Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S10002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Hunaifiah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S10185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsif Almaidy
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintarto Alimudin
"Direktorat Jenderal Pajak menggunakan withholding system sebagai salah satu cara yang efektif untuk memungut pajak, sebab system ini memastikan realisasi penerimaan pajak lebih. Withholding system juga dapat meminimalisir kebocoran pajak yang dilakukan melalui praktek tax avoidance dan tax evasion. Tetapi sistem ini memberikan beban yang cukup berat bagi Wajib Pajak yang dipotong dan pihak pemotong pajak karena mengganggu likuiditasnya dan menimbulkan beban administrasi. Langkah Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 Tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang merupakan perubahan dari PER-178/PJ/2007 dan KEP-170/PJ./2002 yang menurunkan beberapa tarif efektif pemotongan PPh Pasal 23 yang merupakan salah satu jenis withholding tax merupakan jawaban Direktorat Jenderal Pajak atas berbagai kritik yang diterima berkaitan dengan tingginya tarif dan jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak. Pokok permasalahan dalam penelitian ini pertama, bagaimana implementasi penurunan pemotongan tarif PPh Pasal 23 khususnya atas jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultasi terhadap kinerja keuangan Wajib Pajak yang mempunyai usaha dibidang tersebut di KPP PMA Lima? Kedua, faktor-faktor apa yang menentukan keberhasilan/kegagalan penerapan kebijakan pemerintah menurunkan tarif PPh Pasal 23 khususnya atas jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultasi Ketiga, Apakah besaran penurunan tarif PPh Pasal 23 atas jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultasi sudah tepat untuk memacu perkembangan usaha Wajib Pajak Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang, pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetorkan dan melaporkannya kepada fiskus. Sistem withholding tax ini dirancang untuk menghasilkan penerimaan pajak dengan jumlah yang besar secara lebih efisien dan tidak memerlukan biaya yang besar, sangat efektif untuk memungut pajak penghasilan. Kelemahan dari pemotongan pajak ini dapat menimbulkan kesulitan yang cukup besar pada Wajib Pajak tertentu sebagai akibat dari kelebihan potong serta munculnya biaya administrasi untuk memotong pajak bagi pihak yang membayarkan penghasilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Analisa penelitian didasarkan pada data kinerja keuangan dan laporan SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak sampel serta hasil wawancara mendalam dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak PMA Lima, konsultan pajak dan pakar masalah withholding tax serta Account Representative yang mengawasi kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Hasil penelitian terhadap data kinerja keuangan Wajib Pajak sampel menunjukkan bahwa semua Wajib Pajak sampel mengalami peningkatan kinerja keuangan setelah diterapkannya kebijakan penurunan tarif pemotongan PPh Pasal 23. Kenaikan kinerja keuangan Wajib Pajak karena peningkatan omzet penjualan dan efisiensi biaya operasional sehingga Wajib Pajak memperoleh laba yang jauh lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Analisia terhadap hasil wawancara mendalam memberi gambaran bahwa faktor-faktor utama yang menentukan kenaikan omzet penjualan Wajib Pajak adalah adanya ekspansi usaha, dan meningkatnya order dan perolehan order baru. Penurunan tarif PPh Pasal 23 hanya faktor pendukung yang kontribusinya tidak signifikan. Wajib Pajak menyambut biasa saja penurunan tarif PPh Pasal 23 ini dan lebih mempertanyakan tentang kepastian hukum mengenai jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak. Dapat diberikan beberapa saran, pertama, sebelum menentukan tarif pemotongan pemerintah seharusnya Direktorat Jenderal Pajak mengadakan kajian terlebih dahulu untuk mengetahui berapa laba rata-rata per industri supaya didapatkan tarif yang tepat yang tidak memberatkan Wajib Pajak dan tidak menyebabkan kelebihan potong dengan melibatkan semua pihak terkait. Kedua, perlu dilakukan penelitian secara kuantitatif dengan jumlah populasi dan sampel yang lebih besar untuk mengetahui pengaruh penurunan tarif pemotongan PPh Pasal 23 terhadap kinerja keuangan Wajib Pajak agar bisa diambil kesimpulan secara umum. Ketiga, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan turunnya prosentase biaya operasional Wajib Pajak. Keempat, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana hubungan antara faktor kepercayaan Wajib Pajak kepada Account Representative dengan meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak dalam menyajikan laporan keuangannya.

