentukan strategi untuk meningkatkan penerimaan PPh WP Orang Pribadi yang selama ini kurang tergarap.
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa variabel-variabel tersebut di atas ternyata secara bersama-sama (simultan) sangat berpengaruh terhadap jumlah WP Orang Pribadi dan penerimaan PPh WP Orang Pribadi. Secara parsial yang paling dominan adalah faktor-faktor jumlah penghasilan, administrasi perpajakan dan jumlah penduduk. Dengan demikian, maka disarankan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberi perhatian khusus terhadap faktor-faktor tersebut pada saat melakukan ekstensifkasi dan intensifikasi pajak.
Saran lainnya adalah diharapkan DJP melakukan kerjasama dcngan berbagai instansi pemerintah, terutama pemerintah daerah untuk mendapatkan data "calon-calon" WP Orang Pribadi yang potensial tetapi masih tertutup oleh ketidakpopuleran nama, jabatan, pekerjaan maupun lokasi tempat tinggal dari subyek pajak yang belum tersentuh tersebut. Ketertutupan dan ketidakpopuleran tersebut sekaligus juga merupakan tabir dari potensi pajak terbesar dan sulit untuk ditelusuri yang bernama penghasilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ningrum Puspitasari
"Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 ayat (7) huruf c adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dilunasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) setiap bulannya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari peredaran bruto/omzet. Dalam pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 menggunakan prinsip self assessment system, dengan sistem ini Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung kewajiban perpajakannya yang harus disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan. Maka skripsi ini membahas bagaimana implementasi pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, bagaimana pendapat WP OPPT mengenai kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c, dan apakah hambatanhambatan yang dihadapi oleh KPP dan WP OPPT dalam melaksanakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c di KPP Pratama Klaten. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan teknik pengumpulan data wawancara dan literatur.
Hasil penelitian ini adalah kesadaran dan pemahaman WP dalam pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 25 ayat (7) huurf c masih kurang, serta adanya penurunan kontribusi penerimaan PPh Pasal 25/29 OPPT di KPP Pratama Klaten. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c bagi WP OPPT di KPP Pratama Klaten belum optimal dikarenakan kurang optimalnya komunikasi yang dilakukan fiskus dengan WP, sumber daya manusia dari segi kuantitas kurang proposional dengan jumlah Wajib Pajak, sikap patuh WP OPPT belum konsisten/masih kurang, pendapat yang diberikan WP OPPT terhadap kebijakan pemungutan PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c kurang baik., hambatan-hambatan yang dihadapi petugas pajak dalam melaksanakan kebijakan ini adalah masyarakat kurang antusias, WP pindah tempat usaha, sumber daya manusia (petugas pajak) tidak proposional dengan jumlah WP, belum adanya law inforcement yang tegas, sedangkan hambatan yang dihadapi WP merasa kesulitan dalam menghitung PPh terutang pada akhir tahun, WP merasa kesulitan dalam melakukan pengisian pada SSP dan SPT Tahunan, dan kemudahan pengadaan fomulir pajak (seperti: SSP).

Income Tax (VAT) of Article 25 paragraph (7) letter c is the income tax installment must be paid in individual taxpayer Specific Employers (WP OPPT) per month calculated on a percentage of gross income / turnover. Tax collection in the implementation of Article 25 uses the principle of self assessment system, with this system Taxpayer (WP) is given full trust for calculating taxation liabilities that must be paid and reported to the Tax Office through the Notice of Income Tax (SPT). So this paper discusses how the implementation of collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, how do individual taxpayer Entrepreneur Specific policies regarding the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c, and whether the barriers faced by the Office of Services Tax and Individual Tax Payer Specific Employers in executing the collection of Income Tax Article 25 paragraph (7) letter c in Klaten Tax Office. This study used a qualitative approach is descriptive, with interview data collection techniques and literature.