The Directorate General of Taxes (DGT) using withholding system as one of the effective ways to collect taxes because this system makes tax collected earlier. Although in the other side, this system gives taxpayer and withholder load administratively. Inappropriate tax rate can disturb taxpayer liquidity and company operational. Based on these condition, DGT released the regulation number : PER-70/PJ./2007 about other services and net income estimation that decreased some effective rate of withholding income tax article 23 (PPh Pasal 23). The research aim to analyze, first, how does the decreasing in income tax article 23 for technical, management and consultant services implementation and the effect to tax payer financial performance in Foreign Investment Five Tax Office (KPP PMA Lima). Second, what does the success factor that determine policy implementation. Third, how the effectiveness of decreasing rate can stimulate tax payer business growth? The theory which support research is withholding at source is method of collecting income tax whereby the party paying income to a taxpayer (e.g., an employer) is required to deduct the tax due from the taxpayer's paycheck. Countries that levy relatively successful income taxes collect most of the tax through withholding or 'third party' techniques that in effect charge a third party with the tasks of deducting the tax form some payment being made to the taxpayer and then remitting the proceeds to the government. Unfortunately this system can make difficulties to the taxpayer as effect of over withheld and arising administrative cost to withheld tax for the party that making payment. To answer the research aim, the researcher used the qualitative method. Research was analysis base on taxpayer financial performance data and corporate income tax return that reported to KPP PMA Lima. These data will be cross check with the result of interviews with head office of KPP PMA Lima, tax consultant and account representative who control taxpayer's obligations.
The result of these research shows that taxpayer samples financial performance increase after decreasing in income tax article 23 implementation. But in fact, this condition more caused by increased in sales and operational cost efficiency, so that taxpayer made higher profit. From analyzing in depth interview describes that taxpayer sales increased determined factor was business expand, contract extension and obtain new contract. So, decreasing in income tax article 23 implementation was just supporting factor that didn't significance to taxpayer business growth. Although it didn't significance, but, too high rate and followed by inefficiency and didn't comply taxpayer can made over withheld that caused compliance cost by tax audit refund. The other significance factor that increased taxpayer financial performance was complying in financial report. In the other side, researcher found that taxpayer concern to law certainty about object of income withheld more than rate. Therefore researcher suggested, first, DGT should make research to know average profit per industry so can find appropriate rate that make taxpayer burden and over withheld. Second, quantitative research with bigger population and sample to take general conclusion is needed to know the impact of decreasing in tax rate to taxpayer financial performance. Third, the deepen research is needed to know the factors that caused decreasing in percentage of operational cost. Forth, further research is needed to know relationship between trust factor among fiscus and taxpayer with taxpayer complying in financial report."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24547
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Muswati Putranti
"Kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan atas usaha jasa konsultan sekarang ini didasarkan suatu sistem pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif khusus yang bersifat final. Tesis ini menganalisis pelaksanaan kebijakan tersebut dari sudut pandang azas-azas perpajakan yaitu keadilan, kepastian dan kecukupan penerimaan. Hal ini dilatarbelakangi dengan perbandingan kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif progresif atas tambahan kemampuan ekonomis neto.
Undang-undang Pajak Penghasilan berserta petunjuk pelaksanaan serta peraturan di bawahnya menjadi acuan peraturan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan. Penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metoda pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan data dokumenter serta studi kepustakaan.
Penentuan definisi penghasilan dalam undang-undang cenderung menggunakan konsep SHS yang telah disempurnakan yaitu menganut pengertian penghasilan atas realization accreation sehingga untuk mengukur konsep keadilan maka penghitungan pajak dihasilkan dari tambahan kemampuan ekonomis neto dengan penerapan tarif progresif agar prinsip equal treatment for the equals dapat tercapai. Disisi lain prinsip unequal treatment for the unequal juga harus dipenuhi agar Wajib Pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis neto yang lebih besar harus memikul beban pajak yang lebih besar pula dan sebaliknya. Untuk itu perlu diperkenankan pengurangan beban pajak. Bila kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan bruto dengan penerapan tarif final tanpa diperbolehkan pengurangan, maka kebijakan ini lebih mengarah kepada pajak atas transaksi.
Pemungutan Pajak Penghasilan dengan cara pemotongan oleh pihak ketiga telah diakui merupakan salah satu kemudahan administrasi disamping terjaminnya keuangan negara. Namun demikian pemotongan tersebut akhirnya harus dihitung atas dasar penghasilan neto, sehingga keadilan tidak terabaikan. Kecenderungan pemerintah sekarang ini banyak mengintrodusir kebijakan pemotongan Pajak Penghasilan dengan tarif khusus yang bersifat final, berarti mengarah kepada kebijakan dengan sistem schedular. Dan pada akhirnya menggeser prinsip global taxation dalam kebijakan perpajakan kita menjadi schedular taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Ning Rahayu
"Dalam rangka memasuki era globalisasi diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di kalangan dunia usaha, bentuk-bentuk alih teknologi dilakukan dengan berbagai cara, seperti hak untuk menggunakan intelectual property, technical advise dan sebagainya baik dari pihak asing maupun domestik. Untuk itu pemakai hak/pemakai jasa harus membayar royalti atau imbalan jasa teknik.
Pembayaran royalti dan imbalan jasa teknik itu sendiri merupakan obyek pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak (khususnya dari PPh) secara berarti. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan sering terjadi dispute antara Wajib Pajak dengan fiskus dalam menentukan royalti (khususnya yang berupa informasi) dan imbalan jasa teknik sebagai obyek pajak (PPh), sehingga berpengaruh pada treatment (perlakuan pemajakan) antara keduanya. Hal ini menyebabkan tingkat kepastian hukum mengenai hal tersebut menjadi kurang terjamin dan dapat menimbulkan penghindaran maupun penyelundupan pajak.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memperjelas perbedaan antara royalti dan imbalan jasa teknik, perlakuan pengenaan PPh antara keduanya serta menguraikan permasalahan-permasalahan yang timbul sekaligus mencari jalan keluarnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analistis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan'melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa royalti dan imbalan jasa teknik sebenarnya merupakan obyek pajak yang sangat potensial, namun belum tergali secara maksimal, karena terhambat oleh kendala pemahaman yang belum merata mengenai pengetahuan perpajakan yang menyangkut masalah-masalah khusus di kalangan petugas, serta belum adanya surat edaran/penegasan lebih lanjut yang lebih terperinci mengenai royalti dan imbalan jasa teknik. Hal ini menyebabkan baik petugas pajak maupun wajib pajak membuat penafsiran sendiri-sendiri yang cenderung menguntungkannya. Untuk menjamin kepastian hukum, sebaiknya dibuat surat edaran khusus yang menjelaskan mengenai perbedaan dan ciri-ciri khusus antara royalti dan imbalan jasa teknik disertai dengan contoh-contohnya. Sedangkan untuk meningkatkan keseragaman. pemahaman mengenai pengetahuan perpajakan yang bersifat khusus, sebaiknya dilakukan pendidikan khusus secara periodik dan berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina
"ABSTRAK
Tinjauan Manfaat dan Kelemahan Surat Keterangan Bebas Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pusat Lima) x + 124 + 3 tabel +, 10 lampiran Daftar Kepustakaan: 37 ( 1973-1990) Pada pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 23, sering dijumpai adanya kelebihan pembayaran pajak yang besar pada akhir tahun pajaknya.yang antara lain disebabkan karena pemotongannya dikenakan atas penghasilan bruto, nya penghasilan netto. Oleh karena itu, maka kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) atau mengkompensasikannya dengan utang pajak yang lain. bukan- Di samping memberikan hak kepada Wajib Pajak tuk meminta restitusi/kompensasi, Wajib Pajak juga diberir pajak bukan hak untuk meminta pembebasan dari pemotongan penghasilan Pasal 23, yaitu .melalui prosedur Surat Keterangan Bebas Pemotongan -Pajak Penghasilan Pasal 23 (SKB PPh Ps. 23). Pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan memperoleh 3KB PPh Ps. 23 dimaksudkan membantu Wajib Pajak dalam mengatasi likvviditas perusahauntuk meringankan administrasi perpajakan. bersifat deskriptif selain an juga Berdasarkan penelitian yang analisis, dengan pengumpulan data berupa .studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa petugas di Kantor yanan Pajak Jakarta Pusat Lima, maka diketahui laksanaan SKB PPh Ps. 23 lebih meringankan perpajakan dibandingkan dengan pelaksanaan restitusi. Pelabahwa peadministrasi Bagi wajib Pajak pun SKB PPh Ps. 23 lebih menguntungkan dari pada restitusi, karena yang mudah, di samping itu juga dengan adanya pembebasan pemotongan PPh Ps. 23, maka uang yang sedianya untuk membayar PPh Ps 23 dalam tahun berjalan dapat digunakan membiayai kegiatan usahanya. selain prosedurnya un- Agar SKB PPh Ps. 23 benar-benar bermanfaat bagi wajib Pujuk, kepastian untuk memperoleh jawaban atas permohonan SKB PPh Ps. 23 harus dilaksanakan sesuai peraturan yang ada. Dan agar Wajib Pajak tidak : menyalahi dengan peraturan yang ada, maka kepada aparatur perpajakan juga diberikan hak untuk melakukan penelitian yang lebih baik terhadap Wajib Pajak."
1990
S9891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>