The results of this research is the awareness and understanding of Taxpayers Income Tax liability in the implementation of Article 25 paragraph (7) huurf c is still lacking, as well as a decrease in contribution receipts of Income Tax Article 25/29 of Certain Persons in Private Employers Tax Office Primary Klaten. So that the conclusions of this study is that for collection of income tax under Article 25 paragraph (7) letter c for individual taxpayer Certain Employers at the Tax Office Primary Klaten not optimal due to less optimal fiskus communications made by the taxpayer, in terms of human resources less quantity proportional to the number of taxpayers, the attitude of submissive individual taxpayer has not been consistent Specific Entrepreneur / still less, given the opinion that individual taxpayer Employers of Certain Income Tax collection policies of Article 25 paragraph (7) letter c is less good., barrier- obstacles encountered in implementing the tax policy is less enthusiastic public, taxpayer moved the place of business, human resources (the tax) is not proportional to the number of taxpayers, the lack of strict law inforcement, while the barriers faced by taxpayers find it difficult to calculating income tax payable at the end of the year, taxpayers find it difficult to perform charging at the Tax Payment (SSP) and the Notice of Income Tax (SPT) Annual, and ease of procurement fomulir taxes (such as: SSP).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Lestari
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dali Prasetyo
"Penelitian ini menganalisa kebijakan penentuan pengenaan pajak penghasilan final bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan pengenaan pajak penghasilan final bagi wajib pajak orang pribadi dimaksudkan untuk menjangkau wajib pajak yang belum masuk dalam sistem pajak. Kebijakan pengenaan pajak ini dianggap mudah bagi sektor yang tergolong hard to tax. Dari asas ease of administration kebijakan ini telah memenuhi aspek certainty, simplicity, convenience dan efficiency sebagai unsur pembentuk dari asas ease of administration tersebut.

This research analyzes the policy determining the imposition of final income tax for personal taxpayers that have certain gross circulation. This research was conducted with qualitative approaches and qualitative methods. The results showed the policy imposition of final income tax for personal taxpayer intended to reach out taxpayers who have not entered into the tax system. The imposition of this tax policy is considered easier for sectors that are relatively hard to tax. From the principle of ease of administration this policy has complied aspect of certainty, simplicity, convenience and efficeincy as an element of fundamental shaper of ease of administration."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risaria Syaputri
"Sunset Policy merupakan fasilitas dari Pemerintah berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau Badan yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Sunset Policy diatur dalam Pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Mengenai Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dengan adanya ketentuan Sunset Policy diharapkan pajak tidak lagi merupakan momok bagi masyarakat, dan masyarakat diharapkan mau lebih terbuka dan transparan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya. Kebijakan Sunset Policy bertujuan untuk meningkatkan jumlah penerimaan Negara dari sektor pajak dan jumlah Wajib Pajak, baik itu Wajib Pajak Orang Pribadi maupun badan serta guna memperoleh basis data Wajib Pajak.
Oleh karena itu, penulis ingin membahas mengenai sejauh mana Peranan Sunset Policy dalam rangka peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi, Khususnya pada Kantor Pelayan Pajak Pratama Jakarta Pademangan dan kaitannya dengan penegakan Hukum Pajak.
Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan teknik pengumpulan data yang bersifat analisis kualitatif guna menghasilkan data deskriptif. yang analisa datanya dibantu dengan data kualitatif yang berbentuk tabel dan grafik guna menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Meskipun di dalam pelaksanaan program Sunset Policy masih terdapat beberapa kelemahan, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa Program telah membuahkan hasil yang baik dalam rangka peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi. kedepannya hasil dari program ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah dalam melakukan reformasi perpajakan dan penegakan hukum pajak Indonesia.

Sunset Policy is a government policy as an instrument to facilite for Tax Payer o omit administrative penalty such as tax interest in the lack of the Personal Tax ayer and Company Tax Payer in their Payment of Tax Income. The Sunset olicy Regulation is enacted in article 37A of Act Number 28 Year 2007 such as eneral Regulation of Taxation (UU KUP). The implication of Sunset Policy is xpected that Taxation is longer will not hurrify the Tax Payer, and they will be xpected to become more open and transparent in reporting of their Taxation bligation. The goals of implementation of the Sunset Policy are to increase the um of state income from Tax revenue. and also to increase the sum of Personal nd Company Tax Payer, those expected to improve database.
Therefore this research is emphasizing in the Implication of Sunset Policy for increasing the um of the Personal Tax Payer, particularly in Kantor Pelayanan Pajak Pratama akarta Pademangan and its relation to Tax Law enforcement.
This research conduct by juridicial normatives method, which is using qualitative analysis in atabase collecting which is will conclude descriptive data. which the data nalysing is using qualitative data such as table and chart to conclude the esearch question. Eventough in this Sunset Policy there are still several iminishion, but this program could impact the increasing sum of Personal Tax Payer. Furthermore this program is expected to the foundament for the government to create and enact Tax Policies such as Tax Reform and The Enforcement of Taxation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25965
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjahyo Susanto
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis permasalahan serta dampak yang ditimbulkan dari penerapan PPh final atas penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dan badan dengan peredaran bruto tertentu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Terdapat banyak pendapat di masyarakat atas diterapkannya peraturan ini antara lain mengenai landasan hokum penerbitan dan timbulnya ketidakadilan. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut topic bahasan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar hokum penerbitan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) sudahtepat. Akan tetapi peraturan ini memang memberikan dampak ketidakadilan bagi Wajib Pajak kelompok tertentu dalam masyarakat serta dapat memberikan peluang bagi Wajib Pajak untuk memperkecil beban pajaknya.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah agar Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, perlu mengkaji penerapan tarif PP No.46/2013 dengan memperhatikan penerapan PPh final untuk setiap sector industry atau bidang usaha,mengingat sektor UMK Mmempunyai cakupan bidang usaha yang sangat luas dan masing-masing bidang usaha tersebut mempunyai sebaran margin yang tidak sama dan tetap terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai tatacara penerapan PP No.46/2013 agar masyarakat dapat memahami latar belakang dan tujuan penerbitan ketentuan tersebut. Selain itu Direktorat Jenderal Pajak agar dapat segera melakukan harmonisasi dan menyempurnakan ketentuan anti transfer pricing PER-32/PJ/2011 sehingga transaksi antar perusahaan afiliasi yang telah dipecah agar tetap diakumulasi dan diwajibkan melakukan dokumentasi transfer pricing.

The purpose of this study is to analyze the issues and the impact of the adoption of final income tax to the revenue derived by individual and corporate taxpayers with certain gross turnover in accordance with Government Regulation No. 46 in 2013 ("PP No.46/2013"). There are many opinionsarising inthe communitywith the implementation of the aforesaid regulation among others, with regards to the tax legal basis forthe issuanceandthe issue of injustice. With this in mind, the author is interested to assess further the relevant topic.
The results showed that thetax legal basis forthe issuance ofGovernment Regulation no. 46Year 2013 i.e. Article4 paragraph (2) and Article 17,paragraph (7) has beenaccurately applied. Notwithstanding this, this regulation indeed creates injusticeimpactsforcertain groups ofTaxpayerinthe community andprovides an opportunity forthe taxpayerstoreducetax cost.
The effort to overcome the issue is that the Government, in this case the Directorate General of Taxation, need to examine the implementation of PP No.46/2013 with regard to application of the final income tax in each industry or business sector, given the scope of the UMKM sector has a very broad field of business and each such area has unequal distribution margins as well as continue to conduct socialisation to the community for the application of PP No.46/2013. These efforts are aimed for the community to be able to understand the background and the purpose of the issuance of the relevant regulation. In addition, the Directorate General of Taxation is expected toimmediately harmonize and enhance the anti-transfer pricing provisions of PER-32/PJ/2011, split transaction between affiliated companies is still required to be accumulated and supported with transfer pricing documents.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>